Professional Documents
Culture Documents
A. Tujuan
Tujuan praktikum acara III Evaluasi Bilangan Peroksida dan Titik
Asap Minyak Goreng adalah :
1. Mengetahui bilangan peroksida pada minyak goreng
2. Mengetahui titik asap pada minyak goreng
B. Tinjauan Pustaka
Tanaman kelapa sawit dapat diolah menjadi minyak kelapa sawit.
Minyak itu yang disebut Crude Palm Oil (CPO). Beberapa produk yang
dihasilkan dari minyak kelapa sawit diantaranya minyak goreng, mentega dan
kue. Sedangkan di industri lain dapat digunakan sebangai produk oleokimia
dan bahan pembuatan biodiesel (Pardamean, 2014)
Minyak kelapa dihasilkan dari buah kelapa tua yang diekstrak melalui
pembuatan santan dan akhirnya menjadi minyak. Minyak kelapa digolongkan
ke dalam minyak asam laurat, karena komposisi asam lemaknya. Sifat fisiko
kimia minyak meliputi kandungan air, asam lemak bebas, warna, bilangan
penyabunan, bilangan iod, dan bilangan peroksida (Hambali, 2008).
Minyak kelapa sawit termasuk dalam asam lemak laurat. Kualitas
minyak kelapa sawit ditentukan oleh kadar asam lemak bebas, kandungan air,
dan mudah tidaknya minyak tersebut dijernihkan. Minyak kelapa sawit yang
baik adalah memiliki kadar asam lemak bebas, kandungan air, dan bahanbahan kotoran lainnya sangat rendah (Handayani, 2008) .
Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi
mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Pada lemak dan minyak
dikenal ada 2 tipe kerusakan uang utama, yaitu ketengikan dan hidrolisis.
Ketengikan terjadi bila komponen cita rasa dan bau mudah menguap
terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak
jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tidak
air,
dan
bahan-bahan
kotoran
lainnya
sangat
rendah
(Setyamidjaja, 2006).
Lemak atau minyak dipanaskan pada suhu tinggi akan terjadi
dekomposisi dan akhirnya tercapai titik dimana lemak rusak menjadi gliserol
dan asam lemak bebas dan memproduksi asap kebiru-biruan (dapat dilihat
oleh indera penglihatan). Titik ini disebut titik asap. Gliserol rusak menjadi
akrolein yang juga merupakan komponen asap. Hal ini menandakan adanya
akrolein dapat menyebabkan iritasi mata dan tenggorokan. Titik asap juga
sebagai tanda mulainya degradasi flavor dan gizi yang ditandai dengan flavor
makanan yang tidak menyenangkan. Hal ini merupakan kunci pertimbangan
dalam menyeleksi minyak goreng dimana minyak baik mempunyai titik asap
yang tinggi untuk deep frying (Mishra and Manchanda, 2012).
Minyak goreng curah selama ini didistribusikan dalam bentuk tanpa
kemasan yang berarti bahwa minyak goreng curah sebelum digunakan banyak
terpapar oksigen. Penggunaan minyak goreng dalam praktek penggorengan
dirumah tangga maupun pedagang kecil dilakukan secara berulang-ulang, hal
minyak
goreng.
Penggorengan
disarankan
sebaiknya
didaur
ulang
menjadi
sabun
atau
solar
berbentuk padat. Dengan demikian, lemak hewani sering disebut lemak atau
gajih (Sediaoetama, 2000).
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu
pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan
dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan hidrasi gliserol akan
membentuk aldehida tidak jenuh (akrelein). Semakin tinggi titik asap, maka
semakin baik mutu minyak gorengnya. Lemak yang telah digunakan untuk
menggoreng, titik asapnya akan turun karena telah terjadi hidrolisis molekul
lemak. Menurut SNI 3741-1995, standar mutu minyak goreng yang baik
harus mempunyai titik asap minimal 200oC (Paramitha, 2012).
C. Metodologi
1. Alat
a. Buret
b. Termometer
c. Kompor gas
d. Alumunium foil
e. Erlenmeyer 250 ml
f. Gelas ukur 100 ml
g. Gelas beker
h. Pipet ukur
i. Propipet
j. Wajan
2. Bahan
a. Minyak baru
b. Minyak penggorengan tahu 1x
c. Minyak penggorengan tahu 2x
d. Minyak penggorengan tempe 1x
e. Minyak curah baru
f. Minyak jelantah
g. Aquades
h. Asam asetat glasial
i. Kloroform
j. KI jenuh
k. Na-tiosulfat 0,1 N
3. Cara kerja
a. Penentuan Bilangan Peroksida
Shift
II
III
Kelompok
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
Sampel
Minyak baru
Minyak penggorengan tahu 1x
Minyak penggorengan tahu 2x
Minyak penggorengan tempe 1x
Minyak curah baru
Minyak jelantah
Minyak baru
Minyak penggorengan tahu 1x
Minyak penggorengan tahu 2x
Minyak penggorengan tempe 1x
Minyak curah baru
Minyak jelantah
Minyak baru
Minyak penggorengan tahu 1x
Minyak penggorengan tahu 2x
Minyak penggorengan tempe 1x
Minyak curah baru
Minyak jelantah
Angka Peroksida
46
2
240
158
16
130
4
6
68
26
200
128
-10
18
10
102
10
1436
besar maupun terlalu kecil. semakin rusak suatu minyak maka bilangan
peroksida akan semakin besar karena pengukuran angka peroksida pada
dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang
terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Selain itu, terdapat banyak
sampel yang tidak sesuai dengan standari SNI, dimana batas peroksida
maksimal pada minyak adalah 2 mek/kg. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
kesalahan pada saat titrasi menggunakan Na-tiosulfat dan indikator amilum.
