You are on page 1of 82

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

Nomor : 02823/A/SK/XI/90
TENTANG
KRITERIA TERPERINCI, KELENGKAPAN PERMOHON
DAN
TATA LAKSANA P ENDAFTARAN OBAT JADI
MENTERI KESEHATAN
Menimbang

bahwa sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri


Kesehatan No. 242/Men.Kes/SK/V/,1990 tanggal 28
Mei 1990 tentang Wajib Daftar Obat Jadi, perlu
ditetapkan Kriteria Terperinci, Kelengkapan
Permohonan dan Tata Laksana Pendaftaran Obat
Jadi.

Mengingat

1. Undang-undang No. 9 Tahun 1960 tentang


Pokok-pokok kesehatan (Lembaran Negara No.
131 Tahun 1960);
2. Undang-undang No. 7 Tahun 1963 tentang
Farmasi (Lembaran Negara No. 81 Tahun 1963);
3. Ordonansi Obat Berbahaya Stbl. 1949 No. 377);
4. Ordonansi Obat Keras (Stbl 1937 No. 541);
5. Undang-undang No. 9 Tahun 1976 tentang
Narkotika;
6. Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
242/Men.Kes/SK/V/1990 tanggal 28 Mei 1990
tentang Wajib Daftar Obat Jadi.

Mencabut

Keputusan Menteri Kesehatan No. 3433/A/SK/80


tanggal 11 Nopember 1980 tentang Kriteria
Terperinci, Kelengkapan Permohonan dan Tata
Laksana Pendaftaran Obat Jadi.

MEMUTUSKAN;
Menetapkan
Pertama

:
: KRITERIA
TERPERINCI,
KELENGKAPAN
PERMOHONAN
DAN
TATA
LAKSANA
PENDAFTARAN OBAT JADI SEBAGAIMANA
TERLAMPIR.

Kedua

: Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal


ditetapkan.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 20 Nopember 1990
a.n. Menteri Kesehatan RI
Direktur Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan

( DRS. SLAMET SOESILO )


NIP: 140051341

DAFTAR LAMPIRAN ISI SURAT KEPUTUSAN


MENTERI KESEHATAN
NO. : 02823/A/SK//XI/90
TENTANG
KRITERIA TERPERINCI KELENGKAPAN PERMOHONAN
DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT JADI
BAB I BATASAN................................................................... 1
BAB II. OBAT JADI YANG DIDAFTARKAN....................... 2
BAB III. KETENTUAN PENDAFTARAN ............................... 3
BAB IV FORMULIR PERMOHONAN PENDAFTARAN ..... 7
1.Keterangan Formulir Permohonan Pendaftaran........... 7
2.Contoh Formulir Permohonan Pendaftaran Obat Jadi 9
BAB V KATEGORI OBAT JADI DAN KELENGKAPAN
PERMOHONAN PENDAFTARAN UNTUK MASINGMASING KATEGORI .............................................................. 29
1.Kategori Obat Jadi ...................................................... 29
2.Kelengkapan Permohonan Pendaftaran untuk masingmasing kategori ........................................................ 30
BAB VI. PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR DAN
KELENGKAPAN PENDAFTARAN ........................................ 35
1. Petunjuk Umum .............................................................. 35
2. Formulir A ...................................................................... 49
3. Formulir B....................................................................... 51
4. Formulir C1..................................................................... 58
5. Formulir C2..................................................................... 66
6. Formulir C3..................................................................... 76
7. Formulir C4..................................................................... 78
8. Formulir C5..................................................................... 80
9. Formulir D1 .................................................................... 80
10. Formulir D2 .................................................................... 81
11. Formulir D3 .................................................................... 81
12. Formulir D4 .................................................................... 82
13. Formulir D5 .................................................................... 82
14. Formulir E ...................................................................... 82

BAB I
BATASAN
Batasan beberapa istilah yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
1. Formulir adalah formulir pendaftaran obat jadi.
2. Formula adalah susunan beserta kadar zat berkhasiat dan zat
tambahan dalam obat jadi.
3. Kekuatan sediaan adalah kadar zat, berkhasiat dalam obat jadi.
4. Komposisi adalah susunan kualitatif dan kuantitatif zat
berkhasiat dalam obat jadi.
5. Obat jadi inovasi baru adalah obat jadi yang berisi zat
berkhasiat inovasi baru yang sebelumnya belum pernah
terdaftar di Departemen Kesehatan RI.
6. Obat kuasi adalah sediaan yang mengandung obat yang
kerjanya ringan dan biasa dipergunakan masyarakat untuk
mengatasi keluhan ringan dengan cara penggunaan yang
sederhana misalnya minyak angin.
7. Obat jadi "me too" adalah obat jadi dengan zat berkhasiat
sama dengan obat jadi inovasi.
8. Pendaftar adalah industri farmasi atau pedagang besar farmasi
yang telah mendapat izin usaha dari Menteri Kesehatan.
9. Persetujuan dengan persyaratan adalah persetujuan dengan
persyaratan tertentu yang harus dipenuhi pendaftar seperti
misalnya kewajiban melaporkan hasil monitoring mengenai
efek samping.
10. Satuan kemasan adalah kemasan terkecil dengan penandaan
yang lengkap sesuai peraturan tentang pembungkusan dan
penandaan yang berlaku.
11. Takaran pemberian adalah takaran untuk tiap kali pemberian.
12. Uji klinis adalah pengujian dan pengamatan terhadap
pemakaian suatu obat yang dilakukan pada manusia.
13. Uji preklinis adalah pengujian dan pengamatan suatu obat
yang dilakukan sebelum digunakan atau dicoba pada manusia.
14. Zat berkhasiat adalah komponen dari obat jadi yang
mempunyai efek farmakologis.
15. Zat berkhasiat baru adalah zat berkhasiat yang belum pernah
dinilai dalam rangka pendaftaran.
16. Zat berkhasiat lama adalah zat berkhasiat yang telah dinilai
dalam angka pendaftaran dan telah disetujui untuk beredar.
17. Zat tambahan adalah komponen obat jadi yang dimaksudkan
sebagai zat pengisi, pelarut, pelapis, pembantu, propelan dan
zat yang dimaksudkan untuk mempertinggi Kegunaan,

kemantapan, keawetan atau sebagai zat warna dan tidak


mempunyai efek farmakologis.
18. Zat tambahan baru adalah zat tambahan yang belum dikenal
atau dipergunakan di Indonesia.
19. Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk
peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta
pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras, psikotropika dan narkotika.
BAB II
OBAT JADI YANG DIDAFTARKAN
1. OBATJADI YANG DAPAT DIDAFTARKAN UNTUK
DIEDARKAN:
1.1.
Obat jadi hasil produksi industri farmasi dalam negeri
yang telah memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
1.2.
Obat psikotropika baru yang terbukti lebih unggul dari
obat psikotropika yang telah disetujui beredar.
1.3.
Obat jadi impor yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1.3.1. Diproduksi oleh industri farmasi di luar negeri
yang sudah memenuhi persyaratan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang diakui
Departemen Kesehatan RI.
1.3.2. Untuk dapat mengetahui pakai industri farmasi
dimaksud dalam butir 1.3.1. telah memenuhi
persyaratan CPOB, harus dilakukan pemeriksaan
setempat oleh petugas Departemen Kesehatan Rl
atau oleh pejabat berwenang dari Negara yang
bersangkutan yang telah mempunyai kerjasama
bilateral
dengan
Indonesia
menyangkut
persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB).
1.4.
Obat jadi untuk hewan.
1.4.1. Obat jadi untuk hewan wajib didaftarkan sebelum
diedarkan.
1.4.2. Penandaan obat jadi untuk hewan harus jelas
dibedakan dengan obat jadi untuk manusia.
1.4.3. Obat jadi untuk hewan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada hewan potong tidak boleh

meninggalkan sisa pada tubuh atau bagian tubuh


pada saat hewan dipotong yang dapat
membahayakan
kesehatan
manusia
atau
lingkungan.
2. OBAT JADI YANG DIDAFTARKAN UNTUK UJI KLINIK
2.1.
Obat jadi baru atau obat jadi dengan indikasi baru yang
telah disetujui beredar di Negara lain dan perlu dilakukan
uji klinis di Indonesia untuk menyesuaikan dengan
kondisi setempat.
2.2.
Obat jadi baru atau obat jadi dengan indikasi baru yang
belum disetujui beredar di Negara lain tetapi oleh Menteri
dianggap sangat dibutuhkan.
2.3.
Obat jadi yang dimaksud dalam butir 2 .1. dan 2.2. harus
dapat dibuktikan bahwa obat jadi tersebut berkhasiat dan
aman penggunaannya pada manusia subyek, dan
memenuhi ketentuan dalam Pasal 4 Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor : 242/Men.Kes/SK/V/1990 tanggal 28
Mei 1990 tentang Wajib Daftar Obat Jadi.
BAB III
KETENTUAN PENDAFTARAN
1. PERMOHONAN PENDAFTARAN
1.1.
Untuk obat jadi produksi dalam negeri permohonan
pendaftaran harus diajukan oleh industri farmasi yang
memproduksinya dan telah memenuhi persyaratan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan
Menteri Kesehatan.
1.2.
Untuk obat jadi impor, permohonan pendaftaran harus
diajukan oleh industri farmasi atau pedagang besar
farmasi yang ditunjuk produsennya di luar negeri dimana
produsen tersebut telah memenuhi persyaratan Cara
Produksi Obat Yang Baik (CPOB) yang diakui di
Indonesia.
2. KELENGKAPAN PERMOHONAN
2.1.
Kelengkapan permohonan pendaftaran meliputi;
2.1.1. Formulir permohonan pendaftaran yang telah diisi
lengkap.
2.1.2. Dokumen-dokumen yang harus dilampirkan.

2.2.

2.3.
2.4.

2.1.3. Contoh obat jadi untuk diserahkan dalam jumlah


yang cukup untuk tiga kali pengujian.
Kelengkapan permohonan pendaftaran dimaksud dalam
butir 2.1. disesuaikan dengan kategori obat jadi yang
didaftarkan, seperti tercantum dalam Bab V.
Pengisian formulir dan kelengkapan pendaftaran sesuai
petunjuk dalam Bab VI.
Formulir dan dokumen harus diserahkan dalam rangkap 2
(dua).

3. PENGAJUAN PERMOHONAN
3.1.
Permohonan pendaftaran diajukan kepada Direktur
Jenderal pengawasan obat dan Makanan Departemen
Kesehatan.
3.2.
Kepada pendaftaran berkas permohonan belum lengkap
akan diberitahu secara tertulis.
3.3.
Kepada pendaftar dimaksud pada butir 3.2. diberikan
kesempatan untuk melengkapi berkas permohonannya
dalam jangka waktu selambat-lambatnya empat bulan
terhitung mulai tanggal pemberitahuan.
3.4.
Bila batas waktu tersebut telah dilampaui dan pendaftar
masih belum melengkapi berkas permohonannya,
permohonan di tolak.
4. PENILAIAN
4.1.
Penilaian dilakukan sesuai dengan kriteria sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 4, 7 dan 8 Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 242/Men.Kes/sK/V/1990 tanggal 28
Mei 1990 tentang Wajib Daftar Obat Jadi.
4.2.
Bila pada waktu penilaian di perlukan tambahan data,
pendaftaran dan diberitahu secara tertulis.
4.3.
Kepada pendaftar dimaksud pada butir 4.2. diberikan
kesempatan untuk menyerahkan tambahan data yang
diperlukan dalam jangka waktu selambat-lambatnya
empat bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan.
4.4.
Bila batas waktu tersebut telah dilampaui dan pendaftaran
masih belum menyerahkan tambahan data yang
diperlukan, maka akan diambil keputusan berdasarkan
data yang telah diserahkan.

