You are on page 1of 20

Babirusa (Babyrousa babirussa)

Babirusa merupakan hewan endemik Sulawesi, Indonesia. Babirusa yang


dalam bahasa latin disebut sebagai Babyrousa babirussa hanya bisa dijumpai di
Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya seperti pulau Togian, Sula, Buru, Malenge,
dan Maluku. Sebagai hewan endemik, Babirusa tidak ditemukan di tempat lainnya
(Admin3, 2013).
Babirusa mempunyai ciri khas bentuk tubuhnya yang menyerupai babi
namun mempunyai taring panjang pada moncongnya. Hewan endemik Indonesia
ini mempunyai tubuh sepanjang 85-105 cm. Tinggi babirusa sekitar 65-80 cm
dengan berat tubuh sekitar 90-100 kg. Binatang endemik yang langka ini juga
mempunyai ekor yang panjangnya sekitar 20-35 cm. Babirusa (Babyrousa
babirussa) memiliki kulit yang kasar berwarna keabu-abuan dan hampir tak
berbulu. Ciri yang paling menonjol dari binatang ini adalah taringnya. Taring
atas Babirusa tumbuh menembus moncongnya dan melengkung ke belakang ke
arah mata. Taring ini berguna untuk melindungi mata hewan endemik Indonesia
ini dari duri rotan. Babirusa termasuk binatang yang bersifat menyendiri namun
sering terlihat dalam kelompok-kelompok kecil dengan satu babirusa jantan yang
paling kuat sebagai pemimpinnya. Babirusa mencari makan tidak menyuruk tanah
seperti babi hutan, tapi memakan buah dan membelah kayu-kayu mati untuk

mencari larva lebah. Babirusa menyukai buah-buahan seperti mangga, jamur, dan
dedaunan. Satwa langka endemik Indonesia ini suka berkubang dalam lumpur
sehingga menyukai tempat-tempat yang dekat dengan sungai. Babirusa termasuk
binatang yang pemalu dan selalu berusaha menghindar jika bertemu dengan
manusia. Namun jika merasa terganggu, hewan endemik Sulawesi ini akan
menjadi sangat buas. Babirusa betina hanya melahirkan sekali dalam setahun
dengan jumlah bayi satu sampai dua ekor sekali melahirkan. Masa kehamilannya
berkisar antara 125 hingga 150 hari. Selah melahirkan bayi babirusa akan disusui
induknya selama satu bulan. Setelah itu akan mencari makanan sendiri di hutan
bebas. Hewan endemik ini dapat bertahan hingga berumur 24 tahun (Admin3,
2013).
Babirusa (Babyrousa babyrussa) tersebar di seluruh Sulawesi bagian utara,
tengah, dan tenggara, serta Pulau sekitar seperti Togian, Sula, Malenge, Buru, dan
Maluku. Satwa langka endemik ini menyukai daerah-daerah pinggiran sungai atau
kubangan lumpur di hutan dataran rendah. Beberapa wilayah yang diduga masih
menjadi habitat babirusa antara lain Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan
Cagar Alam Panua. Sedangkan di Cagar Alam Tangkoko, dan Suaka Margasatwa
Manembo-nembo satwa unik endemik Sulawesi ini mulai langka dan jarang
ditemui (Admin3, 2013).
Berdasarkan persebarannya yang terbatas oleh IUCN redlist satwa
endemik ini didaftarkan dalam kategori konservasi Vulnerable (Rentan) sejak
tahun 1986 (IUCN, 2008). Menurut CITES binatang langka dan dilindungi inipun
didaftar dalam Apendiks I yang berarti tidak boleh diburu dan diperdagangkan
dan berdasarkan PP Indonesia babirusa termasuk salah satu fauna yang dilindungi.
Berkurangnya populasi babirusa diakibatkan oleh perburuan untuk
mengambil dagingnya yang dilakukan oleh masyrakat sekitar. Selain itu
deforestasi hutan sebagai habitat utama hewan endemik ini dan jarangnya
frekuensi kelahiran membuat satwa endemik ini semakin langka (Admin3, 2013).

Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus sondaicus)

Badak Jawa merupakan salah satu mamalia besar terlangka di dunia yang
ada diambang kepunahan. Dengan hanya sekitar 50 ekor individu di alam liar,
spesies ini diklasifikasikan sebagai sangat terancam (critically endangered) dalam
Daftar Merah IUCN dan Apendiks 1 pada CITES. Sejak IUCN menyatakan badak
jawa yang terdapat di Taman Nasional Cat Tien Vietnam punah pada akhir tahun
2011, kini satu-satunya populasi badak jawa di dunia hanya ada di Semenanjung
Ujung

Kulon,

Taman

Nasional

Ujung

Kulon

(TNUK).

Status badak Jawa dilindungi sejak 1931 di Indonesia, yang diperkuat dengan
penetapan Ujung Kulon di barat daya pulau Jawa sebagai taman nasional sejak
1992.
Deskripsi Fisik
1. Cula kecil dengan panjang sekitar 25 cm untuk badak jantan sementara
badak betina hanya memiliki cula kecil atau tidak sama sekali.
2. Berat badan antara 900 2.300 kg, dengan panjang badan 2 4 meter dan
tinggi 1.7 meter.
3. Berwarna abu-abu dengan tekstur kulit yang tidak rata dan berbintik.
4. Badak jantan mencapai fase dewasa setelah 10 tahun, sementara betina
pada usia 5 sampai 7 tahun dengan masa mengandung selama 15 16
bulan.
5. Bagian atas bibirnya meruncing untuk mempermudah mengambil daun
dan ranting.

Ekologi dan Habitat


Badak Jawa pernah hidup di hampir semua gunung-gunung di Jawa Barat,
diantaranya berada hingga diatas ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut.
Berdasarkan hasil monitoring Balai TNUK dengan menggunakan kamera video
trap tahun 2013, jumlah populasi badak jawa di TNUK minimal 58 individu yang
terdiri dari 35 jantan dan 23 betina, dengan komposisi kelas umur 50
remaja/dewasa dan 8 anak.
Berdasarkan pengamatan terhadap ukuran wilayah jelajah dan kondisi
habitat, Ujung Kulon diperkirakan memiliki daya dukung bagi 50 individu badak.
Hanya saja, populasi yang stagnan menandakan batas daya dukung sudah dicapai.
Karena alasan tersebut serta upaya preventif menghindarkan populasi badak dari
ancaman penyakit dan bencana alam, para ahli merekomendasikan adanya habitat
kedua bagi Badak Jawa. Beberapa lokasi yang menjadi pertimbangan adalah:
Hutan Baduy, Taman Nasional Halimun Salak, Cagar Alam Sancang dan
Cikepuh.
Ancaman
Ancaman terbesar bagi populasi badak Jawa adalah:
1)

Berkurangnya keragaman genetis.


Populasi badak Jawa yang sedikit menyebabkan rendahnya keragaman
genetis. Hal ini dapat memperlemah kemampuan spesies ini dalam
menghadapi wabah penyakit atau bencana alam (erupsi gung berapi dan

2)

gempa).
Persaingan makanan
Pada taman nasional ujung kulon, terdapat pula spesies yang memiliki
pola makan seperti badak, yaitu Bos javanicus, dimana poulasi jenis
tersebut lebih banyak, sehingga memungkinkan badak mengalami

3)

persaigan dalam hal makanan.


Degradasi dan hilangnya habitat
Ancaman lain bagi populasi badak Jawa adalah meningkatnya kebutuhan
lahan sebagai akibat langsung pertumbuhan populasi manusia. Pembukaan

hutan untuk pertanian dan penebangan kayu komersial mulai bermunculan


4)

di sekitar dan di dalam kawasan lindung tempat spesies ini hidup.


Perburuan
Seperti yang kita ketahui, cula badak merupakan salah satu bagian dari
badak yang dianggap komersil bagi beberapa pihak. Hal ini menyebabkan
keberadaan badak sangat terancam dengan potensi pemburuan yang tinggi.
Namun sudah tidak ditemukan kasus perburuan liar badak Jawa sejak
tahun 1990-an karena penegakan hukum yang efektif oleh otoritas taman
nasional yang diiringin dengan inisiatif-inisiatif seperti Rhino Monitoring
and Protection Unit (RMPU) serta patroli pantai.

