You are on page 1of 26

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Persalinan Normal Konvensional
a. Definisi
Partus biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila
bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat
pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya
berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2002).
Menurut Winkjosastro (2002), partus dibagi menjadi 4 kala.
Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. kala I
dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala
pengeluaran oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan
janin didorong ke luar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri
plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai
dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Dalam kala-kala itu diamatamati, apakah tidak terjadi perdarahan postpartum. Berikut ini
penjabaran kala-kala persalinan menurut Winkjosastro (2002):
1) Kala I
Kala I dimulai ketika timbul his dan seorang wanita
mengeluarkan lender yang bersemu darah (bloody show). Lendir
yang ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai

12

membuka atau mendatar. Sedangkan darah yang dihasilkan berasal


dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis
servikalis yang pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks
yang membuka. Proses membukanya serviks dibagi menjadi 2 fase,
yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten adalah fase yang
berlangsung selama 8 jam. Pada fase ini pembukaan terjadi sangat
lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Sedangkan fase
aktif dibagi lagi menjadi 3, yaitu fase akselerasi (dalam waktu 2
jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm), fase dilatasi maksimal (dalam
waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm
menjadi 9 cm) dan fase deselerasi (dalam waktu 2 jam pembukaan
dari 9 cm menjadi lengkap).
Mekanisme

membukanya

serviks

berbeda

antara

primigravida dan multigravida. Pada primigravida, ostium uteri


internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan
mendatar dan menipis, setelah itu ostium uteri eksternum baru
membuka. Sedangkan pada multigravida ostium uteri internum dan
eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam
waktu yang sama. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira
13 jam, sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam. Kala I selesai
apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap.

13

2) Kala II
Pada kala ini his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira
2 sampai 3 menit sekali, kepala janin sudah masuk ke dalam ruang
panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Pada
kala ini, seorang wanita merasakan tekanan pada rektum seperti
hendak buang air besar.

Kemudian perineum menonjol dan

menjadi lebar dengan anus yang membuka. Labia mulai membuka


dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada
waktu his. Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala
janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis, dahi, muka
dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his muncul
kembali untuk mengeluarkan badan dan anggota bayi.
3) Kala III
Kala ini disebut juga kala pengeluaran plasenta. Setelah bayi
lahir, uterus akan teraba keras dengan fundus uteri agak di atas
pusat. Setelah beberapa menit, uterus kembali berkontraksi untuk
melepaskan plasenta dari dindingnya. Plasenta akan terlepas dalam
waktu 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta
ini disertai dengan pengeluaran darah.
4) Kala IV
Kala ini adalah kala observasi untuk mengamati ada tidaknya
perdarahan saat postpartum.

14

b. Mekanisme persalinan
Bentuk dan diameter panggul wanita berbeda pada ketinggian
yang berbeda dan bagian presentasi janin menempati jalan lahir dalam
proporsi yang besar supaya dapat dilahirkan, janin harus beradaptasi
dengan jalan lahir selama proses penurunan. Putaran dan penyesuaian
lain yang terjadi pada proses kelahiran manusia disebut mekanisme
persalinan (Bobak, et al, 2005).
Menurut Bobak, et al (2005), tujuh gerakan cardinal presentasi
puncak kepala pada mekanisme persalinan ialah engagement,
penurunan, fleksi, putaran paksi dalam, ekstensi, restitusi, putaran
paksi luar dan akhirnya kelahiran melalui ekspulsi. Meskipun fasefase ini dibahas secara terpisah, tetapi kombinasi gerakan-gerakan ini
terjadi bersamaan. Contohnya, engagement meliputi penurunan dan
fleksi. Berikut ini penjelasan mengenai mekanisme persalinan
menurut Bobak, et al (2005):
1) Engagement
Apabila diameter biparietal kepala melewati pintu atas
panggul, kepala dikatakan telah menancap (engaged) pada pintu
atas panggul. Pada kebanyakan wanita multipara, hal ini terjadi
sebelum persalinan aktif dimulai karena otot-otot abdomen masih
tegang, sehingga bagian presentasi terdorong ke dalam panggul.
Pada wanita multipara yang otot-otot abdomennya lebih kendur

