You are on page 1of 22

LAPORAN PRAKTIKUM

ENERGI ALTERNATIF

Oleh:
Irviana Trisna Ramadhani
NIM A1H012065

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015

LAPORAN PRAKTIKUM
ENERGI ALTERNATIF
UJI PERFOMANSI KOMPOR BIOMASSA BERBAHAN BAKAR BRIKET
TEMPURUNG KELAPA DAN SEKAM PADI

Oleh:
Irviana Trisna Ramadhani
NIM A1H012065

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Energi merupakan permasalahan utama dunia saat ini. Tiap tahunnya


kebutuhan akan energi semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya
aktivitas manusia yang menggunakan bahan bakar terutama bahan bakar minyak
yang diperoleh dari fosil tumbuhan maupun hewan. Ketersediaan bahan bakar
fosil yang semakin langka berakibat pada kenaikan harga BBM, oleh karena itu
diperlukan suatu alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak.
Salah satu alternatif tersebut yaitu dengan penggunaan energi biomassa.
Energi biomassa merupakan sumber energi yang berasal dari sumber daya
alam yang dapat diperbaharui sehingga berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai
bahan bakar alternatif. Biomassa yang dijadikan sebagai bahan bakar alternatif
harus lebih ramah lingkungan, mudah diperoleh, lebih ekonomis dan dapat
digunakan oleh masyarakat luas. Bahan pembuatan biomassa dapat diperoleh dari
limbah pertanian, limbah industri dan limbah rumah tangga. Dalam rangka
pemanfaatannya sebagai bahan bakar maka limbah tersebut dapat diolah menjadi
bahan bakar padat dalam bentuk briket. Dalam praktikum kali ini briket yang
digunakan terbuat dari tempurung kelapa.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini yaitu:
1. Mengetahui efisiensi energy briket.
2. Mengetahui konsumsi bahan bakar selama proses pemanasan air.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Biomassa adalah keseluruhan makhluk hidup (hidup atau mati), misalnya


tumbuh-tumbuhan, binatang, mikroorganisme, dan bahan organik ( termasuk

sampah oirganik), unsur utama dari biomassa adalah bermacam-macam zat kimia
(molekul), yang sebagian besar mengandung atom carbon (C), bila membakar
biomassa, karbon tersebut dilepaskan ke udara dalam bentuk Karbon Dioksida
(CO2) (Daryanto, 2007).
Biomassa adalah salah satu jenis bahan bakar padat selain batubara.
Biomassa diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu biomassa kayu dan bukan
kayu. Untuk mencegah berbagai macam dampak dari pemanasan global, dapat
dilakukan dengan mengurangi atau menghentikan proses yang paling besar dalam
memicu gas rumah kaca tersebut yaitu pembakaran bahan bakar fosil. Pembakaran
bahan bakar berkaitan erat dengan pemenuhan sektor energi bagi peningkatan
perekonomian suatu negara. Pengembangan biomasa sebagai sumber energi untuk
substitusi bahan bakar bisa menjadi solusi untuk mengurangi beredarnya gas
rumah kaca di atmosfer. Dengan penggunaan biomassa sebagai sumber energi
maka konsentrasi CO2 dalam atmosfer akan seimbang.
Biomassa terdiri atas beberapa komponen yaitu kandungan air (moisture
content), zat mudah menguap (volatile matter), karbon terikat (fixed carbon), dan
abu (ash). Mekanisme pembakaran biomassa terdiri dari tiga tahap yaitu
pengeringan (drying), devolatilisasi (devolatilization), dan pembakaran arang
(char

combustion).

Proses

pengeringan

akan

menghilangkan

moisture,

devolatilisasi yang merupakan tahapan pirolisis akan melepaskan volatile, dan


pembakaran arang yang merupakan tahapan reaksi antara karbon dan oksigen,
akan melepaskan kalor. Laju pembakaran arang tergantung pada laju reaksi antara
karbon dan oksigen pada permukaan dan laju difusi oksigen pada lapis batas dan

bagian dalam dari arang. Reaksi permukaan terutama membentuk CO. Di luar
partikel, CO akan bereaksi lebih lanjut membentuk CO2. Pembakaran akan
menyisakan material berupa abu.
Selama proses karbonisasi, gas-gas yang bisa terbakar seperti CO, CH 4, H2,
formaldehid, methana, asam formiat dan asam asetat serta gas-gas yang tidak bisa
terbakar seperti CO2, H2O dan tar cair dilepaskan. Gas-gas yang dilepaskan pada
proses ini mempunyai nilai kalor yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.
Mempermudah pengelompokan bahan uji, dapat diuji atas dua sub
kelompok/ bagian utama, yaitu (Munir, 2008):
1

Biomassa primer terdiri atas: jerami padi, sekam padi, kotoran sapi, sampah
organik pasar, bagas tebu, kayu, batok kelapa, kulit buah kelapa sawit, kulit

dan bangkil buah jarak dan kertas.


