You are on page 1of 61

11

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Kebudayaan dan sistem sosial merupakan suatu kesatuan yang akan
mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, termasuk kesehatan.
Dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, disebutkan bahwa
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai
suatu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental, dan sosial
(Soejoeti, 2008).
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan yang optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan
pendekatan peningkatan pengetahuan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif)

yang

dilaksanakan

secara

menyeluruh,

terpadu,

dan

berkesinambungan (Depkes, 2000).


Pemerintah menekankan agar meningkatkan kemampuan untuk hidup
sehat dan mampu mengatasi masalah kesehatan sederhana terutama melalui
upaya pencegahan dan peningkatan upaya pemerataan pelayanan kesehatan

agar terjangkau oleh masyarakat sampai ke pelosok pedesaan (Zulkifli,


2004).
Indonesia merupakan sebuah negara yang punya berbagai macam
kebudayaan. Setiap daerah mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda.
Konsep masyarakat Indonesia tentang kesehatan pun berbeda-beda,
tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat
tersebut. Konsep kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan
sampai saat ini masih ada di masyarakat, diwariskan turun temurun dari
generasi satu ke generasi berikutnya (Soejoeti, 2008).
Masalah perbedaan konsep sehat dan sakit merupakan salah satu
masalah yang menghambat pembangunan kesehatan di Indonesia. Masalah
tersebut tidak bisa dipungkiri seringkali menjadi akar tidak sampainya
masyarakat ke sistem medik modern. Dalam upaya menanggulangi masalah
tersebut, pemerintah telah melaksanakan pendekatan pelayanan kesehatan
dasar (Primary Health Care) yang di masyarakat lebih dikenal dengan
sebutan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas didaulat
sebagai ujung tombak dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat,
terutama di pedesaan. Puskesmas bukan hanya ditugaskan melaksanakan
upaya kuratif, tetapi juga upaya promotif dan preventif (Kusumawati, 2009).
Namun pada prakteknya, Puskesmas belum mampu berfungsi secara
optimal karena kurangnya partisipasi masyarakat itu sendiri. Hal ini dapat
dilihat dari pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat di
pedesaan. Pemanfaatan Puskesmas sebagai upaya medis modern yang ada di

pedesaan kurang menunjukkan perkembangan berarti. Persentasenya terus


menurun yaitu 31,2% (1987), 28,5% (1992), 27,3% (1997), dan menurun lagi
pada tahun 2002 menjadi 26,5%. Sementara itu diketahui juga bahwa hanya
12,7% penduduk yang menyatakan dirinya sakit pergi berobat sedangkan
sisanya tidak (Kusumawati, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Yayasan Pemberdayaan
Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) tercatat bahwa selama rentang
waktu dari tahun 1998 sampai tahun 2008 terdapat 618 kasus malpraktek
yang dilaporkan di Indonesia dan masih banyak kasus malparaktek sekitar
90% yang tidak terlaporkan. Dengan menurunnya kepercayaan masyarakat
terhadap kualitas pelayanan pengobatan oleh profesi dokter mengakibatkan
masyarakat mengalihkan perhatiannya dalam upaya pencarian pengobatan
yang beralih ke pengobatan alternatif (Keumala, 2008).
Saat ini penggunaan pengobatan tradisional/alternatif semakin populer.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menyebutkan bahwa pada tahun
2008, persentase pupolasi di Indonesia yang menggunakan pengobatan
tradisional/alternatif sebesar 38,30%. Fenomena ini menjadi sangat menarik
dalam kondisi ilmu pengetahuan di bidang medis yang semakin berkembang.
Kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan tradisinal/alternatif semakin
tinggi

sehingga

masyarakat

cenderung

memilih

pengobatan

tradisinal/alternatif sebagai salah satu metode pengobatan. Hal tersebut


dikarenakan pemahaman masyarakat terhadap hal-hal yang dipercayai secara

turun-temurun merupakan bagian dari kearifan lokal yang sulit untuk


dilepaskan.
Indonesia memiliki banyak pengobatan tradisional/alternatif dengan
bentuk metode dan pelaksanaan yang beragam. Beberapa metode tersebut
antara lain: pengobatan herbal (dengan tumbuh-tumbuhan), pemijatan,
pemberian

megavitamin,

ramuan

tradisional,

energi

penyembuhan,

Homeopathy, hingga supranatural (Mangoenprasodjo, 2005). Pengobatan


tradisional/alternatif terbagi menjadi pengobatan tradisional dengan ramuan,
secara

spiritual

atau

kebatinan,

dengan

menggunakan

peralatan

perangsangan, dan pengobat tradisional yang telah mendapatkan pengarahan


dari pemerintah seperti dukun beranak (Martono dalam Kusumawati, 2009).
Pengobatan tradisional/alternatif yang ada di Indonesia dikenal
berbeda dan khas untuk satu daerah dengan daerah lain demikian juga dengan
jenis ramuanya sesuai dari asal daerah masing-masing (Herlina, 2001).
Puskesmas Sampang sendiri sebenarnya menunjukkan peningkatan
dalam jumlah pasien baik rawat inap ataupun rawat jalan. Tahun 2008
Puskesmas Sampang melayani 40.178 pasien, 40.470 pasien pada 2009,
42.131 pasien pada 2010, dan 42.682 pasien pada 2011 (Puskesmas
Sampang, 2012).
Hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada
masyarakat yang berobat ke pengobatan tradisional, mengingat reputasi
Kecamatan Sampang dalam memproduksi jamu-jamu tradisional dari tahun
1994-2007. Ada 77 merek jamu yang diproduksi di Kecamtan Sampang. Hal

ini membuktikan bahwa masyarakat Sampang sangat dekat dengan


pengobatan tradisional (Kopja Aneka Sari, 2004).

B. Rumusan Masalah
1.

Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut masyarakat pengguna


pengobatan tradisional di Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap?

2.

Bagaimana perilaku kesehatan masyarakat pengguna pengobatan


tradisional di Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.

Mendeskripsikan bagaimana konsep sehat dan sakit menurut masyarakat


pengguna pengobatan tradisional di Kecamatan Sampang, Kabupaten
Cilacap.

2.

Mendeskripsikan bagaimana perilaku kesehatan masyarakat pengguna


pengobatan tradisional di Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap.

D. Manfaat Penelitian
1.

Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah kepustakaan di
bidang kedokteran, khususnya sosiologi kesehatan.

2.

Manfaat Praktik
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi tenaga
medis, masyarakat, maupun pemerintah dalam upaya peningkatan
derajat kesehatan masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Sehat dan Sakit


Sosiologi kesehatan membedakan konsep disease dan illness. Conrad
dan Kern mendeskripsikan disease sebagai gejala biofisiologi yang
mempengaruhi tubuh. Field mendeskripsikan disease sebagai konsep medis
mengenai keadaan tubuh tidak normal yang menurut para ahli dapat diketahui
dari tanda dan gejala tertentu. Sarwono merumuskan disease sebagai
gangguan fungsi fisiologis organisme sebagai akibat infeksi atau tekanan
lingkungan, baginya disease bersifat obyektif (Marimbi, 2009).
Conrad dan Kern mendeskripsikan illness sebagai gejala sosial yang
menyertai atau mengelilingi disease. Field mendeskripsikan illness sebagai
perasaan pribadi seseorang yang merasakan kesehatannya terganggu.
Sarwono merumuskan illness sebagai penilaian individu terhadap pengalaman
menderita penyakit, baginya maupun bagi Field illness bersifat subyektif
(Marimbi, 2009).
Casell menggunakan kata illness untuk mengetahui apa yang
pasien rasakan ketika dia pergi ke dokter, dan disease untuk apa yang
pasien punya ketika dia pulang dari dokter. Menurutnya disease adalah
sesuatu yang dimiliki organ, sedangkan illness adalah sesuatu yang orang
punya (Helman, 1990).

Batasan sehat yang diberikan WHO (1981) adalah a state of complete


physical, mental and social well-being, and not merely the absence of disease
or infirmity. Batasan itu dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang
sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari
penyakit atau kelemahan.
Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang
dapat meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle, 1994
dalam Marimbi, 2009) :
1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh
2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan
eksternal.
3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup
Masyarakat di negara-negara maju mempunyai kesadaran yang tinggi
mengenai kesehatan dan takut terkena penyakit. Jika mereka merasakan
sedikit saja kelainan pada tubuhnya, mereka akan langsung pergi ke dokter
walaupun

sebenarnya

tidak

terdapat

gangguan

fisik

yang

nyata

(hypochondriacal). Keluhan psikosomatis seperti ini lebih banyak ditemukan


di negara maju daripada kalangan masyarakat tradisional di Indonesia.
Umumnya masyarakat tradisional Indonesia memandang seseorang sebagai
sakit jika orang itu kehilangan nafsu makannya atau gairah kerjanya, tidak
dapat lagi mengerjakan tugasnya sehari-hari secara optimal atau kehilangan
kekuatan sehingga harus tinggal di tempat tidur (Sudarti, 1988 dalam
Sarwono, 2007).

