You are on page 1of 11
JKS Volume 1, No.1, Juli 2014 Indralaya ISSN Juli 2014 2355-5459 Volume Nomor Halaman iJ az 1-93 woo TeMsPesel aus fnew prov usnGeselmus yf Aspe [eu prow tasum isd ns “ausqam [E8ISE-TIL-T9+ MEd “TEBISE-LIL-T9 dle ZOODE MEIeIag BiDTeMMS ~ BXePEZAPUT ZEN YRUMgeLy SuLquIDTEd ‘If qEyANY TW SunpeD eel aug smrssaATU - UBIAHIOPEN SETHE ‘umemerodayy nu tpmig ureiBorg - exeftatsg uEemexadosy jeumy WeLIEZI2S seqepoy weuury s0g'g “UoeunyNZ ‘AS TURAN IS eS asyuy UIpY (ueumpoog sexsioatun) reds “deyW “days “YesTeT [ERM] SN (urpruesey sensiatuq) CMa “NIN doy’ ‘AremounypeY Tuy SX Cepeyy yelpen sexsioamug) sayy "day's ‘UewsIN, Auery Sua, SN (eBBuopry seusIOATUA) soa “yrs ‘omBUSNY, I (opepy yoipen seusieatun) sey W “dys wuBATEH Lat IC (elsouopuy seustoATun) NWN “dys “WEMENeg snBY Iq (epeye yolpen seusiostuc) Cyd “2SNIN “NS@ ‘Weuuefiny wesuenuy (werelpelpeg seusiaarug) NaOW "ENS doy WPAN TH reso COTY ' say “doy’s “HemeunY ting “SN “doe “day's Terypury eUoYCT (ounsep; seusioatun) mowrds “day py ‘tury meg néy Ng SN, (uowmpaog seussoarun) aI dg “day Fy ‘OuOMST NUE ATY SNL Joupg "o88uy Soy “day's Tune URIs, JONPA EMAN IPIEAL uy doyedg day ‘uesueupy ue SN soupa enix, IsMVaad NVMAC (6Sh$ SSET ON NSSI'FLOZ HNE T WON T 9UINJOA) ehelimis uezemesedey pens Keperawatan Sriwijaya (Volume 1, No. 1, Juli 2014, ISSN No 2355 5459) DAFTAR ISI eudi Deskriptif: Perawatan Cuff Endotracheal Tube Pada Pasien Terintubas Biya Punggung dan Faktor Yang Mempengaruhinya ‘Seta Septadina, Legiran Ruang Rawat Intensif yruh Terapi Kelompok Terapeutik Terhadap Perkembangan Remaja di Panti Sosial Marsudi Putra sapala Inderalaya & Maryann Pengaruh Pendekatan Spiritual Terhadap Tingkat Kesepian Pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna ‘Werdha Warga Tama Kelurahan Timbangan Kecamatan Indralaya Utara Eerliawati, Sri Maryatun, Desti Herawati Pengaruh Citrus Aromaterapi Terhadap Ansietas Pasien Preoperasi Bedah Mayor ‘Muhammadiyah Palembang Tahun 2014 Rajito Dwi Julianto, Siti Romadoni, Windy Astuti CN Hubungan Perilaku Menggosok Gigi dan Pola Jajan Anak Dengan Kejadian Karies Gigi Pada Murid SD Negeri 157 Palembang Indah Permatasari, Dhona Andhini Pengaruh Metode Glenn Doman Terhadap Perkembangan Bahasa dan Kognitif Anak Usia Prasekolah di Tk Ladas Berendai Prabumulih Tiara Dwi Yanianti, Antari Idriansari, Bina Melvia Girsang ‘Studi Fenomenologi Pengalaman Spiritual Pasien Kusta Yang Menjalani Kehidupan Palembang Sri Endriyani Kecemasan Menyebabkan Terjadinya Kandidiasis Vulvovaginalis Pada Primigravida di BPS Widia Husada Malang Wiwik Agustina, Sumiatun, Diana Noor Fatmawati Aplikasi Model Konservasi Levine Pada Anak dengan Kanker yang Mengalami Fatigue di Ruang Perawatan Anak Hermalinda, Yeni Rustina, Enie Novieastari Respon Stres Pada Pasien Kritis Pka Yulia Fitri ¥ 16 712 13-20 21-27 39-46 47-54 55-61 62-67 68-86 87-94 THERA NaI NOraw Sy nyea wea NISOa Isv i tnd Ie oe Hoquiou ep ‘iseiidsai ‘sejnyseaorpsey 1 “(SITojoytsd undnew —yIsy eIED9s | ‘snjnuins depeysoy nyeor nye eselion 89) pesnouw todos ynqny isfuny vureAN 9S [OxUOTUDU BuEA ‘sans uodso: ingasip C ‘isw8ouuo1 uodsar ueynquiusW wee UOISIS TMPOY sO;LIad WOUOTO JEIS WOISIS oy [wAUIS LoquioW ueye yEIO UEP UIE ‘mm Suidues 1q (YAH) /ouaupo-upyinyid mypyroddy 'seanyeuu up (HYD) Woy