You are on page 1of 21

ALZHEIMER

(Tugas Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi Lansia)

Oleh:
MIZNA SABILLA
NPM. 2013970028

PEMINATAN KESEHATAN REPRODUKSI


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASAYARAKAT
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013

I.

Latar Belakang
Secara demografi berdasarkan data sensus penduduk tahun 2000, Indonesia
memasuki era penduduk berstrukur tua dimana proporsi lansia sebanyak 14,4 juta
jiwa atau 7,18 % dari total jumlah penduduk. Pada tahun 2005 jumlah lansia sudah
berkisar 19,9 juta jiwa atau 8,48 % dan meningkat menjadi 24 juta jiwa atau 97,7 %
dari total penduduk tahun 2010 (Biro Pusat Statistik, 2000)
Penambahan jumlah lanjut usia akan menimbulkan berbagai permasalahan
komplek pada lansia, keluarga maupun masyarakat meliputi aspek fisik, biologis,
mental, maupun sosial ekonomi. Berbicara mengenai aspek biologis, tentunya banyak
hal yang mengalami degeneratif karena sel pada lansia menjadi lebih sedikit dan
bentuknya lebih besar, sistem syaraf juga mengalami perubahan dengan menurunnya
berat otak 10-20% sehingga lambat dalam merespon. Bagaimanapun otak memiliki
peranan penting dalam kehidupan manusia, karena ia sebagai pusat segala aktivitas
manusia. Otak memiliki lebih dari 100 milyar neuron dengan ukuran dan bentuk yang
berbeda (Cavanaugh, 2006). Neuron-neuron adalah sel-sel dasar dalam otak kita
(Cavanaugh 2006). Neuron adalah sel-sel yang terspesialisasi untuk resepsi
(penerimaan), konduksi (penghantaran) dan transmisi (penyebaran) berbagai sinyal
(Migliore & Stephen dalam John P.J. Pinel, 2009).
Menurut Schneider dari Pusat Kedokteran Universitas Rush, Chicago, beserta
timnya, sebagaimana dikutip Reuters Health, Sabtu (29/12) di New York, Amerika
Serikat, mayoritas lansia mengalami gangguan saraf yaitu demensia yang pada
umumnya berupa gejala penyakit alzheimer dan stroke, diikuti penyakit terkait
parkinson. Demensia adalah sekelompok penyakit dengan ciri-ciri hilangnya ingatan
jangka pendek, kemampuan berpikir (kognitif) lain dan kemampuan melakukan hal
sehari-hari. Penyakit Alzheimers dan demensia vaskuler adalah jenis demensia yang
paling umum. Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer yaitu
sebesar 50-60%.
Angka prevalensi penyakit alzheimer per 100.000 populasi sekitar 300 pada
kelompok usia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada
usia 80 tahun. Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta penduduk penderita
penyakit alzheimer. Sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlah usia lanjut berkisar,
18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi penyakit alzheimer belum
diketahui dengan pasti. Peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus
dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi (Japardi, 2002). Pada tahun 2005

penderita demensia di kawasan Asia Pasifik berjumlah 13,7 juta orang dan menjelang
tahun 2050 jumlah ini akan meningkat menjadi 64,6 juta orang. Di Indonesia, pada
tahun 2005 prevalensi demensia berjumlah 606.100 orang per tahun, pada tahun 2020
diperkirakan berjumlah 1.016.800 orang per tahun dan pada tahun 2050 berjumlah
3.042.000 orang per tahun (Alzheimers Disease International, 2006).
Untuk menjaga agar penurunan fungsi tidak terjadi secara cepat pada lansia
dapat dilakukan pencegahan primer sebagai salah satu cara dalam memelihara gaya
hidup yang sehat, ini merupakan suatu tantangan yang penting bagi para professional
pelayanan kesehatan.
II.

Definisi dan Etiologi


Penyakit Alzheimer adalah bentuk demensia yang paling umum dan
terdapat pada 50% sampai 70% dari semua kasus demensia. Ini adalah penyakit
menurunnya

kemampuan

fungsi

otak

secara

berangsur-angsur.