Orangutan Sumatra (Pongo abelii)

Sumber Gambar http://en.wikipedia.org/wiki/Sumatran_orangutan


Orangutan Sumatra (Pongo abelii) adalah spesies orangutan terlangka.
Orangutan Sumatra hidup endemik di Sumatra dengan ukuran yang lebih kecil
daripada orangutan Kalimantan. Kehidupan Orangutan Sumatera sedang dalam
ambang kepunahan. Pada survey yang dilakukan IUCN pada tahun 2004
memperkirakan ada sekitar 7.300 ekor orangutan Sumatra yang masih hidup di
alam liar. Dan menurut data dari Departemen Kehutanan dalam Rencana Aksi dan
Strategi Konservasi Orangutan (2007) populasinya diperkirakan tinggal 6.500
ekor. Sehingga spesies ini diklasifikasikan sebagai spesies yang sangat terancam
(critically endangered) dalam Daftar Merah IUCN dan Apendiks 1 pada CITES
sejak tahun 2000. Orangutan Sumatra endemik dari pulau Sumatra dan hidupnya
terbatas di bagian utara pulau Sumatera. Di alam, orangutan Sumatra bertahan di
provinsi Aceh (NAD), ujung paling utara Sumatra.[5] Primata ini dulu tersebar
lebih luas, saat mereka ditemukan lebih ke Selatan tahun 1800-an seperti di Jambi
dan Padang.[6] Ada populasi kecil di provinsi Sumatera Utara sepanjang
perbatasan dengan NAD, terutama di hutan-hutan danau Toba. Survei di danau
Toba hanya menemukan dua areal habitat, Bukit Lawang (didefinisikan sebagai
suaka margasatwa) dan Taman Nasional Gunung Leuser.

Deskripsi Fisik

Memiliki tubuh yang gemuk dan besar, berleher besar, lengan yang
panjang dan kuat, kaki yang pendek dan tertunduk, dan tidak mempunyai
ekor.

Orangutan memiliki tinggi sekitar 1.25-1.5 meter.

Tubuh orangutan diselimuti rambut merah kecoklatan.

Mereka mempunyai kepala yang besar dengan posisi mulut yang tinggi.

Saat mencapai tingkat kematangan seksual, orangutan jantan memiliki


pelipis yang gemuk pada kedua sisi, ubun-ubun yang besar, rambut
menjadi panjang dan tumbuh janggut disekitar wajah.

Mereka mempunyai indera yang sama seperti manusia, yaitu pendengaran,


penglihatan, penciuman, pengecap, dan peraba.

Berat orangutan jantan sekitar 50-90 kg, sedangkan orangutan betina


beratnya sekitar 30-50 kg.

Telapak tangan mereka mempunyai 4 jari-jari panjang ditambah 1 ibu jari.


Telapak kaki mereka juga memiliki susunan jari-jemari yang sangat mirip
dengan manusia.

Orangutan masih termasuk dalam spesies kera besar seperti gorila dan
simpanse. Golongan kera besar masuk dalam klasifikasi mammalia,
memiliki ukuran otak yang besar, mata yang mengarah kedepan, dan
tangan yang dapat melakukan genggaman

Ekologi dan Habitat


Orangutan sumatera cenderung memakan buah dan serangga. makanannya
meliputi buah ara dan nangka dan juga telur burung dan vertebrata kecil.

Orangutan liar sumatera di rawa Souq Balimbing telah diamati orangutan akan
mematahkan dahan pohon yang panjangnya sekitar satu kaki, kemudian
tongkatnya akan digunakan untuk menggali lubang pohon untuk mengambil
rayap. Mereka juga akan menggunakan tongkat untuk menyodok dinding sarang
lebah, dan mengambil madunya. NHNZ memfilmkan orangutan sumatera untuk
pertunjukan nya Liar Asia: Dalam Realm of the Red Ape; itu menunjukkan salah
satu dari mereka menggunakan alat sederhana, ranting, untuk membongkar
makanan dari tempat-tempat yang sulit. Ada juga urutan binatang menggunakan
daun besar sebagai payung dalam hujan badai tropis.
Orangutan sumatera juga lebih arboreal dibandingkan orangutan yang lain;
ini mungkin karena adanya pemangsa besar seperti Harimau Sumatera. Bergerak
melalui

pohon-pohon

dengan

penggerak

quadrumanous

dan

semibrachiation.Orangutan Sumatera dilindungi di lima daerah di Taman Nasional


Gunung Leuser dan lainnya hidup di daerah yang tidak terlindungi: blok Aceh
barat laut dan timur laut, sungai Batang Toru Barat, Sarulla Timur dan Sidiangkat.
Program pembiakan telah dibuat di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di provinsi
Jambi dan Riau dan menghasilkan populasi orangutan Sumatra yang baru.
Ancaman.
Ancaman terbesar bagi populasi Orangutan Sumatera adalah:

Degradasi dan hilangnya habitat


Ancaman lain bagi populasi Orangutan Sumatera adalah meningkatnya kebutuhan
lahan sebagai akibat langsung pertumbuhan populasi manusia. Di Sumatera,
populasinya hanya berada di daerah Leuser, yang luasnya 2.6 juta hektare yang
mencakup Aceh dan Sumatera Utara. Leuser telah dinyatakan sebagai salah satu
dari kawasan keanekaragaman hayati yang terpenting dan ditunjuk sebagai
UNESCO Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera pada tahun 2004. Ekosistemnya
menggabungkan Taman Nasional Gunung Leuser, tetapi kebanyakan para
Orangutan tinggal diluar batas area yang dilindungi, dimana luas hutan berkurang

sebesar 10-15% tiap tahunnya untuk dijadikan sebagai area penebangan dan
sebagai kawasan pertanian.

Perburuan
Ancaman juga terjadi akibat perburuan liar dan perdagangan bebas. Menurut
WWF, pada tahun 1985-1990 saja sekitar 1000-an lebih orangutan sumatera telah
dijual ke Taiwan. Secara teori, orangutan telah dilindungi di Sumatera dengan
peraturan perundang-undangan sejak tahun 1931, yang melarang untuk memiliki,
membunuh atau menangkap orangutan. Tetapi pada prakteknya, para pemburu
masih sering memburu mereka, kebanyakan untuk perdagangan hewan. Pada
hukum internasional, orangutan masuk dalam Appendix I dari daftar CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species) yang melarang
dilakukannya perdagangan karena mengingat status konservasi dari spesies ini
dialam bebas. Namun, tetap saja ada banyak permintaan terhadap bayi orangutan,
baik itu permintaan lokal, nasional dan internasional untuk dijadikan sebagai
hewan peliharaan.

Owa Jawa (Hylobates moloch)

Gambar Hylobates moloch


www.zoochat.com
Owa jawa (Hylobates moloch) memiliki rambut yang panjang berwarna
perak hingga abu-abu, dengan tanda-tanda lebih gelap di dada dan di bagian
atasnya. Owa Jawa memiliki lengan dan kaki yang panjang, jari-jari yang panjang
dan jempol yang tereduksi. Hal tersebut digunakan semuanya untuk adaptasi
untuk

brachiation

(berayun

melalui

pohon-pohon

dengan

lengannya)

(MacDonald, 2001).
Kera ini hidup dalam kelompok-kelompok kecil semacam keluarga inti,
terdiri dari pasangan hewan jantan dan betina, dengan satu atau dua anak-anaknya
yang masih belum dewasa. Owa jawa merupakan pasangan yang setia, monogami.
Rata-rata owa betina melahirkan sekali setiap tiga tahun, dengan masa
mengandung selama 7 bulan. Anak-anaknya disusui hingga usia 18 bulan, dan
terus bersama keluarganya sampai dewasa, yang dicapainya pada umur sekitar 8
tahun. Owa muda kemudian akan memisahkan diri dan mencari pasangannya
sendiri.

Owa jawa adalah hewan diurnal dan arboreal, sepenuhnya hidup di atas
tajuk pepohonan.