5. KEPUTUSAN TERHADAP PERMOHONAN


5.1.
Berdasarkan hasil penilaian, Direktur Jenderal
pengawasan Obat dan Makanan mengambil keputusan
atas nama Menteri Kesehatan.
5.2.
Keputusan dapat berupa persetujuan-persetujuan dengan
persyaratan atau penolakan
5.3.
Bagi permohonan yang disetujui atau disetujui dengan
persyaratan akan diberikan surat persetujuan pendaftaran
yang berisi ketentuan yang mengikat.
5.4.
Penyimpangan dari ketentuan yang tertera dalam surat
persetujuan pendaftaran mengakibatkan pembatalan
persetujuan yang telah diberikan.
5.5.
Bagi permohonan yang ditolak akan diberikan
pemberitahuan tertulis menyebutkan alasan penolakan.
5.6.
Dalam persetujuan dimaksud dalam butir 5.2. ditetapkan
pula penggolongan obat jadi yang bersangkutan.
6. PELAKSANAAN PRODUKSI
6.1.
Selambat-lambatnya bulan setelah tanggal surat
persetujuan pendaftaran, pendaftar harus melaporkan
pelaksanaan atau persiapan pelaksanaan produksi obat jadi
yang bersangkutan Kepada Direktur Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI.
6.2.
Selambat-lambatnya satu tahun setelah tanggal surat
persetujuan pendaftaran, pendaftar harus sudah melakukan
produksi dan mengedarkan obat jadi yang bersangkutan
Pelaksanaan kegiatan produksi tersebut harus dilaporkan
kepada Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan RI disertai penyerahan contoh
obat jadi dalam kemasan lengkap.
6.3.
Apabila hal dimaksud dalam butir 6.1. dan 6.2. tidak
dipenuhi, Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan atas nama Menteri Kesehatan dapat
membatalkan persetujuan pendaftaran yang telah
diberikan.
7. PELAKSANAAN IMPOR
7.1.
Obat yang diimpor harus bersumber dari industri farmasi
di luar negeri yang tercantum pada persetujuan
pendaftarannya.

7.2.

7.3.

Pelaksanaan impor dan penyaluran obat jadi impor harus


dilakukan oleh pedagang besar farmasi importir yang
mendaftarkan obat jadi impor yang bersangkutan.
Pelaksanaan impor dan penyaluran obat jadi impor yang
didaftarkan oleh industri farmasi dilakukan oleh pedagang
besar farmasi importir yang ditunjuk oleh pendaftar.

8. PENILAIAN KEMBALI
8.1.
Penilaian kembali terhadap obat jadi yang pendaftaran
telah disetujui dapat dilakukan setiap waktu berdasarkan
data baru mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat jadi
yang bersangkutan yang berbeda dari data yang
digunakan sebagai bahan penilaian pada waktu
pendaftaran.
8.2.
Atas dasar penilaian dimaksud dalam butir 8.1. Direktur
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan atas nama
Menteri Kesehatan mengambil keputusan yang dapat
berupa pembatalan persetujuan, atau perubahan
persetujuan yang telah diberikan dengan persyaratan atau
perubahan penggolongan obat.
8.3.
Sementara menunggu hasil penilaian kembali dimaksud
pada butir 8.1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan dapat mengambil tindakan pengamanan untuk
melindungi masyarakat dari kemungkinan bahaya atau
kerugian yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan obat
tersebut.

BAB I V
FORMULIR PERMOHONAN PENDAFTARAN
1. KETERANGAN FORMULIR PERMOHONAN
PENDAFTARAN FORMULIR PERMOHONAN TERDIRI
DARI FORMULIR A, B, C, D, DAN E
1.1.

Formulir A
Formulir A berisi keterangan mengenai nama dan alamat
pendaftar dan industri farmasi pembuat obat jadi impor
serta keterangan umum mengenai obat jadi yang
didaftarkan.

1.2.

Formulir B
Formulir B berisi keterangan yang lengkap dan singkat
mengenai obat jadi yang didaftarkan dan bersifat
mengikat.

1.3.

Formulir C\
Formulir C berisi uraian dan kesimpulan yang didasarkan
pada dokumen yang harus dilampirkan yang daftarnya
dicantumkan dalam formulir D dan harus mendukung
keterangan yang tercantum dalam formulir B.
1.3.1. Formulir C 1 berisi uraian dan kesimpulan mutu
dan teknologi.
1.3.2. Formulir C 2 berisi uraian dan kesimpulan hasil uji
preklinis.
1.3.3. Formulir C 3 berisi uraian dan kesimpulan hasil uji
klinis.
1.3.4. Formulir C 4 berisi kesimpulan hasil uji preklinis
& uji klinis.
1.3.5. Formulir C 5 berisi uraian dan kesimpulan hasil uji
biofarmasi.
Formulir D Formulir D berisi daftar dokumen yang
dilampirkan.
1.4.1. Formulir D 1 berisi daftar dokumen administratif.
1.4.2. Formulir D 2 berisi daftar dokumen mutu dan
teknologi.
1.4.3. Formulir D 3 berisi daftar dokumen hasil uji
preklinis.
1.4.4. Formulir D 4 berisi daftar dokumen hasil uji klinis.
1.4.5. Formulir D 5 berisi daftar dokumen hasil uji
biofarmasi.
Formulir E
Formulir E berisi daftar nama dan jumlah contoh obat jadi
yang diserahkan.

1.4.

1.5.

2. CONTOH FORMULIR PERMOHONAN PENDAFTARAN


ADALAH SEBAGAI BERIKUT:

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL
PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

FORMULIR PERMOHONAN
PENDAFTARAN OBAT JADI

Sebagai pelaksana Peraturan Menteri Kesehatan tentang


Wajib Daftar Obat Jadi
(Per. Men. Kes. RI. No.24/Men.Kes/V/1990 Tgl. 28 Mei
1990)

Nomor Pendaftaran

Nomor Penerimaan

KELAS

---------------------------------------*)
Tanggal Disetujui/ Ditolak

---------------------------------------*)
Tanggal Penerimaan

FORMULIR A
Nama Obat Jadi
Bentuk Sediaan
Kelas Terapeutik

:
:
:

Tipe
Kode
ATC
DDD
Esensial

Tunggal
Kombinasi
-------------------------------------------------Jenis Kemasan _______________
Harga
Rp.
Bentuk Kemasan Lain
Yang Terdaftar

Kategori

Status/Gol

Besar
Unit

:
:

NOMOR PENDAFTARAN
----------------------------------------------------------------------------------------------------Nama Industri Farmasi/
:
PBF Pendaftar
:
Alamat

Alamat Surat Menyurat


:
-----------------------------------------------------------------------------------------------------Nama Industri Farmasi Luar
:
Pemberi Lisensi/ khusus
:
Untuk Impor & Lisensi )
Alamat

Lokal
Industri
--------------------------------------------------------------------------------------------------*)
LICS/IMPT
Industri Asing
LICS/AGT

*) tidak diisi oleh pemohon

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR B

1. Nama Obat Jadi


2. Bentuk Sediaan
3. Penerimaan
4. Formula, spesifikasi dan metoda pemeriksaan
5. Cara pembuatan singkat
6. Cara kerja obat
7. Indikasi
8. Posologi
9. Peringatan dan perhatian
10. Efek samping
11. Kontra indikasi
12. Interaksi obat
13. Cara penyimpanan
14. Rancangan penandaan
15. Isi periklanan
16. Nomor batch
17. Harga Jual Apotik
18. Informasi tambahan khusus untuk obat hewan:
Tujuan penggunaan
Waku tunggu untuk dipotong
Cara pemberian
Jenis makanan yang dapat dicampur dengan obat
( khusus untuk premix )

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR B

Lembar ke :

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR C1
Uraian dan
kesimpulan data mutu
dan teknologi

1. Formula

Letak data dalam


dokumen

No. Dokumen Hal


...

2. Prosedur Pembuatan

No. Dokumen Hal


...

3. Spesifikasi dan metoda pengujian zat berkhasiat

No. Dokumen Hal


...

4. Spesifikasi dan metoda pengujian zat tambahan

No. Dokumen Hal


...

5. Spesifikasi dan metoda pengujian obat jadi

No. Dokumen Hal


...

6. Spesifikasi dan metoda pengujian bahan


kemasan
7. Metoda dan hasil pengujian stabilitas

No. Dokumen Hal


...
No. Dokumen Hal
...

8. Uraian singkat zat berkhasiat

No. Dokumen Hal


...

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR C1

Uraian kesimpulan data mutu dan teknologi

Lembar ke :

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR C2
Uraian dan kesimpulan hasil
uji preklinis

Letak data dalam


dokumen

1. FARMAKODINAMIK
No. Dokumen
1.1.
Efek Obat terhadap berbagai organ
Susunan syaraf pusat

Susunan syaraf otonom


System kardiovaskuler
System pernafasan
System pencernaan
Fungsi ginjal/ urogenital
Fungsi hati
System hematopoietik
Pancaindera
Kulit
System hormonal
Lain-lain.
1.2.
Mula kerja, feel puncak dan masa kerja No. Dokumen
obat

1.3.
Hubungan dosis intensitas efek obat
No. Dokumen

Hal
...

Hal
...
Hal

...
1.4.

Spesifikasi dari efek yang ditimbulkan

No. Dokumen Hal

1.5.

Tempat dan cara kerja obat

...
No. Dokumen Hal
...

1.6.

1.7.

Toleransi/ ketergantungan

No. Dokumen Hal

Interaksi obat

...
No. Dokumen Hal
...

1.8.

Hasil

penelitian

efek

obat

secara No. Dokumen Hal

1.9.

histologik dan biokimia


Efek
terhadap
parasit
mikroorganisme

...
atau No. Dokumen Hal
...

1.10.

Efek terapi obat pada hewan percobaan

2. FARMOKOKINETIK

No. Dokumen Hal


...
No. Dokumen Hal
...

2.1.

2.2.

Absorpsi obat

No. Dokumen Hal

Distribusi obat

...
No. Dokumen Hal
...

2.3.

Metabolisme (biotransformasi) obat

No. Dokumen Hal

2.4.

Ekskresi obat

...
No. Dokumen Hal
...

2.5.

Waktu paruh eliminasi

No. Dokumen Hal


...

2.6.

2.7.

Prosentase yang menembus sawar darah No. Dokumen


otak (Blood Brain Barrier)

Prosentase yang menembus sawar uri No. Dokumen


(Placental Barrier)

3. TOKSOLOGI

3.1.

Toksisitas Akut

Hal
...
Hal
...

No. Dokumen Hal


...
No. Dokumen Hal

3.2.

3.3.

LD. 50
Gejala-gejala dan kelainan yang timbul
pada fungsi-fungsi penting
Sebab kematinan pada hewan percobaan
Toksisitas subakut/ kronik
Potensi toksit obat pada pemberian
berulang kali sistem fisiologik, tingkah
laku, reaksi biokimia dan organ-organ
batas dosis aman
Reversibilitas efek yang ditimbulkan
Evek kumulatif
Sebab kematian pada hewan percobaan
efek teratogenik

...

No. Dokumen Hal


...

No. Dokumen Hal


...

3.4.

efek karsinogenik

No. Dokumen Hal

3.5.

efek mutagenik

...
No. Dokumen Hal
...

4. DATA LAIN YANG RELEVAN

No. Dokumen Hal


...

Catatan : Singkatan t berarti tunggal, singkatan k berarti


kombinasi

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR C2
Uraian dan
kesimpulan hasil
preklinis

Uraian kesimpulan data mutu dan teknologi

Lembar ke :

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR C3
Uraian dan kesimpulan hasil
uji preklinis

1. FARMAKODINAMIK
1.1.Efek Obat terhadap berbagai organ tubuh
manusia, in vitro maupun in vivo

Letak data dalam


dokumen

No. Dokumen Hal


...

1.2.mula kerja, efek puncak dan masa kerja obat

No. Dokumen Hal

1.3.hubungan dosis intensitas efek obat

...
No. Dokumen Hal
...

1.4.spesifikasi dari efek yang ditimbulkan

No. Dokumen Hal

1.5.tempat dan cara kerja obat

...
No. Dokumen Hal
...