Sursvayo-tudosoons0g weysesnsuout emodiy ep senyuuaawed —snopynu Ou esd yeres woySIs LUETep IC -“URNTTUEs wo} yesnd Jeses woNsIs uRyETELKUSWE UEYE sosans depeyay isyvaraq jess woysis 21 nomuout sya[dwoy suosuas worsis WORE NIT uep ‘Jos10y uida ‘unyourdasou sopey acyeyTutuod ueyegnjesuaw — iedep wep xem Jefu9p>y IsnqunUoY UEP feUaspeoFeduus Wa}sis Hep isejnwns yeqLYe sneduns pruouLoYyonoU uodsor unduap —repueup jeuuou sans uodsor emyeq ueyingaXuaw ({99Z) YseIEg woised isu smeIs wep “uvipeloy sep ‘Josans wXuresoq eped Sumuesiaq uexe ingasion soryej-101y0y depeqa yngm uodsey “Jeuorsows 101404 nee “rupy ueyeqnied ‘stumyau uendsued Susy ewe UEP reqrye uPyEdnoW efes BsIq JOSANE “YNgM sisesoaWoy WIvoUEBUOUE vEsUIYAS owsTUEBIO eped UETURQUIIDS-yepnoy urygegakuow Suek sonfEoIye) >nfuSUE ymin Tojouuyopuaomau uvp iFoorsy usps uejep ueyeundip Tuee yest ueyedruour sang NVO1NHVGNad ouisyoquiouodry ‘Sans “SUIS “VAI 1 any EEN CLOW) otworpuss wonrsuryssp uefixo ajdnjnuu ypefuow Suequioy.9q redep uep (SyIS) owOspUss asuodsox Ruuzeyjar ouuysés vdupelior welep uesodioq iseweyuT O}MPOYY “_| WP |, USOFU SENANYE mucquiSU 1 Woy Use! UEP JeNSQNS uessENfoduOW (9-7 UEP “[~T] “D-INL) SeuieLFUL soyeePoyY “IseuNEyuLoxd pou edeioqaq supey ueurunuod ueuap rpuenp “yuO}SIS iseuiEyU ue yews urysnjoouous estnyeduep mes Ypres Sued (Ye{H) [euaspe-KroumIc-onuepeRodsy sisye ISeaRyyEIP UeY “;euUOULIOG Pa WON9}9 ueP UEIIED eped ueYEgnuod RDS “esoyNyT wep UIs}oud ouSHOqEoULOdT Apelion Ny UIOIOg S-£ JEINPS YPlEpe tuL asey Loud uPsuap oY esey eped rnfuy}.0q up ‘wef pz-z] eUrEFIS SumMsANE{IOq ueyrunjasoy esPOGs yoqriou seuANye ueuRMued uxp uLSuUEl ssododiy eSusp repuenp sues Sst ueBuap yeseIp yYjoqejour wodsoy -ynqm sisewsoowoy wieouUUoUr dep Tue ueSuEquHIDSyEpAAY, uo yepnur weGusp yedep eBuyes ‘uvueqeuod owstuEySU UEYMyE|SaH MUN HIMS “SHUN EIPUOY Pusised eped ‘SeiyevoW wep seupiqiow rue uEyeyZumUOd uvSuap UESUNqNYOG WEE eUTE] wep yisuoRUT fuepiog fue sans uodsoy] "yngm siseisoomoy weyuEyeUSduam eyAuex wElEp [euOULIOY UEP >pjoqerout © ped woyeqniod eiupehay ueygrqacuou weye sisdos ney ys eumeN yeqEyE >Ioq sas uodsoy, wensqy ‘wos 0oyEAt)za[esomeyo :yreuI-A edefiMug seusIOATUN] UesO}yopay seyMYpe| UE}EALIOdOy IPMS WIEITON AERGD BHA eH SLUR NISVd VOVd SAIS NOdSTA ‘Sagkat lanjut. Fungsi lainnya, seperti perilaku seksual dan makan ditekan, sementara fungsi Sognitif dan emosional akan diaktifkan. Di semping itu, aktivitas gastrointestinal dan Smunitas/ respon inflamasi akan berubah. Pada keadaan normal, ketika terjadi stres, baik tay if Wat dimana norepineftin menjadi _ mediator utama “pada fase ebb. Norepinefrin dikeluarkan dari saraf perifer dan berikatan dengan reseptor beta 1 di jantung dan Teseptor beta 2 di perifer dan dasar vaskular splanik. Efek paling penting adalah pada sistem kardiovaskular, karena norepinefrin akibat trauma fisik atau sepsis maka respon merupakan stimulankuat —_jantung, sires yang terjadi adalah perubahan pada menyebabkan peningkatan kontraktilitas sistem metabolik dan hormonal, meliputi dan denyut jantung dan vasokonstriksi. Hal sespon endokrin, imunologi, dan inflamasi ini merupakan = usaha dalam yang bertujuan untuk — mempertahankan mengembalikan —_tekanan ——darah, homeostasis schingga pasien dapat bertahan meningkatkan perfoma jantung, dan