Terutama

memakan buah-buahan, daundan bunga-bungaan,

kelompok kecil owa jawa menjelajahi kanopi hutan dengan cara memanjat dan
berayun dari satu pohon ke lain pohon dengan mengandalkan kelincahan dan
kekuatan lengannya. Berat tubuhnya rata-rata mencapai 8 kg.
Kelompok ini akan berupaya mempertahankan teritorinya, biasanya
luasnya mencapai 17 hektare, dari kehadiran kelompok lain. Pagi-pagi sekali, dan
juga di waktu-waktu tertentu di siang dan sore hari, owa betina akan
memperdengarkan suaranya untuk mengumumkan wilayah teritorial keluarganya.
Dari suara yang bersahut-sahutan antar kelompok, dan terdengar hingga jarak
yang jauh ini, para peneliti dapat memperkirakan jumlah kelompok owa yang ada,
dan selanjutnya menduga jumlah individunya.
Status Owa Jawa (Hylobates moloch) pada CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) adalah
appendiks I. Appendiks I adalah yang terancam punah bila perdagangan tidak
dihentikan. Perdagangan spesimen dari spesies yang ditangkap di alam bebas
adalah ilegal (diizinkan hanya dalam keadaan luar biasa).
Penyebab utama semakin langkanya Owa Jawa adalah berkurangnya
habitat akibat kerusakan hutan (deforestasi) dan konversi lahan pertanian. Padahal
Owa Jawa termasuk satwa yang sangat menyukai teritorialnya meskipun
wilayahnya (teritorial) mulai habis primata yang nyaris punah ini tetap bergeming
dan tidak mau berpindah. Hal ini berpotensi membuat Owa Jawa mati kelaparan
(Endah, 2010).
Selain hilangnya hutan sebagai habitat Owa Jawa, perburuan liar juga
memjadi penyebab semakin langkanya Owa Jawa. Seringkali perburuan dilakukan
dengan cara menembak mati induk Owa Jawa untuk mengambil anaknya (Endah,
2010).

Distribusi owa jawa saat ini hanya terbatas di Taman Nasional Ujung
Kulon, Halimun Salak dan Pangrango, Priangan Timur, Ciremai, Dieng dan
Gunung Slamet (BBKSDA, 2013).
Menurut data BBKSDA (2013), Jawa Barat lokasi sebaran Owa Jawa di
Jawa Barat adalah adalah :

CA. Rawa Dano


CA. Gunung Tukung Gede
CA. Pulau Dua
TWA. P.Sangiang
TWAL. P.Sangiang
CA. Sukawayana
TWA. Sukawayana
CA. Tangkuban Perahu
CA. Bandeng
SM.Cikepuh
CA. Telaga Warna
TWA. Telaga Warna
TWA. Jember
CA.Tangkokak
CA. Cadas Malang
CA. Gunung Simpang
CA. Bojonglarang Jayanti
CA. Yanlapa
CA. Doengoew Iwoel
CA. Arca Bodas
TWA. Gunung Pancar
CA. Gunung Tilu
CA. Tjigenteng Tjipanji
CA. Patengan I-II
TWA. Telaga Patengan
TWA. Cimanggu

TWA. Gunung Tampomas


CA. Gunung Jagad
TB.Masigit Kareumbi
TB.Masigit Kareumbi (Kab.

Sumedang)
CA. GN. Burangrang
CA. GN. Tangkuban Perahu
TWA. Kawah Tangkuban

Perahu
CA. Junghun
CA. Papandayan
TWA. Papandayan
CA. Kawah Kamojang
TWA. Kawah Kamojang
TWA. Gunung Guntur
CA. Talaga Bodas
TWA. Talaga Bodas
CA. Leuweung Sancang
CAL. Leuweung Sancang
SM. Gunung Sawal
CA. Nusa Gede Panjalu
CA. Pananjung Pangandaran
CAL.
Pananjung

Pangandaran
SML. Sindang Kerta
TWA. Linggar Jati

Gambar Peta Penyebaran Owa Jawa di Jawa Barat dan Jawa Tengah

http://home.bbksda-jabar.com/

Harimau (Panthera Tigris)

Harimau atau macan (Panthera tigris) tergolong dalam kerajaan hewan

dalam Phylum Chordata (mempunyai saraf tulang belakang), sub-phylum vertebrata


(bertulang belakang), kelas mamalia (berdarah panas, berbulu dengan kelenjar susu),
pemakan daging (Carnivora), keluarga Felidae (kucing), genus panthera, spesies tigris
(harimau) (Raharyono, 2002).

Harimau tersebar luas di Asia, mulai dari Turki kearah timur, populasi

terbanyak terdapat di Asia tenggara. Harimau biasanya memburu mangsa yang agak
besar seperti rusa, kijang, babi, kancil, tetapi akan memburu hewan kecil seperti
landak apabila mangsa yang agak besar itu tidak ada (Raharyono,2002).