1.6.toleransi/ ketergantungan

No. Dokumen Hal

1.7.interaksi obat

...
No. Dokumen Hal
...

1.8.hasil penelitian efek obat secara histologik No. Dokumen Hal


dan biokimia
...
1.9.efek terhadap parasit atau mikroorganisme
No. Dokumen Hal
...
1.10.

efek terapi obat pada hewan percobaan

No. Dokumen Hal


...

2.

FARMOKOKINETIK

No. Dokumen Hal


...

2.1.absorpsi obat

No. Dokumen Hal

2.2.Distribusi obat

...
No. Dokumen Hal
...

2.3.Metabolisme (biotransformasi) obat

No. Dokumen Hal

2.4.ekskresi obat

...
No. Dokumen Hal
...

2.5.Waktu paruh eliminasi

No. Dokumen Hal


...

3.

4.

UJI KHASIAT OBAT

No. Dokumen Hal

UJI KEAMANAN OBAT

...
No. Dokumen Hal
...

5.

DATA LAIN YANG RELEVAN

No. Dokumen Hal

...
Catatan : singkatan t berarti tunggal, singkatan k berarti kombinasi

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR C3
Uraian dan kesimpulan
hasil uji klinis

Uraian kesimpulan data mutu dan teknologi

Lembar ke :

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR C4
Uraian dan
kesimpulan hasil
preklinis dan klinis

Uraian kesimpulan data mutu dan teknologi

Lembar ke :

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR C5
Uraian dan hasil uji
biofarmasi

Uraian kesimpulan data mutu dan teknologi

Lembar ke :

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR D1
Daftar dokumen yang
dilampirkan

Data Administratif

Dokumen

Halaman

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR D2
Daftar dokumen yang
dilampirkan

Data Mutu dan Teknologi

Nomor
Dokumen

Jumlah
Halaman

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR D3
Daftar dokumen yang
dilampirkan

Data hasil uji klinis

Nomor
Dokumen

Jumlah
Halaman

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR D4
Daftar dokumen yang
dilampirkan

Data hasil uji klinis

Nomor
Dokumen

Jumlah
Halaman

Nama Obat Jadi

Nama Industri Farmasi

FORMULIR D5
Daftar dokumen yang
dilampirkan

Data hasil uji biofarmasi

Nomor
Dokumen

Jumlah
Halaman

Nama Obat Jadi

FORMULIR E

Nama Industri Farmasi

Daftar contoh yang diserahkan

No

Nama Bahan

Jumlah

Satuan

BABV
KATEGORI OBAT JADI DAN
KELENGKAPAN PERMOHONAN PENDAFTARAN
UNTUK MASING-MASING KATEGORI
1. KATEGORI OBAT JADI.
Obat jadi dikelompokkan dalam kategori sebagai berikut :
Kategori 1 : adalah obat jadi yang mengandung:
1.1.
zat berkhasiat baru atau derivat baru dari zat
berkhasiat lama.
1.2.
kombinasi baru dari zat berkhasiat baru dan zat
berkhasiat lama atau zat berkhasiat lama dan
zat berkhasiat lama.
1.3.
komposisi lama dalam bentuk sediaan baru.
Kategori 2

: adalah obat jadi yang mengandung komposisi lama


dengan perubahan dosis pemberian dan perubahan
kekuatan sediaan, atau dengan perubahan dosis
pemberian tanpa perubahan kekuatan sediaan.

Kategori 3

: adalah obat jadi yang mengandung :


3.1.
komposisi lama dengan perubahan atau
penambahan indikasi.
3.2.
komposisi lama dengan perubahan
penandaan.

Kategori 4

: adalah obat jadi "me too.

Kategori 5

: adalah obat jadi yang mengandung komposisi lama


dengan zat tambahan baru yang belum dikenal dan
belum pernah dipergunakan di Indonesia.

Kategori 6

: adalah obat jadi yang mengandung obat anti infeksi,


kontrasepsi oral, obat suntik serta obat jadi tertentu
yang telah terdaftar dengan perubahan kemasan atau
penambahan kemasan.
: adalah obat jadi yang telah terdaftar dengan
perubahan formula.

Kategori 7

Kategori 8

: adalah obat kuasi

2. KELENGKAPAN
PERMOHONAN
PENDAFTARAN
UNTUK MASING-MASING KATEGORI.
Kelengkapan permohonan untuk masing-masing kategori
mengikuti ketentuan yang tercantum dalam daftar berikut.
Kategori Obat Jadi
1 2

FORMULIR A.

FORMULIR B.
FORMULIR C.
C1. Uraian dan kesimpulan Data Mutu
dan Teknologi.
1. Formula.
2. Prosedur pembuatan.
3. Spesifikasi dan metoda
pengujian zat berkhasiat.
4. Spesifikasi dan metoda
pengujian zat tambahan.
5. Spesifikasi dan metoda
pengujian obat jadi.
6. Spesifikasi dan metoda
pengujian bahan kemasan.
7. Metoda dan hasil pengujian
stabilita.
8. Uraian singkat sintesa zat
berkhasiat.
C2. Uraian dan kesimpulan hasil
preklinis.
1. Farmakodinamik.
1.1.
Efek obat terhadap berbagai organ.
Kategori Obat Jadi
1 2

1.2.

Mula kerja, efek puncak dan


masa kerja obat.
1.3.
Hubungan dosis-intensitas
efek obat.
1.4.
Spesifikasi dari efek yang
ditimbulkan.
1.5.
Tempat dan cara kerja obat.
1.6.
Toleransi/ketergantungan.
1.7.
Interaksi obat.
1.8.
Hasil penelitian efek obat
secara histologik dan
biokimia.
1.9.
Efek terhadap parasit atau
mikro-organisme
1.10. Efek terapi obat pada hewan
percobaan yang sakit/ dibuat
sakit
2. Farmakokinetik.
2.1.
Absorpsi obat.
2.2.
Distribusi obat.
2.3.
Metabolisme
(Biotransformasi) obat.
2.4.
Ekskresi obat.
2.5.
Waktu paruh eliminasi.
2.6.
Prosentase yang menembus
sawar darah otak (Blood
Braun Barrier).
2.7.
Prosentase yang menembus
sawar uri (Placental Barrier).
3. Toksikologi.
3.1.
Toksisitas akut.
3.2.
Toksisitas sub-akut/kronik.
3.3.
Efek teratogenik.
3.4.
Efek karsinogenik.
3.5.
Efek mutagenik.
4. Data lain yang relevan.
C3. Uraian dan kesimpulan hasil uji klinis. Kategori Obat Jadi
1 2

1. Farmakodinamik.
1.1.
Pengaruh obat terhadap
berbagai tubuh manusia, in
vitro maupun in vivo.
1.2.
Mula kerja, efek puncak dan
masa kerja obat.
1.3.
Hubungan dosis-intensitas
efek obat.
1.4.
Spesifikasi dari efek yang
ditimbulkan.
1.5.
Tempat dan cara kerja obat.
1.6.
Toleransi/ketergantungan.
1.7.
Interaksi obat.
2. Farmakokinetik.
2.1.
Absorpsi obat.
2.2.
Distribusi obat.
2.3.
Metabolisme
(Biotransformasi) obat.
2.4.
Ekskresi obat.
2.5.
Waktu paruh obat.
3. Uji khasiat obat.
4. Uji keamanan obat.
5. Data lain yang relevan.
C4. Kesimpulan hasil uji preklinis dan
klinis.
(disesuaikan dengan C2 dan C3 ) .
C5. Uraian dan kesimpulan hasil uji
biofarmasi.
1. Farmakokinetik.
1.1.
Absorpsi obat.
1.2.
Distribusi obat.
1.3.
Metabolisme obat
1.4.
Eliminasi obat
K

kategori Obat Jadi


2. Ketersediaan/kesetaraan hayati.
3. Uji in vitro
3.1.
Tes disolusi.
3.2.
Ikatan protein.
FORMULIR D :
D1. Dokumen administratif.
1. Obat jadi produksi dalam negeri:
ijin industri farmasi.
2. Obat jadi impor.
2.1.Ijin industri
farmasi/pedagang besar
farmasi.
2.2.Surat penunjukan dari
produsen.
2.3.
Sertifikat CPOB dari
industri farmasi di luar
negeri yang diakui oleh
Departemen Kesehatan
RI.
3. Obat jadi yang penemuan dan
pengembangannya dilakukan di luar
negeri :
Surat keterangan dari yang berwenang
bahwa telah terdaftar dan disetujui
beredar di negara tempat penemuan
dan pengembangannya.
4. Obat jadi yang diproduksi atas dasar
lisensi:
Surat penunjukan pemberian lisensi
dan perjanjian lisensi.
5. Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB).
D2. Data Mutu dan Teknologi.
(Kelengkapannya sesuai dengan
formulir C1).

1 2

Kategori Obat Jadi


D3. Dokumen hasil uji preklinis.
(Kelengkapannya seusai dengan
formulir C2).
1. Farmakodinamik.
2. Farmakokinetik.
3. Toksikologi.

1 2

D4. Dokumen hasil uji klinis.


(Kelengkapannya sesuai dengan
formulir C3).
1. Farmakodinamik.
2. Farmakokinetik.
3. Uji khasiat obat.
4. Uji keamanan obat.
FORMULIR E :
Contoh obat jadi dalam kemasan
lengkap.
Tanda
Berarti data dan dokumen yang bersangkutan harus
dilampirkan
Tanda
Berarti data dokumen yang bersangkutan harus
dilampirkan hanya untuk zat berkhasiat baru.

B A B VI
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR DAN KELENGKAPAN
PENDAFTARAN
1. PETUNJUK UMUM.
1.1.
Nama Generik :
Nama generic yang dimaksud dalam nama generik sesuai
International Non Proprietary Name (INN), Farmakope
Indonesia, Farmakope lain atau yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal pengawasan obat dan Makanan
Departemen Kesehatan RI sebagai nama generik.
1.2.

Nama Dagang:
1.2.1. Nama dagang harus cukup jelas dan sebaiknya
tidak lebih dari satu kata.
1.2.2. Nama dagang harus berbeda jelas dengan nama
obat jadi lain dan tidak boleh sama atau mirip
dengan nama generic zat berkhasiat yang
dikandungnya maupun yang tidak dikandungnya,
menggunakan kata-kata yang berlebihan atau
berbau promosi, menggunakan kata-kata yang
melanggar norma-norma kesusilaan, menggunakan
satu nama untuk dua atau lebih bentuk sediaan
dengan komposisi yang berbeda, Menggunakan
lebih dari satu nama untuk suatu bentuk sediaan
dengan komposisi yang sama.

1.3.

Klasifikasi Terapeutik :
obat jadi dikelompokkan dalam kelas terapeutik sesuai
dengan ketentuan mengenai klasifikasi Anatomical
Therapeutical Chemical (ATC) dan masing-masing kelas
diberi nomor kode sebagai berikut :
A. Saluran Pencernaan dan Metabolisme.
A01. Sediaan untuk mulut, stomatologi
A. Sediaan untuk mulut, stomatologi
A02.