Penyakit yang dianggap sebagai gangguan utama kesehatan adalah


bagian dari lingkungan manusia. Penyakit mencakup patologi dan pada satu
tingkatan, penyakit jelas bersifat biologis. Namun kenyataannya faktor-faktor
sosial-psikologi dan faktor budaya sering memainkan peran dalam
mencetuskan penyakit. Pengertian sehat dan sakit sangat relatif sifatnya,
karena sangat dipengaruhi oleh pengetahuan kebudayaan seseorang yang
tidak dapat terlepas dari konteks kehidupan masyarakat, dan merupakan
kesadaran yang muncul dari perjumpaan mereka dengan berbagai suku
bangsa dengan kebudayaan yang berbeda-beda (Ratna, 2010).
Penilaian tentang kondisi kesehatan individu dapat dibedakan dalam 8
golongan sebagai berikut:
Tabel 1. Status kesehatan individu
Dimensi Sehat

Tingkat
Psikologis

Medis

Sosial

Normally well

Baik

Baik

Baik

Pessimistic

Sakit

Baik

Baik

Socially ill

Baik

Baik

Sakit

Hypochondriacal

Sakit

Baik

Sakit

Medically ill

Baik

Sakit

Baik

Martyr

Sakit

Sakit

Baik

Optimistic

Baik

Sakit

Sakit

Seriously ill

Sakit

Sakit

Sakit

Sumber : Notoatmojo dan Sarwono, 1986 dalam Sarwono, 2007

10

Penggolongan status kesehatan di atas menunjukkan bahwa penilaian


medis bukanlah merupakan satu-satunya kriteria yang menentukan tingkat
kesehatan seseorang. Banyak keadaan dimana individu dapat melakukan
fungsi sosialnya secara normal padahal secara medis yang bersangkutan
sedang menderita suatu penyakit. Sebaliknya tidak jarang pula individu
merasa terganggu secara social psikologis padahal secara medis mereka
tergolong sehat (Sarwono, 2007).
Masyarakat mendefinisikan penyakit dalam cara yang berbeda-beda.
Gejala yang diterima sebagai bukti adanya penyakit dalam suatu masyarakat
mungkin diabaikan oleh masyarakat lain. Oleh karena itu, penanganannya
pun berbeda-beda untuk masing-masing budaya. Misalnya untuk penyakit
gangguan jiwa ada yang ditangani dengan cara dipasung, atau dimandikan air
kembang karena dianggap kemasukan roh jahat. Penyakit yang diyakini
mereka berasal dari alam gaib tidak akan bisa disembuhkan dengan ilmu
kedokteran (Ratna, 2010).
Masyarakat di atas menganut dua konsep penyebab sakit yang
dungkapkan Mubarak (2009). Mubarak mengungkapkan bahwa masyarakat
dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu
naturalistik dan personalistik. Penyebab yang bersifat naturalistik yaitu saat
seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah
makan), kebiasaan hidup, ketidakseimbangan dalam tubuh, termasuk juga
kepercayaan panas-dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep
personalistik menganggap bahwa munculnya penyakit (illness) disebabkan

11

oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia
(hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau manusia (tukang sihir, tukang
tenung) (Mubarak, 2009).
Secara umum, teori penyebab sakit dapat digambarkan seperti gambar
di bawah ini (Helman, 1990):
The Supernatural World
The Social World
The Natural World
The Patient

Gambar 1. Etiologi Sakit

Petugas kesehatan umumnya mendeteksi kebutuhan masyarakat akan


upaya kesehatan (health care) pada tahap yang lebih awal. Kebutuhan ini
bukan hanya dideteksi pada awal dimulainya suatu penyakit tetapi lebih awal
lagi, yaitu ketika individu masih sehat tetapi membutuhkan upaya kesehatan
guna

mencegah

timbulnya

penyakit-penyakit

tertentu.

Sebaliknya,

masyarakat baru merasa membutuhkan upaya kesehatan jika mereka telah


berada dalam tahap sakit (Sarwono, 2007).

12

B. Perilaku Kesehatan
Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas, yang
merupakan hasil akhir jalinan yang saling mempengaruhi antara berbagai
macam gejala seperti perhatian, pengamatan, pikiran, ingatan, dan fantasi.
Skinner mendefinisikan lain mengenai perilaku, yaitu merupakan tanggapan
(respon) atau reaksi seseorang terhadap perangsang (stimulus). Perilaku
dalam konsep Skinner dapat terbentuk dari 2 faktor, yaitu stimulus sebagai
faktor eksternal dan respon sebagai faktor internal. Faktor eksternal meliputi
lingkungan fisik, sosial, dan budaya, sedangkan faktor internal terdiri dari
perhatian, pengamatan, motivasi, persepsi, intelegensi, dan fantasi
(Notoatmojo, 2003).
Pembentukan perilaku pada seseorang memerlukan suatu kondisi
tertentu yang disebut operant conditioning. Proses pembentukan perilaku
dalam operant conditioning menurut Skinner dalam (Notoatmodjo, 2003)
adalah sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi mengenai hal-hal yang merupakan penguat atau
reinforcer berupa hadiah-hadiah atau reward bagi perilaku yang akan
dibentuk.
2. Menganalisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang
membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen
tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada
terbentuknya perilaku yang dimaksud.

13

3. Mengidentifikasi reinforcement atau hadiah untuk masing-masing


komponen yang telah disusun diatas.
4. Melakukan

pembentukan

perilaku

dengan

menggunakan

urutan

komponen yang telah tersusun itu. Hadiah dapat diberikan setelah


komponen perilaku yang pertama telah dilakukan, sehingga seseorang
cenderung mengulangi apa yang telah dilakukanya tersebut. Perilaku
yang sudah terbentuk ini, kemudian dilanjutkan dengan komponen
perilaku yang kedua. Komponen perilaku yang pertama sudah tidak
memerlukan hadiah lagi, tetapi yang diberi hadiah adalah komponen
perilaku yang kedua. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai
komponen perilaku kedua terbentuk, dan kemudian dilanjutkan dengan
komponen perilaku ketiga, keempat dan seterusnya.
Perilaku yang telah terbentuk melalui proses operant conditioning
tadi, jika dilihat dari bentuk responnya terhadap stimulus, maka perilaku
dapat dibagi menjadi perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku
terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup adalah jika respon individu
tersebut terhadap stimulus masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang belum dapat diamati dengan jelas
oleh orang lain. Perilaku terbuka adalah jika respon seseorang terhadap
stimulus sudah dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka yang dapat diamati
oleh orang lain (Notoatmojo, 2003).
Manusia dibekali oleh akal pikiran, sehingga mampu untuk berpikir
terlebih dahulu dalam berperilaku dengan mempertimbangkan segala aspek

14

yang ada. Akal pikiran saja juga tidak cukup, di mana emosi dan perasaan
juga turut berperan dalam membentuk perilaku. Kombinasi antara akal
pikiran, emosi, dan perasaan membuat seseorang dapat berperilaku, dimana
ketiga hal tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Setelah timbul niat
untuk melakukan perilaku tertentu, manusia tentu saja tidak langsung
berperilaku (Ajzen, 2005).
Manusia akan cenderung untuk merencanakan perilaku yang akan
dilakukanya terlebih dahulu agar mendapatkan hasil yang baik. Ajzen
mengemukakan theory of planned behavior untuk menerangkan hal ini.
Teori ini mengasumsikan bahwa suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh
sikap dan norma subjektif saja, tetapi juga oleh persepsi individu terhadap
kontrol yang dilakukannya yang bersumber pada keyakinan terhadap kontrol
tersebut (Ajzen, 2005).
Teori Planned behavior mengandung beberapa variabel yang saling
berkaitan, yaitu (Ajzen, 2005):
a. Latar belakang, seperti usia, jenis kelamin, ras, sosioekonomi,
pengetahuan, dan kepribadian. Ajzen memasukkan tiga faktor latar
belakang, yaitu personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah
sikap umum seseorang terhadap suatu sifat kepribadian. Faktor sosial
adalah jenis kelamin, usia, pendidikan, etnis, penghasilan, dan agama,
sementara faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan
paparan media.

15

b. Keyakinan perilaku. Individu dalam bertindak karena dirinya yakin


bahwa apa yang dilakukanya merupakan tindakan yang positif atau
negatif. Apabila individu tersebut merasa bahwa berobat ke suatu tempat
adalah tindakan yang positif untuk kesehatannya, maka dia akan berobat
ke tempat tersebut.
c. Keyakinan normatif (normative beliefs). Faktor lingkungan sosial,
khususnya orang-orang yang mempunyai pengaruh kuat bagi kehidupan
individu dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Sebagai contoh,
individu tersebut memilih suatu bentuk pengobatan karena himbauan
dari orang tuanya.
d. Norma Subjektif (subjective norm). Individu akan bertindak jika
memang merasa sesuatu itu adalah hak pribadinya, kemudian dia akan
mengabaikan pandangan orang lain tentang perilaku yang akan
dilakukannya. Individu merasa bahwa kesehatan dirinya adalah hak
pribadinya, sehingga apapun yang perlu dilakukan untuk kesehatannya
akan dia putuskan sendiri.
e. Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilakukan (control beliefs).
Seseorang yakin bisa melakukan suatu tindakan bila dia pernah
melakukan hal yang sama sebelumnya atau dia pernah melihat
pengalaman dari orang lain. Individu yang sudah pernah berobat dan
merasakan hasil yang baik cenderung menggunakan pengobatan yang
sama seterusnya. Begitu pula sebaliknya.

16

f. Persepsi kemampuan mengontrol (perceived behavioral control), yaitu


seseorang dapat berperilaku bukan karena dia memiliki waktu dan
fasilitas untuk melakukan perilaku tersebut saja, namun juga dipengaruhi
oleh perkiraan individu tersebut apakah dia mampu melakukanya atau
tidak.
Awal tahun 2009, masyarakat dihebohkan dengan kehadiran seorang
dukun cilik asal Jombang. Dalam tayangan televisi, tergambarkan jelas saat
ribuan orang antri berdesak-desakan dan berebut minta obat pada seorang
bocah bernama Ponari. Orang-orang tersebut datang dari berbagai penjuru
daerah Jawa Timur, bahkan sebagian mengaku dari luar propinsi. Mereka
meyakini bahwa watu gludhug yang dimiliki Ponari dapat menyembuhkan
segala macam penyakit. Kehebohan yang terjadi di Jombang ini umumnya
ditangkap sebagai perilaku masyarakat yang dinilai berada di luar nalar
(Priyono, 2009).
Ada banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat ketika mereka
mengalami gangguan kesehatan. Cara yang ditempuh pada umumnya akan
berkait dengan keyakinan yang dimiliki serta peluang untuk mengakses
pelayanan kesehatan yang tersedia dalam masyarakat (Priyono, 2009).
Keyakinan tersebut nantinya akan mempengaruhi perilaku sehat-sakit
seseorang. Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang
dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan,
sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit,

17

perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olahraga dan


makanan bergizi. Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa
dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka benar-benar sehat.
Sesuai dengan persepsi tentang sakit dan penyakit, maka perilaku sakit dan
perilaku sehat pun sifatnya subjektif (Mubarak, 2009).
Suchman dalam (Becker & Maiman, 1995) menjelaskan bahwa
sekuensi peristiwa medis dibagi atas 5 tingkat, yaitu :
1. Pengalaman dengan gejala penyakit
Pada tahap ini individu merasakan adanya rasa sakit, kurang enak badan,
atau sesuatu yang tidak biasa di alami.
2. Penilaian terhadap peran sakit
Pengetahuan individu tentang gejala tersebut mendorongnya membuat
penafsiran-penafsiran yang berkaitan dengan akibat penyakit serta
gangguan terhadap fungsi sosialnya.
3. Kontak dengan perawatan medis
Individu mulai mencari sumber pelayanan medis sesuai pengalamannya
atau setelah meminta pendapat dari orang-orang terdekatnya. Pada tahap
ini individu bisa memilih dan menentukan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan keinginannya.
4. Jadi pasien
Individu menggantungkan dirinya pada pihak pelayanan medis dan
pasrah terhadap prosedur pengobatan. Dia harus mematuhi prosedur yang
dilakukan oleh pihak pelayanan medis agar cepat mencapai kesembuhan.