15

kepala seringkali tetap dapat digerakan di atas permukaan panggul


sampai persalinan dimulai.
2) Penurunan
Adalah gerakan bagian presentasi melewati panggul.
Penurunan terjadi akibat tiga kekuatan, yaitu: tekanan dari cairan
amnion, tekanan langsung kontraksi fundus pada janin dan
kontraksi diafragma dan otot-otot abdomen ibu pada tahap kedua
persalinan. Efek ketiga kekuatan itu dimodifikasi oleh ukuran dan
bentuk bidang panggul ibu dan kapasitas kepala janin untuk
bermolase.
Tingkat penurunan diukur menggunakan stasiun presentasi.
Laju penurunan meningkat pada tahap kedua persalinan. Pada
kehamilan

pertama,

penurunan

berlangsung

lambat,

tetapi

kecepatannya sama. Pada kehamilan berikutnya, penurunan dapat


berlangsung cepat. Kemajuan penurunan bagian presentasi dapat
diketahui melalui palpasi abdomen (perasat leopold) dan periksa
dalam sampai bagian presentasi terlihat pada introitus.
3) Fleksi
Segera setelah kepala bayi turun tertahan oleh serviks,
dinding panggul, atau dasar panggul, dalam keadaan normal fleksi
terjadi dan dagu didekatkan kearah dada janin. Dengan fleksi,
sukoksipitobregmatika yang berdiameter lebih kecil (9,5 cm) dapat
masuk ke dalam pintu bawah panggul.

16

4) Putaran paksi dalam


Pintu atas panggul ibu memiliki bidang paling luas pada
diameter transversanya. Dengan demikian, kepala janin melalui
pintu atas dan masuk ke dalam panggul sejati dengan posisi
oksipitotransversa. Akan tetapi, bidang pintu bawah panggul yang
terluas ialah diameter anteroposterior. Supaya dapat keluar, kepala
kepala janin harus berotasi. Putaran paksi dalam dimulai pada
bidang setinggi spina iskiadika, tetapi putaran ini belum selesai
sampai bagian presentasi mencapai panggul bagian bawah. Ketika
oksiput berputar ke arah anterior, wajah berputar kearah posterior.
Setiap kali terjadi kontraksi, kepala janin diarahkan oleh tulang
panggul dan otot-otot dasar panggul. Akhirnya, oksiput berada di
garis tengah di bawah lengkung pubis. Kepala hampir selalu
berputar saat mencapai dasar panggul. Baik muskulus levator ani
maupun tulang panggul penting untuk putaran anterior. Riwayat
cedera persalinan sebelumnya dan anesthesia regional mengganggu
fungsi otot levator.
5) Ekstensi
Saat kepala mencapai perineum, kepala akan defleksi kearah
anterior oleh perineum. Mula-mula oksiput melewati permukaan
bawah simfisis pubis, kemudian kepala muncul akibat ekstensi:
pertama-tama oksiput, kemudian wajah, dan akhirnya dagu.

17

6) Restitusi dan putaran paksi luar


Setelah kepala lahir, bayi berputar hingga mencapai posisi
yang sama dengan saat ia memasuki pintu atas. Gerakan ini dikenal
sebagai restitusi. Putaran 45 derajat membuat kepala janin kembali
sejajar dengan punggung dan bahunya. Dengan demikian, kepala
dapat terlihat berputar lebih lanjut. Putaran paksi luar terjadi saat
bahu engaged dan turun dengan gerakan yang mirip dengan
gerakan kepala. Seperti telah diketahui, bahu anterior turun terlebih
dahulu. Ketika ia mencapai pintu bawah, bahu berputar ke garis
tengah dan dilahirkan di bawah lengkung pubis. Bahu posterior
diarahkan kearah perineum sampai ia bebas dari introitus vagina.
7) Ekspulsi
Setelah bahu keluar, kepala dan bahu diangkat ke atas tulang
pubis ibu dan badan bayi dikeluarkan dengan gerakan fleksi lateral
kearah simfisis pubis. Ketika seluruh bayi keluar, persalinan bayi
selesai. Ini merupakan akhir tahap kedua persalinan dan waktu saat
tubuh bayi keluar seutuhnya, dicatat dalam catatan.
c. Syarat melahirkan normal konvensional
Menurut Sartika (2011), ada 4 hal yang perlu diperhatikan
apabila ibu menginginkan persalinannya berlangsung secara normal
konvensional, adalah:

18

1) Faktor bayi dalam kandungan


Selama bulan-bulan kehamilan, ibu disarankan melakukan
kontrol secara rutin untuk memantau kondisi kesehatan janin.
2) Faktor ibu
Berkaitan dengan ukuran panggul, dan ibu harus dinyatakan
sehat secara fisik.
3) Faktor kontraksi menjelang persalinan
Apakah ada kontraksi simultan ataukah hilang-timbul,
bahkan tidak ada kontraksi sama sekali yang mengharuskan si ibu
diinduksi dengan pemberian hormon oksitosin melalui infus atau
prostaglandin melalui vagina.
4) Faktor psikis ibu
Dukungan dari suami ataupun kerabat keluarga lain, sangat
diperlukan demi kelancaran persalinan, selain tenaga medis yang
menangani.
d. Kelebihan dan kelemahan persalinan normal konvensional
1) Kelebihan
Pada persalinan normal tidak banyak komplikasi bayi yang
dijumpai karena komponen persalinan yaitu jalan lahir, janin,
plasenta, kekuatan his dan mengejan dapat bekerja sama dengan
baik sehingga persalinan berlangsung dengan tatanan waktu yang
tepat. Proses pemulihan setelah persalinan lebih cepat, masalah
berkemih dan buang air besar tidak mengalami hambatan apapun.

19

Defekasi, akan menjadi biasa setelah sehari, kecuali ibu takut pada
luka episiotomi. Bayi yang lahir secara normal memiliki daya
tahan terhadap alergi yang lebih tinggi dan risiko asma rendah.
Secara biologi, persalinan ini memicu kelenjar susu memproduksi
kolostrum untuk dihasilkannya air susu (Chandranita, 2000).
2) Kelemahan
a) Mollamahmutoglu,

et

al

(2011),

dalam

penelitiannya

menunjukan hasil bahwa pada persalinan normal konvensional


kejadian episiotomi banyak terjadi pada ibu yang melahirkan,
sehingga ada kemungkinan ibu mengalami kesulitan duduk
dan berdiri selama seminggu.
b) Ibu sering mengalami luka laserasi perineum (Chaichian, et al,
2009).
c) Ibu mengalami rasa nyeri yang berlebih saat persalinan bahkan
dapat menyisakan trauma nyeri persalinan (Chaichian, et al,
2009).
2. Water Birth
a. Definisi
Water birth adalah salah satu metode alternatif persalinan
pervaginam, dimana ibu hamil aterm (normal) tanpa komplikasi
bersalin dengan cara berendam dalam air hangat (yang dilakukan pada
bathtub atau kolam) dengan tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi
(Aprilia, 2002). Menurut Akhlaghi, et al (2005), water birth adalah

20

metode persalinan yang sederhana. Beberapa penelitian telah menunjukan manfaat dan juga beberapa efek yang menguntungkan. Efek
yang menguntungkan pada water birth adalah ibu melahirkan
mengalami relaksasi, kontraksi kurang menyakitkan, lama persalinan
lebih pendek, tidak memerlukan analgesik farmakologi dan sedikit
kejadian episiotomi.
Menurut Chapman (2007), asuhan persalinan pada water birth
ada 3 kala, yaitu :
1) Kala pertama persalinan
Kala pertama persalinan yang dilakukan diantaranya,
memeriksa air pada kolam setiap 1 jam, mengukur temperatur air
pada kolam dan mencatat pada pattogram maupun catatan ibu, suhu
diantara 35o C dan 37o C. Pada kala ini ibu dianjurkan untuk minum
air lebih banyak dengan tujuan menghindari dehidrasi karena
dieresis meningkat sebagai akibat berada di air.
2) Kala kedua persalinan
Kala ini, seorang tenaga kesehatan memantau kesehatan ibu
dan janin seperti pada persalinan normal. Beberapa hal yang
dilakukan pada kala ini diantaranya, mengatur temperatur air pada
suhu 37o C, memasukan cermin kecil untuk melihat kemajuan
selama kala kedua persalinan, melakukan pendekatan lepas
tangan untuk melahirkan (diperkirakan bahwa menyentuh kepala