Antasid, Antiflatulen dan Anti Ulkus peptik


A. Antasid dan Antiflatulen
B. Anti Ulkus peptik
C. Lain-lain

A03. Antispasmodik Saluran pencernaan dan


Antikolinergik
A. Sintetik, termasuk papaverin
B. Belladona dan derivatnva
C. Kombinasi
Antispasmodik
Psikoleptik
D. Kombinasi
Antispasmodik
Analgesik
E. Kombinasi lainnya

dengan
dengan

A04 Antiemetik dan Antinausea


A. Antiemetik dan Antinausea
A05 Kolagogum dan obat yang mempengaruhi hati
A. Koleretik dan obat yang mempengaruhi
empedu
B. Lipotropik dan obat yang mempengaruhi hati
C. Kolagogum dan Lipotropik dalam kombinasi
A06. Pencahar
A. Pencahar
A07 Antidiare, Anti inflamasi Intestin/Antiinfeksi
A. Antiinfeksi Intestin
B. Adsorben Intestin
C. Kombinasi Elektrolit dan Karbohidrat
D. Antipropulsip
E. Antiinflamasi Intestin
A08 Antiobesitas tidak termasuk obat untuk diet
A. Antiobesitas tidak termasuk obat untuk diet

A09. Digestan, termasuk Enzim Pencernaan


A. Digestan, termasuk Enzim pencernaan
A10. Antidiabetik
A. Insulin dan sediaan Parenteral lainnva
B. Antidiabetik Oral
A11. Vitamin

A. Preparat multivitamin kombinasi dengan


mineral
B. Preparat multivitamin tanpa mineral
C. Vitamin A dan D, termasuk kombinasi
keduanya
D. Vitamin B 1 tunggal dan kombinasi dengan
vitamin B6 dan B12
E. Vitamin B kompleks, kombinasi
F. Vitamin C, termasuk kombinasi
G. Vitamin lain-lain
H. Vitamin lain-lain, kombinasi
A12 Sediaan suplemen mineral
A. Kalsium
B. Kalium
C. Sediaan suplemen mineral lain
A13 Tonikum
A. Tonikum
A14 Anabolik
A. Anabolik steroid
B. Anabolik lain-lain
A15 Stimulan apetit
A16 Obat saluran pencernaan dan metabolisme
lainnya
B. Darah dan Hemopoietik.
B01 Antikoagulan
A. Antikoagulan
B02 Antihemoroid
B. Antifibrinolitik
C. Vitamin K dan Lain-lain.
B03 Antianemi
A. Hematinik, besi dan kombinasi
B. Vitamin B12 dan asam folat
B04 Sediaan antiateroma, menurunkan kolesterol

A. Sediaan Antiateroma menurunkan kolesterol


B05 Substituen darah dan larutan infuse
A. Darah, Fraksi darah
B. Sediaan intravena (larutan)
C. Larutan untuk irigasi
D. Dialisa peritoneal
E. Sediaan intravena tambahan (larutan)
F. Hemodialisa
C. Sistem Kardiovaskuler.
C01 Terapi Jantung
A. Glikosida jantung
B. Antiaritmia
C. Stimulan jantung dan pernafasan
D. Terapi miokardial
E. Sediaan jantung lain
C02 Hipotensif
A. Antiadrenergik, kerja sentral
B. Antiadrenergik, penghambat ganglion
C. Antiadrenergik, kerja perifer
D. Obat yang bekerja pada otot polos arteriolar
E. Obat yang bekerja pada sistem reninangiotensin
F. Hipotensif lain
G. Hipotensif dan diuretik dalam kombinasi
C03 Diuretik
A. "Low-ceiling diuretics, tiazid
B. "Low-ceiling diuretics, tidak termasuk
tiazid
C. "High-ceiling diuretics
D. "Sparing potassium
E. Kombinasi diuretic dan sparing potassium
C04 Vasodilator perifer
A. Vasodilator perifer
C06 Vasoprotektif
A. Sediaan Antihemoroid topical
B. Terapi Antivarikosis

C. Obat untuk keseimbangan kapiler


C07 Penghambat reseptor beta
A. Penghambat reseptor beta
D. Obat Kulit.
D01 Obat kulit, antifungi
A. Sediaan tropikal, anti fungi
B. Sediaan sistemik, anti fungi
D03 Sikatrisan, tidak termasuk plester obat
("medicated dressings")
A. Sikatrisan, tidak termasuk plester obat
D04 Antipruritis, termasuk antihistamin, anestetik, dll
A. Antipruritis termasuk antihistamin anestetik,
dll
D05 "Coal tar", sulfur dan resorsinol
A. "Coal tar", sulfur, dan resorsinol
D06 Obat kulit, antibiotic dan kemoterapetik
A. Sediaan antibiotik topikal
B. Sediaan kemoterapetik topikal
D07 Obat kulit, kortikosteroid
A. Kortikosteroid, tunggal
B. Kortikosteroid, kombinasi dengan antibiotik

D08 Antiseptik dan desinfektan


A. Antiseptik dan desinfektan
D09 Plester obat
A. Plester obat
D10 Sediaan obat anti akne
A. Sediaan anti akne
D11 Sediaan kulit lainnya
A. Sediaan kulit lainnya

G. Sistem Saluran Urin dan Hormon Genital.


G01 Antiinfeksi dan antiseptic ginekologi
A. Antiinfeksi, tidak termasuk kombinasi
dengan kortikosteroid
G02 Obat ginekologi lain
A. Oksitoksik
B. Kontraseptik, tropical
C. Obat ginekologi lain
G03 Hormon genital dan stimulan sistim genital
A. Hormon kontraseptik, sistemik
B. Androgen, kombinasi
C. Estrogen, kombinasi
D. Progesteron, kombinasi
E. Kombinasi androgen dan hormon genital
wanita
F. Kombinasi progesteron dan estrogen
G. Gonadotropin dan stimulan ovulasi lainnya
H. Antiandrogen dan kombinasi
X. Hormon genital lainnya
G04 Urologi
A. Antiseptik dan antiinfeksi saluran urin
B.Obat urologi lain, termasuk antispasmodic
H. Sediaan Hormon Sistemik, Tidak Termasuk
Hormon Genital.
H01 Hormon Pituitari
A. Hormon pituitari anterior
B. Hormon pituitari posterior
H02 Kortikosteroid, sistemik
A. Kortikosteroid sistemik, tunggal
B. Kortikosteroid sistemik, kombinasi
C. Sediaan antiadrenal
H03 Terapi tiroid
A. Sediaan tiroid
B. Sediaan antitiroid

C. Terapi iodine
H04 Hormon pancreas
A. Hormon glikogenolitik
H05 Kalsium homeostasis
A. Hormon paratiroid
B. Hormon anti-paratiroid
J. Antiinfeksi Umum, Sistemik.
J01 Antibiotik, sistemik
A. Tetrasiklin
B. Kloramfenikol
C. Penisilin, dengan efek peningkatan pada
gram-negati bacilli (misalnya ampisilin,
amoksisilin, dll)
D. Sefalosporin
E. Trimetoprim, tidak termasuk kombinasi
dengan sulfonamide
F. Makrolid
G. Streotomisin
H. Penisilin (misalnya benzylpenisilin)
I. Antibiotik lain
J02 Antimikotik sistemik, tidak termasuk griseofulvin
A. Antimikotik sistematik, tidak termasuk
griseofulvin
J03 Kemoterapetiksistemik
A. Sulfonamid
B. Kemoterapetik lainnya
J04 Antituberkulosis, tidak termasuk streptomisin
A. Antituberkulosis, tidak termasuk streptomisin
J05 Antivirus, sistemik
A. Obat yang mempengaruhi langsung pada
virus
B. Obat imunostimulan
C. Obat imunostimulan dan antivirus
J06 Imunosera dan immunoglobulin
A. Imunosera

B. Imunoglobulin
J07 Vaksin
A. Vaksin
J08 Antiinfeksi lain, termasuk antilepra
A. Antiinteksi lain, termasuk antilepra

L. Obat-obat Antineoplastik dan lmunosupresan.


L01 Obat-obat sitostatik
A. Bahan pengalkilasi
B. Antimetabolit
C. Alkaloid tanaman dan bahan alam lainnya
D. Antibiotik sitotoksik
X. Sitostatik lainnya
M. Sistem Muskulo Skeletal.
M01 Obat-obat antiinflamasi dan anti-rematik
A. Obat-obat antiinflamasi dan antirematik non
steroid

M02 Obat-obat topikal untuk nyeri persendian dan


nyeri otot
A. Obat-obat topikal untuk nyeri persendian dan
nyeri otot
M03 Relaksan otot
A. Relaksan otot yang bekerja pada saraf perifer
B. Relaksan otot yang bekerja pada saraf pusat
C. Relaksan otot yang bekerja langsung
M04 Sediaan antigout
A. Sediaan antigout
M05 Obat-obat lain untuk kelainan sistim muskulo
skeletal
N. Susunan Saraf Pusat.
N01 Anestetik

A. Anestetik umum
B. Anestetik lokal, tidak termasuk dermatologi
N02 Analgesik
A. Narkotik
B. Analgesik dan antipiretik lainnya
C. Sediaan antimigren
N03 Antiepilepsi
A. Antiepilepsi
N04 Obat-obat anti-Parkinsonisme
A. Obat-obat anti-Parkinsonisme
N05 Psikoleptik
A. Neuroleptik
B. Tranquilizer
C. Hipnotik-sedatif
N06 Psikoanaleptik
A. Antidepresan
B.Psikostimulan
C.Kombinasi antara psikoleptik dengan
psikoanaleptik
N07 Obat-obat susunan saraf pusat lain termasuk
parasimpatomimetik
A. Parasimpatomimetik
P. Obat obat antiparasit.
P01 Antiprotozoa
A. Anti amuba dan sejenisnya
B. Anti malaria
X. Anti protozoa lainnya
P02 Antelmintik
A. Anti sistosoma (Schistosomicides)
X. Antelmintik lainnya
P03 Anti ektoparasit termasuk skabisid
(ectoparasiticides)
A. Anti ektoparasit termasuk skabisid

R. Sistem saluran pernafasan.


R01 Sediaan Nasal
A. Sediaan Dekongestan Nasal topical
R02 Sediaan Tenggorokan
A. Sediaan tenggorokan
R03 Antiasma
A. Bronkhodilator dan antiasma lainnya
termasuk R03B
B. Stimulan saluran pernafasan
R04 Obat Kuasi
A. Obat Kuasi
R05 Sediaan obat batuk dan influenza
A. Obat influenza tanpa antiinfeksi
B. Ekspektoran
C. Antitusif
D. Dekongestan nasal sistemik
E. Kombinasi antitusif dan ekspektoran
R06 Antihistamin sistemik
A. Antihistamin sistemik
R07 Obat-obat sistim saluran pernafasan lainnya
A. Obat-obat sistim saluran pernafasan lainnya
S. Organ-organ sensorik.
S01 Obat mata
A. Antiinfeksi
B. Kortikosteroid
C. Kombinasi Kortikosteroid dan antiinfeksi
D. Obat mata lainnya
S02 Obat telinga
A. Antiinfeks
B. Kortikosteroid
C. Kombinasi antiinfeksi dan kortikosteroid
D. Obat telinga lainnya

S03 Sediaan obat mata dan telinga


A. Antiinfeksi
B. Kortikosteroid
C. Kombinasi kortikosteroid dan antiinfeksi
D. Sediaan obat mata dan telinga lainnya
V. Obat lain-lain.
V01 Alergen
A. Alergen
V02 Obat-obat imunosupresan
C. Obat-obat imunosupresan
V03 Sediaan terapetik lainnya
A. Sediaan terapetik lainnya
V04 Diagnostik
A. Media kontras
B. Tes urin
C. Diagnostik lainnya
V05 Antiseptik untuk pembedahan
A. Antiseptik untuk Pembedahan
V06 Nutrisi umum
B. Penambah protein
D. Nutrisi lainnya
V07 Sediaan non terapetik lainnya
A. Sediaan non terapetik lainnya
1.4.

Kekuatan Sediaan :
Kekuatan sediaan dapat dinyatakan dengan bobot, volume
atau potensi untuk:
a. tiap satu satuan bentuk sediaan bagi tablet, kapsul, pil,
supositoria dan ovula;
b. tiap gram atau % b/b bagi salep atau krem;
c. tiap ml bagi larutan injeksi/serbuk injeksi;
d. tiap 5 ml atau 15 ml bagi sirup, suspensi, emulsi,
eliksir, obat kumur;
e. tiap ml atau % b/v bagi obat tetes;
f. tiap bungkus bagi serbuk pemakaian oral;

g. tiap gram bagi serbuk pemakaian luar;


h. tiap wadah bagi aerosol dan sebagainya;
i. tiap satuan luas permukaan atau tiap satuan bobot bagi
kasa atau plester;
j. tiap liter bagi larutan infus.
1.5.