18

5. Sembuh atau masa rehabilitasi


Individu terbebas dari tahap berperan sakit dan memasuki tahap
pemulihan kesehatan atau memasuki tahap rehabilitasi.
Beberapa penelitian memang menunjukkan bahwa tindakan pertama
untuk mengatasi penyakit adalah berobat sendiri (self medication).
Masyarakat Indonesia masih mempunyai satu tahap lagi yang dilewati banyak
penderita sebelum datang ke petugas kesehatan, yaitu berobat ke dukun atau
ahli-ahli pengobatan tradisional lainnya. Dengan demikian, yang datang
meminta pertolongan dokter adalah individu dengan keadaan yang sudah
parah. Bahkan di Mesir, rumah sakit pernah dikenal dengan istilah rumah
mati, karena siapa yang masuk ke rumah sakit biasanya keluar sebagai
mayat. Mereka mengira bahwa kematian itu disebabkan oleh dokter-dokter
rumah sakit tanpa memahami keadaan yang sebenarnya (Sarwono, 2007).
Dalam 30 tahun terakhir, berbagai istilah telah digunakan untuk caracara pengobatan yang berkembang di tengah masyarakat. WHO menyebut
sebagai traditional medicineatau pengobatan tradisional. Ada pula yang
menyebut

traditional

healing,

folk

medicine,

alternatif

medicine,

ethnomedicine, dan indigenous medicine. WHO menyatakan pengobatan


tradisional adalah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan dari
pengetahuan dan pengalaman praktek, baik yang dapat diterangkan secara
ilmiah ataupun tidak, dalam menegakkan diagnosis, prevensi, dan pengobatan
terhadap ketidakseimbangan fisik, mental, ataupun sosial (Ratna, 2010).

19

Ada beberapa tahap perkembangan pengobatan tradisioanal ditinjau


dari perkembangan kebudayaan, yaitu (Ratna, 2010):
1. Tahap irasionalisme dini
Kepercayaan bahwa orang menjadi sakit karena perbuatan
makhluk-makhluk halus. Untuk menyembuhkan, perlu ditempuh cara-cara
yang langsung diarahkan pada makhluk-makhluk halus ini. Orang yang
tahu cara menghindarkan manusia dari penyakit dan menyembuhkannya
disebut dukun. Atas petunjuk dukun disajikan buah-buahan dan kembang
agar makhluk halus berkurang amarahnya, kalau perlu disajikan hewan
seperti ayam, kambing, sapi atau kerbau sebagai korban seolah-olah
untuk penebus dosa.
2. Tahap irasionalisme fajar
Dalam tahap ini, manusia sadar bahwa melalui dukun, mereka
dapat memanipulasikan berbagai kekuatan gaib untuk keperluannya
sendiri. Manusia dapat menggunakannya untuk membuat orang lain sakit,
tetapi juga menyembuhkan si sakit. Dengan menggunakan doa atau
mantranya, seorang dukun dapat meresapkan kekuatan gaib kedalam
benda-benda pilihannya, yang dapat digunakan untuk suatu keperluan baik
atau jahat. Diantara para dukun ada yang menggunakan kekuatan gaib
(magic) yang dikuasainya untuk menolong sesama manusia (white magic).
Ada pula yang memenuhi permintaan orang lain dengan bayaran untuk
menggunakan kekuatan gaibnya guna mengganggu kesehatan jasmani atau
bahkan rohani orang lain (black magic). Bila menurut pendapat orang,

20

suatu penyakit disebabkan black magic maka satu-satunya jalan untuk


menyembuhkan adalah dengan menggunakan counter white magic.
3. Tahap rasionalisme awal
Manusia secara kebetulan atau mungkin karena pengalaman
mengetahui kekuatan-kekuatan yang terkandung di dalam bahan-bahan
alam. Manusia secara empiris, atas dasar kejadian-kejadian nyata,
mengetahui bahaya racun, kekuatan penyembuh penyakit, kekuatan
penyegar badan dan kekuatan-kekuatan lain yang tersembunyi di dalam
bahan-bahan di lingkungannya.
Sebagian dukun yang dahulu menekuni kekuatan-kekuatan gaib
kini mencurahkan sebagian dari perhatiannya kepada kekuatan-kekuatan
ilmiah tersebut. Meskipun mereka tidak mengetahui dengan benar
penyebab orang sakit, namun dari pengalaman atau secara empiris dia
mengetahui kekuatan alamiah apa yang dapat menyembuhkan suatu
penyakit. Dukun dapat mencampur beberapa bahan alamiah, biasanya
yang berasal dari tumbuhan atau tubuh hewan menjadi jamu yang lebih
manjur efeknya.
4. Tahap rasionalisme lanjut
Dalam tahap ini timbul suatu kesadaran bahwa manusia mampu
menguasai kekuatan yang terkandung dalam alam secara rasional dan
mengabdikannya untuk kepentingan manusia dan masyarakat. Mereka
ingin mengetahui lebih jelas dan mendalam kekuatan-kekuatan alam tadi.
Usaha ini menumbuhkan ilmu pengetahuan yang disusun secara rasional,

21

objektiif dan realistik. Manusia tidak lagi mau percaya pada sesuatu yang
tidak dapat dinalar secara rasional bersandarkan atas fakta-fakta yang
nyata dan objektif sifatnya. Jamu yang dihasilkan secara modern ini
kemudian dikenal dengan namaobat. Sejajar dengan perkembangan
jamu menjadi obat, terjadi pula perkembangan dukun menjadi dokter.
Dukun yang lahir dan bergerak di dalam irasionalisme digantikan oleh
dokter yang timbul dan tumbuh dalam periode rasionalisme. Adat dan
tradisi yang menjadi pegangan dukun dan menjiwai jamu, digantikan oleh
ilmu pengetahuan yang menjadi pedoman dokter dan teknologi modern
untuk menghasilkan obat.
Beberapa jenis penyakit membuka pintu/peluang pengobatan bagi
para

dukun/pengobat tradisional,

misalnya penyakit

psikofisiologis/

psikosomatik. Dengan penenang, reassurance, dapat disembuhkan oleh


siapa saja. Demikian pula penyakit yang sukar diagnosisnya dan
membutuhkan pemeriksaan laboratorium yang banyak, fasilitas yang tidak
lengkap, biaya yang banyak/mahal dan waktu penyembuhan lama
memungkinkan penderita mencari pengobatan alternatif (Ratna, 2010).

22

C. Kerangka Teori

Konsep
Sehat-Sakit

Sehat

Sakit

Perilaku Kesehatan

Pengobatan Medis

Pengobatan non Medis

Gambar 2. Kerangka Teori

23

D. Kerangka Konsep

Konsep Sehat-Sakit

Perilaku Kesehatan

Pengobatan non Medis

Gambar 3. Kerangka Konsep

24

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


Untuk mengetahui bagaimana konsep sehat, sakit dan perilaku
kesehatan masyarakat di Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap, dengan
unsur-unsur pokok yang sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan,
dan manfaat penelitian, maka digunakan metode penelitian kualitatif.
Metode kualitatif yang dimaksud adalah metode dalam bentuk
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku orang-orang yang
diamati. Penelitian ini menggunakan model penelitian deskriptif dengan
kegiatan pengumpulan data yang terarah berdasarkan tujuan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang terlebih dahulu ditentukan (Sutopo, 1988).
Dengan digunakan metode kualitatif, maka data yang didapat diharapkan
akan lebih lengkap, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat
dicapai.

B. Subjek Penelitian
Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan metode snowball
sampling yaitu metode pengambilan sampel/subjek sumber data yang pada
awalnya jumlahnya sedikit dan lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan
karena dari jumlah data yang sedikit itu tersebut belum mampu memberikan

25

data yang memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan
sebagai sumber data (Sugiyono, 2008).
Penelitian dimulai dari seseorang yang pernah atau masih berobat ke
pengobat tradisional, kemudian peneliti berkenalan dan mendapat informan
lain dari informan sebelumnya. Informan yang pertama diwawancara oleh
peneliti adalah Mj. Setelah Mj selesai diwawancara, beliau memperkenalkan
teman beliau Lm kepada peneliti. Langkah ini dilakukan berulang-ulang
seterusnya sampai peneliti mendapat 6 informan utama.
Peneliti memilih seorang pengobat tradisional dan seorang dokter
sebagai informan pendukung. Pengobat tradisional adalah seseorang yang
peneliti anggap paling mengetahui tentang perilaku berobat masyarakat dan
metode

pengobatan

tradisional

yang

diminta

masyarakat

setempat.