Dengan

mengecilnya atau menghilangnya sel-sel otak, bahan-bahan abnormal bertimbun


membentuk kekusutan di tengah sel otak, dan sebagai lapisan di luar sel otak.
Sel-sel abnormal itu mengganggu jalannya pesan-pesan di dalam otak dan
merusak hubungan antar sel otak. Sel otak pada akhirnya mati dan ini berarti
informasi tidak dapat diterima atau dicerna. Karena penyakit Alzheimer berefek
pada setiap area di otak, fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan tertentu
hilang (Alzheimers Australia, 2005).
Alzheimer merupakan penyakit yang menyerang kemampuan otak, yaitu
kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak
dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penyakit ini
akan menggerogoti kemampuan mengingat dan berpikir seseorang. Tidak
mengherankan bila lantas penderitanya ditemui mengalami kepikunan.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang
telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus,
polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament,
presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari
degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan
gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif (Japardi,
2002).

Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan


dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami
degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler,
kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya
produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit
genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor nongenetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai
pencetus factor genetika (Japardi, 2002).
a. Adanya penumpukan protein yang lengket yang disebut anyloid
plauques yang berakumulasi di otak pada penderita demensia. Plak
amiloid juga ditemukan pada lansia yang tidak memiliki gejala-gejala
demensia, tetapi juga dalam jumlah yang jauh lebih sedikit.
b.
Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis
dan serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa
terlihat pada otopsi. Demensia sosok Lewy sangat menyerupai
penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan
mikroskopik yang terjadi di dalam otak.

a.1 patofisiologi Alzheimer


Alzheimers merupakan penyakit neurodegeneratif dengan karakteristik
adanya perubahan-perubahan secara histology (Chumming, 2000 dalam Primaniar
S, 2010). Pada penderita dementia tipe Alzheimers akan ditemukan beberapa
perubahan-perubahan secara histologi. Senile plaques yang merupakan kumpulan
dari amyloid plaques akan ditemukan pada pasien ini. Protein amyloid
merupakan komponen terbanyak dari senile plaques yang merupakan salah satu
hasil pemecahan dari amyloid precursor protein. (Sadocks B, 2007 dalam
Primaniar S, 2010). Amyloid precursor protein merupakan 770 amino acid
protein dimana fungsi secara fisiologis belum diketahui secara jelas (Caselli R,
2003 dalam Primaniar S, 2010). Terbentuknya amyloid precursor protein juga
belum diketahui secara jelas. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hal ini
berhubungan dengan gen E 4 (Sadocks B, 2007 dalam Primaniar S, 2010).
Pada proses terbentuknya senile plaques, amyloid precursor protein akan
dipecah oleh enzim , , dan secretase.3 Amyloid precursor protein dipecah oleh
secretase menjadi P 3. P 3 merupakan bentuk amyloid yang nontoxic dan
bersifat mudah larut. Sedangkan dan secretase akan memecah amyloid

precursor protein menjadi amyloid yang akan berkumpul di otak. Mutasi pada
amyloid precursor protein, presenilin 1 dan presenilin 2 akan semakin
meningkatkan produksi amyloid. Selanjutnya amyloid akan berinteraksi
dengan apolipoprotein E e-4, kolesterol, 2 makroglobulin dan LPR untuk
meningkatkan pengumpulan sehingga terbentuklah diffuse plaques. Tau positive
neuritis akan berkembang disekeliling amyloid yang akhirnya menghasilkan
neuritic plaques. Hal ini yang membuat degenerasi dari neuron (Caselli R, 2003
dalam Primaniar S, 2010).
Selain senile plaques, neurofibrillary tangels, neuronal loss, synaptic loss,
dan granulovascular degeneration juga akan tampak secara mikroskopis.
Neurofibrillary tangels berhubungan erat dengan dementia pada usia sekitar 65
tahun sampai 75 tahun, namun kaitannya akan lebih rendah pada pasien dengan
usia 95 tahun (Savva G, 2009 dalam Primaniar S, 2010). Hal ini disebabkan
neurofibrillary tangels juga akan terjadi pada seseorang tanpa dementia seiring
dengan bertambahnya usia. Jadi pada seseorang dengan umur berkisar antara 95
tahun, neurofibrillary tangles sulit dipakai sebagai acuan ciri-ciri dari dementia
tipe Alzheimers.
Defisit dari cholinergic neurons juga dilaporkan terjadi pada pasien
dementia tipe Alzheimers. Hal ini ditandai dengan berkurangnya neurons pada
basal forebrain nuclei. Degenerasi dari cholinergic neurons memicu berkurangnya
choline acetyltransferase sekitar 80%-90% di hippocampus dan temporal cortex.
Sedangkan pada parietal cortex dan frontal convexity berkurang sekitar 40%-75%
(Chumming, 2000 dalam Primaniar S, 2010).. Choline acetyltransferase
merupakan suatu enzim kunci untuk mensintesis acetylcholine. Penurunan
produksi choline acetyltransferase pada pasien dementia tipe Alzheimers
menyebabkan berkurangnya produksi acetylcholine. Acetylcholine juga akan
berkurang karena adanya dua cholinesterase. Kedua cholinesterase tersebut yaitu
acetylcholinesterase