21

bayi di air dapat merangsang bayi untuk mencoba bernapas), lalu


membiarkan kepala lahir.
Pemeriksaan tali pusat tidak dilakukan pada kala ini.
Pemeriksaan tali

pusat

dilakukan ketika terjadi

kontraksi

berikutnya. Ibu biasanya akan melahirkan bayinya sendiri, namun


apabila

tidak

terjadi,

seorang

tenaga

kesehatan

mencoba

melepaskan bahu bayi dan membawa bayi ke permukaan. Apabila


ibu dalam posisi all-fours, tenaga kesehatan dapat membantu
melewatkan bayi melalui tungkai ibu, di bawah air dan
membawanya dengan lembut ke permukaan di depan ibu, untuk
mengihindari terjeratnya tali pusat. Setelah diangkat ke udara,
tenaga kesehatan memastikan bahwa tali pusat masih terhubung
dan berdenyut. Keadaan ini dapat berlangsung sampai beberapa
waktu. Meskipun bukan merupakan praktik yang baku, namun
pemeriksaan tali pusat secara rutin sangat dianjurkan untuk
meyakinkan bahwa tali pusat masih utuh, karena tali pusat yang
robek bisa menjadi kegawatan yang mengancam jiwa untuk bayi,
apabila tidak diketahui.
Setelah bayi lahir, tenaga kesehatan segera menginspeksi
warna kulit bayi dan memeriksa denyut jantung dengan meletakan
jari ke dada bayi. Untuk merangsang bayi agar menangis bisa
dilakukan dengan cara menggosok bayi menggunakan handuk dan
memindahakan bayi dengan segera ke udara dingin.

22

3) Kala ketiga persalinan


Pada kala ini, tanpa menunggu perintah dari tenaga
kesehatan, biasanya ibu melahirkan sudah meminta keluar dari bak
setelah mengenali bayinya. Manajemen aktif kala tiga dimulai saat
ibu sudah tidak berada di kolam. Ibu akan mengeluarkan
plasentanya ketika sudah kembali ke atas tempat tidur.
b. Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan water birth adalah sama seperti pada
persalinan normal biasa, yang membedakan adalah metode ini
menggunakan media air sebagai tempat persalinan. Penggunaan media
air dalam proses persalinan membutuhkan persiapan yang lebih
banyak daripada persalinan normal biasa yaitu dengan mempersiapkan
kolam sebagai tempat ibu untuk bersalin beserta peralatan lainnya.
Menurut Garland (2002), persiapan yang dilakukan pada water
birth diantaranya :
1) Temperatur air
Bak

harus

diisi

dengan

kedalaman

yang

cukup

memungkinkan uterus ibu tertutup semuanya. Temperatur air


harus antara 35o C dan 37o C untuk kala pertama dan 37o C untuk
kala kedua dan kelahiran. Suhu permukaan biasanya lebih dingin
dari air di kedalaman maka letakan termometer lebih dalam agar
dapat mengatur dan mempertahankan temperatur.

23

2) Pembersihan
Kebijaksanaan pengontrolan infeksi lokal harus memenuhi
kelahiran di air. Setelah dipakai, bak harus dibilas dari debris dan
dicuci dengan bahan yang mengeluarkan klorin yang efektif
terhadap HIV, hepatitis B, dan Hepatitis C.
3) Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah :
a) Kolam air berupa bak berdiameter 2 meter, terbuat dari plastik
dengan benjolan-benjolan pada alasnya agar posisi ibu tidak
merosot.
b) Termometer untuk memeriksa temperatur air.
c) Pompa pengatur, agar air tetap bersirkulasi.
d) Water heater untuk menjaga air tetap hangat.
e) Sonicaid tahan air untuk memantau jantung janin.
f) Sarung tangan untuk bidan.
g) Cermin kecil yang mudah dibawa untuk melihat kemajuan
selama kala kedua persalinan.
h) Stool rendah atau jejakan kaki untuk membantu ibu masuk dan
keluar dengan mudah.
i)

Entonoks portable atau pipa entonoks panjang untuk


digunakan ibu dengan bebas di bak.