Sedangkan peneliti memilih seorang dokter sebagai pembanding dari


pengobatan medis. Dokter yang informan pilih untuk menjadi informan
pendukung telah bekerja di Kecamatan Sampang selama lebih dari 7 tahun
dan sempat menjabat sebagai Kepala Puskesmas. Dengan latar belakang
seperti itu, peneliti beranggapan bahwa beliau sudah sangat mengetahui
perilaku kesehatan masyarakat Sampang.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap pada
bulan Juli 2012. Pemilihan lokasi ini berdasarkan survey pendahuluan
peneliti pada bulan Januari-Februari 2012 yang menemukan bahwa di

26

Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap, masih banyak orang yang


menggunakan pengobatan non medis.

D. Sumber Data
Dalam penelitian kualitatif ini teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah sebagai berikut :
a. Wawancara mendalam (indepth interview)
Penelitian yang bersifat studi kasus seperti ini, lazimnya
menggunakan suatu wawancara mendalam (Faisal, 1995). Wawancara
informal ini dapat dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat
guna mendapatkan data yang mempunyai kedalaman dan dapat dilakukan
berkali-kali sesuai dengan keperluan peneliti tentang kejelasan masalah
yang diteliti.
Wawancara dilakukan dengan melakukan percakapan secara
langsung dengan subjek penelitian untuk memperoleh informasi yang
lebih luas, selain itu informan pun dapat berbicara lebih terbuka. Peneliti
mencoba untuk mendengarkan, merekam, atau mencatat apa saja yang
dikemukakan oleh informan sebagai hasil wawancara. Selain itu informan
wajib menandatangani Inform Concent yang disediakan oleh peneliti.
b. Observasi langsung atau partisipasi pasif
Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan secara langsung selama kunjungan dengan mengamati situasi
atau objek yang diteliti (Hadi, 2000). Observasi peneliti lakukan sebelum

27

wawancara, saat wawancara, ataupun sesudah wawancara di rumah


informan dengan mengamati lingkungan sekitar dan kebiasaan-kebiasaan
informan serta keluarga. Peneliti juga menyaksikan dan mengamati cara
pengobat tradisional melakukan pengobatan secara langsung.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencatat
dari dokumen yang berkaitan dengan penelitian yang terdapat di lokasi
penelitian, karena dokumen juga sebagai sumber data yang dapat
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan
(Moleong, 2005).

E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen penelitian yang utama adalah peneliti
sendiri, namun setelah fokus penelitian menjadi jelas mungkin akan
dikembangkan instrumen penelitian sederhana dengan menggunakan alat
tulis, pedoman wawancara, dan alat perekam untuk merekam hasil
wawancara dengan informan. Instrumen-instrumen tersebut diharapkan
mampu meminimalisir kesalahan peneliti sebagai instrumen utama sehingga
data yang diperoleh lebih maksimal.

28

F.

Data Penelitian
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dan
observasi yang dilakukan peneliti. Sumber data primer dari penelitian ini
adalah masyarakat Sampang yang pernah atau masih menggunakan
pengobatan tradisional. Data tambahan bisa didapatkan dengan
wawancara kepada informan pendukung. Informan pendukung dalam
penelitian ini adalah seorang dokter dan seorang pengobat tradisional.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan (field note) atau
literatur, dokumen-dokumen pada lokasi atau objek penelitian. Data
sekunder ini digunakan untuk mendukung data primer yang didapatkan
dari wawancara. Data sekunder yang digunakan peneliti dalam penelitian
ini berupa data kunjungan Puskesmas Sampang, data-data kesehatan dari
WHO, profil Kecamatan Sampang dari Pemerintah Kecamatan Sampang,
serta jurnal-jurnal dan buku-buku pengobatan tradisional yang tertera di
daftar pustaka.

G. Validitas Data
Dalam penelitian kualitatif faktor yang penting yang harus
diperhatikan adalah validitas data. Untuk mengetahui validitas data tersebut,
penelitian ini menggunakan model triangulasi data. Menurut Moeleong
(2005) triangulasi data adalah teknik keabsahan data yang memanfaatkan

29

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Denzin (dalam Moeleong, 2005) membedakan
empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yaitu triangulasi
sumber, metode, penyidik, dan teori.
Dalam penelitian ini, peneliti mempergunakan triangulasi sumber
dalam meningkatkan derajat kepercayaan data yang dihasilkan dalam
penelitian, sehingga terdapat hubungan erat antara teknik pengumpulan data
yang dipergunakan yaitu wawancara, pengamatan, dan dokumen dengan
validitas data yang dipergunakan.
Burhan Bungin (2007) mengatakan bahwa teknik triangulasi dapat
dilakukan antara lain dengan :
1. Menggunakan wawancara mendalam dan observasi partisipasi untuk
pengumpulan data.
2. Melakukan ujis silang terhadap materi catatan-catatan harian untuk
memastikan tidak ada informasi yang bertentangan antara catatan harian
wawancara dan catatan harian hasil observasi.
3. Mencocokkan data hasil pengamatan tentang situasi penelitian dengan
apa yang dikatakan oleh informan.
4. Mencocokkan keadaan dan perspektif informan yang satu dengan yang
lain.
5. Mencocokkkan informasi-informasi yang telah dihimpun dengan sumbersumber lain.

30

Peneliti menggunakan pengobat tradisional dan dokter sebagai bagian


dalam teknik validitas data. Peneliti menjadikan pengobat tradisional sebagai
informan pendukung untuk mendapatkan informasi lebih detail mengenani
konsep sehat-sakit dan perilaku masyarakat Sampang. Dokter Puskesmas
Sampang juga menjadi informan pendukung agar data yang diperoleh dapat
dicocokkan dan dibandingkan sebagai bagian dari validitas data.

H. Teknik Analisis Data


Peneliti menggunakan analisa data kualitatif dengan model analisis
interaktif. Analisis kualitatif fokusnya pada penunjukkan makna, deskripsi,
penjernihan dan penempatan data pada konteksnya masing-masing, dan
seringkali menggambarkannya di dalam kata-kata daripada di dalam angka.
Untuk itu, data perlu disusun ke dalam pola, kategori, fokus, tema, dan
permasalahan tertentu. Pengumpulan data, reduksi data, display data dan
pengambilan kesimpulan merupakan suatu siklus yang interaktif (Budianto,
2003).
Dalam penelitian ini analisis data dilakukan baik ketika di lapangan
maupun setelah data dikumpulkan. Data yang sudah terkumpul kemudian
diolah. Pengolahan dimulai dari hasil wawancara, observasi, kemudian
mengedit dan mereduksi data, menyajikan data, dan penarikan kesimpulan.
Hal ini sesuai dengan model interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan
Huberman (1992), yang juga membagi pada 3 (tiga) komponen utama model
interaktif tersebut, yaitu :

31

a. Reduksi data
Merupakan

proses

pemilihan,

pemusatan

perhatian

pada

penyederhanaan, pengabstraksian, dan tranformasi data kasar yang


muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, sehingga peneliti
memilih dan memfokuskan data yang relevan dengan permasalahan yang
ada.
b. Penyajian data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan

kemungkinan

adanya

penarikan

kesimpulan

dan

pengambilan tindakan.
c. Penarikan kesimpulan
Kegiatan ini merupakan mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan,
pola-pola penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebuah
akibat dan preposisi kemudian mengikat lebih rinci serta mengakar lebih
kuat.
Aktivitas ketiga komponen tersebut, berinteraksi sampai diperolah
suatu kesimpulan. Bilamana kesimpulan kurang memadai karena ada
kekurangan dalam reduksi dan sajian data maka peneliti dapat menggalinya
dalam fieldnote. Jika fieldnote tidak ada atau kurang, maka dilakukan
pencarian ulang data di lapangan selanjutnya menginterpretasikan dengan
fokus yang lebih terarah. Dengan demikian, aktivitas analisis dengan
pengumpulan data merupakan siklus sampai selesainya penelitian.

32

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Kondisi Umum Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap
Kecamatan Sampang wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Banyumas. Sebelah Selatan dan Timur dengan Kecamatan
Kroya, sebelah Barat dengan Kecamatan Maos (Kecamatan Sampang
dalam Angka, 2011).
Kecamatan Sampang berpenduduk 18.659 orang. Penduduk
tersebar di 10 desa. Desa terluas dengan penduduk terbanyak adalah Desa
Karangtengah dengan penduduk sebanyak 6.687 orang. Sedangkan desa
terkecil dengan penduduk paling sedikit adalah Desa Ketanggung dengan
penduduk sebanyak 1.225 orang. Lebih dari 90% penduduk Kecamatan
Sampang bekerja sebagai petani, sedangkan sisanya bekerja di bidang
industri, perdagangan, bangunan, dan lainnya. Banyaknya jumlah petani
didukung oleh luasnya bidang sawah yang dimiliki Kecamatan Sampang
yang luasnya tidak kurang dari 281 Hektar. Komposisi penduduk
Kecamatan Sampang menurut tingkat pendidikan tersaji pada tabel 2.

33

Tabel 2. Penduduk usia 5 tahun keatas menurut pendidikan di Kecamatan


Sampang Kabupaten Cilacap akhir tahun 2010
Tingkat Pendidikan

Jumlah (orang)

Presentase (%)

Akademi/PT

801

2,23

SLTA

4528

12,62

SLTP

6724

18,74

SD

14783

41,19

Tidak Tamat SD

3704

10,32

Belum Tamat SD

4525

12,61

Tidak/Belum Sekolah

824

2,29

35889

100

Jumlah

Sumber : Kecamatan Sampang dalam Angka, 2011


Proporsi terbesar tingkat pendidikan Kecamatan Sampang
adalah tamat SD, yaitu sebesar 41,19 %, sedangkan proporsi terbesar
kedua adalah tamat SLTP, yaitu sebesar 18,74 %. hal ini menunjukkan
tingkat pendidikan di Kecamatan Sampang cukup baik berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar.
Sarana dan prasarana kesehatan di Kecamatan Sampang pun
cukup banyak. Kecamatan Sampang mempunyai 1 Puskesmas, 3
Puskesmas Pembantu, 6 Puskesdes, dan 76 Posyandu. Selain itu,
Kecamatan Sampang juga mempunyai 4 orang dokter, 17 orang bidan, 20
orang pramedis lain, dan 13 orang dukun bayi.
2. Proses Penelitian
Adapun proses penelitian dari awal pre survei sampai
mendapatkan informan, adalah sebagai berikut :
a.