Satuan Ukuran:
Kadar zat berkhasiat dan zat tambahan dinyatakan dengan
satuan ukuran sebagai berikut :
a. kilogram
disingkat
kg
b. gram
disingkat
g
c. miligram
disingkat
mg
d. microgram
disingkat
mcg
e. liter
disingkat
l
f. milliliter
disingkat
ml
g. meter
disingkat
m
h. sentimeter
disingkat
cm
i. gram ekivalen
disingkat
grek
j. milligram ekivalen disingkat
mgrek
k. satuan internasional disingkat
s.i.

1.6.

Penulisan Zat Berkhasiat :


1.6.1

Zat berkhasiat dituliskan dalam nama generik


sesuai dengan International Non Propriatary Name
(lNN). Apabila tidak tercantum dalam INN
digunakan nama sesuai dengan nama latin yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia. Bila nama
generik belum ada, dituliskan nama kimianya
sesuai dengan nomenklatur dari International
Union of Pure and Applied chemistry (IUPAC)
atau International Union of Biochemistry
(lUB).Bila suatu zat mengikuti persyaratan salah
satu Farmakope agar dicantumkan singkatan nama
Farmakope yang bersangkutan, dengan nomor
edisinya diantara tanda kurung di belakang
namanya.
Contoh : Asam Asetilsatisilat (FI .Ed.III).

1.6.2

zat berkhasiat dalam bentuk ester atau garam


dituliskan bentuk ester atau garamnya.

1.6.3

1.6.4

1.7.

Rumus kimia semua zat berkhasiat termasuk


garam anorganik yang mengandung air kristal
harus dituliskan ke cara tepat termasuk air kristal
yang dikandungnya.
Sesepora logam (trace element) dituliskan rumus
kimia garamnya yang tepat termasuk air kristal
yang dikandungnya disamping logamnya.

Penulisan Zat Tambahan :


Zat tambahan dituliskan sesuai dengan nama yang
tercantum dalam FI dan EFI. Bila zat tersebut tidak
terdapat dalam FI dan FI, dituliskan nama sesuai dengan
judul dalam Merck Index. Bila zat tersebut tidak terdapat
dalam Merck Index, dituliskan nama kimianya sesuai
dengan nomenklatur dari IUPAC, IUB. Zat tambahan
yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan Menteri
Kesehatan tentang bahan tambahan makanan yanq
diizinkan.

1.8.

Penulisan Zat Warna :


Zat warna dituliskan dengan nama sederhana yang umum dan
harus dituliskan pula nomor indeks warnanya (CI number).
Zat warna yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan
Menteri Kesehatan tentang bahan tambahan makanan yang
diizinkan

1.9.

Bahasa Yang Dipergunakan


Naskah dan informasi yang diberikan pada pendaftaran obat
jadi diberikan dalam bahasa Indonesia. Tetapi bila terdapat
kesulitan dalam penterjemahan dapat diberikan dalam bahasa
Inggris.

2. FORMULIR A
Data yang diminta dituliskan di atas formulir pada tempat yang
disediakan.

2.1.

Nama Obat Jadi :


Nama obat jadi yang didaftarkan papa tempat berupa
nama generic atau nama dagang sesuai dengan ketentuan
mengenai nama generik dan nama dagang. Bilamana obat
jadi mengandung kekuatan sediaan harus dituliskan pula
secara lengkap. Misalnya : Klordiazepoksid 5 mg.

2.2.

Bentuk Sediaan :
Bentuk sediaan harus dinyatakan secara terperinci seperti
tablet salut gula; tablet salut enterik; tablet salut selaput
dan sebagainya.

2.3.

Kelas Terapeutik:
Kelas terapetik dinyatakan sesuai dengan ketentuan
mengenai klasifikasi Anatomical Chemical: (ATC). Bila
suatu obat jadi termasuk dalam dua atau lebih kelas terapi
harus dinyatakan semuanya dengan menunjukkan kelas
terapi utamanya.

2.4.

Jenis dan besar Kemasan:


Jenis kemasan harus dinyatakan secara terperinci seperti
kaleng, botol gelas coklat, botol plastik, dus. Besar dan
unit kemasan harus dinyatakan secara terperinci, seperti :
- 1000 tablet
: BESAR 1000
UNIT TABLET
- 10 alufoil @10 tablet : BESAR 10 X 10
UNIT TABLET
- 20 mililiter
: BESAR 20
UNIT ML
Jumlah obat jadi dalam satuan kemasan harus minimum
rasional yaitu disesuaikan dengan dosis dan lama
pengobatan yang lazim serta memperhitungkan efisiensi
distribusi.

2.5.

Harga :
Harga yang dicantumkan adalah harga jual Apotik
persatuan kemasan yang berlaku untuk seluruh Indonesia.

2.6.

Bentuk Kemasan lain yang terdaftar dan Nomor


Pendaftaran:
Hanya diisi untuk kemasan lain yang nama dan bentuk
sediaan obat jadinya sama dan telah terdaftar. Bentuk
kemasan harus dinyatakan secara terperinci seperti pada
2.4.

2.7.

Nama Industri Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi


Pendaftar:
Nama industri farmasi atau pedagang besar farmasi
pendaftar dituliskan sesuai dengan nama yang tercantum
dalam surat ijin industri farmasi atau pedagang besar
farmasi pendaftar. Untuk obat jadi impor atau lisensi,
dituliskan nama industri farmasi luar negeri yang
memproduksi obat jadi yang bersangkutan atau industri
farmasi pembeli lisensi.

2.8.

Alamat :
Untuk industri farmasi atau pedagang besar farmasi
pendaftar, dituliskan alamat sesuai dengan yang tercantum
dalam surat ijin industri farmasi atau pedagang besar
farmasi pendaftar. Untuk obat jadi impor atau lisensi,
dituliskan alamat industri farmasi luar negeri yang
memproduksi obat jadi yang bersangkutan atau industri
farmasi pemberi lisensi.

2.9.

Penanggung jawab:
Adalah apoteker penanggung jawab pengawasan mutu
dari industri farmasi pendaftar atau apoteker penanggung
jawab pedagang besar farmasi importir pendaftar.

3. FORMULIR B.
Informasi yang diminta dituliskan pada lembar khusus yang
disediakan bersama formulir B , dengan urutan sesuai nomor urut
di sebelah kiri formulir . Pendaftar harus membubuhkan tanda

silang pada kotak yang tersedia bila informasi yang dimintakan


dapat diberikan.
3.1.

Nama Obat Jadi :


Sesuai dengan yang dituliskan pada formulir A.

3.2.

Bentuk Sediaan :
Sesuai dengan yang dituliskan pada formulir A.

3.3.

Pemerian :
Harus dijelaskan bentuk warna, ukuran berat dan tandatanda khusus yang terdapat pada obat jadi tersebut.

3.4.

Formula, Spesifikasi dan Metoda pemeriksaan:


3.4.1. Formula:
Semua zat berkhasiat dan zat tambahan yang
terkandung dalam obat jadi dituliskan sesuai
dengan ketentuan mengenai cara penulisan zat
berkhasiat, zat tambahan an zat warna.2at
berkhasiat dan zat tambahan dituliskan dalam dua
kelompok terpisah. Kadar masing-masing zat
dituliskan sesuai dengan ketentuan mengenai
kekuatan sediaan dan satuan ukuran. Kadar zat
harus dituliskan dengan jelas dan tidak dengan
kata "secukupnya (q.s.). Untuk zat berkhasiat
dalam bentuk garam/ester harus dituliskan
kesetaraan terhadap zat aktifnya.

3.4.2. Spesifikasi dan Metoda pengujian :


Spesifikasi dan metoda pengujian masing-masing
zat berkhasiat dan zat tambahan yang digunakan
harus dinyatakan, termasuk zat yang hilang atau
bereaksi selama proses pembuatan. Bila
spesifikasi-dan metoda pengujian mengikuti salah
satu Farmakope cukup dituliskan dengan
menunjuk Farmakope yang bersangkutan yang

dilengkapi dengan nomor edisi dan nomor


halamannya. Bila tidak mengikuti salah satu
Farmakope dituliskan: "Sesuai dengan uraian pada
formulir C1". Spesifikasi obat jadi dinyatakan
dengan menguraikan pemerian (termasuk tanda
pengenal pada tablet, kapsul dan lain-lain),
bobot/volume obat jadi, tetapan fisika dan kimia,
batas kadar atau potensi dan persyaratanpersyaratan lainnya (sterilitas, pirogenitas dan lainlain). Metoda pengujian obat jadi cukup
diterangkan prinsipnya saja. Bila mengikuti salah
satu Farmakope cukup dituliskan Farmakope yang
bersangkutan yang dilengkapi dengan nomor edisi
dan nomor halamannya. Metoda pengujian yang
perlu diterangkan meliputi metoda identifikasi,
penetapan kadar atau potensi dan metoda
pengujian khusus (sterilitas, pirogenitas, dan
sebagainya).
3.5.

Cara Pembuatan Singkat :


Harus diuraikan garis besar cara pembuatan secara
skematis, meliputi hal yang prinsip seperti Na-sterilisasi,
aseptis, dengan "laminar airflow", granulasi basah,
granulasi kering dan sebagainya.

3.6.

Cara Kerja Obat :


Harus disebutkan efek yang ditimbulkan oleh obat dan
bagaimana efek tersebut dapat dicapai. Untuk obat seperti
Antibiotik harus diuraikan cara kerjanya, bakterisid atau
bakteriostatik, spektrum antibakterinya dan golongan
kimianya.

3.7.

Indikasi
Merupakan anjuran pemakaian obat dalam terapi. Harus
dicantumkan jenis-jenis penyakit yang diindikasikan dan
harus dinyatakan apakah obat tersebut untuk
penyembuhan atau untuk pencegahan

3.8.

Posologi :
Disebutkan cara pemakaian, jumlah pemakaian, frekuensi
pemakaian dan lama pemakaian. Cara pemakaian harus
disebutkan dengan jelas. Misalnya: injeksi, intravena,
intramuskuler atau yang lain. Untuk jumlah pemakaian
harus dinyatakan dalam takaran yang lazim dan batasbatas untuk orang dewasa maupun anak. Yang dimaksud
dengan frekuensi pemakaian ialah jumlah pemberian
dalam satu hari atau tiap berapa jam obat itu diberikan.
Lama pemakaian diuraikan dengan menyebutkan berapa
lama obat itu harus/boleh diberikan berapa lama
pemakaian harus dihentikan sebelum dipakai kembali atau
berapa lama obati itu minimal harus digunakan.

3.9.

Peringatan dan Perhatian :


Dijelaskan akibat-akibat yang mungkin terjadi dan harus
diperhatikan pada pemakaian obat, terutama pada
keadaan-keadaan tertentu, serta anjuran untuk tidak
menggunakan obat tersebut pada keadaan-keadaan
tertentu untuk menghindarkan efek-efek yang tidak
dikehendaki.

3.10.

Efek Samping :
Macam-macam efek yang tidak dikehendaki yang
mungkin dapat timbul pada pemberian obat. Disebutkan
juga frekuensinya (bila ada), bahayanya, tindakantindakan yang perlu diambil bila efek samping tersebut
benar-benar terjadi.

3.11.

Kontra Indikasi :
Dijelaskan keadaan-keadaan tertentu dimana obat tidak
boleh diberikan, misalnya pada wanita hamil atau
menyusui, pada penderita dengan penyakit tertentu.

3.12.

Interaksi Obat :
Dijelaskan interaksi dengan obat lain atau makanan, dan
anjuran untuk menyesuaikan skema dosis dalam hal
mempergunakan obat lain yang dapat berinteraksi.

3.13.

Cara Penyimpanan :
obat jadi yang memerlukan cara penyimpanan khusus agar
dijelaskan kondisi penyimpanannya.

3.14.

Rancangan Penandaan:
Yang dimaksud dengan rancangan penandaan yang
lengkap adalah rancangan (art work") dari etiket, brosur
dan bungkus luar sesuai dengan peraturan tentang
pembungkusan dan penandaan yang berlaku. Informasi
minimal yang harus dicantumkan pada penandaan seperti
tercantum dalam Tabel 1.

