Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
MIZNA SABILLA
NPM. 2013970028
I.
Latar Belakang
Secara demografi berdasarkan data sensus penduduk tahun 2000, Indonesia
memasuki era penduduk berstrukur tua dimana proporsi lansia sebanyak 14,4 juta
jiwa atau 7,18 % dari total jumlah penduduk. Pada tahun 2005 jumlah lansia sudah
berkisar 19,9 juta jiwa atau 8,48 % dan meningkat menjadi 24 juta jiwa atau 97,7 %
dari total penduduk tahun 2010 (Biro Pusat Statistik, 2000)
Penambahan jumlah lanjut usia akan menimbulkan berbagai permasalahan
komplek pada lansia, keluarga maupun masyarakat meliputi aspek fisik, biologis,
mental, maupun sosial ekonomi. Berbicara mengenai aspek biologis, tentunya banyak
hal yang mengalami degeneratif karena sel pada lansia menjadi lebih sedikit dan
bentuknya lebih besar, sistem syaraf juga mengalami perubahan dengan menurunnya
berat otak 10-20% sehingga lambat dalam merespon. Bagaimanapun otak memiliki
peranan penting dalam kehidupan manusia, karena ia sebagai pusat segala aktivitas
manusia. Otak memiliki lebih dari 100 milyar neuron dengan ukuran dan bentuk yang
berbeda (Cavanaugh, 2006). Neuron-neuron adalah sel-sel dasar dalam otak kita
(Cavanaugh 2006). Neuron adalah sel-sel yang terspesialisasi untuk resepsi
(penerimaan), konduksi (penghantaran) dan transmisi (penyebaran) berbagai sinyal
(Migliore & Stephen dalam John P.J. Pinel, 2009).
Menurut Schneider dari Pusat Kedokteran Universitas Rush, Chicago, beserta
timnya, sebagaimana dikutip Reuters Health, Sabtu (29/12) di New York, Amerika
Serikat, mayoritas lansia mengalami gangguan saraf yaitu demensia yang pada
umumnya berupa gejala penyakit alzheimer dan stroke, diikuti penyakit terkait
parkinson. Demensia adalah sekelompok penyakit dengan ciri-ciri hilangnya ingatan
jangka pendek, kemampuan berpikir (kognitif) lain dan kemampuan melakukan hal
sehari-hari. Penyakit Alzheimers dan demensia vaskuler adalah jenis demensia yang
paling umum. Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer yaitu
sebesar 50-60%.
Angka prevalensi penyakit alzheimer per 100.000 populasi sekitar 300 pada
kelompok usia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada
usia 80 tahun. Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta penduduk penderita
penyakit alzheimer. Sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlah usia lanjut berkisar,
18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi penyakit alzheimer belum
diketahui dengan pasti. Peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus
dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi (Japardi, 2002). Pada tahun 2005
penderita demensia di kawasan Asia Pasifik berjumlah 13,7 juta orang dan menjelang
tahun 2050 jumlah ini akan meningkat menjadi 64,6 juta orang. Di Indonesia, pada
tahun 2005 prevalensi demensia berjumlah 606.100 orang per tahun, pada tahun 2020
diperkirakan berjumlah 1.016.800 orang per tahun dan pada tahun 2050 berjumlah
3.042.000 orang per tahun (Alzheimers Disease International, 2006).
Untuk menjaga agar penurunan fungsi tidak terjadi secara cepat pada lansia
dapat dilakukan pencegahan primer sebagai salah satu cara dalam memelihara gaya
hidup yang sehat, ini merupakan suatu tantangan yang penting bagi para professional
pelayanan kesehatan.
II.
kemampuan
fungsi
otak
secara
berangsur-angsur.
Dengan
precursor protein menjadi amyloid yang akan berkumpul di otak. Mutasi pada
amyloid precursor protein, presenilin 1 dan presenilin 2 akan semakin
meningkatkan produksi amyloid. Selanjutnya amyloid akan berinteraksi
dengan apolipoprotein E e-4, kolesterol, 2 makroglobulin dan LPR untuk
meningkatkan pengumpulan sehingga terbentuklah diffuse plaques. Tau positive
neuritis akan berkembang disekeliling amyloid yang akhirnya menghasilkan
neuritic plaques. Hal ini yang membuat degenerasi dari neuron (Caselli R, 2003
dalam Primaniar S, 2010).
Selain senile plaques, neurofibrillary tangels, neuronal loss, synaptic loss,
dan granulovascular degeneration juga akan tampak secara mikroskopis.
Neurofibrillary tangels berhubungan erat dengan dementia pada usia sekitar 65
tahun sampai 75 tahun, namun kaitannya akan lebih rendah pada pasien dengan
usia 95 tahun (Savva G, 2009 dalam Primaniar S, 2010). Hal ini disebabkan
neurofibrillary tangels juga akan terjadi pada seseorang tanpa dementia seiring
dengan bertambahnya usia. Jadi pada seseorang dengan umur berkisar antara 95
tahun, neurofibrillary tangles sulit dipakai sebagai acuan ciri-ciri dari dementia
tipe Alzheimers.