Survei Pendahuluan ke Kecamatan Sampang Kabupaten Cilacap

34

Survei pendahuluan dilakukan pada bulan Februari 2011 sampai Maret


2011 dengan maksud untuk mengetahui secara dekat mengenai pengobatan
di Kecamatan Sampang. Selain itu juga untuk mencari penduduk potensial
yang akan dijadikan informan.

b.

Permohonan Ijin Penelitian Kepada Badan Kesbang dan Politik


Kabupaten Cilacap dan Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap

c.

Permohonan ijin penelitian dengan nomor surat ijin penelitian


123/UN23.5.FKIK/PP.04.00/2012 dari FKIK UNSOED pada tanggal
16Januari 2012 sebagai surat permohonan ijin penelitian kepada
pihak Badan Kesbang dan Politik Kabupaten Cilacap untuk
menjadikan Kecamatan Sampang sebagai lokasi penelitian.

d.

Permohonan ijin akses data puskesmas dengan nomor 072/0060/27.1


dari Kepala Bappeda Kabupaten Cilacap pada tanggal 18 Januari
2012 sebagai surat permohonan ijin mengakses data Puskesmas
Sampang kepada pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap.

3. Pelaksanaan Pengambilan Informan Penelitian


a.

Kegiatan penentuan informan dilakukan pada lokasi penelitian yaitu


di Kecamatan Sampang Kabupaten Cilacap.

b.

Data dan informasi dalam penelitian ini diambil menggunakan


snowball sampling. Pemilihan informan dilakukan secara sengaja
kepada informan yang dianggap tahu dengan permasalahan yang
akan diteliti pada informan dari penduduk Kecamatan Sampang yang
masih atau pernah menggunakan pengobatan tradisional.

35

Dengan demikian, peneliti pada waktu tertentu berada di Kecamatan


Sampang untuk mencari penduduk sebagai informan penelitian.
Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 6 orang, semuanya
merupakan penduduk yang masih atau pernah menggunakan
pengobatan tradisional.
4. Pelaksanaan Wawancara Kepada Penduduk
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dan instrumen
terpenting yang terdapat dalam penelitian kualitatif. Sehingga dengan
metode wawancara yang mendalam peneliti dapat mengetahui segala
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Wawancara dilakukan di
rumah informan. Dengan demikian, diharapkan informan lebih nyaman
menceritakan pemikiran,. pendapat, atau pengalamannya mengenani
konsep sehat, sakit, dan pengobatan tradisional.
Metode observasi langsung merupakan teknik yang menggunakan
pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi,
situasi yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Sedangkan
metode dokumentasi, merupakan teknik yang berupaya untuk menggali
informasi dari dokumen yang memuat data yang berkaitan dengan
penelitian yang dilaksanakan. Pada saat informasi yang peneliti inginkan
diperoleh dari informan tidak lagi bervariasi, maka pada saat itu
penelitian dihentikan. Observasi dan dokumentasi dilakukan sebelum,
saat, ataupun setelah wawancara di sekitar rumah informan.

36

5. Pelaksanaan Wawancara Kepada Terapis


Kegiatan wawancara kepada terapis dilaksanakan untuk melengkapi
informasi dan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Terapis
merupakan informan yang diambil dari orang yang melakukan praktek
pengobatan tradisional.
Dari penjelasan di atas, disimpulkan bahwa ada 5 tahap yang dilalui dalam
prosedur penelitian ini yakni survey pendahuluan mengenai permasalahan yang
akan diteiliti, kemudian mengajukan permohonan kepada Badan Kesbang dan
Politik serta Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap. Setelah peneliti memperoleh
ijin dari Badan Kesbang dan Politik serta Dinas Kesehatan, maka peneliti mulai
melakukan penelitian.
6. Karakteristik Informan
a. Informan utama
Informan utama dalam penelitian ini berjumlah 6 orang,
peneliti merasa sudah cukup mendapatkan informasi yang lengkap
dari informan penelitian. Informan utama dalam penelitian ini adalah
penduduk Kabupaten Sampang yang pernah atau masih menggunakan
pengobatan tradisional/alternatif. Berikut adalah rincian informan
utama penelitian :

37

Tabel 3. Karakteristik Informan Utama


No Inisial
Umur
Jenis
Pendidikan
Kelamin
1
Ws
40 tahun Laki-laki
STM

Pekerjaan

Alamat

Pedangang

Nusajati

Ma

37 tahun

Laki-laki

SLTA

Petani

Nusajati

Lm

44 tahun

Laki-laki

SMP

Petani

Karangtengah

Pd

63 tahun

Laki-laki

SR

Pedagang

Karangtengah

Sp

53 tahun

Laki-laki

SMP

Nusajati

Mj

45 tahun

Laki-laki

SD

Perangkat
Desa
Tukang
batu

Karangtengah

Sumber : Olahan data primer, Maret 2013


1.

Ws (40 th), jenis kelamin laki-laki, dengan pekerjaan sebagai


pedagang, beragama Islam dan beralamat di RT 01/04 Dusun Criwis,
Desa Nusajati, Kecamatan Sampang. Pendidikan terakhir STM. Ws
mempunyai seorang istri dan 2 orang anak. Anak pertama meninggal
saat masih duduk di Sekolah Dasar karena sakit. Anak yang kedua
masih berumur 1 tahun. Sehari-hari Ws mengelola usahanya sebagai
pengrajin tempe. Usahanya ini dilakukan di rumah. Usaha ini
dirintisnya sejak tahun 2008. Penghasilannya sebagai pengrajin tempe,
cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-harinya.

2.

Ma (37 th), jenis kelamin laki-laki, dengan pekerjaan sebagai petani,


beragama Islam dan beralamat di RT 04/05 Dusun Tinggarmalang,
Desa Nusajati, Kecamatan Sampang. Pendidikan terakhir SLTA. Ma
mempunyai 1 anak yang berumur 4 tahun. Sehari-hari Ma bekerja
sebagai petani. Dia menggarap sawahnya sendiri yang berukuran
kurang lebih 1000 ubin. Dari sawahnya itu dia bisa menghasilkan laba
bersih kurang lebih sebanyak 84 juta/tahun.

38

3.

Lm (44 th), jenis kelamin laki-laki dengan pekerjaan sebagai petani,


beragama Islam dan beralamat di Dusun Rawadawa, Desa
Karangtengah, Kecamatan Sampang. Pendidikan terakhir SMP. Lm
mempunyai 2 orang anak. Anak pertama duduk di Sekolah Dasar
kelas 4, sedangkan anak kedua baru duduk di kelas 1 Sekolah Dasar.
Lm seorang buruh tani. Kadang-kadang dia juga bekerja sebagai
tukang batu. Istrinya membuka warung di rumah. Keluarga Lm hidup
dengan layak. Lm menderita kanker kelenjar getah bening. Dia pernah
berobat jalan di RS Margono Soekarjo selama hampir 9 bulan untuk
mendapatkan pengobatan penyakitnya tersebut.

4.

Pd (63 th), jenis kelamin laki-laki dengan pekerjaan sebagai pedagang,


beragama Islam dan beralamat di Desa Karangtengah, Kecamatan
Sampang. Pendidikan terakhir SR. Pd mempunyai 4 orang anak. Anak
pertama laki-laki, sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak. Anak
kedua perempuan, sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak.
Anak ketiga laki-laki, belum menikah. Anak keempat perempuan,
sudah menikah dan belum mempunyai anak. Pd hidup bersama anak
bungsu dan menantunya, sedangkan anak yang lainnya bekerja di luar
kota. Menantunya bekerja sebagai kadus Dampit, Desa Karangtengah.
Sehari-hari Pd bekerja sebagai petani. Dia menggarap sawah miliknya
sendiri yang berukuran 400 ubin. Penghasilannya cukup untuk
membiayai kebutuhan sehari-harinya.

39

5.

Sp (53 th), jenis kelamin laki-laki dengan pekerjaan sebagai perangkat


desa, beragama Islam dan beralamat di Desa Nusajati, Kecamatan
Sampang. Pendidikan terakhir SMP. Sp mempunyai 4 orang anak.
Anak pertama laki-laki, sudah menikah dan mempunyai 1 orang anak.
Anak kedua laki-laki, sudah menikah, mempunyai 1 orang anak. Anak
ketiga perempuan, sudah menikah, mempunyai 1 orang anak. Anak
terakhir perempuan, masih kuliah di Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. Sp bekerja sebagai perangkat desa, pembantu Kadus
Criwis, Desa Nusajati. Sebagai perangkat desa, dia mendapatkan
sawah bengkok seluas 750 ubin. Dari sawah bengkoknya tersebut dia
mampu menghasilkan 63 juta/tahun.

6.

Mj (45 th), jenis kelamin laki-laki dengan pekerjaan sebagai tukang


batu, beragama Islam dan beralamat di RT 01/02 Dusun Dampit, Desa
Karangtengah, Kecamatan Sampang. Pendidikan terakhir SD. Mj
mempunyai 3 orang anak. Anak pertamanya perempuan, duduk di
kelas 2 SMK. Anak kedua laki-laki, duduk di kelas 4 Sekolah Dasar.
Anak ketiga perempuan, duduk di kelas 1 Sekolah Dasar. Dia bekerja
sebagai tukang batu di Jakarta. Dia ikut proyek tetangganya. Sebulan
sekali dia pulang ke rumah. Istrinya bekerja sebagai buruh tani di
desanya.
Informan utama dalam penelitian ini merupakan penduduk yang

masih atau pernah menggunakan pengobatan tradisional sebanyak 6 orang.

