You are on page 1of 9

AVIAN INFLUENZA VIRUS

Disusun oleh :
Mila Dwi Apriliani

A.102.09.031

Mita Aryani

A.102.09.032

Muh. Dian F A

A.102.09.033

Natalia Christina D

A.102.09.034

Nila Putri W

A.102.09.035

Novita Ayu S

A.102.09.036

AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL


SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2014 / 2015

PENDAHULUAN
Penyakit Influenza unggas atau lebih dikenal sebagai wabah Flu Burung
Pertama kali dilaporkan pada tahun 1878 sebagai wabah yang menjangkiti
unggas seperti ayam atau burung di Italia ( Perroncito, 1878 ), yang disebut juga
dengan Penyakit Lombardia dimana mengikuti nama sebuah daerah lembah di
hulu sungai Po. Pada tahun 1901 Centanini dan Savonucci berhasil
mengidentifikasi organisme mikro yang menjadi penyebab penyakit tersebut,
tetapi baru di tahun 1955 Schafer dapat menunjukkan ciri ciri organisme itu
sebagai virus influenza A. Dalam penjamu alami yang menjadi hospes reservoir
virus flu burung ini adalah burung burung liar, infeksi yang berlangsung
biasanya tanpa gejala karena virus ini dari jenis yang berpatogenitas rendah dan
hidup bersama secara seimbang dengan pejamu pejamu tersebut ( Webster,
1992, Alexander,2000 ).
Flu burung adalah penyakit menular pada spesies unggas yang disebabkan
virus Influenza tipe A dengan berbagai subtype. Ketika strain virus Influenza
unggas berpatogenitas rendah ( Low Pathogenic Avian Influenza Virus , LPAIV)
ditularkan dari unggas ke ternak unggas yang rentan, seperti ayam dan kalkun,
pada umumnya hewan hewan itu hanya menunjukkan gejala gejala yang
ringan. Tetapi ketika spesies unggas tersebut menjadi sebab dari terjadinya
beberapa siklus penularan, strain virus tersebut dapat mengalami serangkaian
mutasi yang beradaptasi dengan penjamunya yang baru. Virus Influenza A subtype
H5 dan H7 bukan saja mengalami fase adaptasi dengan pejamu tetapi dapat pula
berubah secara loncatan melalui mutasi insersi menjadi bentuk yang sangat
pathogen ( High Pathogenic Avian Influenza Virus, HPAIV ), yang mampu
menimbulkan penyakit sistemik yang ganas dan mematikan secara cepat. Virus
jenis HPAI dapat muncul secara tidak terduga dan sebagai tipe yang sama sekali
baru ( de novo ) dalam unggas yang terkena infeksi oleh progenitor LPAI dari
jenis subtype H5 dan H7. Salah satu strain virus HPAI H5N1 Asia, yang pertama
kali diketahui pada tahun 1997 di Asia Tenggara. Tahun 2004 kejadian kasus

Avian Influenza di Asia, Afrika dan Eropa sampai denga United Kingdom ( UK ).
(Spackman, 2008) (Hinrich, 2010).
Infeksi oleh virus HPAI pada unggas ditandai dengan gejala yang
mendadak, berat dan berlangsung singkat, dengan mortalitas mendekati 100%
pada spesies yang rentan. Akibat kerugian ekonomis yang sangat besar terhadap
industry ternak unggas, HPAI mendapat perhatian yang sangat besar dikalangan
kedokteran hewan dunia dan segera diberlakukan sebagai penyakit yang wajib
segara dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Karena potensinya yang dapat
membahayakan keselamatan manusia untuk dapat menurunkan HPAIV, penyakit
LPAI dari subtype H5 dan H7 juga dikenakan wajib dilaporkan.

ISI
A. EPIDEMIOLOGI
Di tahun 1878. seorang italia ilmuwan, Edoardo perroncito, menjelaskan
bahwa wabah penyakit menular yang mempengaruhi burung domestik di
peternakan dekat turin, italia.Ini dapat diyakini menjadi yang pertama kali
dilaporkan kasus HPAI atau wabah unggas ( Perroncito, tahun 1878. ).
Selama 50 tahun terakhir, telah ada wabah 24 HPAI di dunia ( menghitung asia
virus HPAI H5N1 sebagai salah satu virus tunggal epizootic ) yang pertama di
skotlandia 1959. Frekuensi wabah dan jumlah akibat pengaruh burung
meningkat. Saat ini beredar H5N1 sangat patogen adalah pertama kali diisolasi
di cina tahun 1996. Ini menarik perhatian publik pada 1997 ketika itu masuk
spesies penghalang dan terinfeksi 18 manusia, menewaskan 6.
Pada tahun 2003 yang sama disebabkan wabah virus tiba-tiba populasi
unggas