Defisit dari cholinergic neurons juga dilaporkan terjadi pada pasien
dementia tipe Alzheimers. Hal ini ditandai dengan berkurangnya neurons pada
basal forebrain nuclei. Degenerasi dari cholinergic neurons memicu berkurangnya
choline acetyltransferase sekitar 80%-90% di hippocampus dan temporal cortex.
Sedangkan pada parietal cortex dan frontal convexity berkurang sekitar 40%-75%
(Chumming, 2000 dalam Primaniar S, 2010).. Choline acetyltransferase
merupakan suatu enzim kunci untuk mensintesis acetylcholine. Penurunan
produksi choline acetyltransferase pada pasien dementia tipe Alzheimers
menyebabkan berkurangnya produksi acetylcholine. Acetylcholine juga akan
berkurang karena adanya dua cholinesterase. Kedua cholinesterase tersebut yaitu
acetylcholinesterase
dan
butyrylcholinesterase.
Achetylcholinesterase
dan
acetylcholinesterase
di
atas
normal
dan
peningkatan
aktifitas
Perubahan-perubahan
juga
akan
ditemukan
pada
reseptor-reseptor
3. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita
alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin
dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan
haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna
dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid
Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan
pada wanita muda karena peranan faktor immunitas
4. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer
dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita
demensia
pugilistik,
dimana
pada
otopsinya
ditemukan
banyak
neurofibrillary tangles.
5. Faktor neurotransmitter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita Alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
a) Asetilkolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas
spesifik neurotransmiter dengan cara biopsi sterotaktik dan otopsi
jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan
aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport
kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit
presinaptik dan postsynaptic kolinergik ini bersifat simetris pada
korteks
frontalis,
temporallis
superior,
nukleus
basalis,
hipokampus.
Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang
selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya pada
penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu
didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan
pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan
berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung
hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer
b) Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopamin didapatkan menurun
pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian
regio
hipothalamus,
dimana
tidak
adanya
setia penelitian
berbeda-beda.
d) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5
hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita
alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari
meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat
bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus
sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang
sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan
dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada
nukleus rephe dorsalis.
e) MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono
amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A
untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil
dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin.
Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada
hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada
daerah temporal dan menurun pada nukleus basalis dari meynert.
Tanda tanda awal demensia sangat lemah dan samar-samar, dan mungkin
tidak segera menjadi jelas. Tanda-tanda awal juga mungkin sangat bervariasi.
Namun biasanya orang mengamati ada masalah dengan ingatan, khususnya dalam
mengingat peristiwa yang belum lama terjadi.
Gejala umum lainnya termasuk:
Bingung
Perubahan kepribadian
Apatis dan menyendiri
Kehilangan kemampuan melakukan tugas sehari-hari
Terkadang orang gagal menyadari bahwa gejala-gejala itu menandakan ada
sesuatu yang salah. Mereka mungkin keliru menganggap bahwa perilaku seperti
itu adalah bagian normal dari proses penuaan. Atau gejalanya berkembang secara
bertahap dan berlangsung tanpa diperhatikan dalam waktu lama. Kadang-kadang
orang menolak bertindak bahkan ketika mereka mengetahui ada yang salah.
Tanda-tanda peringatan
Kehilangan ingatan yang mempengaruhi kegiatan sehari-hari
Adalah normal jika sekali-sekali kita lupa akan janji pertemuan atau lupa
nomor telepon teman dan ingat lagi kemudian. Penderita demensia mungkin
lebih sering lupa sesuatu atau tidak mengingatnya sama sekali.
Kesulitan melakukan tugas-tugas yang sudah terbiasa
Orang bisa bingung dari waktu ke waktu dan mereka mungkin lupa
menyajikan sebagian makanan. Penderita demensia mengalami kesulitan
dengan seluruh tahapan yang terkait dengan urusan menyiapkan makanan.
Bingung tentang waktu dan tempat
Adalah normal kita lupa hari apa dalam minggu ini untuk sementara.
Penderita demensia mungkin mengalami kesulitan menemukan jalan menuju
tempat yang sudah mereka kenal, atau merasa bingung dimana mereka berada.
Masalah dengan bahasa
Setiap orang kadang-kadang mengalami kesulitan menemukan kata yang
tepat, tetapi penderita demensia mungkin lupa kata yang sederhana atau
menggantinya dengan kata yang tidak tepat, membuat kalimatnya susah
dimengerti.
III.
Faktor Risiko
a.