24

Tahapan proses persalinan dalam air (water birth) menurut


Aprillia (2002):
1) Sterilisasi kolam
Kolam yang akan digunakan dalam proses persalinan water
birth

harus

disterilisasi

lebih

dulu

dengan

menggunakan

desinfektan. Tujuan dari proses sterilisasi kolam mini adalah


supaya kolam menjadi bebas kuman.
2) Pengisian air kolam
Kolam yang sudah disterilisasi dan dianggap bersih kemudian
diisi dengan air. Air tersebut harus disesuaikan dengan suhu tubuh
ibu yang akan melahirkan, yaitu sekitar 35-37o C. Pengaturan suhu
air penting karena untuk mencegah temperature shock saat bayi
keluar dari rahim. Sterilisasi air juga harus diperhatikan agar tidak
menyebabkan infeksi pada ibu maupun bayi yang dilahirkan.
3) Ibu masuk ke dalam kolam
Ibu yang akan melahirkan dengan metode water birth
diperbolehkan masuk ke dalam kolam setelah jalan lahir membuka
5-6 sentimeter. Tujuannya adalah untuk menghindari agar ibu tidak
terlalu lama berada dalam air. Seorang ibu juga dapat didampingi
oleh suaminya supaya perasaan ibu menjadi lebih tenang dalam
menghadapi proses persalinan.

25

4) Kelahiran bayi
Pembukaan jalan lahir biasanya sudah lengkap setelah kurang
lebih 1-1,5 jam berendam dalam air, sehingga bayi siap lahir.
Proses kelahiran bayi ini lebih mudah karena air mempunyai sifat
mendorong. Setelah bayi lahir, ia tidak akan tenggelam karena pada
saat dalam rahim pun bayi hidup dalam air ketuban selama 9 bulan.
5) Pengangkatan bayi
Setelah bayi keluar, bayi diangkat dan langsung diberikan
pada ibunya untuk mendapat pelukan hangat serta ciuman pertama
dari ibunya. Kemudian setelah itu pusar bayi dipotong dan
dibersihkan, dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatannya.
c. Syarat water birth
Tidak semua ibu dapat melakukan persalinan dalam air,
walaupun persalinan ini dikategorikan sebagai persalinan normal. Ibu
yang melahirkan dengan menggunakan metode ini harus benar-benar
dalam keadaan sehat. Menurut Garland (2002), penggunaan media air
sebagai tempat bersalin dilakukan pada ibu dengan syarat tertentu,
yaitu:
1) Ibu hamil risiko rendah
2) Ibu hamil tidak mengalami infeksi vagina, saluran kencing dan
kulit.
3) Tanda vital ibu dalam batas normal.
4) Kehamilan tunggal, presentasi kepala.

26

5) Air hangat digunakan untuk relaksasi dan penanganan nyeri setelah


dilatasi serviks mencapai 4-5 cm.
6) Pasien menyetujui instruksi penolong, termasuk keluar dari kolam
tempat berendam jika diperlukan.
7) Persalinan secara water birth merupakan pilihan ibu.
8) Tidak ada komplikasi kehamilan seperti pre-eklampsi dan gula
darah yang tidak terkontrol.
9) Denyut jantung normal.
d. Kelebihan dan kelemahan water birth
1) Kelebihan
Water birth adalah metode persalinan yang sederhana. Efek
yang menguntungkan pada water birth adalah ibu melahirkan
mengalami

relaksasi,

kontraksi

kurang

menyakitkan,

lama

persalinan lebih pendek, tidak memerlukan analgesik farmakologi


dan sedikit kejadian episiotomi (Akhlaghi, et al, 2005). Water birth
adalah bentuk manajemen rasa sakit yang efektif selama persalinan.
Air hangat dapat mengurangi pelepasan hormon stres, sehingga
membuat ibu mengeluarkan hormon endorfin yang berfungsi
sebagai penghambat rasa sakit. Air juga dapat menyebabkan
perineum menjadi lebih elastis dan santai, sehingga akan
mengurangi kejadian sobekan pada vagina saat melahirkan. Ibu
akan merasa lebih rileks karena semua otot yang berkaitan dengan
proses persalinan menjadi elastis (Harper, 2000).