di

beberapa

negara

di

asia

meningkat.Kemunculan dari virus HPAI

tenggara

dan

kemudian

H5N1 di asia tenggara dan

menyebar di asia dan ke eropa sedangkan afrika belum ada di era virological
( capua dan alexander, 2009 ).
Sejauh ini lebih dari 500 juta burung meninggal atau telah dibinasakan.
Antara tahun 2003- 2009, 442 kasus pada manusia telah dilaporkan, dengan
262 kasus kematian.
B. KARAKTERISTIK
Avian Influenza Virus masuk kedalam Family Orthomyxoviridae, yang
memiliki genera type A, B, dan C. Pada type A, menginfeksi unggas tetapi
hanya sedikit spesies menginfeksi manusia dan hewan lain (babi dan kuda).
Pada type B dan C, sebagian besar hanya terbatas pada manusia, dan
reservoirnya yaitu unggas air atau itik..
Asam nukleat beruntai tunggal yang terdiri dari 8 segmen gen yang
mengkode sekitar 11 jenis protein yang mempunyai selubung atau simpai yang
mengandung karbohidrat dan protein. Mempunyai tonjolan (spikes) yang
digunakan untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada hospes pada saat
menginfeksi sel. Tonjolan (spikes) terdiri dari HA yang mengandung
hemaglutinin dan NA yang mengandung neuraminidase yang terletak dibagian

terluar dari virionVirus ini mempunyai antigen : NP (protein nukleokapsid),


HA (hemaglutinasi), NA (neuraminidase), MP (protein matriks). Pada antigen
NP dan MP mempunyai subtype A, B, dan C Dan pada subtype HA ada 15 dan
NA ada 9.
Virus influenza A menyebabkan pandemi yang memudahkan mereka
bermutasi baik berupa antigenic drift dan antigenic shift, sedangkan antigenic
drift dan shift akan membentuk varian yang lebih patogen. Pandemi ini akan
menghasilkan virus H2N2, H3N8, H7N7, H3N2, H2N2, dan H1N1
Virus influenza B menginfeksi manusia, dan pada virus influenza C
menginfeksi manusia dan hewan. Namun pada virus influenza B dan C tidak
menyebabkan wabah pandemis.
Virus avian influenza merupakan partikel dengan diameter 80-120 Nm.
Khas dari virus ini yaitu memiliki 500 tonjolan pada dinding luarnya.
Tonjolan itu merupakan glikoprotein HA ( yang bentuk batang memanjang)
dan NA ( yang berbentuk seperti jamur) . jumlah NA lebih sedikit daripada
jumlah HA . ukuran tonjolan HA yaitu 13,5 diukur dari permukaan virus avian
influenza.
Virus avian influenza mampu bertahan hidup di dalam air pada suhu 22C
kira-kira empat hari lamanya tetapi pada suhu 0C mampu bertahan hidup kirakira 30 hari. Jika dalam tinja atau unggas yang terinfeksi virus dapat bertahan
lebih lama lagi.
Virus yang berada dalam daging unggas mampu dihilangkan bila
dipanaskan pada suhu 56C selama 3jam ataupun pada suhu 60C selama 30
menit . pada telur ayam dapat dihilangkan dengan direbus pada suhu 64C
selama 5menit. Virus juga bisa dihilangkan dengan desinfektan seperti
formalin, iodium dan alkohol 70%.
C. PATOGENESIS
Virus avian influenza mengalami mutasi gen sesuai dengan kondisi dan
lingkungan

replikasinya.

Mutasi

gen

tersebut

digunakan

mempertahankan diri dan meningkatkan sifat patogenitasnya.

untuk

Pada tahun 1997 telah dilakukan penelitian terhadap virus H5N1 dari
pasien yang terinfeksi. Penelitian ini menunjukkan bahwa mutasi genetik pada
posisi 627 dari gen PB2 yang mengkode ekspresi polymesase basic protein
( glu627Lys ) telah menghasilkan highly cleavable hemagglutinin glycoprotein
yang merupakan faktor virulensi yang dapat meningkatkan aktivitas replikasi
virus H5N1 dalam hospesnya ( hatta M, et. Al. 2001).
Dan adanya substitusi pada nonstructural protein ( Asp92Glu ), virus
H5N1 menjadi resisten terhadap interferon dan tumor necrosis factor a ( TNF
a ) secara invitro ( Seo SH, et. Al. 2002 ). Infeksi virus H5N1 :
1) virus melakukan penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang
berada dipermukaan sel hospesnya.
Fase penempelan atau attachment merupakan fase yang menentukan
apakah virus dapat masuk ke dalam sel hospes untuk bereplikasi. Virus
influenza A melalui spike hemaglutinin ( HA ) berikatan dengan reseptor
yang mengandung sialic acid ( SA ) yang berada di permukaan sel hospes.
virus flu burung hanya dapat mengenali dan terikat pada reseptor yang
terdapat pada unggas yang terdiri dari oligosakharida mengandung N
acethylneuraminic acid a 2,3- galactose ( SA a-2,3- Gal ). Sedangkan
reseptor pada permukaan sel manusia yaitu SA a-2,6-galactose ( SA a-2,6gal ). Sehingga virus flu burung tidak dapat menginfeksi manusia
dikarenakan adanya perbedaan reseptor spesifik. Tetapi bila terjadi
perubahan hanya 1 asam amino saja maka reseptor pada manusia dapat
dikenali sehingga dapat menular antar manusia. (Russel CJ and Webster
RG.2005, Stevens J. et. al. 2006).
2) Kemudian akan menyusup ke sitoplasma sel dan mengintegrasikan materi
genetiknya di dalam inti sel hospes. Dengan menggunakan mesin genetik
dari sel hospes, virus dapat bereplikasi membentuk viroin virion baru dan
dapat menginfeksi kembali sel sel disekitarnya.