40

Masing-masing informan memiliki latar belakang pendidikan yang


berbeda, ada yang mengenyam pendidikan hanya sampai SR, tetapi ada
juga yang sampai SMA.
b. Karakteristik informan pendukung
Di samping informan utama peneliti juga memgambil 2 orang
lagi sebagai informan pendukung. Karakteristik informan pendukung
yang diambil adalah sebagai berikut :

1.

St (50th), jenis kelamin laki-laki, beragama Islam, beralamat


di Desa Sidasari, Kecamatan Sampang, dengan pendidikan
terakhir SLTA. St ini adalah seorang terapis tradisional di
Kecamatan

Sampang

yang

sudah

membuka

praktek

pengobatan selama lebih dari 10 tahun. St mempunyai istri


yang bekerja sebagai kepala sekolah SD Sidasari 01,
Kecamatan Sampang.
2.

Py (57 th), jenis kelamin laki-laki, beragama Islam dan


beralamat di Purwokerto. Py adalah salah seorang dokter di
Puskesmas Sampang. Py sudah bertugas di Puskesmas
Sampang selama lebih dari 7 tahun. Sebelumya Py adalah
kepala Puskesmas Sampang. Setelah berumur 56 tahun, dia
tidak bisa lagi menjabat sebagai kepala Puskesmas karena
jabatan struktural pensiun pada umur ke-56. Sekarang dia
dilimpahkan ke jabatan fungsional sebagai dokter di
Puskesmas Sampang dan tidak lagi merangkap sebagai kepala
Puskesmas.

41

Jumlah informan pendukung dalam penelitian ini adalah


sebanyak 2 orang, informan pendukung yang pertama adalah
seorang terapis pengobatan tradisional dan informan pendukung
keduaadalah seorang dokter (terapis pengobatan modern).
7.

Konsep Sehat Sakit dan Perilaku Kesehatan


Tabel 4. Matriks Konseptual Sehat, Sakit, dan Perilaku Kesehatan di
Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap Informan Utama
No
Nama
Sehat
Sakit
Perilaku
Kesehatan
1

Ws
(40 tahun)

"sehat
ya "sakit
ya
jasmani
dan kebalikannya
rohani
kita mas"
tidak terkena
gangguan"

"saya berobat
ke medis dulu
mas, kalo gak
sembuh
berobat lagi ke
alternatif"

Ma
(37 tahun)

"sehat itu lahir


batin/jiwa raga
tidak terkena
gangguan apaapa"

"saya
sama
keluarga
biasanya
berobat
ke
kamitua/paran
ormal/ustad,
kalo
nggak
sembuh baru
ke puskesmas"

Lm
(44 tahun)

"tubuh
dan "tubuh
dan "saya
biasa
pikiran
kita pikiran
ada berobat
ke
tidak
ada gangguan"
orang
gangguan"
pintar/kiai/para
normal"

Pd
(63 tahun)

"sehat ya saya "pusing atau "saya biasanya


ngga kenapa- nggleyeng"
berobat
ke
napa mas"
kamituo atau
orang pintar"

"kalo sakit ya
badan/tubuh
terkena
penyakit dan
pikiran tidak
tentram"

42

Sp
(53 tahun)

"sehat
ya
kondisi tubuh
tidak
ada
ganggguan"

"kalo sakit ya
kebalikannya,
jasmani atau
rohani terkena
gangguan"

"saya berobat
ke
kamitua/altern
atif,
kalau
tidak sembuh
baru berobat
ke puskesmas"

Mj
(45 tahun)

"tubuh
dan "nggak
bisa "saya
dan
pikiran tidak kerja mas"
keluarga biasa
ada gangguan"
berobat
ke
kamituo mas"

Sumber : Olahan data primer, Maret 2013


Tabel 5. Matriks Konseptual Sehat, Sakit, dan Perilaku Kesehatan di
Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap Informan
Pendukung
No
Nama
Sehat
Sakit
Perilaku
Kesehatan
Masyarakat
1

St
(50 tahun)

Py
(57 tahun)

Badan, rohani, Badan, rohani, Banyak yang


dan jiwa tidak atau jiwa ada berobat
ke
ada gangguan
gangguan
paranormal

Tidak
ada Ada gangguan Berobat
ke
gangguan
jasmani,
puskesmas
jasmani,
rohani,
atau
rohani, sosial
sosial
Sumber : Olahan data primer, Maret 2013

B. Pembahasan
1.

Konsep Sehat Sakit Masyarakat Sampang


Konsep sehat sakit masyarakat berbeda-beda. Tidak setiap
individu memiliki konsep yang selaras dengan konsep sehat sakit yang
diberikan oleh Depkes dan WHO. Depkes dan WHO menyebutkan

43

bahwa sehat adalah keadaan yang sempurna secara fisik, mental, dan
sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit maupun kelemahan. Sedangkan
masyarakat Sampang mendefinisikan sehat hanya sebagai keadaan tanpa
penyakit. Hal ini bisa diketahui setelah peneliti mewawancarai para
informan. Sebagaimana yang diutarakan Ws, sebagai berikut :
Sehat itu menurut saya ya kalo jasmani dan rohani tidak
terkena gangguan. Maksudnya ya kalo tubuh/jasmani kita tidak
terkena penyakit, sama roh/jiwa kita juga ngga kena ganguan.
Kalo sakit ya kebalikannya mas
Mj juga mengatakan hal sebagai berikut :
Sehat menurut saya ya tubuh dan pikiran tidak ada gangguan..
bisa kerja normal seperti biasa.. kalau sakit ya ngga bisa kerja
mas..
Pd mengatakan hal sebagai berikut :
Sehat ya saya nggak kenapa-kenapa mas.. kalo sakit ya ada
gangguan seperti mumet, atau nggleyeng.. ya kira-kira seperti
itu lah mas..
Pernyataan-pernyataan informan tersebut membuktikan bahwa
konsep sehat sakit yang dimiliki setiap orang berbeda. Hal ini disebabkan
adanya persepsi yang berbeda yang berhubungan dengan keadaan
tubuhnya. Namun pernyataan beberapa informan diatas dapat dikatakan
masih sesuai dengan definisi sehat dan sakit yang dijabarkan oleh WHO
dan Departemen Kesehatan. Mereka masih punya pandangan yang
sejalan, baik antar individu atau dengan pemerintah dan Depatemen
Kesehatan.
Sekilas konsep mereka tentang sehat dan sakit memang selaras
dengan definisi yang diberikan oleh Depkes dan WHO. Mereka memiliki

44

konsep bahwa sehat tidak hanya dilihat dari kondisi fisik, namun juga
kondisi mental dan spiritual. Bahkan salah satu informan mengatakan
sehat sebagai kondisi produktif yang mampu bekerja untuk mencari
nafkah sehari-hari. Hal ini selaras dengan definisi sehat yang disebutkan
Depkes pada UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Namun setelah
peneliti menanyakan lebih dalam mengenai penyebab-penyebab sakit
yang mereka pernah alami, konsep mereka tentang sehat dan sakit
menjadi lebih bervariasi. Sebagaimana Pd melanjutkan penjelasannya
sebagai berikut :
Sebabnya ya macem-macem mas.. orang obatnya juga
macem-macem kok.. kadang-kadang malah sebabnya dari alam
gaib mas.. contohnya seperti kesurupan.. atau terkena teluh
juga bikin sakit mas.. saya juga pernah mengalami si mas,
orang pagi-pagi saya nggak kenapa-kenapa kok waktu pulang
lewat kebun yang di sana itu mas, sampai rumah saya
nggleyeng, nggreges, panas.. trus saya ke orang pinter cuma
diminumin air putih sembuh mas.. kata orang pinter itu, saya
ditempeli yang nunggu kebun itu..
Penjelasan Pd di atas diperkuat dengan penjelasan Ma sebagai berikut :
Penyebab yang saya tau itu ada 2 mas. Yang pertama,
penyakit disebabkan oleh kuman/virus. Contoh : batuk, flu,
muntaber, gatal, panas. Yang kedua, penyakit karena gangguan
makhluk halus. Kalo ini agak susah dijelasinnya mas.. kadangkadang gejalanya hampir sama kaya sakit karena virus/kuman
Selain Pd dan Ma, Sp juga memberi penjelasan yang sama. Tetapi Sp
punya penjelasan tambahan yang cukup menarik, yaitu sebagai berikut :
.. selain 2 penyebab tadi, ada juga sakit yang disebabkan
karena diingatkan oleh sodara tua dan sodara muda mas. Saya
pernah sakit, dan kata orang tua, saya lagi diingatkan oleh
kakak atau adik saya. Maksudnya kakak atau adik itu bukan
kakak atau adik kandung mas. Disini ada budaya kalo kakak
itu air ketuban, adik itu ari-ari. Ya semacam sodara dalam

45

kandungan kaya gitu lah mas.. Ya kalo udah budaya gitu ya


percaya ga percaya mas.. biasanya orang bilang koe lagi
diemutna nang kakange kue.. kalo sakit karena kaya gini, ntar
sembuh sendiri mas, jadi ga usah diobati..
Dari pernyataan-pernyataan informan di atas dapat disimpulkan
bahwa informan memiliki keyakinan bahwa penyebab penyakit bukan
hanya datang dari sesuatu yang tampak, tetapi juga dari sesuatu yang
tidak tampak. Hal ini sesuai dengan konsep penyebab sakit yang
diutarakan oleh Mubarak (2009), yang membedakan konsep penyebab
sakit menjadi 2 yaitu naturalistik dan personalistik. Penyebab yang
bersifat naturalistik disebutkan informan sebagai penyakit yang
disebabkan kuman/virus. Konsep personalistik disebutkan informan
sebagai penyakit yang diakibatkan oleh intervensi makhluk halus.
Pernyataan Sp mengenai kakak dan adik merupakan bukti bahwa
faktor budaya juga berperan dalam konsep sehat sakit yang diyakini
seseorang. Sp memiliki konsep tersebut karena adanya pengetahuan
penyebab sakit yang diturunkan dari generasi ke generasi di lingkungan
tempat tinggalnya. Hal ini sesuai dengan Ratna (2010) yang
menyebutkan bahwa pengertian sehat dan sakit sifatnya relatif, karena
sangat dipengaruhi oleh pengetahuan kebudayaan seseorang yang tidak
dapat terlepas dari konteks kehidupan masyarakat.
Ratna (2010) juga menjelaskan beberapa tahap pengobatan
tradisional yang ditinjau dari perkembangan kebudayaan. Dalam hal ini,
bisa disimpulkan bahwa belum semua masyarakat Sampang mencapai
tahap yang terakhir, yaitu tahap rasionalisme lanjut. Tahap rasionalisme

46

lanjut berarti manusia sudah tidak lagi percaya pada sesuatu yang tidak
dapat dinalar secara rasional bersandarkan atas fakta-fakta yang nyata
dan objektif. Hal ini jelas belum terjadi pada semua masyarakat
Sampang.