27

Water birth juga bermanfaat untuk bayi. Pada water birth


peredaran darah bayi akan lebih baik, sehingga tubuh bayi akan
cepat memerah setelah dilahirkan. Munculnya masalah seperti suhu
bayi yang buruk, infeksi bayi dan masalah pernapasan pada bayi
tidak ditemukan pada metode water birth. Suhu air tidak melebihi
suhu tubuh ibu, janin hipertermi terkait gangguan kardiovaskular
dan metabolik tidak terjadi. Tidak ditemukan kasus bayi
mengambil nafas pertama dalam air. Aspirasi terjadi hanya bila
refleks menyelam gagal, asfiksia berat atau karena suhu kolam
renang yang tidak sesuai. Selain itu tidak ditemukan adanya kasus
bayi meninggal (Mollamahmutoglu, et al, 2011).
2) Kelemahan
Kelemahan water birth pada ibu yaitu sulitnya menilai
jumlah perdarahan yang keluar saat post partum karena tercampur
dengan air (Aprilia, 2002).
3. Apgar Score
a. Definisi
Keadaan umum bayi dinilai satu menit setelah lahir dengan
menggunakan nilai apgar score. Penilaian ini perlu untuk mengetahui
apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Yang dinilai ialah frekuensi
jantung (heart rate), usaha napas (respiratory effort), tonus otot
(muscle tone), warna kulit (colour) dan reaksi terhadap rangsangan

28

(response to stimuli) yaitu dengan memasukan kateter ke lubang


hidung setelah jalan napas dibersihkan (Wiknjosastro, 2002).
Setiap penilaian diberi angka 0, 1 dan 2. Dari hasil penilaian
tersebut dapat diketahui apakah bayi normal (vigorous baby = nilai
apgar score 7-10), asfiksia sedang-ringan (nilai apgar score 4-6) atau
bayi menderita asfiksia berat (nilai apgar score 0-3). Bila nilai apgar
score dalam 2 menit tidak mencapai nilai 7, maka harus dilakukan
tindakan resusitasi lebih lanjut oleh karena bayi menderita asfiksia
lebih dari 5 menit, kemungkinan terjadinya gejala-gejala neurologik
lanjutan dikemudian hari lebih besar. Berhubung dengan itu, penilaian
menurut apgar score dilakukan pada umur 1 menit juga pada umur 5
menit (Wiknjosastro, 2002).
Apgar score 1 menit digunakan untuk mengidentifikasi perlu
tidaknya resusitasi segera. Sebagian besar bayi saat lahir berada dalam
kondisi sempurna, seperti ditunjukan oleh apgar score 7 hingga 10,
dan tidak diperlukan bantuan kecuali pengisapan nasofaring. Bayi
dengan skor 4 sampai 6 pada menit 1 memperlihatkan depresi
pernapasan, flaksiditas, dan warna pucat hingga biru. Namun, denyut
jantung dan iritabilitas reflek baik. Bayi dengan skor 0 sampai 3
biasanya memperlihatkan denyut jantung yang lambat dan lemah serta
depresi atau tidak adanya respon reflek. Bayi ini sering mudah
diidentifikasi dan resusitasi, termasuk ventilasi buatan, harus segera

29

dimulai. Apgar score 5 menit merupakan indeks yang bermanfaat


untuk menilai efektifitas upaya resusitasi (Cunningham, et al, 2005).
Nilai apgar score sama sekali tidak menentukan gambaran atau
kondisi masa depan bayi. Jadi, baik buruknya nilai apgar tidak
menjamin kualitas hidup dan perkembangan bayi kelak. Nilai apgar
pun tidak bisa menjadi indikasi bayi memiliki kelainan jantung
bawaan atau IQ rendah karena untuk itu dibutuhkan pemeriksaan lebih
intensif. Lebih tepatnya, bayi dengan nilai apgar tinggi memiliki
risiko kematian sesaat setelah persalinan lebih rendah dibanding
bernilai apgar rendah (Williams, 2005).
Tabel 2.1 Penilaian apgar score
Subjek
penilaian
Appearance
(warna kulit)