Harimau dikenal sebagai kucing terbesar, harimau pada dasarnya mirip

dengan singa ukurannya, walaupun sedikit lebih berat. Beda subspesies harimau
memiliki karakteristik yang berbeda juga, pada umumnya harimau jantan memiliki
berat antara 180 dan 320 kg dan betina berbobot antara 120 dan 180 kg. Panjang
jantan antara 2,6 dan 3,3 meter, sedangkan betina antara 2,3 dan 2,75 meter. Di antara
subspesies yang masih hidup, Harimau Sumatra adalah yang paling kecil dan Harimau
Siberia yang paling besar (Hamid, 1992).

Loreng pada kebanyakan harimau bervariasi dari coklat ke hitam.

Bentuk dan kepadatan lorengnya berbeda-beda subspesies satu dengan yang lain, tapi
hampir semua harimau memiliki lebih dari 100 loreng. Harimau Jawa yang sekarang
sudah punah kemungkinan memiliki loreng yang lebih banyak lagi. Pola loreng unik

setiap harimau, dan dapat digunakan untuk membedakan satu sama lain.
Bagaimanapun juga, metode pengidentifikasian yang disarankan, terkait kesulitan
untuk merekam pola loreng pada harimau liar. Sepertinya fungsi loreng adalah untuk
kamuflase, untuk menyembunyikan mereka dari mangsanya (Hamid,1992).

Ada sembilan subspesies harimau dalam genus Panthera. Enam di

antaranya masih hidup pada masa sekarang. Tiga subspesies harimau selebihnya telah
dianggap punah secara resmi. Berdasarkan warna harimau dapat dikelompokan
menjadi 4 kelompok, harimau warna normal, harimau putih berloreng, harimau putih
seluruhnya (pure white), harimau warna mas (golden tiger) (Hamid, 1992).

Salah satu jenis Harimau (Panthera Tigris) yang masih bertahan hidup di
dunia adalah Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae). Harimau
Sumatera merupakan harimau yang habitat aslinya berada di Pulau Sumatera,
Indonesia. Harimau Sumatera memiliki ciri-ciri fisik, yaitu (Saputra, 2014):

Harimau Sumatera adalah harimau terkecil di spesiesnya, ukurannya yang


kecil ini memudahkannya menjelajahi hutan rimba.

Memiliki warna yang paling gelap dari seluruh spesies harimau, mulai dari
kuning kemerah-merahan hingga orange tua.

Pola warna hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat kadang kala dempet.

Harimau Sumatera jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala ke


buntut atau sekitar 250 cm panjang dari kepala hingga kaki dengan berat 300
pound atau sekitar 140 kg, tinggi dari jantan dewasa dapat mencapai 60 cm.

Harimau Sumatera betina rata-rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198
cm dan berat 200 pound atau sekitar 91 kg.

Belang harimau ini lebih tipis daripada spesies harimau lainnya.

Memilik banyak janggut serta surai di bandingkan spesies harimau lainnya,


terutama harimau jantan.

Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.

Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan harimau ini mampu


berenang dengan cepat. harimau ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air,
terutama bila binatang buruan tersebut lambat berenang.

Sebagai

predator

utama

dalam

rantai

makanan,

harimau

mempertahankan populasi mangsa liarnya yang ada dibawah pengendaliannya,


sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat
terjaga. Hewan ini memiliki indera pendengaran dan penglihatan yang sangat tajam,
yang membuatnya menjadi pemburu yang sangat efisien. Harimau Sumatera
merupakan hewan soliter, dan mereka berburu pada malam hari, mengintai
mangsanya dengan sabar sebelum menyerang dari belakang atau samping. Hewan ini
memakan apapun yang dapat ditangkap, umumnya babi hutan dan rusa, dan kadangkadang unggas atau ikan. hewan orang utan juga dapat di jadikan mangsa, walaupun
jarang menghabiskan waktu di permukaan tanah dan karena itu jarang di tangkap
harimau. Selain itu semua ternyata Harimau Sumatera juga gemar makan buah durian.
Harimau Sumatera ini mampu hidup dimanapun, dari hutan dataran rendah sampai
hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi. Hanya sekitar
400 ekor ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional TNKS, dan sisanya tersebar
di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian. Juga terdapat lebih kurang 250
ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia (Saputra, 2014).