dan

butyrylcholinesterase.

Achetylcholinesterase

dan

butyrylcholinesterase juga ternyata berhubungan dengan adanya amyloid plaques.


Pada perkembangan dementia tipe Alzheimers terjadi peningkatan konsentrasi
dari

acetylcholinesterase

di

atas

normal

dan

peningkatan

aktifitas

butyrylcholinesterase yang menyebabkan berkurangnya kemampuan intelektual


atau kognitif pasien dengan cepat (Ellis J, 2005 dalam Primaniar S, 2010).

Perubahan-perubahan

juga

akan

ditemukan

pada

reseptor-reseptor

cholinergic. Dimana fungsi normal dari reseptor-reseptor ini diperlukan dalam


sistem cholinergic. Reseptor M1 dan presynaptic M2 autoreseptor akan
berkurang. Reseptor nicotinic juga akan berkurang pada dementia tipe
Alzheimers, namun level dari M3 reseptor akan tetap normal (Chumming, 2000
dalam Primaniar S, 2010). Perubahan-perubahan tersebut merupakan penyebab
adanya penurunan kemampuan intelektual atau kognitif dan gejala gangguan
neuropsikiatri pada pasien dementia tipe Alzheimers (Primaniar S, 2010).
1. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita
alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata
diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan
infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi.
Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru,
diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut
mempunyai beberapa persamaan antara lain:
o manifestasi klinik yang sama
o Tidak adanya respon imun yang spesifik
o Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
o Timbulnya gejala mioklonus
o Adanya gambaran spongioform
2. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan
dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antara lain,
aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik
potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles
(NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat
dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab
degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada
penderita alzheimer, juga ditemukan keaadan ketidak seimbangan merkuri,
nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.
Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi
melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke
intraseluler (Cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolisma
energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

3. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita
alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin
dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan
haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna
dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid
Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan
pada wanita muda karena peranan faktor immunitas
4. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer
dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita
demensia

pugilistik,

dimana

pada

otopsinya

ditemukan

banyak

neurofibrillary tangles.
5. Faktor neurotransmitter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita Alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
a) Asetilkolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas
spesifik neurotransmiter dengan cara biopsi sterotaktik dan otopsi
jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan
aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport
kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit
presinaptik dan postsynaptic kolinergik ini bersifat simetris pada
korteks

frontalis,

temporallis

superior,

nukleus

basalis,

hipokampus.
Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang
selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya pada
penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu
didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan
pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan
berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung
hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer
b) Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopamin didapatkan menurun
pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian

dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama


noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit
kortikal noradrenergik. Bowen et al(1988), melaporkan hasil biopsi
dan otopsi jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan adanya
defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et
al(1987), Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin
menurun baik pada post dan ante-mortem penderita alzheimer.
c) Dopamin
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas
neurottansmiter

regio

hipothalamus,

dimana

tidak

adanya

gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer.


Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena
potongan histopatologi regio hipothalamus

setia penelitian

berbeda-beda.
d) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5
hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita
alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari
meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat
bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus
sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang
sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan
dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada
nukleus rephe dorsalis.
e) MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono
amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A
untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil
dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin.
Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada
hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada
daerah temporal dan menurun pada nukleus basalis dari meynert.