Biomassa sekunder terdiri atas: plastik, batubara, briket batubara karbonasi,
arang kayu, arang batok kelapa, dan bekas serta kokas minyak bumi (prtoleum coke = petcoke) sebagai limbah pabrik penyulingan minyak bumi.
Energi biomassa merupakan energi tertua yang telah digunakan sejak

peradaban manusia

dimulai. Sampai saat inipun energi biomassa masih

memegang peranan penting khususnya di daerah pedesaan (Daryanto, 2007).


Biomassa memiliki kandungan bahan violatil tinggi namun kadar karbon
rendah. Kadar abu biomassa tergantung dari jenis bahannya, sementara nilai
kalornya tergantung sedang. Tingginya senyawa violatil dalam biomassa
menyebabkan pembakaran dapat dimulai pada suhu rendah (Jamilatun, 2008).

Biomassa ini sangat mudah ditemukan dari aktivitas pertanian, peternakan,


kehutanan, perkebunan, perikanan, dan limbah limbahnya di daerah.Sehingga
mudah dimanfaatkan untuk mengembangkan alternatif energi.Salah satu bimassa
yang banyak ditemukan adalah tempurung kelapa dan sekam padi.
Briket arang dapat digunakan sebagai bahan bakar baik pada skala rumah
tangga maupun industri. Briket arang dari kelapa kandungan energinya cukup
besar, keuntungan pemanfaatan biomassa limbah pertanian sebagai sumber energi,
yaitu: 1) sumber energi dapat dimanfaatkan secara lestari karena merupakan
energi terbarukan, 2) sumber energi relatif tidak mengandung unsur sulfur
sehingga tidak menyebabkan polusi udara sebagaimana yang terjadi pada bahan
bakar fosil, dan 3) pemanfaatan energi biomassa juga meningkatkan efisiensi
pemanfaatan limbah pertanian (Sulistiyanto, 2007).
Arang sudah umum diketahui mempunyai banyak kegunaan. Arang selain
bermanfaat sebagai sumber energi, juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pembangun kesuburan tanah (Pari, 2002). Di samping itu, arang dapat juga diolah
menjadi arang aktif yang bernilai ekonomi lebih tinggi. Asap cair pada proses ini
diperoleh dengan cara kondensasi asap yang dihasilkan melalui cerobong reaktor
pirolisis. Proses kondensasi asap menjadi asap cair sangat bermanfaat bagi
perlindungan pencemaran udara yang ditimbulkan oleh proses tersebut. Di
samping itu, asap cair yang mengandung sejumlah senyawa kimia diperkirakan
berpotensi sebagai bahan baku zat pengawet antioksidan, desinfektan ataupun
sebagai biopestisida (Nurhayati, 2000).

Efisiensi pembakaran pada suatu tungku tergantung pada kesempurnaan


pembakaran bahan bakar. Suatu pembakaran bahan bakar yang efisien akan
menghemat penggunaan bahan bakar (Kratzeisen dan Muller, 2009).
Parameter tingkat efisiensi tungku dapat dijadikan patokan yang paling tepat
dalam menentukan bahan bakar yang paling efektif untuk digunakan (Tamrin dan
Firmayanti, 2008). Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam penentuan bahan
bakar paling efektif untuk sebuah tungku adalah efisiensi pembakaran dari bahan
bakar jika dibakar di dalam tungku.
Energi panas yang dihasilkan oleh bahan bakar selain berpindah ke sub
sistem atau bagian lain dari sistem tersebut juga ada yang disimpan dalam bentuk
panas pada masing-masing atau zat. Panas tersimpan inilah yang mengakibatkan
perubahan suhu pada dinding tungku alat pemanas dan bahan bakar, serta proses
pemanasan atau pemasakan bahan yang dimasak atau di dalam alat pemasak
(Abdullah et.al., 1989).