3.15.

lsi Periklanan :
Yang dimaksud dengan isi periklanan adalah segala
informasi direncanakan untuk dicantumkan dalam iklan
baik untuk umum maupun untuk tenaga kesehatan. Isi
periklanan harus didasarkan pada informasi yang disetujui
pada Pendataran.

3.16.

Nomor Batch :
Penandaan yang terdiri dari angka atau huruf atau
gabungan keduanya yang merupakan tanda pengenal suatu
batch, yang memungkinkan penelusuran kembali riwayat
lengkap pembuatan batch tersebut, termasuk tahap-tahap
produksi, pengawasan dan distribusi.

3.17.

Harga Jual Apotik :


Harga yang dicantumkan adalah harga jual Apotik
persatuan kemasan yang berlaku untuk seluruh Indonesia.

3.18.

Informasi Tambahan Khusus untuk Obat Hewan :


3.18.1.

Tujuan penggunaan :
Tuliskan hewan yang dapat diobati dengan obat
jadi yang bersangkutan. Hewan yang dapat
diobati dengan obat jadi tersebut tidak cukup
hanya ditulis secara garis besar seperti binatang
besar, binatang kecil, unggas, ikan dan lain
sebagainya tetapi harus dituliskan spesiesnya.
perlu diambil bila efek samping tersebut benarbenar terjadi.

Tabel 1
Informasi yang harus dicantumkan pada penandaan obat jadi
Informasi yang harus
dicantumkan
1. Nama obat jadi
2. Bobot neto/volume/isi
3. Komposisi Obat
4. Nama Industri Farmasi
5. alamat Industri Farmasi
6. Nomor Pendaftaran
7. Nomor Batch
8. Tanggal Kadaluarsa
(Jika Perlu)
9. Dosis
10. Cara Penggunaan
11. Cara kerja/farmakologi
12. Indikasi
13. Kontra indikasi
14. Efek samping
15. Interaksi obat
16. Peringatan/Perhatian
17. Cara penyimpanan
18. Tanda peringatan
OBT (untuk obat BT)
19. Harus dengan resep
dokter (untuk obat keras)
20. Lingkaran tanda khusus
obat keras/obat bebas/OBT

Etiket

Brosur

V
V
V
V
V
V
V
V

Bungkus
luar
V
V
V
V
V
V
V
V

V
V
V
V
V
V
-

Strip/
Blister
V
V
V
V
V

Catch
Cover
V
V
V
V
V
V
V
-

Ampul/
Vial
V
V
V
V
V
V
V
V

*
*
*
*
V
V

*
*
*
*
*
V
V

V
V
V
V
V
V
V
V
V
V

V
V
V
V
V
V
V
V
V

V
-

Keterangan : Tanda V berarti informasi Harus dicantumkan.


Tanda * berarti informasi boleh menunjuk pada brosur
3.18.2. Waktu tunggu untuk dipotong :
Bila obat ditujukan untuk dipergunakan pada
hewan potong, harus diberikan waktu tunggunya.
Yang dimaksud dengan waktu tunggu adalah
waktu minimal yang diperlukan mulai dari obat

dipakaikan pada hewan sampai hewan boleh


dipotong.
3.18.3.

Cara pemberian :
Harus dijelaskan apakah obat jadi dapat
diberikan dengan dicampur makanan atau harus
diberikan langsung, secara disuntikkan, peroral
dan lain sebagainya.

3.18.4.

Jenis makanan yang dapat dicampur dengan obat


(khusus untuk premix) :
Bila obat jadi dapat dicampur dengan makanan
hewan, harus dijelaskan jenis makanan yang
dapat dicampur sehingga didapatkan campuran
yang merata dan stabil. Di samping itu harus
dijelaskan berapa lama campuran obat dengan
makanan tersebut dapat disimpan.

4. FORMULIR C1.
(Uraian dan kesimpulan Data Mutu dan Teknologi).
Informasi yang dimintakan dituliskan pada lembar khusus yang
disediakan bersama formulir C1 dengan urutan sesuai nomor urut
di sebelah kiri formulir. Pemohon harus membubuhkan tanda
silang pada kotak yang tersedia bila informasi yang dimintakan
dapat diberikan.
Pada kolom yang disediakan ditunjukkan letak data yang
disimpulkan dalam dokumen yang dilampirkan pada formulir D2
dengan menuliskan nomor dokumen serta nomor halamannya
dalam dokumen tersebut.
Formulir C1 berisi uraian lengkap dan singkat mengenai data
mutu dan teknologi. Harus dijelaskan juga dasar alasan
penggunaan zat, alat, prosedur pembuatan maupun buku standar
bila tidak dipakai Farmakope Indonesia atau Ekstra Farmakope
Indonesia.
Dasar alasan dapat diambil dari pustaka ilmiah, textbook maupun
informasi dari produsen bahan baku. Sumber informasi harus
dituliskan secara lengkap sebagaimana lazimnya bila menunjuk
suatu naskah ilmiah.
4.1.

Formula :

Dalam formula harus dituliskan semua zat berkhasiat dan


zat tambahan yang digunakan, termasuk zat yang
digunakan, termasuk zat yang hilang atau bereaksi selama
proses pembuatan.
Penulisan masing-masing zat
mengikuti ketentuan cara penulisan zat berkhasiat, zat
tambahan dan zat warna. Penulisan jumlah masing-masing
zat mengikuti ketentuan mengenai satuan ukuran.
Dalam beberapa hal perlu dijelaskan fungsi masingmasing zat tambahan beserta dasar pemilihannya dengan
mempertimbangkan segi mutu, stabilitas, bioavailabilitas
dan interaksi.
4.2.

Prosedur Pembuatan :
Prosedur pembuatan harus diuraikan tahap demi tahap
mulai penimbangan bahan baku sampai dengan
pengemasan terakhir. Uraian tersebut meliputi pula
pengujian yang dilakukan selama proses pembuatan
("inprocess control").
Dalam beberapa hal harus dijelaskan alasan pemilihan
prosedur pembuatan, pemilihan alat serta pengujian yang
dilakukan. Untuk setiap bentuk sediaan, kelengkapan
uraian prosedur pembuatan termasuk "inprocess control"
hendaknya mengikuti petunjuk di bawah ini.
4.2.1. Tablet.
Dalam prosedur pembuatan perlu diterangkan
mengenai lama waktu tiap pengaduan pada
pencampuran bahan-bahan obat, kepekatan
mucilage
yang
digunakan,
serta
cara
mencampurkan atau melarutkan pengawet ke
dalam masa obat; ayakan (nomor "mesh") untuk
granulat basah dan kering, lama pengeringan ke
serta suhu pengeringan granulat basah; suhu dan
kelembaban udara dalam ruangan mesin tablet
serta ruangan pengepakan pada pembuatan tablet
tertentu, dan apakah pada waktu mengemas
ditambah zat penyerap air atau" air dryer".
Selain
hal tersebut di atas, khusus pada
pembuatan tablet bersalut gula atau selaput perlu
ditambahkan keterangan mengenai suhu dan

banyak larutan penyalut serta interval waktu tiap


penambahan ; suhu dan waktu tiap tingkatan yakni
tingkatan lapisan dasar ( "undercoating"), lapisan
"subcoating^, pewarna (" translucent") lapisan
terakhir ("polishing" ), suhu dan waktu mengaliri
udara panas/kering tiap dilakukan: khusus untuk "
spray coating", harus diterangkan tekanan
udara/compresor untuk spray tersebut ;
penyimpanan dan pengepakan dalam wadah akhir
apakah ditambah zat penyerap air/"air dryer",
dalam " in-process control" sebelum dicetak jadi
tablet perlu diterangkan persyaratan mengenai
berat granulat kering yang diperoleh; kadar air
dalam granulat kering; kadar zat berkhasiat dan
bila ada kualitas granulat.
Dalam" inprocess control" selama dicetak jadi
tablet perlu diterangkan persyaratan mengenai
bobot rata-rata tiap tablet; kekerasan dan daya
hancur tiap tablet dan frekuensi pengontrolan.
Dalam " inprocess control" setelah selesai dicetak
atau disalut perlu diterangkan persyaratan
mengenai keseragaman bobot; kekerasan; daya
hancur; mutu kualitatif dan kuantitatif zat
berkhasiat; isi tiap wadah akhir; kebocoran
aluminiumfoil atau blister dan lain-lain.
4.2.2. Obat suntik, tetes mata dan larutan steril lain.
Dalam prosedur pembuatan perlu diterangkan
mengenai cara dan urutan melarutkan bahan
termasuk penggunaan gas inert(jenis gas inert) dan
cara membebaskan air dari gas CO2 dan/atau 02;
penyaringan larutan yang meliputi jenis dan "pore
size" saringan, berapa kali penyaringan dilakukan
dan apakah penyaringan di Bantu dengan
penghisapan atau tekanan udara,derajat halus dari
tiap-tiap bahan untuk suspensi steril;
Cara sterilisasi secara terperinci; bila diperlukan
kerja aseptis agar diterangkan cara mensterilkan
ruangan tempat penyaringan dan pengisian cairan ,
mesin pengisi dan alat perlengkapan lainnya,
bahan baku, wadah dan perlengkapan pekerja
(masker, topi,jas kerja).

Bila pekerjaan (penyaringan/pengisian) dilakukan


dalam "laminar flow cabinet" agar diterangkan.
Dalam " inprocess control" sebelum disaring perlu
diterangkan persyaratan mengenai pH dan mutu
zat berkhasiat.
Dalam "inprocess control" setelah disaring dan
sebelum pengisian ke dalam wadah perlu
diterangkan persyaratan mengenai pH, kadar zat
berkhasiat dan sterilitas dari larutan dan wadah
akhir (untuk sediaan yang dikerjakan secara
aseptik). Dalam "inprocess control" secara
pengisian ke dalam wadah perlu diterangkan
persyaratan mengenai "inprocess control" setelah
selesai pengujian ke dalam wadah perlu
diterangkan persyaratan mengenai kebocoran
ampul/vial, jumlah ampul/vial yang dihasilkan.
Dalam inprocess control setelah selesai
sterilisasi perlu diterangkan persyaratan mengenai
kebocoran, kejernihan, keseragaman volume, pH,
mutu zat berkhasiat, kadar zat berkhasiat, sterilitas,
batas pirogen (untuk larutan injeksi yang
volumenya lebih dari 10 ml per satuan dosis), tes
histamine, batas keracunan untuk sediaan tertentu
isotomi dan lain-lain.
4.2.3. Kapsul.
Dalam prosedur pembuatan perlu diterangkan
mengenai suhu dan kelembaban udara dalam
ruangan pengisi kapsul; bobot rata-rata tiap kapsul;
apakah pada pengepakan ke dalam wadah akhir
ditambah zat penyerap lembab/air dryer". Dalam
"inprocess control" sebelum pengisian kapsul perlu
diterangkan persyaratan mengenai kadar zat
berkhasiat; homogenitas; dan kadar air (bila perlu).
D alam "inprocess control" selama pengisian
kapsul perlu diterangkan persyaratan mengenai
bobot rata-rata isi tiap kapsul; daya hancur; dan
interval waktu pengontrolan tersebut. Dalam
"inprocess control" setelah selesai pengisian
kapsul perlu diterangkan persyaratan mengenai
keseragaman bobot rata-rata kapsul; daya hancur;
mutu zat berkhasiat, kadar zat berkhasiat,

kebocoran aluminium foil atau blister dan lainlain.