Harimau Sumatera mengalami ancaman kehilangan habitat karena

daerah sebarannya seperti blok blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan
hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan lahan pertanian dan
perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan
jalan. Karena habitat yang semakin sempit dan berkurang, maka harimau ini terpaksa
memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, dan seringkali harimau ini
ditangkap dan dibunuh karena tersesat memasuki daerah pemukiman warga atau
akibat perjumpaan yang tanpa sengaja dengan manusia (Saputra, 2014).

Harimau Sumatera dapat berkembang biak kapan saja, masa kehamilan

adalah sekitar 103 hari. Biasanya harimau betina melahirkan 2 atau 3 ekor anak
harimau sekaligus, dan paling banyak 6 ekor. Mata anak harimau baru terbuka pada
hari kesepuluh, meskipun di kebun binatang pernah tercatat ada anak harimau yang
lahir dengan mata terbuka. Anak harimau hanya minum air susu induknya selama 8
minggu pertama, sehabis itu mereka dapat mencoba makanan padat, namun mereka

masih menyusu selama 5 atau 6 bulan. Anak harimau pertama kali meninggalkan
sarang pada umur 2 minggu, dan belajar berburu pada usia 6 bulan. Anak harimau ini
dapat berburu sendirian pada umur 18 bulan, dan pada umur 2 tahun anak harimau
dapat berdiri sendiri atau mandiri. Harimau Sumatera dapat hidup selama 15 tahun di
alam liar, dan 20 tahun dalam kurungan (Saputra, 2014).

Harimau Sumatera termasuk satwa langka, dan termasuk ke dalam

klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (Critically Endangered). Populasi


Harimau Sumatera ini di alam liar diperkirakan hanya tinggal 400-500 ekor saja,
terutama hidup di taman-taman nasional Pulau Sumatera. Dalam daftar merah spesies
terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN, menyatakn bahwa Harimau
Sumatera ini merupakan satu-satunya sub-spesies harimau yang masih ada di
Indonesia setelah dua saudaranya Harimau Bali (Panthera Tigris Balica) dan Harimau
Jawa (Panthera Tigris Sondaica) dinyatakan punah.

Harimau (Panthera tigris) adalah kucing terbesar di dunia dan

merupakan salah satu yang paling terancam punah. Seperti baru-baru 100 tahun yang
lalu, ada sebanyak 100.000 harimau liar yang hidup di Asia. Enam subspesies harimau
terus bertahan, tapi tiga telah punah dalam 80 tahun terakhir. Subspesies yang ada
adalah Bengal, Indocina, Sumatera, Amur, Malaya, dan subspesies Selatan-Cina
(meskipun tidak ada tanda-tanda subspesies Selatan-Cina telah dicatat di alam liar
dalam 10 tahun terakhir). Tiga subspesies punah termasuk Jawa (terakhir tercatat di
tahun 1970-an), Caspian (hilang di tahun 1950) dan subspesies Bali (hilang di tahun
1930-an).

Harimau liar masih ditemukan di 11 negara di Asia yaitu India,

Thailand, Nepal, Bhutan, Malaysia, Rusia, Bangladesh, Indonesia (Sumatera),


Myanmar, China dan Laos. Delapan dari negara-negara ini adalah rumah bagi
pemuliaan populasi harimau liar yang diketahui, termasuk India, Thailand, Nepal,
Bhutan, Malaysia, Rusia, Bangladesh dan Indonesia. Namun, harimau sekarang telah
punah di 11 negara dan tidak lagi tinggal di 93% daerah sejarah mereka.

Panthera tigris sumatrae merupakan subspesies Panthera tigris yang

tersisa di Indonesia. Subspesies tersebut terdistribusi hanya di Pulau Sumatera. Status


critically endangered menyebabkan Panthera tigris sumatrae dikonservasi secara exsitu (Ganesa, 2012).

Panthera tigris saat ini di golongkan kedalam hewan yang terancam

punah dan banyak peneliti yang masih meneliti harimau dengan mengkonservasinya
dengan cara ex-situ sehingga Panthera tigris ini masih tergolong hewan yang masuk
kedalam kategori Appendix 1. Meskipun jenis Panthera tigris ini mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, tetapi masih menghadapi permasalahan
dan mendapatkan ancaman dari manusia. Kerusakan habitat yang mengakibatkan
menurunnya mangsa, perburuan dan perdagangan merupakan ancaman potensial bagi
Panthera tigris. Faktor-faktor itulah yang juga menyebabkan seperti harimau jawa
yang pernah hidup di pulau Jawa mengalami kepunahan. Hewan ini pun juga
termasuk satwa dilindungi UU No.5 tahun 1990 dan PP. no.7 tahun 1999 (Ario, 2011).