III.
1.
2.
3.
4.

Kompor biomassa
Timbangan digital
Thermometer infrared
Thermometer

METODOLOGI
A. Alat dan Bahan

5. Panci
6. Gelas ukur
7. Cawan
8. Air
9. Briket
10. Korek api
11. Minyak tanah
12. Loyang.
1.
2.
3.
4.

B. Prosedur Kerja
Mempersiapkan alat dan bahan.
Memasukkan briket ke dalam kompor dengan serebut kelapa.
Memasukkan air ke dalam panci sebanyak 2 kilogram.
Menyalakan kompor briket dengan menggunakan korek api dan memberikan

sedikit minyak tanah, untuk memicu nyala api.


5. Setelah menjadi bara api, mengukur suhu kompor pada satu titik
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan (Kompor Silinder)
Variabel/Waktu
0
Tair (C)
Truang pembakaran
Tlingkungan Kering
Basah

30
63
27
25

5
44
70
27
26

10
51
27
27
26

= 2260 kJ/kg

Cp air

= 4,195 kJ/kgC

Hsekam

= 10046,4 kJ/kg

Hkelapa

= 2962,0972 kJ/kg

Mair awal

= 2 kg

Suhu (C)
15
20
60
73
85
97
27
28
26
26

Mbriket awal = 450 gram


Qa

= (Mair x Cp x Tair) + (Mu x h)

Qb

= Mb x H

Qa
x 100
QB

25
83
103
28
26

30
91
106
28
27

35
100
112
29
27

Mu

= Mair awal Mair akhir

Mb

= Mbriket awal Mbriket akhir

Pengukuran:
Mair akhir

= 2,160 kg Mpanci
= 2,160 kg 0,22 kg = 1,94 kg

Mbriket akhir

= 244,7 gram

Tair

= Tair akhir Tair awal


= 100 C 30 C = 70 C

Perhitungan:
Mu

= Mair awal Mair akhir


= 2 kg 1,94 kg

Mb

= 0,06 kg

= Mbriket awal Mbriket akhir


= 450 gram 244,7 gram

Qb

= 205,3 gram = 0,2053 kg

= Mb x H
= 0,2053 kg x 2962,0972 kJ/kg
= 608,118 kJ

Qa

= (Mair x Cp x Tair) + (Mu x h)


= (2 kg x 4,195 kJ/kgC x 70C) + (0,06 kg x 2260 kJ/kg)
= 587,3 + 135,6 kJ
= 722,9 kJ

Qa
x 100
QB

722,9 kJ
x 100%
608,118

= 118,874 %
Keterangan:

Gambar 1. Kompor Silinder.

Gambar 2. Briket Sebelum Dibakar dan Briket Setelah Dibakar.


B. Pembahasan
Biomassa memiliki kandungan bahan volatil tinggi namun kadar karbon
rendah. Kadar abu biomassa tergantung dari jenis bahannya, sementara nilai

kalornya tergolong sedang. Tingginya kandungan senyawa volatil dalam biomassa


menyebabkan pembakaran dapat dimulai pada suhu rendah. Proses devolatisasi
pada suhu rendah ini mengindikasikan bahwa biomassa mudah dinyalakan dan
terbakar. Namun, pembakaran yang terjadi berlangsung sangat cepat dan bahkan
sulit dikontrol.
Biomassa terdiri atas beberapa komponen yaitu kandungan air (moisture
content), zat mudah menguap (volatile matter), karbon terikat (fixed carbon), dan
abu (ash). Mekanisme pembakaran biomassa terdiri dari tiga tahap yaitu
pengeringan (drying), devolatilisasi (devolatilization), dan pembakaran arang
(char

combustion).

Proses

pengeringan

akan

menghilangkan

moisture,

devolatilisasi yang merupakan tahapan pirolisis akan melepaskan volatile, dan


pembakaran arang yang merupakan tahapan reaksi antara karbon dan oksigen,
akan melepaskan kalor. Laju pembakaran arang tergantung pada laju reaksi antara
karbon dan oksigen pada permukaan dan laju difusi oksigen pada lapis batas dan
bagian dalam dari arang. Reaksi permukaan terutama membentuk CO. Di luar
partikel, CO akan bereaksi lebih lanjut membentuk CO2. Pembakaran akan
menyisakan material berupa abu.
Selama proses karbonisasi, gas-gas yang bisa terbakar seperti CO, CH 4, H2,
formaldehid, methana, asam formiat dan asam asetat serta gas-gas yang tidak bisa
terbakar seperti CO2, H2O dan tar cair dilepaskan. Gas-gas yang dilepaskan pada
proses ini mempunyai nilai kalor yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.