Semburat warna yang dihasilkan kemungkinan tidak terlihat terlalu jelas
sehingga Na-tiosulfat yang ditambahkan terlalu banyak dan hal tersebut
mempengaruhi angka perosksida yang dihasilkan. Selain itu, penambahan
asam asetat glasial, kloroform serta KI yang tidak sesuai pun dapat
mempengaruhi hasil praktikum. Gandjar dan Rohman (2007) juga
menambahkan bahwa peroksida jenis tertentu hanya bereaksi sebagian pada
uji Iodometri, disamping itu juga kemungkinan terjadi kesalahan yang
disebabkan oleh reaksi antara kalium iodide dengan oksigen dari udara pada
uji tersebut.
Terdapat faktor-faktor yang dapat mempercepat kerusakan minyak
(pembentukan peroksida). Proses pembentukan peroksida ini dipercepat oleh
adanya cahaya, suasana asam, kelembaban uadar dan katalis. Beberapa jenis
logam atau garam-garamnya yang terdapat dalam minyak merupakan
katalisator dalam proses oksidasi, misalnya logam tembaga, besi, kobalt,
vanadium,
mangan,
nikel,
chromium,
sedangkan
alumunium
kecil
% b/b
Maks 0,3
Cemaran logam:
-Besi (Fe)
Mg/kg
-Tembaga (Cu)
Mg/kg
-Raksa (Hg)
Mg/kg
-Timbal (Pb)
Mg/kg
-Timah (Sn)
Mg/kg
-Seng (Zn)
Mg/kg
Arsen (As)
% b/b
Angka peroksida
% mg 02/gr
Catatan *Dalam kemasan kaleng
Maks 1,5
Maks 0,1
Maks 0,1
Maks 40,0
Maks 0,005
Maks 40/350*
Maks 0,1
Maks 1
tempe
1x,
minyak
penggorengan
tahu
1x,
minyak
penggorengan tahu 2x, minyak baru dan minyak curah baru. Pada shift III
adalah minyak penggorengan tempe 1x, minyak baru, minyak curah baru,
minyak penggorengan tahu 1x, minyak jelantah dan minyak penggorengan
tahu 2x. Titik asap terendah seharusnya terdapat pada minyak jelantah
sedangkan titik asap tertinggi seharusnya terdapat pada minyak goreng baru.
Praktikum ini tidak sesuai dengan SNI SNI 3741-1995 bahwa standar mutu
minyak goreng yang baik harus mempunyai titik asap minimal 200 oC.
Penyimpangan dalam praktikum mungkin disebabkan oleh terjadinya
hidrolisis lemak karena minyak yang tidak sengaja tercampur air, besar
kecilnya api ketika pemanasan dan ketidaktelitian dalam mengamati
munculnya asap.
Pemanasan merupakan salah satu indikator kerusakan minyak. Suhu
tinggi selama penggorengan akan mempercepat oksidasi pada minyak dan
proses oksidasi akan menurun apabila suhu turun. (Mulasari dan Utami,
2012). Titik asap tergantung dari kadar gliserol bebas. Minyak yang telah
digunakan untuk menggoreng, maka titik asapnya akan turun karena telah
terjadi hidrolisis molekul lemak. Semakin tinggi frekuensi penggorengan
minyak (berarti minyak bekas) dan semakin tinggi suhu yang digunakan
dalam penggorengan maka akan menurunkan titik asapnya. Oleh karena itu
untuk menekan hidrolisis, pemanasan minyak sebaiknya dilakukan pada suhu
yang tidak terlalu tinggi (Paramitha, 2010). Hal ini diperkuat di SNI 37411995 bahwa standar mutu minyak goreng berkualitas baik jika mempunyai
titik asap minimal 200oC.