Dari

pernyataan

informan-informan

di

atas,

mereka

menyebutkan bahwa penyakit yang mereka alami merupakan campur


tangan dari mahluk halus/gaib, yang menurut kebanyakan orang
bukanlah suatu hal yang rasional.
Adanya berbagai macam penyebab penyakit diatas menimbulkan
pertanyaan mengenai penyembuhan dari masing-masing penyakit
tersebut. Menurut beberapa informan, pengobatan dari masing-masing
sebab penyakit diatas berbeda-beda. Penyakit tidak akan sembuh bila
diobati oleh orang yang bukan ahlinya. Seperti pendapat Ma sebagai
berikut :
semua sakit itu bisa disembuhin kalo pengobatannya tepat dan
diobatinya dengan sungguh-sungguh
Menurut Ma, suatu penyakit haruslah ditangani oleh ahlinya.
Misalnya, penyakit karena roh halus tidak akan sembuh bila ditangani
oleh dokter. Sebaliknya, penyakit seperti kanker tidak akan bisa
disembuhkan oleh paranormal.
2.

Perilaku Kesehatan Masyarakat Sampang


Perilaku kesehatan menurut Notoatmojo (2007) adalah suatu
respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

47

makanan, dan minuman, serta lingkungan. Perilaku kesehatan dapat


diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu :
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana
sakit.
b. Perilaku

pencarian

atau

penggunaan

sistem

(health

seeking

behaviour)
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit ataupun mengalami kecelakaan.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku ini menyangkut seseorang merespon lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.
Perilaku kesehatan yang akan dibahas di penelitian ini lebih
menekankan pada perilaku pencarian atau penggunaan sistem (health
seeking behaviour). Dalam hal ini masyarakat Samapng lebih memilih
pengobatan tradisional dibandingkan pengobatan medis.
Pengobatan tradisional/alternatif sudah tidak asing lagi untuk
masyarakat. Pengobatan ini sudah menjadi salah satu pilihan masyarakat
Indonesia untuk mengatasi permasalahan kesehatan mereka, selain
pengobatan medis/modern yang selama ini dicanangkan pemerintah.
Masyarakat bebas memilih pengobatan mana yang mereka yakini akan
membawa kesembuhan pada penyakit yang mereka alami. Mereka bisa

48

memilih berobat ke pengobatan medis, tradisional/alternatif, atau


menggunakan keduanya.
Masyarakat di Kecamatan Sampang sendiri punya pilihan
pengobatan yang berbeda-beda. Memang sebenarnya dengan melihat
data kunjungan pasien di Puskesmas Sampang, bisa disimpulkan bahwa
sebagian besar masyarakat memilih pengobatan medis dengan datang
berobat ke Puskesmas. Namun setelah ditelusuri lebih lanjut, tidak jarang
pula mereka yang memilih pengobatan tradisional/alternatif.
Masyarakat mulai mengetahui berbagai macam pengobatan
tradisional/alternatif melalui media-media informasi, baik media cetak
atau elektronik. Beberapa tahun belakangan memang media-media
informasi seperti majalah, tabloid, radio, dan televisi sering mengangkat
tema tentang pengobatan alternatif. Media-media yang disebutkan tadi
membuat

masyarakat

mengetahui

tentang

adanya

pengobatan

tradisional/alternatif, selain pengobatan medis yang selama ini menjadi


pilihan mereka.
Penyebaran informasi mengenai pengobatan tradisional/aternatif
ini dipercepat dengan tradisi mulut ke mulut yang selama ini sudah
menjadi budaya masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat Kecamatan
Sampang. Sebagaimana dikatakan oleh Mj, sebagai berikut :
saya ya taunya dari teman-teman mas.. waktu saya sakit itu
teman saya ngajak berobat ke sana.. sampai sekarang keterusan
mas..
Demikian pula yang dikatakan Pd, sebagai berikut :

49

ya saya dari tetangga mas.. tetangga saya yang waktu itu


membawa saya kesana waktu anak saya sakit..
Dari hasil wawancara dengan informan, dapat disimpulkan bahwa
keberadaan dan keikurtsertaan masyarakat awalnya hanya faktor cobacoba. Namun setelah mencoba ternyata terasa berpengaruh terhadap
kesehatannya, mereka meneruskan pengobatan ini. Dalam teori Planned
Behaviour, Ajzen menjelaskan adanya (control beliefs). Apabila
seseorang sudah pernah melakukan suatu tindakan dan puas dengan
tindakannya tersebut, dia akan mengulangi tindakan tersebut. Informan
awalnya hanya coba-coba berobat ke pengobatan tradisional, tetapi
merasa keadaannya membaik. Oleh karena itu, apabila sakit, mereka
berobat ke pengobatan tradisional lagi.
Ternyata

masyarakat tidak

hanya mengetahui pengobatan

tradisional/alternatif melalui media dan metode mulut ke mulut. Mereka


juga mendapatkan pengetahuan turun menurun dari orang tua mereka
masing-masing. Pengetahuan ini tidak hanya terbatas mengenai suatu
tempat pengobatan, tetapi juga ketrampilan mengobati dan meramu obat
sendiri. Sebagaimana yang dikatakan Ws, sebagai berikut :
Kalo saya si banyak informasinya mas. Selain temen-temen
ya saya juga udah tau dari bapak saya mas. Bapak saya yang
bilang kalo sakit ini kesana, sakit ini kesitu..Kalo sakit ini
minum ini, kalo sakit itu minum itu..
Ma yang memang biasa berobat ke pengobatan tradisional/alternatif juga
banyak mendapatkan informasi dari orang tuanya. Menurutnya peran

50

orang tuanya sangat besar untuk membuatnya mempercayai pengobatan


tradisional/alternatif selama bertahun-tahun.
"Saya dari kecil memang selalu dibawa berobat ke tradisional
sama Bapak saya mas. Dan menurut saya memang sembuh.
Jadi selama bertahun-tahun saya selalu percaya pada
pengobatan tradisional. Selain biayanya lebih murah"
Dalam pernyataan informan di atas, informan berobat ke
pengobatan tradisional karena adanya pengaruh dari lingkungan sosial,
yaitu teman dan keluarga. Hal ini sesuai dengan teori Planned Behaviour
yang dikemukakan oleh Ajzen. Ajzen menyebutkan adanya keyakinan
normatif (normative beliefs) dalam perilaku manusia. Ajzen menjelaskan
bahwa perilaku manusia juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial,
khususnya orang-orang yang mempunyai pengaruh kuat bagi informan.
Teman dan keluarga, khususnya orang tua terbukti berperan besar dalam
pengambilan keputusan informan
tradisional.

untuk

berobat ke

pengobatan

51

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Konsep sehat digambarkan sebagai suatu keadaan yang sempurna baik
secara fisik, mental, dan sosial, bukan hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan.
Secara umum masyarakat Sampang menggambarkan konsep sehat dan
sakit yang berbeda-beda, namun masih sejalan, baik antar informan,
pemerintah

ataupun

WHO.

Dalam

konteks

sederhana,

mereka

mendefinisikan sehat sebagai tidak adanya gangguan pada jasmani dan


rohani.
2. Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktifitas, yang merupakan
hasil akhir jalinan yang saling mempengaruhi antara berbagai macam
gejala seperti perhatian, pengamatan, pikiran, ingatan, dan fantasi.
Perilaku kesehatan menggambarkan bagaimana seseorang melakukan
suatu tindakan untuk mengatasi keadaan sakit. Secara umum masyarakat
Sampang masih memilih menggunakan pengobatan tradisional. Ada yang
memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan pertama, ada pula yang
menggunakannya sebagai pendukung ataupun alternatif pengobatan medis.

52

B. Saran
1. Dokter dan tenaga medis dari Puskesmas diharapkan lebih sering
memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Penyuluhan dapat dilakukan
melalui acara-acara yang ada di desa seperti arisan, pertemuan bulanan
ataupun melalui Posyandu. Dengan demikian, diharapkan masyarakat akan
lebih mengetahui dan mengenal pengobatan medis.
2. Puskesmas dan dokter diharapkan mampu memberikan layanan yang
menyeluruh agar penyakit yang dialami masyarakat dapat ditangani
dengan cepat dan tepat. Dokter dan tenaga medis diharapkan juga dapat
memberikan konseling, edukasi,

dan informasi yang dibutuhkan

masyarakat sehingga timbul kepuasan dari masyarakat. Kepuasan dari


masyarakat tersebut akan menuntun masyarakat untuk selalu berobat ke
pengobatan medis.

53

DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, I., 2005. Attitudes, Personality and Behavour. 2nd ed. Berkshire UK: Mc
Graw Hill.
Becker, M.H. & Maiman, L.A., 1995. Model-model Perilaku Kesehatan. In F.
Muzaham, ed. Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress). pp.43-92.
Depkes, 2000. Pedoman Upaya Pelayanan Kesehatan Gigi Dan Mulut
Puskesmas, Jakarta
Depkes,

2003.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional, Direktorat Jendral Binkesmas, Departemen Kesehatan,
Jakarta.