hidup. Namun, pada pasien dalam kondisi Kritis, dimana fungsi organ-organ tubuh dapat dengan mudah mengalami perubahan akibat maksimalisasi venous return? Hiperglikemia mungkin terjadi pada fase siresor maka sulit untuk melakukan ebb. Hiperglikemia terjadi_—_akibat mekanisme pertahanan, sehingga individu glikogenolisis hepar yang merupakan efek dapat dengan mudah_—_-mengalami sekunder dari katekolamin dan akibat ketidakseimbangan yang dapat_mengancam homeostasis tubuh. Pada pasien kritis, respon terhadap terapi baik medikal ataupun peralatan sulit diduga dan berbeda-beda pada setiap stimulasi_simpatik —langsung dari Pemecahan glikogen. Hiperglikemia yang terjadi setelah trauma merupakan masalah yang sangat penting untuk segera diatasi individu, tergantung pada penyakit dan karena dapat menempatkan pasien pada Kkemampuan dalam —_berespon —_terhadap kondisi berisiko tinggi terhadap berbagai Ketidakseimbangan yang terjadi _akibat komplikasi, masa penyembuban yang lebih penyakit, lama, peningkatan waktu lama rawat, Respon Metabolik terhadap Stres 1, Fase Ebb dan Fase Flow Respon metabolik tubuh tethadap stres terjadi melalui dua fase, yaitu fase ebb dan fase flow (gambar 1.1). Fase ebb dimulai segera setelah terjadi stres, baik akibat trauma atau sepsis dan berlangsung selama 12-24 jam. Namun, fase ini dapat berlangsung lebih lama, tergantung pada bahkan dapat menyebabkan kematian.* Permulaan fase flow, yang meliputi fase anabolik dan katabolik, ditandai dengan curah jantung (CO) yang tinggi dengan Testorasi oxygen delivery dan substrat metabolik, Durasi fase flow tergantung pada keparahan trauma atau adanya infeksi dan perkembangan menjadi komplikasi Secara khas, puncak fase ini adalah sekitar keparahan trauma dan kecukupan hari, dan akan turun pada 7-10 hari, dan resusitasi, Fase ebb disamakan juga dengan akan melebur ke dalam fase anabolik periode syok yang memanjang dan tidak selama beberapa minggu. Selama_terjadi teratasi, yang ditandai dengan hipoperfusi fase —_hipermetabolik, insulin akan Jaringan dan penurunan aktivitas metabolik meningkat, namun peningkatan level secarakeseluruhan. Sebagai__upaya kompensasi tubuh terhadap keadaan ini, hormon katekolamin akah dikeluarkan, katekolamin, glukagon, dan kortisol akan menétralkan hampir semua efek metabolik dari insulin. — ete Jurnal Keperawatan Sriwijaya, Volume 1 - Nomor 2, Juli 201 4, ISSN No 2355 5459 Peningkatan mobilisasi asam amino dan free fatty acids dari simpanan otot perifer ‘dan jaringan adiposa merupakan akibat dari ketidak — seimbangan —_hormon-hormon tersebut_ Beberapa hormon akan mengeluarkan substrat_ yang digunakan untuk produksi energi salah satunya secara angsung sebagai glukosa atau melalui liver sebagai trigliserid. Substrat lainnya akan berkontribusi terhadap sintesis protein di liver, dimana mediator humoral akan meningkatkan produksi reakian fase akut Sintesis protein yang serupa juga terjadi pada sistem imun guna menyembuhkan kkerusakan jaringan. Meskipun, fase hipermetabolik ini melibatkan "proses katabolik dan anabolik, hasilnya adalah kehilangan protein secara signifikan, yang ditandai dengan keseimbangan nitrogen negatif dan penurunan simpanan lemak Hal ini akan menuju pada modifikasi komposisi tubuh secara keseluruhan, ditandai dengan —kehilangan protein, karbohidrat, dan simpanan lemak, disertai dengan meluasnya kompartemen cairan ekstraselular (dan intraselular), 2. Metabolisme Protein dan Glukosa Selama periode kelaparan, infus glukosa akan menghambat glukoneogenesis hepar, tetapi.setelah terjadi trauma meskipun sirkulasi glukosa dalam konsentrasi tinggi, glukoneogenesis akan ‘tetap berlangsung, Asam amino yang dihasilkan katabolisme protein di otot diambil liver dalam jumlah besar akan digunakan untuk memproduksi daripada digunakan sebagai bahan untuk —memenuhi —kebutuhan Kebutuhan energi akan disediakan cadangan lemak —(sekitar Mengapa pasien dengan membutuhkan begitu tinggi glukosa endogenous akan dijelaskan tingginya kebutuhan jaringan yang trauma akan glukosa. Sebagai pasien dengan luka bakar berat pada ambilan glukosa oleh ekstremitas terkena luka bakar. Pada saat yang Jengan yang terbakar— mempr hasil dari respirasi anaerobik sel. Laktat akan dikembalikan ke liver untuk ps glukoneogenesis, dalam siklus Cori. ‘mol glukosa menghasilkan 2 ATP mel glikolisis tetapi melalui glukoneogé membutuhkan 3 ATP. Hal ini mena peningkatan laju metabolisme? Hormon pituitari dapat mengakibatkan sekunder terhadap sekresi_hormon organ target, salah satunya adalah ‘organ pankreas akan dikeluarkan hor glukagon dan penurunan sekresi ho: insulin.’ Insulin memiliki efek anal melalui sintesis sejumlah besar mol dari molekul-moleku! —_kecil menghambat katabolisme. Insulin _j akan meningkatkan oksidasi glukosa sintesis glikogen, mengingat __insul menghambat —_glikogenolisis, glukoneogenesis. Dengan kata lain, hor katabolik seperti katekolamin, kortisol, dam glukagon akan meningkatkas glikogenolisis dan glukoneogenesis. Jumal Keperawatan Sriwijaya, Volume 1 - Nomor 2, Juli2014, ISSN No 2355 5459 = os ee 3. Respon Cairan dan Elektrolit Hipovolemi terjadi pada fase ebb Hypovolemia dan. dapat _reversibel sepenuhnya dengan terapi cairan yang tepat. Namun, ketiadaan resusitasi cairan dalam 24 jam, akan meningkatkan risiko kematian. Respon awal pasien terhadap hipovolemia ditujukan untuk menjaga Perfussi adekuat otak dan jantung. Oliguria, yang terjadi pada saat trauma, adalah Konsekuensi dari pelepasan dari hormon antidiuretik (ADH) dan aldosteron, Sekresi ADH dari supraoptic nuclei di hipotalamus anterior distimulus oleh _pengurangan volume dan peningkatan osmolalitas, Peningkatan ‘osmolalitas akan menyebabkan peningkatan sodium di cairan ekstraselular. Sejumlah reseptor terletak di dalam pembuluh darah atrium dan pulmonal dan ‘osmoreseptor terletak di dekat neuron ADH di hipotalamus. ADH sebagian besar bertindak pada tubulus connecting. ginjal, dan juga pada tubulus distal untuk meningkatkan reabsorpsi air Aldosteron sebagian besar bertindak pada tubulus renal distal untuk meningkatkan — reabsorpsi sodium dan bikarbonat dan meningkatkan eksresi_potasium dan ion-ion hidrogen Aldosteron juga memodifikasi__efek katekolamin terhadap sel, schingga Mmempengaruhi pertukaran sodium dan Potasium melewati semua membran sel Pelepasan sejumlah_ —besar__potasium intraselular ke dalam cairan’ eksiraselular adalah akibat dari katabolisme protein dan dapat menyebabkan kenaikan jumlah serum Potasium, “khususnya jika fungsi ginjal terganggu. Retensi sodium dan bikarbonat akan