Kerusakan minyak tidak dapat dicegah, namun dapat diperlambat
dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pertama,
oksigen. Semakin banyak oksigen semakin cepat teroksidasi; Kedua, ikatan
rangkap. Semakin banyak asam lemak tidak jenuhnya semakin mudah
teroksidasi; Ketiga, suhu. Suhu penggorengan dan penyimpanan yang tinggi
akan mempercepat reaksi; Keempat, cahaya serta ion logam tembaga (Cu 2+)
dan besi (Fe2+) yang merupakan faktor katalis proses oksidasi; dan Kelima,
antioksidan. Semakin tinggi antioksidan ditambahkan semakin tahan terhadap
oksidasi. Antioksidan dapat diartikan pencegah oksidasi dengan cara
menurunkan konsentrasi oksigen. Selain itu harus menghindari penambahan
minyak goreng baru yang masih bagus ke dalam minyak goreng jelantah
karena minyak goreng yang telah rusak akan mempercepat kerusakan minyak
goreng lainnya. Lalu menyimpan minyak goreng dalam tempat tidak tembus
cahaya, tertutup dan kering. Apabila menggunakan kemasan tembus cahaya
sebaiknya menyimpan minyak goreng di tempat yang tidak terpapar cahaya
secara langsung. Adanya air, cahaya dan udara dapat mempercepat terjadinya
kerusakan minyak goreng. Apabila minyak goreng telah berbusa di lapisan
permukaannya sebaiknya didaur ulang menjadi sabun atau solar (Ramdja et
al., 2010). Penggorengan disarankan menggunakan api sedang (200 oC)
dengan maksimal 2 kali pengulangan sehingga tidak terbentuk asam lemak
trans (Mulasari dan Utami, 2012).
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum acara III Evaluasi Bilangan Peroksida dan
Titik Asap Minyak Goreng dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penentuan bilangan peroksida dan titik asap merupakan salah satu cara
untuk mengetahui kualitas minyak goreng. Pada bilangan peroksida
semakin tinggi angka peroksida pada minyak, maka kualitas minyak
semakin rendah.
2.
Titik asap sebagai tanda mulainya degradasi flavor dan gizi yang ditandai
dengan flavor makanan yang tidak menyenangkan. Semakin cepat asap
keluar pada suhu rendah dari minyak, maka kualitas minyak semakin
rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Siti. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat
Organoleptik Tempe pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan
Gizi, Vol. 1 (1).
Gandjar, I.G. dan Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Halaman 220, 240 dan 255.
Gomes, Heliana de Asevedo. 2002. Evaluation Of The 2-Thiobarbituric Acid
Method For The Measurement Of Lipid Oxidation In Mechanically
Deboned Gamma Irradiated Chicken Meat. Food Chemistry 80 (2003)
433437. Brazil.
Hambali, Erliza. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Handayani, Rini. 2009. Extraction of Coconut Oil (Cocos nucifera L.) through
Fermentation System. LIPI. Bogor.
Hermanto, Sandra. 2004. Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak
Hewani Akibat Proses Pemanasan. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Mishra, Sundeep and Manchanda. 2012. Cooking Oils for Heart Health. Journal
Preventive Cardiology, Vol. 1 (3).
Moigradean, Diana, Mariana-Atena Poiana dan Ioan Gogoasa. 2012. Quality
Characteristics and Oxidative Stability of Coconut Oil During Storage.
Journal of Agroalimentary Processes and Technologies, Vol. 18 (4): 272276.
Mulasari, Surahma Asti dan Risa Rahmawati Utami. 2012. Kandungan Peroksida
pada Minyak Goreng di Pedagang Makanan Gorengan Sepanjang Jalan
Prof. Dr. Soepomo Umbulharjo Yogyakarta Tahun 2012. Arc. Corn.
Health, Vol. 1 (2): 120-123.
Murdiati, Agnes dan Amaliah. 2013. Panduan Penyiapan Pangan Sehat untuk
Semua. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Pandarmean, Maruli. 2014. Mengelola Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Secara
Profesional. Surabaya: Penerbit Swadaya.
Paramitha, Andi Reski Ariyani. 2012. Studi Kualitas Minyak Makanan Gorengan
pada Penggunaan Minyak Goreng Berulang. Skripsi. Program Studi Ilmu
dan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Ramdja, Fuadi A., Lisa Febrina dan Daniel Krisdianto. 2010. Pemurnian Minyak
Jelantah Menggunakan Ampas Tebu sebagai Adsorben. Jurnal Teknik
Kimia, Vol. 17 (1).
Sediaoetama, Achamd Djaeni. 2000. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.
Seto, Sagung. 2001. Pangan & Gizi Ilmu, Teknologi, Industri dan Perdagangan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Setyamadjaja, Djoehana. 2006. Seri Budi Daya Kelpa Sawit. Kanisius.
Yogyakarta.
Soedarmo, Poerwo dan Achmad Djaeni Sediaoetama. 1977. Ilmu Gizi Masalah
Gizi Indonesia dan Perbaikannya. Jakarta: Dian Rakyat.
Syah, Andi Nur Alam. 2005. Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka
Penyakit. Yogyakarta: Kanisius.
Widayat. 2007. Studi Pengurangan Bilangan Asam, Bilangan Peroksida Dan
Absorbansi Dalam Proses Pemurnian Minyak Goreng Bekas Dengan
Zeolit Alam Aktif. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 6 (1):712.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.