Faisal, Sanapiah. 1995. Format-Format Penelitian Sosial : Dasar-Dasar dan


Aplikasi. Rajawali Press : Jakarta
Hadi, S. 2000. Metodologi Research. Edisi 1, jilid 1. Yogyakarta : Andi Offset
Helman, C.G., 1990. Culture, Health and Illness. 2nd ed. Oxford: ButterworthHeinemann.
Herlina, Muria. 2001. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Jenis
Pengobatan Alternatif pada Masyarakat Pengguna Pengobatan
Alternatif di Kota Bengkulu.Tesis. Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat. www.digilib.ui.ac. id. Diakses Oktober 2010
Keumala, J, Ida. 2008. Penegakan hukum Terhadap dugaan tindak pidana
mapraktik medik (online). Diakses bulan Juli 2011
Kopja Aneka Sari, 2004. Materi Rapat Anggota Tahunan Tutup Tahun Buku
2003. Cilacap
Kusumawati, H., 2009. Intensitas Pemanfaatan Pengobatan Modern di Masyarakat
Desa (Studi di Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga). Jurnal
Interaksi, pp.21-34.
Mangoenprasodjo, S. & Hidayati, S.N., 2005. Terapi Alternatif & Gaya Hidup
Sehat. Yogyakarta: Pradipta.
Marimbi, H., 2009. Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.

54

Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Dalam : Metode Penelitian
Kualitatif. Jakarta : UI Press.
Moleong, L.J., 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mubarak, W.I., 2009. Sosiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S., 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Notoatmojo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta,
Jakarta.
Priyono, R.E., 2009. Fenomena Ponari : Antara Sistem Medik dan Hambatan
Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan. Jurnal Interaksi, 7, pp.13-20.
Ratna, W., 2010. Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Rihama.
Sarwono, S., 2007. Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Saryono & Anggraeni, M.D., 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam
Bidang Kesehatan. 1st ed. Yogyakarka: Nuha Medika.
Soejoeti, S.Z., 2008. Konsep Sehat, Sakit, dan Penyakit dalam Konteks Sosial
Budaya.
Sugiyono, 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sutopo, H., 1988. Pengantar Penelitian Kualitatif : Dasar-dasar Teoritis dan
Praktis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
World Health Organization (WHO), 1981.Development of Indicators for
Monitoring Progress Towards Health for All by the Year 2000. Geneva:
WH/O
Zulkifli. 2004. Pengobatan Tradisional Sebagai Pengobatan Alternatif Harus
Dilestarikan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
USU
Digital
Library.
(online)
http://www.google.co.id/pengobatanalternatif/jurnal/usudigitallibery/
Diakses bulan November 2010.

55

Lampiran 1. Persetujuan Informan Pendukung dalam Penelitian

PERSETUJUAN INFORMAN PENDUKUNG DALAM PENELITIAN

Judul Penelitian :
Konsep Sehat, Sakit, dan Perilaku Kesehatan pada Masyarakat Pengguna
Pengobatan Tradisional (Studi di Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap)

Undangan :
Kami ingin meminta kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Silahkan membaca lembar persetujuan ini. Jika ada pertanyaan, tidak perlu merasa
sungkan atau ragu untuk menanyakannya.

Eligibilitas :
Subjek/informan dalam penelitian ini adalah orang yang pernah atau masih
menggunakan pengobatan tradisional yang berdomisili di Kecamatan Sampang,
Kabupaten Cilacap.

Tujuan Penelitian :
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep sehat, sakit, dan perilaku
kesehatan di Kecamatan Samapang, Kabupaten Cilacap.

Keterlibatan Informan :
Dalam partisipasi Anda selama penelitian ini, kami membutuhkan kesediaan Anda
untuk meluangkan waktu. Peneliti akan menemui Anda dengan maksud:
1. Meminta Anda membaca dan menandatangani surat persetujuan partisipasi
dalam penelitian
2. Meminta kesediaan Anda untuk wawancara mendalam yang berkaitan dengan
penelitian
Jika ada sesuatu yang membuat Anda terganggu selama penelitian, Anda bisa
mengundurkan diri.

56

Penjelasan Prosedur :
Pertama, Anda akan mengisi lembar persetujuan dan data responden. Isilah
dengan sebenar-benarnya. Berikan keterangan Anda sebenar-benarnya dalam
wawancara yang dilakukan.

Manfaat dan Risiko :


Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk evaluasi pemerintah,
tenaga kesehatan, dan masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.

Jaminan Kerahasiaan :
Kerahasiaan Anda akan kami jaga. Kami tidak akan menyebutkan nama Anda.
Kami hanya akan memberikan nama samaran/inisial. Semua informasi yang Anda
berikan akan kami jaga kerahasiaannya sehingga identitas Anda tetap kami
lindungi. Semua informasi menjadi rahasia peneliti. Hasil penelitian ini akan di
publikasikan sebagai karya tulis ilmiah.

Hak untuk Berpartisipasi dan Mengundurkan Diri :


Anda dengan sepenuh hati berpartisipasi dalam penelitian ini. Sewaktu-waktu,
Anda bisa menarik diri untuk terlibat dalam penelitian ini. Jika ada pertanyaan,
Anda tidak perlu sungkan atau ragu untuk bertanya. Fotokopi dari surat
persetujuan ini akan menjadi milik Anda untuk disimpan.

Saya memahami semua informasi diatas dan dengan ini menyatakan kesediaan
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Sampang,

Maret 2012

Informan

(.......................................)

57

Lampiran 2. Pedoman Wawancara untuk Masyarakat


PEDOMAN WAWANCARA
KONSEP SEHAT-SAKIT DAN PERILAKU KESEHATAN
PADA MASYARAKAT PENGGUNA PENGOBATAN TRADISIONAL
(Studi di Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap)
Nomor

Waktu Wawancara

I. Identitas Informan (masyarakat)


Nama

Umur

Jenis Kelamin

Status Perkawinan

Agama

Alamat

Pekerjaan

Pendidikan

II. Pedoman wawancara subyek penelitian


A. Konsep sehat-sakit
1. Apakah sehat menurut anda?
2. Bagaimana anda mendeskripsikan sehat?
3. Apakah sakit menurut anda?
4. Bagaimana anda mendeskripsikan sakit?
5. Menurut anda, apa saja yang dapat menyebabkan seseorang sakit? Apa
semuanya bisa disembuhkan? Bagaimana caranya?
B. Perilaku Kesehatan
1. Kalau anda atau keluarga anda sakit, anda berobat kemana?
2. Mengapa anda lebih memilih pengobatan alternatif/tradisional daripada ke
dokter atau Puskesmas?

58

Lampiran 3. Pedoman Wawancara untuk Pengobat Tradisional


PEDOMAN WAWANCARA
KONSEP SEHAT-SAKIT DAN PERILAKU KESEHATAN
PADA MASYARAKAT PENGGUNA PENGOBATAN TRADISIONAL
(Studi di Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap)
Nomor

Waktu Wawancara

I. Identitas Informan (terapis pengobatan alternatif/tradisional)


Nama

Umur

Jenis Kelamin

Status Perkawinan

Agama

Alamat

Pekerjaan

Pendidikan

II. Pedoman wawancara subyek penelitian


A. Konsep sehat-sakit
1. Apakah sehat menurut anda?
2. Bagaimana anda mendeskripsikan sehat?
3. Menurut anda, bagaimana masyarakat Kecamatan Sampang, Kabupaten
Cilacap mendeskripsikan sehat?
4. Apakah sakit menurut anda?
5. Bagaimana anda mendeskripsikan sakit?
6. Menurut anda, bagaimana masyarakat Kecamatan Sampang, Kabupaten
Cilacap mendeskripsikan sakit?
7. Menurut anda, apa saja yang dapat menyebabkan seseorang sakit? Apa
semuanya bisa disembuhkan? Bagaimana caranya?

59

8. Menurut anda, bagaimana masyarakat Kecamatan Sampang, Kabupaten


Cilacap

menjelaskan

penyebab

sakit?

Bagaimana

cara

mereka

menyembuhkan sakit tersebut?

B. Perilaku Kesehatan
1.

Menurut anda, kalau masyarakatsakit, mereka berobat kemana?

2.

Menurut anda, mengapa masyarakattersebut lebih memilih pengobatan


alternatif/tradisional daripada ke dokter atau Puskesmas?

60

Lampiran 4. Pedoman Wawancara untuk Ahli Pengobatan Medis


PEDOMAN WAWANCARA
KONSEP SEHAT-SAKIT DAN PERILAKU KESEHATAN
PADA MASYARAKAT PENGGUNA PENGOBATAN TRADISIONAL
(Studi di Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap)
Nomor

Waktu Wawancara

I. Identitas Informan (ahli pengobatan medis)


Nama

Umur

Jenis Kelamin

Status Perkawinan

Agama

Alamat

Pekerjaan

Pendidikan

II. Pedoman wawancara subyek penelitian


A. Konsep sehat-sakit
1. Apakah sehat menurut anda?
2. Bagaimana anda mendeskripsikan sehat?
3. Menurut anda, bagaimana masyarakat Kecamatan Sampang, Kabupaten
Cilacap mendeskripsikan sehat?
4. Apakah sakit menurut anda?
5. Bagaimana anda mendeskripsikan sakit?
6. Menurut anda, bagaimana masyarakat Kecamatan Sampang, Kabupaten
Cilacap mendeskripsikan sakit?
7. Menurut anda, apa saja yang dapat menyebabkan seseorang sakit? Apa
semuanya bisa disembuhkan? Bagaimana caranya?

61

8. Menurut anda, bagaimana masyarakat Kecamatan Sampang, Kabupaten


Cilacap

menjelaskan

penyebab

sakit?

Bagaimana

cara

mereka

menyembuhkan sakit tersebut?

B. Perilaku Kesehatan
1.

Menurut anda, kalau masyarakat sakit, mereka berobat kemana?

2.

Menurut anda, mengapa masyarakat tersebut lebih memilih pengobatan


alternatif/tradisional daripada ke dokter atau Puskesmas?

You might also like