menghasilkan alkalésis- metabolik dengan kerusakan pengantaran_ oksigen Jaringan, Setelah terjadi trauma, ekskresi sodium akan turun 10-25 mmoWV/24 jam dan ekskresi potasium akan meningkat 100-200 mmol/24 jam. Cairan intraselular dan Jurnal Keperawatan Sr aren v2, Volume 1- Nomor 1, Juli 2014, ISSN No 2355 $459 20 cairan eksogenous akan mengumpul di ruang — ketiga —ekstraselular arena Peningkatan permeabilitas vaskular dan peningkatan relatif di tekanan onkotik interstisial; hal inilah yang menyebabkan Kebanyakan pasien mengalami edema setelah hari pertama trauma dan resusitasi ? Respon Hormonal Terhadap Stres 1. Respon Endokrin Aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Pada respon neuroendokrin akan diaktivasi aksis —_hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) yang akan mencetuskan pengeluaran ——_kortisol,—_schingga mengakibatkan terjadinya sekresi epinefrin, norepineftin, glukagon, dan growih hormone. Hipotalamus —menseksresi__ corticotropin releasing hormone (CRH) dalam upaya berespon —terhadap —stresor..—- CRH menstimulasi_produksi-melalui _ pituitari- adrenocorictotropie hormone (ACTH) atau dikenal dengan kortikotropin, yang. akan menstimulasi korteks adrenal. Secara spesifik, hormon ini akan memicu sekresi glukokortikoid, seperti kortisol, dan sedikit mengontrol sekresi aldosteron. CRH sendiri akan dibambat oleh glukokortikoid dan menjadikannya masuk ke dalam negative feedback loop. Sekresi__aldosteron Kemungkinan besar di bawah kontrol sistem renin-angiotensin teraktivasi Hiperkontikolisme akut merubah metabolisme protein, Jemak, dan karbohidrat, schingga energi dengan segera dan selektif tersedia untuk kebutuhan organ Vital seperti otak, dan dengan demikian anabolisme akan ditunda. Retensi cairan intravaskular dan inotropik yang tinggi dan Tespon vasopresor terhadap katekolamin dan angiotensin Il memberikan-manfaat hemodinamik dalam respon “fight or Aight. _—_Hiiperkortikolisme dapat diinterpretasi sebagai usaha organisme untuk menahan kaskade inflamasinya sendiri, sehingga ‘melindungi organisme melawan overresponses. Serum ACTH dijumpai menurun pada kondisi_ kritis kronik sedangkan konsentrasi kortisol akan tetap meningkat, Aktivasi HPA juga mencetuskan sinyal anti inflamasi sistemik yang digambarkan dengan penurunan kadar beberapa mediator Proinflamasi atau sel-sel imun untuk memproduksi_ molekul anti inflamasi, seperti interleukin (IL)-10.° Aksis Tirotropik Dalam dua jam setelah pembedahan atau trauma, level serum T3 akan menurun, sebaliknya T4 and TSH akan meningkat dengan cepat. level T3 yang rendah ini akan menyebabkan penurunan konversi perifer T4. Kemudian, level TSH dan T4 yang bersirkulasi sering kali kembalii ke level normal, sedangkan level T3 tetap rendah. Besamya penurunan level T3 mencerminkan —keparahan _penyakit. Beberapa mediator sitokin, terutama tumor necrosis factor (TNF), interleukin-| (IL-1), dan interleukin-6 (IL-6), diduga sebagai mediator terhadap penurunan akut level T3. Perubahan akut pada aksis _tiroid mencerminkan usaha untuk mengurangi pengeluaran energi Perilaku yang agak sedikit berbeda terlihat pada pasien yang dirawat di ICU dalam waktu yang lama. Level TSH dapat rendah- normal dan konsentrasi serum T3 dan T4 rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan karena penurunan stimulasi_hipotalamik terhadap tirotropi, yang selanjutnya menuju pada penurunan stimulasi kelenjar tiroid Dopaminendogenous dan hiperkortikolisme yang berlangsung lama kemungkinan otiroidisme akan memperburuk kritis.” Aksis Somatotropik Sepanjang satu jam pertama atau terjadinya stres-baik karena pm trauma, atau infeksi-level growth yang bersirkulasi akan meningkat disekresikan oleh kelenjar hipofisis ani yang berfungsi untuk menurunkan ami slukosa di jaringan tertentu. Sebagian ini tidak langsung, karena hormon ‘memobilisasi asam lemak bebas Jaringan adiposa dan asam lemak sehin: ‘menghambat penggunaan glukosa.® GH mempunyai efek metabolik yang umik Setelah terjadi stres (2-3 jam) GH mempunyai efek seperti insulin (sepers melepaskan insulin) tetapi lebih dari 3 jam setelah stres terjadi GH mempunyai efek kontra regulator dan anabolik 7 Aksis Laktotropik Prolaktin merupakan hormon yang pertama diketahui dapat meningkatkan konsentrasi serum setelah terjadi stres akut baik fisik maupun psikis. Peningkatan ini didugs dimediasi oleh oksitoksin, —_jalur dopaminergik, atau vasoactive intestinal peptide (VIP). Perubahan sekresi prolaktin dalam respon tethadap tres diduga berkontribusiterhadap perubahan fangsi imun selama kondisi kritis, Pada percobaan terhadap tikus, hambatan pengeluaran —prolaktin — menyebabkan gangguan fungsi limfosit, penekanan aktivasi lymphokine = dependent macrophage. Pada kondisi kritis kronil level serum prolaktin tidak lagi seting pada saat fase akut.” Aksis Luteinizing Hormone-Testosterone Testosteron merupakan hormon steroid anabolik endogenous yang paling penting Oleh sebab itu, perubahan dalam aksis Luteinizing Hormone~Testosterone pada Jaki-laki_ mempunyai relevansi_terhadap Stadium katabolik saat terjadi kondisi kritis, dimana level testosteron akan rendah Penyebab pasti hal ini belum jelas, namun diduga sitokin berperan dalam kejadian ini Sebuah hipotesis tentang rendahnya level ‘estosteron mengemukakan bahwa adalah mungkin perlu untuk menghentikan sekresi androgen anabolik dalam stres akut dalam sangka menghemat energi dan substrat metabolik untuk fungsi-fungsi vital. Pada tahap kronik, level testosteron yang, bersirkulasi menjadi sangat rendah, bahkan hampir sulit—dideteksi,. Dopamin endogenous, estrogen, opiat, mungkin menyebabkan hal ini.” Respon Inflamasi Respon fisiologis terhadap trauma merupakan kejadian molekular dan selular yang sangat kompleks, dimana sel-sel mflamasi, seperti sel _polimorfonuklear (PMNs), makrofag, dan limfosit diikut seriakan ke —lokasi trauma dan mengeluarkan mediator-mediator inflamasi, Endotelium pada sel yang mengalami jrauma juga turut berpartisipasi. PMNs adalah sel pertama yang akan tiba pada fokasi trauma dan melepaskan molekul eksidasi kuat, termasuk —_hidrogen peroksida, asam hipoklorus, radikal bebas ‘eksigen, enzim proteolitik, dan substansi sasoaktif seperti leukotrien, eicosanoids, dan platelet activating factor (PAF). Radikal bebas oksigen adalah molekul Proinflamasi yang, menyebabkan perioksidasi lipid, inaktivasi enzim-enzim, Gan pemakaian —_antioks PMNs Sengelvarkan enzim proteolitik yang akan Keperawatan Sriwijaya, Volume 1- Nomor, Juli2014, ISSN No 2355 5459 mengaktivasi sistem kinin/kallikrein, yang pada akhimya