Prinsip proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa adanya


kehadiran oksigen. Sehingga yang terlepas hanya bagian volatile matter,
sedangkan karbonnya tetap tinggal di dalamnya. Temperatur karbonisasi akan
sangat berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan sehingga penentuan
temperatur yang tepat akan menentukan kualitas arang. (Pari dan Hartoyo, 1983).
Menurut Pengmei, dkk. (2004), komposisi gas selama devolatilisasi
tergantung pada jenis bahan yang dibakar. Proses devolatilisasi diikuti dengan
oksidasi bahan bakar padat yang lajunya tergantung pada konsentrasi oksigen,
suhu gas, ukuran dan porositas arang (Syamsiro dan Saptoadi, 2004).
Kenaikan konsentrasi oksigen dalam gas menimbulkan laju pembakaran
lebih tinggi. Suhu pembakaran yang lebih tinggi dapat menaikkan laju reaksi dan
menyebabkan waktu pembakaran menjadi lebih singkat. Demikian pula dengan
kecepatan gas yang tinggi pada permukaan dapat menaikkan laju pembakaran
bahan bakar padat, terutama disebabkan oleh laju perpindahan massa oksigen ke
permukaan partikel yang lebih tinggi.
Dari hasil penelitian Syamsiro dan Saptoadi (2007) tentang biobriket
diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik pembakaran biobriket,
antara lain:
1

Laju pembakaran biobriket semakin tinggi dengan semakin tingginya

kandungan senyawa yang mudah menguap (volatile matter).


Biobriket dengan nilai kalor yang tinggi dapat mencapai suhu pembakaran
yang tinggi dan pencapaian suhu optimumnya cukup lama.

Semakin besar kerapatan (density) biobriket maka semakin lambat laju


pembakaran yang terjadi. Namun, semakin besar kerapatan biobriket
menyebabkan semakin tinggi pula
nilai kalornya.
Berdasarkan bahan bakarnya, kompor dapat dibagi menjadi beberapa jenis

sebagai berikut :
1

Kompor minyak tanah


Kompor minyak tanah merupakan jenis kompor yang paling banyak
digunakan di kalangan rumah tangga, sebagian kecil industri, serta warung/
rumah makan. Seperti namanya, kompor ini berbahan bakar minyak tanah.
Namun demikian, kelemahan kompor minyak tanah bila pembakaran kurang
sempurna maka api berubah menjadi kuning/ merah sehingga menimbulkan
jelaga.

Penggunaan

kompor

minyak

tanah

kurang

efisien

karena

membutuhkan minyak bumi yang cukup besar agar nyala api tetap stabil,
selain itu penyebaran api yang tidak merata sehingga menyebabkan waktu
pembakaran yang semakin lama.

Gambar 3. Kompor Minyak Tanah.


2

Kompor gas

Kompor ini berbahan bakar yang biasa digunakan di rumah tangga


ataupun warung, yaitu jenis LPG. Keunggulan kompor ini adalah emisi yang
dikeluarkan relatif lebih sedikit dan tidak cenderung menyebabkan wadah
masak menjadi hitam atau tidak merusak panci. Selain itu, memasak dengan
menggunakan kompor gas lebih cepat dibandingkan memasak dengan
menggunakan kompor minyak tanah. Kompor ini memiliki kelemahan, yaitu
harga kompornya cukup mahal dan bahan bakarnya pun mahal. Penggunaan
kompor gas sudah efisien dibandingkan dengan kompor lain karena emisi
yang dikeluarkan relatif sedikit, selain itu penyebaran api yang merata
membuat pembakaran semakin cepat.

Gambar 4. Kompor Gas.


3

Kompor listrik
Prinsip kerja kompor ini adalah mengubah energi listrik menjadi energi
panas. Umumnya kompor ini cukup mahal. Biasanya digunakan untuk
keperluan rumah tangga dalam skala yang kecil dan butuh energi yang besar
dalam penggunaan kompor listrik ini. Efisiensi kompor listrik paling besar
dibandingkan dengan kompor lainnya, karena membutuhkan energi listrik
yang mengubah menjadi energi panas, dalam hal ini daya yang digunakan
cukup besar, sehingga membuat pasokan energi menjadi semakin menipis.