a.2 Gejala dan Tanda

Tanda tanda awal demensia sangat lemah dan samar-samar, dan mungkin
tidak segera menjadi jelas. Tanda-tanda awal juga mungkin sangat bervariasi.
Namun biasanya orang mengamati ada masalah dengan ingatan, khususnya dalam
mengingat peristiwa yang belum lama terjadi.
Gejala umum lainnya termasuk:
Bingung
Perubahan kepribadian
Apatis dan menyendiri
Kehilangan kemampuan melakukan tugas sehari-hari
Terkadang orang gagal menyadari bahwa gejala-gejala itu menandakan ada
sesuatu yang salah. Mereka mungkin keliru menganggap bahwa perilaku seperti
itu adalah bagian normal dari proses penuaan. Atau gejalanya berkembang secara
bertahap dan berlangsung tanpa diperhatikan dalam waktu lama. Kadang-kadang
orang menolak bertindak bahkan ketika mereka mengetahui ada yang salah.
Tanda-tanda peringatan
Kehilangan ingatan yang mempengaruhi kegiatan sehari-hari
Adalah normal jika sekali-sekali kita lupa akan janji pertemuan atau lupa
nomor telepon teman dan ingat lagi kemudian. Penderita demensia mungkin
lebih sering lupa sesuatu atau tidak mengingatnya sama sekali.
Kesulitan melakukan tugas-tugas yang sudah terbiasa
Orang bisa bingung dari waktu ke waktu dan mereka mungkin lupa
menyajikan sebagian makanan. Penderita demensia mengalami kesulitan
dengan seluruh tahapan yang terkait dengan urusan menyiapkan makanan.
Bingung tentang waktu dan tempat
Adalah normal kita lupa hari apa dalam minggu ini untuk sementara.
Penderita demensia mungkin mengalami kesulitan menemukan jalan menuju
tempat yang sudah mereka kenal, atau merasa bingung dimana mereka berada.
Masalah dengan bahasa
Setiap orang kadang-kadang mengalami kesulitan menemukan kata yang
tepat, tetapi penderita demensia mungkin lupa kata yang sederhana atau
menggantinya dengan kata yang tidak tepat, membuat kalimatnya susah
dimengerti.

Masalah dengan pemikiran abstrak


Menghitung pengeluaran buku cek bisa merupakan hal sulit untuk setiap
orang, tetapi penderita demensia mungkin mengalami kesukaran mengetahui
apa arti angka-angka tersebut.

Melemah atau menurun pertimbangannya


Penderita demensia mungkin mengalami kesulitan memperkirakan jarak atau
arah ketika mengendarai mobil.
Masalah salah tempat meletakkan sesuatu
Setiap orang dapat saja sewaktu-waktu salah menaruh dompet atau kunci.
Penderita demensia bisa meletakkan barang-barang di tempat yang salah.
Perubahan dalam kepribadian atau tingkah laku
Setiap orang bisa sedih atau murung dari waktu ke waktu. Seseorang dengan
demensia bisa menunjukkan perubahan perasaan secara cepat tanpa alasan
yang jelas. Mereka bisa menjadi bingung, curiga atau menyendiri.
Kehilangan inisiatif
Adalah normal merasa capek melakukan kegiatan. Namun demensia
menyebabkan seseorang kehilangan minatnya pada kegiatan yang sebelumnya
disenangi.

III.

Faktor Risiko
a.

Usia
Usia yang semakin bertambah merupakan salah satu faktor risiko utama
munculnya penyakit Alzheimer. Penuaan tidak selalu diiringi penyakit
Alzheimer, namun risiko terkena penyakit ini akan semakin meningkat
seiring bertambahnya usia. Setelah seseorang mencapai usia 65 tahun, maka
risiko terkena Alzheimer akan meningkat menjadi dua kali lipat setiap lima
tahun. Sekitar setengah dari orang yang berusia 85 tahun menderita
Alzheimer. Namun orang yang mengalami perubahan genetik yang langka
sering mengembangkan penyakit Alzheimer dan mulai menampakkan gejala

penyakit ini pada usia 40-an atau 50-an tahun.


b. Riwayat Keluarga dan Genetika
Risiko Alzheimer akan meningkat jika ada anggota keluarga dekat (orangtua,
kakak, adik, anak) menderita penyakit ini. Sebagian besar mekanisme
munculnya Alzheimer di antara anggota keluarga tetap belum terjelaskan.