Pucat

Badan
merah,ekstremitas biru
Kurang dari
100

Seluruh tubuh
kemerahmerahan
Lebih dari 100

Pulsa rate
(frekuensi
nadi)
Grimace
(reaksi
rangsangan)

Tidak
ada

Activity
(tonus otot)

Tidak
ada

Tidak
ada

Respiratorion Tidak
(pernapasan) ada

Nilai Apgar
(NA)

Sedikit
Batuk/bersin
gerakan
mimik
(grimace)
Ekstremitas
Gerakan aktif
dalam sedikit
fleksi
Lemah/tidak Baik/menangis
teratur
Jumlah

Keterangan:
NA 1 menit lebih/sama dengan 7 tidak perlu resusitasi
NA 1 menit 4-6 bag and mask ventilation
NA 1 menit 0-3 lakukan intubasi
(Sumber: Wiknjosastro, 2002)

30

b.

Faktor yang mempengaruhi nilai apgar score


Faktor yang mempengaruhi apgar score diantaranya adalah
kondisi bayi. Kondisi bayi dapat menghasilkan nilai retrospektif, yang
dipengaruhi oleh kejadian berikutnya. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi

penilaian,

misalnya

pengkajian

warna

dapat

dipengaruhi oleh pencahayaan, pigmentasi kulit, jumlah hemoglobin


dan tingkat perfusi perifer. Pigmentasi kulit pada bayi non-kulit putih
biasanya akan mulai hari kelima kehidupan, tetapi bila kulit
menghitam akibat pigmentasi, warna kulit dapat dikaji melalui
observasi lapisan mukosa telapak tangan dan kaki, dan harus berwarna
merah muda. Bayi praterm cenderung memiliki apgar score yang
lebih rendah daripada bayi cukup bulan karena imaturitas neurologis
mempengaruhi tonus otot, memperlambat reflek dan warna merah
kebiruan pada kulit (Behrman, 2000).
Menurut Danuatmadja (2003), nilai apgar rendah dikarenakan
dua hal, pertama karena janin memiliki kelainan tubuh akibat
gangguan selama kehamilan, seperti prematur, bayi dengan berat lahir
rendah, atau bayi dari ibu yang memiliki kelainan seperti diabetes,
gangguan jantung, atau hipertensi. Penyebab kedua adalah proses
persalinan yang susah atau penggunaan obat-obatan penahan sakit
selama persalinan.

31

c. Pengkajian dan prosedur penilaian apgar score menurut Johnson


(2005)
1) Pengkajian nilai apgar score :
a) Melakukan observasi tampilan bayi. Misalnya, apakah seluruh
tubuh bayi berwarna merah muda (2), apakah tubuhnya merah
muda tetapi ekstremitasnya biru (1), atau seluruh tubuh bayi
pucat atau biru (0).
b) Menghitung frekuensi jantung dengan mempalpasi umbilical
atau meraba bagian atas dada bayi di bagian apeks dua jari,
kemudian menghitung denyutan selama 6 detik, lalu
mengkalikan 10. Setelah itu menentukan apakah frekuensi
jantung lebih dari 100 (10 denyut atau lebih pada periode 6
detik kedua) (2), kurang dari 100 (kurang dari 10 denyut dalam
6 detik) (1) atau tidak ada denyut (0). Bayi yang berwarna
merah muda, aktif, dan bernafas cenderung memiliki frekuensi
jantung lebih dari 100.
c) Melakukan pemeriksaan respon stimuli pada bayi. Respon ini
dapat berupa respon terhadap rasa haus atau sentuhan, atau
pada bayi yang sedang diresusitasi, dapat berupa respons
terhadap penggunaan kateter oksigen atau pengisapan. Setelah
itu dilanjutkan dengan menententukan apakah bayi menangis
sebagai respons terhadap stimulus (2), apakah bayi mencoba