Selain itu penggunaan kompor listrik relatif lebih mahal dibandingkan dengan
kompor lainnya.

Gambar 4. Kompor Listrik.


4

Kompor briket
Kompor briket adalah alat masak yang menggunakan bahan bakar dari
briket batubara atau campuran dari biomassa dan batubara. Bahan yang
digunakan untuk membuat kompor berpengaruh terhadap kualitas kompor,
baik dari sudut penampilan, daya tahan kompor, maupun mobilitas (mudah
dipindahkan atau tidak). Penggunaan kompor briket belum efisien, karena
pembakaran yang relatif lebih lama dibandingkan dengan kompor gas, selain
itu penyebaran api yang tidak merata menyebabkan kompor briket kurang
efisen. Penyalaan api yang susah dan mempertahankan api agar tetap menyala
juga menjadi nilai kurang pada kompor briket.

Gambar 5. Kompor Briket.

Pada briket yang digunakan pada saat praktikum proses penyalaannya cukup
susah,

hal

ini

dikarenakan

kompor

yang

digunakan

diameter

ruang

pembakarannya kecil dan penataan briket yang kurang baik menyebabkan


susahnya penyalaan api pada kompor tersebut.
Berikut ini merupakan grafik hubungan antara waktu pembakaran dengan
suhu pada ruang bakar dan suhu lingkungan :

Gambar 6. Grafik Hubungan antara Waktu Pemasakan dan Suhu Lingkungan serta
Suhu Ruang Pembakaran.
Berdasar grafik di atas, dapat kita lihat perubahan suhu yang terjadi. Pada
suhu lingkungan relative stabil, apabila ada perubahan tidak menunjukkan
perubahan yang signifikan. Sedangkan pada suhu pembakaran relative naik,
namun terjai penurunan pada menit ke-10, kemungkinan titik yang digunakan
untuk pengukuran suhu berbeda sehingga membuat suhu menjadi turun.

Umumnya bahan bakar padat seperti biomassa jika dipanaskan sampai


mencapai temperatur tertentu, maka volatil matters mulai dilepaskan, dan pada
tempertur tertentu mulai terjadi pengapian/ menyala dan selanjutnya terbakar.
Kandungan volatil matters memegang peranan penting dari bahan bakar
padat dalam hal kemampuan menyala (ignitability) dan kemampuan terbakar
(combustibility).
Briket arang dapat digunakan sebagai bahan bakar baik pada skala rumah
tangga maupun industri. Briket arang dari kelapa kandungan energinya cukup
besar, keuntungan pemanfaatan briket adalah:
1 Sumber energi dapat dimanfaatkan secara lestari karena merupakan energi
2

terbarukan.
Sumber energi relatif tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak

menyebabkan polusi udara sebagaimana yang terjadi pada bahan bakar fosil.
Pemanfaatan energi biomassa juga meningkatkan efisiensi pemanfaatan

4
5

limbah pertanian.
Biaya penggunaan yang murah.
Alat yang digunakan untuk pembuatan briket bioarang cukup sederhana dan
bahan bakunya pun sangat murah, bahkan tidak perlu membeli karena berasal

6
7

dari sampah, daun-daun kering, limbah pertanian.


Bahan baku untuk pembuatan arang umumnya telah tersedia di sekitar kita.
Briket bioarang dalam penggunaannya menggunakan tungku yang relatif

kecil dibandingkan dengan tungku yang lainnya.


Kekuraangan briket adalah:
Penyalaan api yang cukup sulit, dan mempertahankan api agar tetap menyala

2
3

juga menjadi nilai kurang.


Bila pembakaran menggunakan briket tidak praktis.
Nyala api yang tidak merata, sehingga pembakaran membutuhkan waktu
yang cukup lama.