Peneliti menemukan bahwa gen yang menjadi risiko terkuat dari Alzheimer
adalah apolipoprotein e4 (APOE-e4). Beberapa penelitian menujukkan bahwa
hal in disebabkan oleh protein ApoE (Apolipoprotein E), yang bertugas untuk
menyalurkan material lemak keseluruh tubuh. gene APOEe4 yang memiliki
hubungan kuat dengan penyakit Alzheimers menghasilkan protein yang
memiliki peranan penting dalam transpor kolesterol. Pada individu yang
memiliki gene APOEe4 dapat mengabsorpsi kolesterol lebih mudah dari
saluran cerna jika dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki gen ini.
c. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki risiko lebih besar dibandingkan laki-laki terkena
penyakit Alzheimer. Hal ini terjadi karena sebagian besar perempuan harapan
hidupnya lebih panjang daripada laki-laki.
d. Gangguan Kognitif Ringan
Orang yang mengalami gangguan kognitif ringan (Mild Cognitive
Impairment) memiliki masalah ingatan atau gejala lain dari penurunan
kognitif yang lebih buruk daripada yang seharusnya terjadi di usia mereka,
namun belum cukup parah untuk didiagnosis sebagai demensia. Meskipun
masih belum pasti, mereka yang mengalami gangguan kognitif ringan
memiliki risiko lebih besar untuk mengalami demensia.
e. Gaya Hidup dan Kesehatan Jantung
Sampai saat ini belum ada bukti kuat bahwa perubahan gaya hidup
dapat mengurangi risiko terkena penyakit Alzheimer. Namun, ada bukti yang
menunjukkan bahwa beberapa faktor risiko penyakit jantung dapat
meningkatkan risiko terkena penyakit Alzheimer juga, diantaranya yaitu:
a. Kurang olahraga
Berolahraga memiliki banyak keuntungan seperti meningkatkan
kekuatan jantung dalam memompa darah, meningkatkan aliran
darah ke otak, mengurangi berat badan, menurunkan tekanan
darah, dan menurunkan kadar kolesterol. Secara keseluruhan,
berolahraga akan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan
sekaligus menjaga agar otak tetap berfungsi baik.
b. Merokok
Nikotin dalam rokok dapat membuat permeabilitas pembuluh darah
berubah

yang

kemudian

dapat

menyebabkan

ateroslerosis.

ateroskelrosis ini dapat menyebabkan penyempitan pembuluh

darah hingga penyumbatan pembuluh darah di otak yang


mengakibatkan demensia vaskuler.
c. Tekanan darah tinggi
Gangguan fungsi kognitif yang

bersifat

progresif

pada

aterosklerosis (usia lanjut) serta adanya hipertensi disebabkan


karena menumpuknya kehilangan neuron oleh karena aksiden yang
berulang pada mikrovaskuler. Kerusakan kronik pada korteks
serebri jelas hubungannya dengan kehilangan neuron yang
berkesinambungan. Sitokin proinflamasi mempunyai implikasi
pada cedera serebrovaskuler, terutama oleh karena aterosklerosis
dan hipertensi. Hasilnya memperlihatkan bahwa 54 dari 70
penderita yang diteliti dijumpai peningkatan IL-6 dan TNF- pada
penderita demensia yang lebih berat (Granger, 2004 dalam Zuhir,
2011).
d. Kolesterol tinggi
Konsumsi makanan tinggi lemak dan/atau peningkatan kadar
kolesterol di dalam darah dapat menyebabkan produksi dari plak
beta-amyloid di otak, yang dimana merupakan awal dari terjadinya
penyakit Alzheimers. Selain daripada itu, makanan yang sama ini
juga meningkatkan risiko obesitas dan penyakit diabetes mellitus
(DM) tipe 2 yang merupakan faktor risiko yang umum untuk
penyakit Alzheimers.
Faktor risiko tersebut juga dihubungkan dengan demensia vaskular, salah satu
tipe penurunan kognitif yang disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah di
otak. Banyak orang yang mengalami penurunan kognitif memiliki perubahan
karakteristik otak seperti pada Alzheimer dan demensia vaskular.
f. Belajar Seumur Hidup (Lifelong Learning) dan Keterlibatan Interaksi Sosial
Penelitian menemukan bahwa aktivitas belajar dan interaksi sosial seumur
hidup bisa mengurangi risiko penyakit Alzheimer.
IV.