4.2.4. Cairan dan larutan.
Dalam prosedur pembuatan perlu diterangkan
mengenai cara-cara melarutkan bahan; cara
mereaksikan bahan-bahan (bila diperlukan);
penyaringan larutan; bobot/volume tiap wadah.
Dalam "inprocess control sebelum pengisian ke
dalam wadah dan setelah penyaringan perlu
diterangkan persyaratan mengenai pH, bobot
spesifik, kekentalan, mutu zat berkhasiat, kadar zat
berkhasiat, kebocoran wadah, jumlah hasil jadi
yang diperoleh dan lain-lain.
4.2.5. Emulsi, Suspensi dan Krem.
Dalam prosedur pembuatan perlu diterangkan
mengenai derajat halus dari bahan baku; cara
pengisian ke dalam wadah; bobot/volume tiap
wadah. Dalam "inprocess control" sebelum
pengisian kedalam wadah perlu diterangkan
persyaratan mengenai jumlah emulsi atau suspensi
atau krem yang diperoleh setelah selesai
pengadukan atau pencampuran, homogenitas,
bobot spesifik, kekentalan, mutu zat berkhasiat,
kadar zat berkhasiat. Dalam "inprocess control"
selama pengisian ke dalam wadah perlu
diterangkan persyaratan mengenai keseragaman
bobot, frekuensi pengontrolan. Dalam "inprocess
control setelah selesai pengisian ke dalam wadah
perlu diterangkan persyaratan mengenai mutu zat
berkhasiat , kadar zat berkhasiat, bobot spesifik,
kekentalan,
besar
partikel,
homogenitas,
keseragaman volume atau bobot, kebocoran
wadah, jumlah hasil yang diperoleh dan lain-lain.
4.2.6. Salep kulit dan Supositoria.
Dalam prosedur pembuatan perlu diterangkan
mengenai derajat halus dari bahan baku; suhu dan
waktu pemanasan atau pendinginan; cara dan
waktu pencampuran, bobot atau volume tiap
wadah atau tiap supositoria. Dalam "inprocess

control" sebelum pengisian ke dalam wadah perlu


diterangkan persyaratan mengenai mutu zat
berkhasiat, Kadar zat berkhasiat, homogenitas
besar partikel. Dalam "inprocess control" selama
pengisian ke dalam wadah atau pencetakan
supositoria
perlu
diterangkan
persyaratan
mengenai keseragaman bobot atau volume,
frekuensi pengontrolan .dalam" inprocess control"
setelah selesai pengisian ke dalam wadah atau
pencetakan
perlu
diterangkan
persyaratan
mengenai keseragaman bobot atau volume, mutu
zat berkhasiat, kadar zat berkhasiat, besar partikel,
waktu hancur, titik leleh atau titik cair. Kebocoran
wadah dan lain-lain. Khusus untuk supositoria
diterangkan persyaratan mengenai kerenyahan atau
kekerasan.
4.2.7. Salep mata.
Dalam prosedur pembuatan perlu diterangkan
mengenai cara kerja secara aseptik yang meliputi
cara mensterilkan ruangan penyaringan atau
pengisian cairan, mesin pengisian dalam
perlengkapan lainnya, bahan baku, wadah serta
perlengkapan pekerja jenis saringan yang
digunakan bila basis salep perlu dicairkan dan
disaring lebih dahulu; hal-hal lain seperti pada
salep kulit. Dalam "inprocess control" sebelum
pengisian ke dalam tube atau wadah perlu
diterangkan persyaratan mengenai homogenitas,
besar partikel, sterilitas dari masa salep dan wadah
akhir, kadar zat berkhasiat. Dalam "inprocess
control" selama pengisian ke dalam tube atau
wadah perlu diterangkan persyaratan "inprocess
control setelah selesai, ke dalam tube atau wadah
akhir perlu diterangkan persyaratan mengenai
keseragaman bobot, homogenitas, besar partikel,
sterilitas, mutu zat berkhasiat, kadar zat berkhasiat,
kebocoran wadah dan lain-lain
4.2.8. Tetes hidung dan telinga.
Kedua sediaan ini dapat dikategorikan pada cairan
atau suspensi, maka inprocess control yang perlu

diterangkan disesuaikan dengan hal-hal yang


diuraikan dalam sediaan cairan dan suspensi.
4.3.

Spesifikasi dan Metoda Pengujian Zat Berkhasiat ;


Spesifikasi dan metoda pengujian zat berkhasiat meliputi
nama bahan (sesuai dengan ketentuan mengenai cara
penulisan zat berkhasiat), rumus molekul; rumus bangun;
bobot molekul; pemerian; uraian tentang tetapan fisika
dan kimia; identifikasi; kemurnian serta cara
pengujiannya; dan persyaratan serta metoda penetapan
kadar atau potensi; pengujian khusus seperti pengujian
sterilitas, pirogenitas, batas keracunan, antihistamin dan
lain-lain, cara penyimpanannya. Bila tidak mengikuti
Farmakope Indonesia atau Ekstra Farmakope lndonesia
harus disebutkan Farmakope lain atau publikasi yang
digunakan serta dasar pertimbangan penggunaannya. Bila
mungkin dikemukakan perbandingan metoda pengujian
yang digunakan dengan metoda dari Farmakope
Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, Farmakope
Lainnya atau metoda lainnya. Hal-hal yang harus
dikemukakan dalam uraian pengujian khusus sekurangnya
mengikuti petunjuk berikut :
4.3.1. Penetapan kadar atau potensi secara mikrobiologi.
Dalam penetapan kadar atau potensi secara
mikrobiologi perlu diterangkan mengenai metoda
yang digunakan; materi yang digunakan;
perbenihan yang digunakan; masa inkubasi; cara
perhitungan potensi atau kadar; batas ralat yang
digunakan; baku pembanding dan sumber Pustaka.
4.3.2. Pengujian sterilitas.
Dalam pengujian sterilitas perlu diterangkan
mengenai metoda yang digunakan; perbenihan
yang digunakan, jumlah hari pengamatan; bakteri
pembanding untuk perbenihan; cara meniadakan
daya pengawet dan antibiotic yang menghambat
pertumbuhan mikroba dan sumber pustaka.
4.3.3. Pemeriksaan batas jasad renik.
Dalam pengujian batas jasad renik perlu
diterangkan mengenai metoda yang digunakan;

perbenihan yang digunakan; masa inkubasi; cara


pengamatan; cara meniadakan daya antibiotik dan
pengawet yang menghambat pertumbuhan bakteri
dan sumber pustaka.
4.3.4. Pengujian pirogenitas.
Dalam pengujian pirogen perlu diterangkan
mengenai metoda yang digunakan; hewan
percobaan dan jumlah yang digunakan; alat
pengukur suhu yang digunakan; cara penilaian
hasil percobaan dan sumber pustaka.
4.3.5. Pengujian batas keracunan.
Dalam pengujian batas keracunan perlu
diterangkan mengenai metoda yang digunakan;
hewan percobaan yang digunakan dan jumlahnya;
cara pengamatan; cara perhitungan dan sumber
pustaka.
4.3.6. Pengujian Histamin dan zat mirip Histamin.
Dalam pengujian Histamin dan zat mirip Histamin
perlu diterangkan mengenai metoda yang
digunakan; baku pembanding yang digunakan;
hewan percobaan dan jumlah yang digunakan; cara
penilaian dan sumber pustaka.
4.4.

Spesifikasi dan Metoda Pengujian Zat Tambahan:


Kelengkapan yang diperlukan sama dengan spesifikasi
dan metoda pengujian zat berkhasiat.

4.5.

Spesifikasi dan Metoda Pengujian Obat Jadi :


Spesifikasi dan metoda pengujian obat jadi meliputi
pemerian; bobot atau volume; uraian tentang tetapan fisika
dan kimia; identifikasi zat berkhasiat dalam obat jadi;
persyaratan serta metoda penentuan kadar atau potensi;
pengujian khusus antara lain pengujian sterilitas;
pirogenitas; batas keracunan; zat Histamin dan mirip
Histamin dan lain-lain serta cara penyimpanan. Harus
dikemukakan dasar pertimbangan pemilihan spesifikasi
dan metoda pengujian yang digunakan. Bila mungkin
dikemukakan perbandingan metoda pengujian yang
digunakan dengan metoda lain. Kelengkapan yang

diperlukan untuk pengujian sterilitas, pengujian batas


jasad renik, pengujian pirogen, pengujian batas keracunan
serta pengujian Histamin dan zat mirip Histamin dapat
dilihat pada petunjuk spesifikasi dan metoda pengujian zat
berkhasiat.
Beberapa
pengujian
khusus
sekurang-kurangnya
mengikuti petunjuk berikut :
4.5.1. Penetapan potensi/kadar secara biologic obat
suntik tertentu. Informasi yang harus diberikan
meliputi metoda penentuan; spesies dan jumlah
hewan percobaan; gejala yang diamati; jumlah hari
pengamatan; cara penilaian/perhitungan; batas
ralat yang digunakan; baku pembanding dan
sumber pustaka.
4.5.2. Penetapan kadar khusus seperti aktivitas enzime.
Informasi yang harus diberikan meliputi metoda
penetapan secara. lengkap; baku pembanding yang
digunakan dan sumber pustaka.
4.5.3. Pengujian keracunan khas untuk vaksin.
Informasi yang harus diberikan meliputi metoda
yang digunakan; hewan percobaan dan jumlah
yang digunakan; gejala yang diamati; jumlah hari
pengamatan dan sumber pustaka.
4.5.4. Pengujian keracunan abnormal untuk serum anti.
Informasi yang harus diberikan meliputi metoda
yang digunakan; hewan percobaan dan jumlah
yang digunakan; cara pengamatan; cara
perhitungan dan sumber pustaka.
4.6.

Spesifikasi dan Metoda Pengujian Bahan Kemasan:


Spesifikasi dan metoda pengujian bahan kemasan meliputi
nama bahan; identitas yang khas; persyaratan; prosedur
pengujian dan syarat batas. Bila mungkin dikemukakan
pula dasar pertimbangan pemilihan spesifikasi dan metoda
pengujian yang digunakan.

4.7.

Metoda pengujian stabilitas:


Harus diberikan keterangan mengenai hal-hal yang
diamati dalam menguji stabilitas obat jadi (misalnya
dalam obat suntik, selain kadar zat berkhasiat persyaratan
lain yang digunakan adalah sterilitas, pH, kejernihan dan

sebagainya); metoda pengujian yang digunakan; kondisi


(suhu, kelembaban udara dan lain-lain) yang dipergunakan
untuk pengujian; lama percobaan; peralatan yang
dipergunakan dalam stabilitas. Harus dijelaskan pula dasar
pertimbangan atau pustaka yang dipakai sebagai dasar
penyusunan metoda pengujian serta pemilihan metoda
pengujian.
Hasil pengujian stabilitas:
Berikan semua hasil percobaan stabilitas tersebut di atas
yang meliputi hasil urai yang terjadi serta apakah hasil
urai ini mempengaruhi khasiat dan atau keamanan obat;
hilangnya efektivitas pengawet; data lain yang relevan
dengan stabilitas obat jadi; shelf-life (jangka waktu
stabilitas) obat jadi serta perhitungannya. Apabila
mungkin dapat percobaan stabilitas ini diberikan dalam
bentuk tabel.
4.8.

Uraian singkat sintesa Zat Berkhasiat :


Uraian ini hanya diperlukan untuk zat berkhasiat yang
belum tercantum dalam Farmakope-Farmakope. Uraian
diberikan secara skematis dengan menggambarkan bahan
asal, reaksi dalam setiap tahap sintesa, pemurniannya
termasuk hasil antara, pelarut dan bahan tambahan
lainnya, yang memungkinkan untuk menilai kemurnian,
batas kemurnian serta metoda pengujian kemurniannya.

5. FORMULIR C2.
( Uraian dan kesimpulan hasil uji preklinis).

Uraian dan kesimpulan hasil uji preklinis merupakan uraian


lengkap dan ringkas serta kesimpulan hasil uji preklinis.

5.1.

Farmakodinamik:
Uraian farmakodinamik harus meliputi metoda penelitian
dan keterangan tentang hewan percobaan seperti jenis
hewan percobaan yang digunakan ; umur dan jenis
kelamin; dosis, banyaknya pemberian perhari, lama
pemberian dan cara pemberian, parameter yang diukur.