Usia
Usia yang semakin bertambah merupakan salah satu faktor risiko utama
munculnya penyakit Alzheimer. Penuaan tidak selalu diiringi penyakit
Alzheimer, namun risiko terkena penyakit ini akan semakin meningkat
seiring bertambahnya usia. Setelah seseorang mencapai usia 65 tahun, maka
risiko terkena Alzheimer akan meningkat menjadi dua kali lipat setiap lima
tahun. Sekitar setengah dari orang yang berusia 85 tahun menderita
Alzheimer. Namun orang yang mengalami perubahan genetik yang langka
sering mengembangkan penyakit Alzheimer dan mulai menampakkan gejala
Peneliti menemukan bahwa gen yang menjadi risiko terkuat dari Alzheimer
adalah apolipoprotein e4 (APOE-e4). Beberapa penelitian menujukkan bahwa
hal in disebabkan oleh protein ApoE (Apolipoprotein E), yang bertugas untuk
menyalurkan material lemak keseluruh tubuh. gene APOEe4 yang memiliki
hubungan kuat dengan penyakit Alzheimers menghasilkan protein yang
memiliki peranan penting dalam transpor kolesterol. Pada individu yang
memiliki gene APOEe4 dapat mengabsorpsi kolesterol lebih mudah dari
saluran cerna jika dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki gen ini.
c. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki risiko lebih besar dibandingkan laki-laki terkena
penyakit Alzheimer. Hal ini terjadi karena sebagian besar perempuan harapan
hidupnya lebih panjang daripada laki-laki.
d. Gangguan Kognitif Ringan
Orang yang mengalami gangguan kognitif ringan (Mild Cognitive
Impairment) memiliki masalah ingatan atau gejala lain dari penurunan
kognitif yang lebih buruk daripada yang seharusnya terjadi di usia mereka,
namun belum cukup parah untuk didiagnosis sebagai demensia. Meskipun
masih belum pasti, mereka yang mengalami gangguan kognitif ringan
memiliki risiko lebih besar untuk mengalami demensia.
e. Gaya Hidup dan Kesehatan Jantung
Sampai saat ini belum ada bukti kuat bahwa perubahan gaya hidup
dapat mengurangi risiko terkena penyakit Alzheimer. Namun, ada bukti yang
menunjukkan bahwa beberapa faktor risiko penyakit jantung dapat
meningkatkan risiko terkena penyakit Alzheimer juga, diantaranya yaitu:
a. Kurang olahraga
Berolahraga memiliki banyak keuntungan seperti meningkatkan
kekuatan jantung dalam memompa darah, meningkatkan aliran
darah ke otak, mengurangi berat badan, menurunkan tekanan
darah, dan menurunkan kadar kolesterol. Secara keseluruhan,
berolahraga akan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan
sekaligus menjaga agar otak tetap berfungsi baik.
b. Merokok
Nikotin dalam rokok dapat membuat permeabilitas pembuluh darah
berubah
yang
kemudian
dapat
menyebabkan
ateroslerosis.
bersifat
progresif
pada
Pencegahan
Faktor-faktor yang dapat mengurangi risiko penyakit Alzheimer diantaranya
adalah:
a. Tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi
b. Pekerjaan yang memberikan stimulus
c. Aktivitas mental yang menantang, misalnya membaca, bermain game, atau
memainkan alat musik
dan
menurunkan
atrofi
otak.
Kebutuhan harian dari asam folat pada dewasa umum adalah 400 mcg per hari
atau sama dengan semangkuk penuh dengan salad hijau yang ditambahkan
absorbsi
atau
individu
dengan
pola
makan
vegetarian
Besi dan copper memiliki manfaat untuk kesehatan, akan tetapi beberapa
penelitian menunjukkan kelebihan asupan dari besi dan copper dapat
berdampak pada gangguan kognitif. Kebanyakan individu dapat memenuhi
kebutuhan mineral ini dari asupan makanan harian dan tidak membutuhkan
suplemen
tambahan.
Dalam
memilih
suplemen
multivitamin,
perlu
tetapi
direkomendasikan
untuk menghindari
asupan aluminum
7. Olahraga secara teratur, kurang lebih yang sama dengan berjalan 40 menit 3
kali seminggu
Selain daripada pola makan sehat dan menghindari dari asupan metal yang
berbahaya, direkomendasikan juga untuk melakukan olahraga paling sedikit
120 menit seminggu. Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan oleh Annals
of Internal Medicine menemukan bahwa kelompok individu yang berolahraga
pada usia 40-an memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk terjadi
gangguan ingatan, seperti dementia setelah usia 65 tahun jika dibandingkan
dengan kelompok individu yang tidak berolahraga. Penelitian yang sama juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan di New York pada individu yang
berolahraga dan dengan pola makan sehat memiliki penurunan risiko
terjadinya Alzheimers sebesar 60%.
V.
Pemeriksaan Penunjang
a. Neuropatologi dengan pemeriksaan mikroskopik
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:
Neurofibrillary tangles (NFT)
Senile plaque (SP)
Degenerasi neuron
b. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi
kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test
psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh
beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori,
kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
c. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer.
d. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,
metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral.
e. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
f. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE,
fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody
VI.
Pengobatan
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab
dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan
hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan,
vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor
untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita
Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah
penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja
secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian
obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian
berlangsung. Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik
akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
alzheimer.
Cholinesterase
inhibitors
berfungsi
meingkatkan
level
dari
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer
didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2
ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan
neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis
3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap
fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat
memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang.
Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan
perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual
pada
penderita
alzheimer
dapat
endogen
yang
disintesa
didalam
DAFTAR PUSTAKA
Alzheimers
Australia.
2005.
Apa
Itu
Demensia?
Diunduh
dari