Sumber bahan baku yang melimpah di Indonesia menjadikannya sebagai


sumber daya energi yang paling menjanjikan. Namun selain sumber daya yang
melimpah dan keamanan yang lebih terjamin, biomassa juga memiliki celah-celah
keterbatasan yang perlu dipertimbangkan sebelum benar-benar menjadikannya
sebagai primadona energi alternatif di Indonesia.
Briket yang berasal dari bahan baku biomassa berupa tempurung kelapa dan
sekam padi memiliki beberapa perbedaan. Jika dilihat dari banyaknya abu yang
dihasilkan maka briket arang dan sekam padi menghasilkan abu lebih banyak.
Briket dari bahan tempurung kelapa juga lebih mudah untuk penyalaannya dan
lebih lama. Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah kandungan perekat,
bahan baku briket, kandungan air, tingkat kerapatan / kekerasan briket dan kadar
violatil dan karbon pada briket tersebut.
Pada dimensi briket yang semakin kecil menunjukkan peningkatan lama
bakar yang semakin besar.hal ini dipengaruhi oleh densitas pada briket dimana
briket yang memiliki kerapatan yang rendah memiliki rongga udara yang lebih
besar sehingga jumlah bahan yang terbakar lebih banyak di banding dengan briket
yang memiliki kerapatan besar. Sehingga ketika jumlah bahan yang terbakar
semakin besar per menitnya maka akan memiliki nilai lama bakar yang semakin
kecil.
Biobriket dengan nilai kalor yang tinggi dapat mencapai suhu pembakaran
yang tinggi dan pencapaian suhu optimumnya cukup lama. Semakin besar
kerapatan (density) biobriket maka semakin lambat laju pembakaran yang terjadi.
Sehingga waktu pembakaran semakin lama begitu pula sebaliknya.

Dalam membuat suatu kompor briket sebaiknya ukuran diameter ruang


pembakaran harus sesuai dengan tinggi kompor agar briket mudah dinyalakan.
Lubang samping di ruang bakar juga harus sesuai agar sirkulasi udara dapat
berjalan dengan maksimal. Karena kendala terbesar pada penggunaan kompor
briket adalah pada saat penyalaan api awalnya.Untuk memudahkan pada saat
digunakan sebaiknya pada kompor briket dibuat beberapa sekat yang bisa
mengatur kapasitas ruang pembakaran sehingga lama waktu penyalaan briket pada
saat digunakan bisa diatur dan disesuaikan dengan lama penggunaan.

V.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Efisiensi energi didefinisikan sebagai semua metode, teknik, dan prinsipprinsip yang memungkinkan untuk dapat menghasilkan penggunaan energi
lebih efisien dan membantu penurunan permintaan energi global. Efisiensi
penggunaan kompor briket dipengaruhi oleh jenis bahan pembuat briket, tipe
atau besarnya ruang pembakaran, lubang samping, dan kapasitas bahan dari

briket tersebut.
Biomassa memiliki kandungan bahan volatil tinggi namun kadar karbon
rendah. Kadar abu biomassa tergantung dari jenis bahannya, sementara nilai
kalornya tergolong sedang. Tingginya kandungan senyawa volatil dalam
biomassa menyebabkan pembakaran dapat dimulai pada suhu rendah. Proses
devolatisasi pada suhu rendah ini mengindikasikan bahwa biomassa mudah
dinyalakan dan terbakar. Namun, pembakaran yang terjadi berlangsung sangat
cepat dan bahkan sulit dikontrol.
B. Saran
Sebaiknya informasi tentang kompor IRAC ini lebih banyak agar pada

saat pengerjaan laporan tidak membingungkan praktikan.

DAFTAR PUSTAKA

Daryanto, 2007. Energi: Masalah Pemanfaatannya Bagi Kehidupan Manusia.


Pustaka Widyatama. Yogyakarta.

Jamilatun, S. 2008. Sifat-Sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa,


Briket Batubara dan Arang Kayu. Jurnal Rekayasa Proses Vol. 2 No. 2
2008.
Kratzeisen M and Muller J. 2009. Energi from seed shells of jatropha curcas.
Landtechnik 64(6):391-393.
Marsoem, S.N. 1988. Pembuatan Arang dan Kemungkinan Peningktan
Pendapatan Pembuatan Arang di Daerah Panggang. Laporan Penelitian.
Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Nurhayati, T. 2000. Produksi arang dan destilat kayu mangium dan tusam dari
tungku kubah. Buletin Penelitian Hasil Hutan 18 (3): 137 151.
Pari, G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan
Kayu. Makalah Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pari, G., dan Hartoyo, 1983. Beberapa Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang dari
Limbah Arang Aktif. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.
Sudradjat, R., Soleh, S. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Syamsiro, M. dan Harwin Saptoadi, 2007, Pembakaran Briket Biomassa
Cangkang Kakao: Pengaruh Temperatur Udara Preheat, Seminar
Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007), Yogyakarta.
Tamrin BL dan Firmayanti D. 2008. Rancang bangun tungku portable bahan
bakar batu bara yang aman untuk kesehatan pemakainya. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008. Yogyakarta.

You might also like