Virus H5N1 dapat

bereplikasi di dalam sel nasofaring, gastrointestinal dan dapat dideteksi di


dalam darah, cairanserebrospinalis, tinja pasien ( WHO, 2005 ).
D. DIAGNOSA LABORATORIUM

Sampel yang digunakan untuk diagnosa virus avian influensa berupa


swab tenggorokan dan cairan nasal.
Penegakan diagnosa dapat dilakukan dengan cara :
1) Mengisolasi virus
2) Melakukan pemeriksaan deteksi genom

H5N1

metode

polymerase chain reaction (PCR)


3) Dengan test imunoflouresensi terhadap antigen dengan
menggunakan monoklonal antibodi terhadap virus avian
influensa
4) Pemeriksaan titer antibodi terhadap virus avian influensa
(terjadi peningkatan 4 kali)
5) Uji serologi dengan menggunakan metode ELISA atau IFAT
untuk mendeteksi antibodi spesifik.
Kelainan labolatorium yang dijumpai antara lain leukopeni, limfopeni,
trombositopeni dan peningkatan kadar aminotransferase.

PENUTUP
Avian Influenza atau H5N1 menyebabkan wabah yang serius dibeberapa
negara terutama di daerah asia.Walaupun sekarang transmisi penyakit avian
influenza antara manusia ke manusia masih sangat jarang, akan tetapi pengawasan
dan monitoring perlu ditingkatkan guna mengantisipasi semakin meningkatnya
adaptasi virus Avian Influensa terhadap manusia.
Cara diagnosa yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk menurunkan
angka kematian yang sangat tinggi. Pengembangan obat anti virus yang potensial
sangat diperluhkan untuk mengantisipasi virus Avian Influenza yang resisten
terhadap obat yang pernah digunakan.

DAFTAR PUSTAKA
Siri Adler Lennstrm . 2009. Sveriges lantbruksuniversitet. Epidemiology and
characterization of avian influenza in smallholder poultry in Mozambique.
Uppsala ISSN 1652-869. Examensarbete 2010 : 38.
Maksum Radji, 2006. Avian Influenza A (H5N1) : Patogenesis, Pencegahan dan
Penyebaran Pada Manusia. Laboratorium. Mikrobiologi dan Bioteknologi
Departemen Farmasi FMIPA-UI : Kampus UI Depok. ISSN : 1693-9883 .
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.2, Agustus 2006, 55 65.
Kumala, widyasari. 2005. Avian Influenza : Profil dan Penularannya pada
Manusia. Fakultas kedokteran Universitas Trisakti : Universa Medicina. Vol.
24 No. 4.
Vivi Setiawaty. 2012. Virulensi Dan Transmisi Virus Influenza A Pada Manusia,
Hewan Mamalia Dan Unggas. Peneliti Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan : Balitbangkes. Jakarta pusat. Volume 22 nomor 3.
Indi Dharmayanti, dkk. 2006. Identifikasi Virus Avian Influenza Pada Jenis
Unggas di Taman Margasatwa Ragunan dan Upaya Eradikasinya. Balai
Penelitian Veteriner : Bogor. Volume 22 nomor 2.

Radji, maksum. 2006. Avian Influenza A ( H5N1 ) : Patogenitas, Pencegahan, dan


Penyebaran Pada Manusia. Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi :
Departemen Farmasi FMIPA-UI. Depok. Volume III nomor 2.
Savitri, Rini.2008.Avian Influensa.Sumatra : USU e-Repository
Januar, Anna. 2011. Hasil surveylans penyakit Avian Influenza di Kalimantan.
Kalimantan
Mohammad, Kartono. Flu Burung, adopted from www.influenzaReport.com, by
Bernd Sebastian kamps, dkk.

You might also like