Pencegahan
Faktor-faktor yang dapat mengurangi risiko penyakit Alzheimer diantaranya
adalah:
a. Tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi
b. Pekerjaan yang memberikan stimulus
c. Aktivitas mental yang menantang, misalnya membaca, bermain game, atau
memainkan alat musik

d. Sering melakukan interaksi sosial


Sampai saat ini, para ilmuwan belum bisa menjelaskan hubungan ini secara
detail. Namun ada satu teori yang mengatakan bahwa dengan digunakannya
otak, maka otak akan membangun lebih banyak koneksi antar sel, yang dapat
melindungi otak dari dampak perubahan yang berkaitan dengan Alzheimer.
Penjelasan lainnya adalah bahwa orang yang menderita Alzheimer cenderung
kurang mencari kegiatan yang memberi stimulus (stimulating activities)
beberapa tahun sebelum mereka didiagnosis menderita penyakit ini

Pada sebuah the International Conference on Nutrition and the Brain


disebutkan terdapat 7 pola makan yang dapat menurunkan risiko penyakit
Alzheimer, sebagai berikut:
1. Menurunkan asupan lemak jenuh dan lemak trans. Lemak jenuh umumnya
ditemukan pada daging dan beberapa jenis minyak seperti, minyak kelapa dan
palm. Lemak trans umumnya ditemukan pada cemilan kue-kue dan makanan
di goreng/deep-fried.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Chicago Health and Aging
Project yang mengikuti kelompok individu yang mengkonsumsi banyak lemak
jenuh (25 gram per hari) memiliki risiko 2-3 kali terjadi penyakit Alzheimers
jika dibandingkan dengan kelompok individu yang mengkonsumsi lemak
jenuh dengan jumlah yang lebih sedikit (12,5 gram per hari).
Mekanisme jenis lemak tertentu dapat berpengaruh terhadap otak
masih dalam tahap penelitian sampai dengan saat ini. Akan tetapi, beberapa
hasil penelitian menemukan konsumsi makanan tinggi lemak dan/atau
peningkatan kadar kolesterol di dalam darah dapat menyebabkan produksi dari
plak beta-amyloid di otak, yang dimana merupakan awal dari terjadinya
penyakit Alzheimers. Selain daripada itu, makanan yang sama ini juga
meningkatkan risiko obesitas dan penyakit diabetes mellitus (DM) tipe 2 yang
merupakan faktor risiko yang umum untuk penyakit Alzheimers.
Dalam sebuah studi besar dari Kaiser Permanente menunjukkan
individu dengan kadar kolesterol total >250 mg/dL pada usia sekitar 40-50an
memiliki risiko 50% terjadi penyakit Alzheimer pada 3 dekade ke depan, jika
dibandingkan dengan individu dengan kadar kolesterol <200 mg/dL.
Ditemukan juga sebuah gene APOEe4 yang memiliki hubungan kuat dengan
penyakit Alzheimers menghasilkan protein yang memiliki peranan penting
dalam transpor kolesterol. Pada individu yang memiliki gene APOEe4 dapat
mengabsorpsi kolesterol lebih mudah dari saluran cerna jika dibandingkan
dengan individu yang tidak memiliki gene ini.
2. Sayur-sayuran, legumes (beans, peas, dan lentil), buah-buahan, dan whole
grains harus menjadi makanan utama.

3. 1 ons dari kacang-kacangan atau biji-bijian per hari dapat memberikan


sumber yang sehat dari vitamin E.
4. Sumber vitamin B12 dari makanan olahan atau suplemen untuk memenuhi
AKG (angka kebutuhan harian = 2,4 mcg per hari) harus menjadi bagian dari
pola makan harian.
Vitamin B komplek
Sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan dan whole-grain memiliki
kadar lemak jenuh dan lemak trans yang sedikit atau hampir tidak ada, selain
daripada itu juga tinggi akan vitamin, seperti asam folat dan vitamin B6, yan
memiliki peranan protektif untuk kesehatan otak. Pola makan yang
menitikberatkan asupan makanan-makanan ini dikaitkan dengan penurunan
risiko terjadinya permasalahan berat badan dan DM tipe 2, serta menurunkan
risiko terjadinya gangguan kognitif.
Studi terhadap pola makan Mediterranean dan pola makan tinggi sayuran
menunjukkan penurunan risiko permasalahan kognitif jika dibandingkan
dengan pola makan lainnya. Sebuah studi yang dilakukan oleh Chicago Health
and Aging Project terhadap individu dengan usia 65 tahun dan lebih
menunjukkan asupan buah-buahan dan sayuran yang tinggi dikaitkan dengan
menurunan risiko penurunan fungsi kognitif.
Tiga vitamin B utama yang memiliki peran terhadap fungsi kognitif adalah
asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12. Ketiga vitamin B kompleks ini
bekerja sama untuk menurunkan kadar homocysteine, yang dimana
merupakan golongan asam amino yang berhubungan dengan gangguan
kognitif. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Oxford University
menunjukkan pada pasien lanjut usia dengan peningkatan kadar homocysteine
dan gangguan ingatan, pemberian 3 vitamin B kompleks ini memperbaiki
ingatan

dan

menurunkan

atrofi

otak.