32

menangis, tetapi hanya dapat merintih (1) atau tidak ada


respon sama sekali (0).
d) Melakukan observasi tonus otot bayi dengan mengobservasi
jumlah aktivitas dan tingkat fleksi ekstremitas. Misalnya,
apakah ada gerakan aktif yang menggunakan fleksi ekstremitas
yang baik (2), apakah ada fleksi ekstremitas (1) atau apakah
bayi lemas (0).
e) Melakukan observasi upaya bernapas. Misalnya, apakah upaya
bernapas baik dan kuat (biasanya dilihat dari tangisan bayi (2),
apakah pernapasan bayi lambat dan tidak teratur (1) atau tidak
ada pernapasan sama sekali (0).
2) Langkah prosedur penilaian apgar score:
Langkah-langkah yang dilakukan pada penilaian apgar
score adalah:
a) Memastikan

bahwa pencahayaan baik sehingga visualisasi

warna dapat dilakukan dengan baik.


b) Melakukan pencatatan waktu kelahiran. Setelah satu menit,
tenaga kesehatan melakukan pengkajian pertama dengan
mengkaji kelima variabel dengan cepat dan simultan kemudian
menjumlahkan hasil yang diperoleh pada penilaian pertama.
c) Tenaga kesehatan melakukan tindakan dengan cepat dan tepat
sesuai dengan hasilnya. Misalnya, bayi dengan nilai 0-3

33

memerlukan tindakan resusitasi segera (harus sudah dimulai


bila bayi tampak buruk kondisinya pada saat lahir).
d) Melakukan penilaian berikutnya pada menit ke-5, kemudian
mendokumentasikan hasil yang diperoleh dan melakukan
tindakan yang sesuai dengan keadaan bayi.

34

B. Kerangka teori
Kerangka teori merupakan landasan berfikir untuk menggambarkan dari
sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. Berdasarkan tinjauan
pustaka menurut Aprillia (2002), Bobak, et al (2005), Garland (2002), Sartika
(2011) dan Wiknjosastro (2002), dirumuskan kerangka teori penelitian
berjudul perbandingan nilai apgar score bayi baru lahir dengan metode
persalinan normal konvensional dan metode water birth sebagai berikut:
Water Birth
Syarat persalinan :
1. Ibu hamil risiko rendah.
2. Tidak

mengalami

infeksi
Apgar score

vagina, saluran kencing dan

Yang dinilai :

kulit.

1. Warna kulit

3. Kehamilan tunggal, presentasi

2. Frekuensi

kepala.
Metode
Persalinan

4. Tidak mengalami komplikasi


kehamilan

nadi
Mekanisme
Persalinan

Persalinan normal konvensional


Syarat Persalinan :
1. Faktor bayi dalam kandungan
2. Faktor ibu
3. Faktor kontraksi menjelang
persalinan
4. Faktor psikis
Gambar 2.1. Kerangka teori

3. Reaksi
rangsangan
4. Tonus otot
5. Pernapasan

35

C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan fokus penelitian yang akan diteliti,
kerangka konsep ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan
variabel terikat (dependent variable). Adapun kerangka konsep dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Independent variable

Dependent variable

Persalinan normal
konvensional

Menit 1
Apgar score

Water Birth

Menit 5

Confounding variable
1.
2.
3.
4.

Pencahayaan
Pigmentasi kulit
Jumlah hemoglobin
Tingkat perfusi
perifer

Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian


Ket :

diteliti
tidak diteliti

36

D. Hipotesis Penelitian
Saryono (2011) mengartikan hipotesis adalah prediksi dari hasil
penelitian. Hipotesis merupakan hubungan yang diharapkan antar variabel
yang dipelajari. Ada dua hipotesis yaitu hipotesis statistik atau disebut juga
hipotesis nol (Ho) dan hipotesis kerja (Ha) disebut juga dengan hipotesis
alternatif. Menurut Notoatmodjo (2005), hipotesis penelitian adalah jawaban
sementara penelitian atau dalil sementara yang sebenarnya akan dibuktikan
dalam penelitian. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Ha : Ada perbedaan nilai apgar score bayi baru lahir pada menit ke-1 dan
menit ke-5 dengan metode persalinan normal konvensional dan metode
water birth.

You might also like