Dalam IUCN, Panthera tigris termasuk hewan berstatus Critically

Endangered C2a. Diatur berdasarkan kriteria-kriteria seperti jumlah populasi,


penyebaran geografi dan risiko dari kepunahan. Salah satunya adalah Harimau
Sumatera menurun karena tingginya tingkat kehilangan habitat 3,2-5,9%/tahun dan
fragmentasi, yang juga terjadi, pada tingkat lebih rendah, di dalam kawasan lindung.
Ada tingkat tinggi konflik manusia-harimau, serta perdagangan ilegal bagian tubuh
harimau. Dari 1998-2002 setidaknya 51 harimau per tahun tewas, dengan 76% untuk
tujuan perdagangan dan 15% dari konflik manusia-harimau. Bagian-bagian dari
setidaknya 23 harimau dijual di survei pasar di sekitar pulau (IUCN,2008).

Sumber :
Admin.

2014.

Rencana

pembangunan

populasi

badak

jawa.

http://www.ujungkulon.org/berita/227rencanapembangunanpopulasikeduabadakjawa. Diakses 15 April 2015 pukul


9.42 WIB

Admin3.

2013.

Babi

Rusa

(Babyrousa

babyrussa).

http://www.iwf.or.id/detail_fauna/126. Diakses 14 April 2015 pukul 20.00


WIB

Ario,

A.

2011.

Kucing

Besar.

http://www.conservation.org/global/indonesia/fmg/articles/Pages/Kucingbesa
r.aspx. Diakses 14 April 2015 pukul 23.14 WIB

BKSDA. 2013. Flora dan Fauna Owa Jawa (Hylobates moloch).


http://home.bbksda-jabar.com/flora-dan-fauna/86-owa-jawa-hylobatesmoloch.html. Diakses 14 April 2015 pukul 22.30 WIB

Endah, A. 2010. Owa Jawa Kera Genit Nyaris Punah. http://alamendah.org/.


Diakses 14 April 2015 pukul 22.39 WIB

Ganesa, A dan Ammurohim. 2012. Perilaku Harimau (Panthera tigris


sumatrae) dalam Konservasi Ex-situ Kebun Binatang Surabaya. Jurnal Sains
dan Seni ITS. 1(1)

Hamid, Abdul. 1992. Karakteristik Habitat Harimau Jawa (Panthera tigris


sondaica). Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

http://irmawijayanti26.blogspot.com/2011/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html

http://www.panthera.org/node/9

http://www.wwf.or.id/program/spesies/badak_jawa/

IUCN.

2008.

Panthera

tigris

ssp

Sumatrae.

http://www.iucnredlist.org/details/15966/0. Diakses pada tanggal 14 April


2015 23:34 WIB.

IUCN.

2008.

Babyrousa

babyrussa.

http://www.iucnredlist.org/details/2461/0. Diakses 14 April 2015 pukul 20.10


WIB

MacDonald, D. 2001. The Encyclopedia of Mammals. Oxford University


Press. London

Raharyono, Didik. 2002. Berkawan Harimau Bersama Alam. The Gibbon


Foundation. Jakarta

S. A. Wich, I. Singleton, S. S. Utami-Atmoko, M. L. Geurts, H. D. Rijksen,


C. P. van Schaik (2003). The status of the Sumatran orang-utan Pongo abelii:
an update. Flora & Fauna International. 37 (1) : 49

Saputra,

R.

2014.

Harimau

Sumatera

Panthera

tigris.

http://ronalsaputraa.blogspot.com/2014/01/harimau-sumatera-pantheratigris.html. Diakses 14 April 2015 pukul 23.28 WIB

Singleton, I., S. Wich, S. Husson, S. Stephens, S. Utami Atmoko, M. Leighton,


N. Rosen, K. Traylor-Holzer, R. Lacy, O. Byers (2004). "Orangutan

Population and Habitat Viability Assessment". Final Report. IUCN/SSC


Conservation Breeding Specialist Group (CSG), IUCN.

You might also like