Kebutuhan harian dari asam folat pada dewasa umum adalah 400 mcg per hari
atau sama dengan semangkuk penuh dengan salad hijau yang ditambahkan

dengan kacang-kacangan, asparagus, alpukat dan jeruk. Untuk kebutuhan


harian dari vitamin B6 pada dewasa sampai dengan usia 50 tahun adalah 1,3
mg per hari dan untuk dewasa diatas 50 tahun adalah 1,5 mg per hari untuk
wanita dan 1,7 mg per hari untuk pria. Direkomendasikan untuk
mengkonsumsi setengah mangkuk dari beras merah untuk mencukupi
kebutuhan harian ini. Sumber vitamin B6 lainnya adalah sayuran hijau, wholegrain, pisang, kacang-kacangan, dan ubi.
Sedangkan untuk vitamin B12, kebutuhannya dapat dicukupi dalam bentuk
suplemen atau makanan olahan seperti susu atau cereal. Kebutuhan harian dari
vitamin B12 adalah 2,4 mcg per hari. Meskipun daging dan produk dairy
mengandung vitamin B12, akan tetapi absorbsi dari sumber ini terbatas pada
individu lanjut usia, penurunan asam lambung, dan individu yang sedang
dalam pengobatan, seperti metformin dan acid-blocker. Oleh karena itu,
rekomendasi di US adalah untuk individu diatas 50 tahun direkomendasikan
untuk mengambil asupan suplemen vitamin B12 dan untuk individu dengan
gangguan

absorbsi

atau

individu

dengan

pola

makan

vegetarian

direkomendasikan untuk memakan suplemen vitamin B12 untuk segala


golongan usia.
Vitamin E
Vitamin E merupakan jenis antioksidan yang dapat ditemui dari berbagai jenis
makanan, khususnya kacang-kacangan dan biji-bijian dan dikaitkan dengan
penurunan risiko penyakit Alzheimers. Segenggam tangan yang berisi
kacang-kacangan atau biji-bijian mengandung 5 mg vitamin E. Makanan
sehat lainnya yang mengandung vitamin E, adalah mangga, pepaya, alpukat,
tomat, paprika, dan bayam.

5. Ketika memilih suplemen multivitamin, pilih yang tidak mengandung besi


atau copper. Hanya berikan suplemen yang mengandung iron jika disarankan
oleh dokter.
Besi dan copper

Besi dan copper memiliki manfaat untuk kesehatan, akan tetapi beberapa
penelitian menunjukkan kelebihan asupan dari besi dan copper dapat
berdampak pada gangguan kognitif. Kebanyakan individu dapat memenuhi
kebutuhan mineral ini dari asupan makanan harian dan tidak membutuhkan
suplemen

tambahan.

Dalam

memilih

suplemen

multivitamin,

perlu

diperhatikan kandungan mineral yang mungkin terkandung, direkomendasikan


memilih produk multivitamin yang tidak mengandung mineral. Suplemen
tambahan mineral hanya diberikan menurut anjuran dokter. Kebutuhan harian
besi untuk wanita diatas 50 tahun dan pria segala usia adalah 8 mg dan untuk
wanita usia 19-50 tahun adalah 18 mg. Kebutuhan copper harian untuk pria
dan wanita adalah 0,9 mg.