menstimulus pengeluaran angiotensin II, bradikinin, dan plasminogen teraktivasi. Bradikinin _menyebabkan vasodilatasi dan memediasi_peningkatan permeabilitas _vaskular. — Makrofig diaktivasi oleh sitokin dan akan menelan organisme yang ada, Makrofae juga memakan jaringan nekrotik host "dan menguraikan yang sitokin berlebih ? TNF-alfa dan TL-1 adalah mediator proinflamasi proksimal. Sitokin-sitokin ini menginisiasi penguraian dan pengeluaran sitokin-sitokin lain seperti IL-6 dan juga menstimulus respon fase akut hepatik. ‘TNF-a dan IL-1 akan dikeluarkan dalam jumlah yang sedikit dalam wakta 1 jam setelah awitan dan keduanya mempunyai efek lokal dan sistemik. Kedua sitokin ini secara individual menghasilkan respon hemodinamik yang tidak signifikan tetapi menyebabkan kerusakan paru-paru dan hipotensi jika bekerja bersama-sama Sitokin merupakan protein dengan berat molekul yang rendah, yang terdiri dari interleukin dan interferon. Sitokin merupakan —golongan—_peptida._— dan dihasilkan oleh berbagai sel imun dan inflamasi, termasuk makrofag, monosit, neutrofil, sel T dan sel B. Zat ini juga dihasilkan oleh sel non-inflamasi, termasuk fibroblas dan sel endotel. Sitokin berfungsi sebagai hormon lokal yang memperigaruhi respon pertahanan, host terhadap cedera atau infeksi.” IL-6 disekresikan oleh ~monosit dan makrofag, neutrofil, sel B dan T, sel endotelial, sel otot halus, fibroblas, dan sel mast, Sitokin ini mungkin merupakan induktor paling potensial dari respon fase akut, meskipun peran tepatnya dalam respon inflamasi masih belum jelas. Di lain sisi, sitokin ini dipertimbangkan 2 menjadi indikasi prognosis yang reliabel, terutama pada sepsis, arena mencerminkan keparahan trauma. IL-8 termasuk ke dalam grup mediator yang disebut dengan kemokin karena ‘kemampuannya dalam = merekrut sel inflamasi ke lokasi trauma, IL-8 disintesis oleh monosit, makrofag, neutrofil, dan sel endotelial. IL-8 juga digunakan sebagai indeks besaran inflamasi sistemik, dan mampu memberikan prediksi perkembangan menjadi MODS, IL-4 dan IL-10 adalah sitokin anti- inflamasi, yang disintesis oleh limfosit dan ‘monosit dan mempunyai efek yang serupa. Sitokin ini menghambat sintesis TNF-a, IL- 1, IL-6, dan IL-8. Nitric oxide (NO) dikeluarkan oleh beberapa tipe sel, termasuk sel endotelial, neuron, makrofag, sel otot halus, dan fibroblas. NO memediasi vasodilatasi dan mengatur vascular sone. NO mungkin merupakan mediator kunci dalam patofisiologi stres dan syok 3. Respon Imunologi Sebagai bagian integral dari respon tubuh tethadap infeksi dan trauma, mediator inflamasi (TNF-a, IL-1, dan IL-6) mengelwarkan substrat dari jaringan host untuk membantu aktivitas limfosit T dan B, dengan cara menciptakan _lingkungan “bermusuhan” terhadap patogen yang datang. Mediator inflamasi_ int meningkatkan —suhu —tubuh dan memproduksi substrat oksidan yang akan menginisiasi downregulation. Meskipun demikian, mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya SIRS, dan pada beberapa pasien SIRS dapat berkembang menjadi MODS. SIRS merupakan suatu reaksi tubuh_ yang lebih kompleks dan lebih intensif Jurnal Keperawatan Srivijaya, Volume 1 - Nomor 1, Juli 2014, ISSN No 2355 5459 dibandingkan dengan reaksi fase aket SIRS dapat menuju pada gangguen homeostasis yang kompleks dam berpotensial untuk merusak tubub.