6. Sementara peranan aluminum terhadap penyakit Alzheimer masih dalam


penelitian, perlu diperhatikan untuk menghindari penggunaan alat masak,
antasida, baking powder dan produk lain yang dapat mengkontribusikan
asupan aluminum harian.
Peranan aluminum dalam penyakit Alzheimers masih kontroversial. Beberapa
penelitian telah memberikan perhatian terhadap peranan aluminum, yang
dimana disebutkan memiliki efek neurotoksik jika terdapat di dalam tubuh
dalam jumlah diatas kebutuhan, serta aluminum juga terdapat pada pasien
dengan penyakit Alzheimers. Penelitian di UK dan di Perancis menunjukkan
peningkatan angka kejadian Alzheimer pada area dengan air keran yang
mengandung kadar aluminum yang lebih tinggi. Meskipun dari keterbatasan
penelitian akan hubungan aluminum dan penyakit Alzheimers pada saat ini,
akan

tetapi

direkomendasikan

untuk menghindari

asupan aluminum

berlebihan. Aluminum dapat terkandung di dalam baking powder, antasida,


dan beberapa produk makanan.

7. Olahraga secara teratur, kurang lebih yang sama dengan berjalan 40 menit 3
kali seminggu

Selain daripada pola makan sehat dan menghindari dari asupan metal yang
berbahaya, direkomendasikan juga untuk melakukan olahraga paling sedikit
120 menit seminggu. Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan oleh Annals
of Internal Medicine menemukan bahwa kelompok individu yang berolahraga
pada usia 40-an memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk terjadi
gangguan ingatan, seperti dementia setelah usia 65 tahun jika dibandingkan
dengan kelompok individu yang tidak berolahraga. Penelitian yang sama juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan di New York pada individu yang
berolahraga dan dengan pola makan sehat memiliki penurunan risiko
terjadinya Alzheimers sebesar 60%.

V.

Pemeriksaan Penunjang
a. Neuropatologi dengan pemeriksaan mikroskopik
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:
Neurofibrillary tangles (NFT)
Senile plaque (SP)
Degenerasi neuron
b. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi
kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test
psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh
beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori,
kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
c. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer.
d. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,
metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral.
e. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
f. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE,
fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody

VI.

Pengobatan
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab
dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan
hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan,
vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor
untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita
Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah
penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja
secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian
obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian
berlangsung. Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik
akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
alzheimer.
Cholinesterase

inhibitors

berfungsi

meingkatkan

level

dari

acetylcholine, dimana fungsi dari acetylcholine adalah sebagai chemical


messenger yang penting dalam kaitannya dengan fungsi kognitif seseorang.10
Cholinesterase inhibitors menghambat aktifitas dari acetylcholinesterase yang
berfungsi untuk memecah acetycholine, setelah pesan sampai pada sel yang
dituju.10

Dengan penurunan dari acetycholinesterase, diharapkan terjadi

peningkatan level dari achetylcholine.10 Cholinesterase inhibitors tidak


menghentikan proses degenerasi yang terjadi pada sel saraf, namun hanya
mengatasi gejala-gejala yang berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif.

2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer
didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2
ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan
neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis
3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap
fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat
memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang.
Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan
perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual

pada

penderita

alzheimer

dapat

disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres)


yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal
1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan
untuk memperbaiki fungsi kognitif
5. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4
minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita
depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100
mg/hari)
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate

endogen

yang

disintesa

didalam

miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini


menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase,
kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1
tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau
VII.

menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.


Aspek Kesehatan Masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Alzheimers

Australia.

2005.

Apa

Itu

Demensia?

Diunduh

dari

http://www.fightdementia.org.au pada 11 November 2013.


Alzheimers Disease International. 2006. Demensia di Kawasan Asia Pasifik: Sudah Ada
Wabah. Ringkasan Eksekutif Laporan Access Economic Pty Limited untuk Anggota
Alzheimers Disease International di Asia Pasifik. Access Economic. Diunduh dari
http://www.fightdementia.org.au pada 11 November 2013.
Alzheimers Disease International. 2008. Piagam Global Penyakit Alzheimer. Diunduh dari
http://www.alz.co.uk pada 13 November 2013.
Japardi, Iskandar. 2002. Penyakit Alzheimer. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas
Sumatera Utara. Medan: USU digital library.
Primaniar S, Prameidya. 2010. Cholinesterase Inhibitors Sebagai Terapi Dementia Tipe
Alzheimers. Bagian/SMF Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Bali: Universitas Udayana.
Zuhir, Elvina. 2011. Hubungan Gangguan Fungsi Kognitif dengan Hipertensi Ditinjau dari
Aspek IL-6 dan TNF-lfa. Tesis. Padang: Universitas Andalas.

You might also like