* Mayoritas pasien yang bertahan dari Si tanpa perkembangan menjadi MODS dan setelah periode stabilitas Klinik menunjukkan sindroma compensatory inflammatory response (CARS) disertai dengan penekanan imunitas dae pengurangan resistensi terhadap infese Interaksi antara sistem imunitas bay dan adaptif diduga menjadi it penting bagi SIRS dan CARS. Sel T sistem imun adaptif memainkan dalam respon dini SIRS terhadap dan pada CARS. Mediator CARS lai » mungkin adalah prostaglandin tipe E juga, produk aktivasi_ komplemen menginduksi produksi TNF-a. Sementara itu, kadar glukosa dara sampai 200 mg/dL. peningkatan terhadap risiko infeis pasien post operasi.'” Peningketam infeksi ini juga disebabkan stres operast, dimana kondiss dapat mendorong terjadinya di sekitar Iuka trauma“! mempunyai efek yang dan sistem organ mempengaruhé sistem imun sebagai mediator inflamasi Pada penelitian- térhadap kraniotomi ditemukan dengan kadar glukosa darais dalam rentang 141-180 mg/éL- mengalami SIRS pada 24 jam post operasi kraniotomi jike dengan kelompok tentang darah lain. Hiperglikemia sekresi sitokin proinflamass mencetuskan terjadinya inf SEMPULAN Respon stres bertujuan untuk menyediakan penyesuaian homeostatik bagi organisme tethadap berbagai macam trauma, seperti paparan dingin, kehilangan volume cairan, hipoglikemia, dan inflamasi. Oleh sebeb itu, respon stres adalah fenomena fisiologis yang, ‘mencoba melindungi tubuh dalam melawan berbagai macam agresi. Namun, jika stres respon yang. terjadi terlalu intensif dan berlangsung lama, maka akan berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. REFERENSI i. Fitri, E.Y, (2013), Hubungan antara Kadar Glukosa Darah dengan Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) pada Pasien Post Kraniotomi di RS dr. Mohammad Hoesin Palembang. Tesis. Tidak dipublikasi 2 Cresci, G. (2005). Nutrition Support for The Critically IN Patients. CRC Press. Taylor & Francis Group. Qader, S. S. (2008). The role of nitric oxide synthase in post-operative hyperelicemia. Libyan J Med. 2008, 33) 144-147. Melalui www.ncbi.mim.nih.gov somal Keperawatan Sriwijaye, Volume 1- Nomor 4, Juli2014, ISSN No 2355 5459 10, i Desborough, J. P. (2000). The Stress Response to. Trauma and Surgery. British Journal —_ of Anaesthesia. 85(1) 109-117. Melalui www-bja.oxfordjournals.org, Lowry, S. (2009). The stressed host response to infection: The Distuptive signals and rhythms of _ systemic inflammation. Surgical Clinic 39 (2009): 311-326. Murray, Granner, & Rodwell. (2009) Biokimia Harper. Terjemahan Brahm U. Pendit, Editor Nanda Wulandati ef al Jakarta: EGC. Weissman, C. (1990). The Metabolic Response to Stress: An Overview and UpdateReview Article. ‘Anesthesiology, 73:308-327. Melalui huc.min-saude.pt Plevkova. (2011). Systemic inflammatory response syndrome. huip:/www.jfmed.uniba. Corwin, E. (2009). Patofisiologi: Buku Saku, Alih bahasa Nike Budhi bekti. Ed 3. Jakarta: EGC. Ata, A., Lee, J., Bestle, $., Desemone, |., & Stain, S (2010), Postoperative Hyperglicemia and Surgical _Site Infection in General Surgery Patients, Arch Surg,45(9)- 858-864, Melalui wwwarehsurg.com Kumar, V., Robbin, S & Cotran, R (2003). Robbins Basic Pathology. 7" ed Philadelphia: Elsevier.

You might also like