5.1.1. Efek obat terhadap berbagai organ.


Harus dijelaskan jenis organ yang dipengaruhi
obat, efek yang ditimbulkan serta reversibilitas
dari efek tersebut. Harus dijelaskan apakah
percobaan dilakukan pada organ yang diisolasi,
binatang yang dibius atau tidak dibius. Semua efek
yang ditimbulkan harus dikemukakan baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan dan
harus dijelaskan alasan parameter yang dipakai.
5.1.2. Mula kerja, efek puncak dan masa kerja obat.
Harus disajikan dalam bentuk kurva yang
menggambarkan hubungan antara efek obat dan
waktu.
5.1.3. Hubungan dosis-intensitas efek obat.
Harus disajikan dalam bentuk kurva sehingga
dapat menggambarkan potensi, efek maksimum,
variabilitas dan kecuraman efek obat. Bila
mungkin data hasil penelitian di bandingkan
dengan data obat lain yang dikenal dengan kerja
serupa.
5.1.4. Spesifitas dari efek yang ditimbulkan.
Misalnya apakah efek relaksasi
suatu obat
terhadap otot polos terbatas pada suatu organ
tertentu atau tidak. Ini berarti bahwa screening
terhadap efek farmakodinamik harus dikerjakan
pada berbagai organ, sehingga diketahui spesifitas
dari efek yang ditimbulkan.
5.1.5. Tempat dan cara kerja obat.
Cukup jelas.
5.1.6. Toleransi/ketergantungan.
Bila obat digunakan untuk jangka lama, perlu ada
data penelitian mengenai kemungkinan timbulnya
toleransi/ketergantungan karena adanya perbedaan
respons di antara berbagai spesies.
5.1.7. Interaksi obat.

Informasi ini terutama diperlukan bila diketahui


senyawa
induk(
"parent
compound")
memperlihatkan interaksi . Bila perlu dijelaskan
penyesuaian dosisnya untuk mendapatkan efek
yang diinginkan.
5.1.8. Hasil penelitian efek obat secara histologik dan
biokimia.
Harus dijelaskan hasil penelitian histologik dan
biokimia yang menyangkut efek yang diinginkan
serta reversibilitasnya. Parameter yang diukur
harus jelas dan cara pengukurannya harus
dijelaskan.
5.1.9. Efek terhadap parasit atau mikroorganisme.
Khusus untuk obat-obat Kemoterapi harus
dijelaskan mengenai spectrum kerjanya dan batasbatas konsentrasi yang menimbulkan efek.
5.1.10.

5.2.

Efek terapi pada hewan percobaan yang sakit


atau dibuat sakit.
Data hanya diberikan bila percobaan mungkin
dilakukan.

Farmakokinetik:
5.2.1. Absorpsi obat.
Mencakup tempat absorpsi, jumlah
diabsorpsi dan kecepatan absorpsi.

yang

5.2.2. Distribusi obat.


Mencakup kadar puncak dan waktu mencapainya,
ikatan dengan protein plasma, dan kadar obat
dalam berbagai jaringan.
5.2.3. Metabolisme (Biotransformasi) obat.
Mencakup tempat terjadinya metabolisme, proses
metabolisme, prosentase obat yang mengalami
metabolisme dan adanya metabolit yang aktif atau
toksik.
5.2.4. Ekskresi obat.

Mencakup tempat ekskresi, mekanisme ekskresi,


kecepatan ekskresi, bentuk-bentuk dan prosentase
masing-masing bentuk obat yang diekskresi,
terutama bentuk yang aktif atau toksik.
5.2.5. Waktu paruh eliminasi.
Waktu paruh eliminasi bentuk yang aktif dan yang
toksik.
5.2.6. Prosentase yang menembus sawar darah otak(
"Blood Brain Barrier').
Cukup jelas.
5.2.7. Prosentase yang menembus sawar uri
("Placental Barrier").
Harus dijelaskan pula ada banyak kemungkinan
obat ditransfer ke air susu ibu.
5.3.

Toksikologi:
5.3.1. Toksisitas akut.
a. Harus diberikan kesimpulan percobaan yang
meliputi dosis letal 50% (LD 50) setelah
pemberian tunggal, hasil pengamatan gejalagejala dan kelainan yang timbul pada fungsifungsi penting dan sebab kematian hewan
percobaan (dari hasil autopsy dan pengujian
histologik).
b. Hewan percobaan: sekurang-kurangnya dua
roden dan satu non-roden, baik jantan maupun
betina.
c. Cara pemberian obat: harus sesuai dengan cara
pemberian yang direncanakan pada manusia,
misalnya bila obat direncanakan akan
diberikan secara intravena, maka data
pemberian dengan cara tersebut harus
disertakan.

d. Metoda: cara menentukan dosis letak 50% (


LD 50) harus menurut metoda yang lazim
digunakan.
e. Observasi: harus dilakukan observasi yang
terperinci mengenai efek obat terhadap fungsifungsi penting, seperti gerak dan tingkah laku,
pernapasan, dan timbulnya gejala-gejala yang
jelas, seperti kejang dan muntah. Tanda-tanda
ini seringkali menunjukkan sebab kematian;
tanda-tanda ini harus dilengkapi dengan
autopsi serta pengujian histologik . Observasi
harus dilakukan sekurang-kurangnya selama
dua minggu setelah pemberian obat, atau lebih
lama bila tanda-tanda yang jelas bertahan atau
terjadi kematian yang terlambat.
5.3.2. Toksisitas subakut/kronis.
a. Hasil percobaan harus menunjukkan potensi
toksik obat pada pemberian berulang kali
terhadap system fisiologik, tingkah laku reaksi
biokimia (darah dan urin) dan organ-organ,
batas dosis aman, reversibilitas efek yang
ditimbulkan, efek kumulatif dan sebab
kematian hewan percobaan (dari hasil autopsy
dan pengujian histologik).
DATA TOKSISITAS JANGKA PANJANG
PERLU DILAMPIRKAN APABILA OBAT
DIGUNAKAN BERULANGKALI.
b. Hewan percobaan : sekurang-kurangnya
dilakukan pada 2 spesies hewan, satu roden dan
satu non-roden. Sedapat mungkin dipilih satu
spesies yang responnya terhadap obat yang
diselidiki paling mirip dengan respon pada
manusia. Hewan percobaan harus sehat dan sudah
dewasa, jantan maupun betina, dan bukan kelinci.
c. Lama pemberian obat: patokan
pemberian obat adalah sebagai berikut :

lama

Lama
penggunaan
pada
manusia
- beberapa hari sampai 4
minggu
- lebih dari 4 minggu

Anjuran lama pemberian obat


pada hewan percobaan
3 bulan
6 bulan (termasuk penelitian
karsinogenik)

d. Cara pemberian obat: harus sesuai dengan cara


pemberian yang direncanakan akan diberikan
pada manusia. Misalnya, untuk obat oral, maka
data juga harus mengenai toksisitas jangka
panjang dengan pemberian oral. Obat yang
akan diberikan tiap hari pada manusia harus
diberikan pada hewan percobaan 7 hari
perminggu.
e. Dosis: sekurang-kurangnya tiga singkatan
dosis, sehingga terlihat hubungan dosis efek.
Dosis tertinggi harus memperlihatkan efek
toksik yang jelas. Tetapi hanya mematikan
sebagian kecil hewan percobaan. Dosis
terendah
harus
memperlihatkan
efek
farmakologi dengan efek samping yang
minimal. Dosis menengah memperlihatkan
efek toksik minimal.
f. Kontrol : kelompok kontrol yaitu kelompok
hewan percobaan yang tidak diberi obat, tetapi
mendapat perlakuan yang sama seperti hewan
yang mendapat obat, Kelompok ini diperlukan
untuk dapat menyimpulkan apakah suatu
kelainan disebabkan oleh obat atau oleh hal
lain (terjadi spontan).
g. Observasi : pada interval waktu yang sesuai,
harus dilakukan observasi terhadap perubahan
rupa, keadaan dan tingkah laku hewan
percobaan, setiap pengujian terhadap darah,
urin, mata, sistem kardiovaskuler dan lain-lain.

Pada semua hewan yang mati atau dibunuh


harus dilakukan pemeriksaan berat organ,
pengujian patologik mikroskopik terhadap
semua jaringan utama, dan pengujian
mikroskopik terhadap organ yang tampak
mengalami kelainan. Beberapa hewan dari
kelompok dosis tertinggi dan kelompok
kontrol masih terus diobservasi setelah obat
dihentikan, untuk melihat apakah kelainan
organ reversible atau tidak. Kelainan yang
tidak dapat dijelaskan harus diteliti lebih
lanjut.
5.3.3. Efek teratogenik.
a. Hasil percobaan harus menunjukkan potensi
obat untuk menimbulkan kelainan/cacat
bawaan pada janin.
DATA
TERATOGENIK
PERLU
DILAMPIRKAN
BILA
ADA
KEMUNGKINAN OBAT DIGUNAKAN
PADA
WANITA
DALAM
MASA
REPRODUKSI.
b. Hewan percobaan : paling sedikit harus 2
spesies, roden dan non-roden.
c. Dosis : 3 tingkatan dosis. Dosis tertinggi harus
subtoksis (dosis maksimal yang dapat
ditoleransi induk hewan) atau hanya
menimbulkan toksisitas minimal. Dosis
terendah harus di bawah dosis toksik dan dekat
dengan dosis efektif pada hewan atau dosis
terapi yang direncanakan.
d. Cara pemberian obat : Obat diberikan selama
kehamilan dengan cara pemberian yang sama
dengan cara pemberian yang digunakan dalam
klinik. Untuk obat yang akan digunakan secara
topikal dalam klinik, dan telah terbukti tidak

mengalami absorpsi sistemik tidak diperlukan


data teratogenik.
e. Kontrol
:
Kelompok
kontrol,
yang
diperlakukan sama tetapi tanpa obat, harus
selalu digunakan.
f. Observasi : dilakukan pada induk selama obat
diberikan, dan pada janin yang didapat dengan
seksio sesaria dan yang dilahirkan. Pengujian
patologik janin dengan kelainan luar dan janin
yang tampak normal harus dilakukan untuk
mengetahui kelainan pada organ dalam dan
pada rangka. Bila ditemukan efek teratogenik,
harus dilampirkan data mengenai hubungan
antara dosis dan timbulnya efek teratogenik.
5.3.4. Efek karsinogenik,
a. Hasil percobaan harus menunjukkan potensi
obat untuk menimbulkan efek karsinogenik.
b. Prioritas : Pada dasarnya semua obat perlu
dilengkapi data karsinogenik. Data tersebut
diprioritaskan
untuk
obat-obat
yang
mempunyai ciri-ciri berikut :
1. Secara kimia dan farmakologi mirip
dengan suatu zat yang dikenal sebagai
karsinogen atau yang diduga merupakan
karsinogen.
2. Menghasilkan metabolit yang mirip dengan
suatu karsinogen.
3. Mempengaruhi mitosis atau mengganggu
jaringan yang tumbuh cepat (seperti system
hematopoietik, mukosa usus halus) dalam
waktu yang relatif singkat.
4. Tinggal dalam jaringan tubuh untuk jangka
waktu yang lama.
5. Dimaksudkan untuk pengobatan jangka
panjang.
6. Dimaksudkan untuk diberikan pada
penderita-penderita tertentu, seperti bayi,
wanita hamil/menyusui.

DATA KARSINOGENIK OBAT-OBAT DI


LUAR
KETENTUAN
INI
PERLU
DISUSULKAN BILA TELAH ADA.
c. Hewan percobaan : Paling sedikit digunakan 2
spesies, roden dan non-roden. Roden yang
digunakan umumnya tikus, mencit atau
hamster.
Pada kebanyakan uji karsinogenisitas, strain
"outbred" memberikan hasil yang memuaskan,
tetapi efek karsinogenik kadang-kadang lebih
mudah diketahui train "inbred". Sedapat
mungkin digunakan hewan percobaan yang
sehat, "pathogen-controlled" dan dijauhkan
dari zat-zat yang bersifat karsinogen. Uji
karsinogenisitas sebaiknya dilakukan pada
hewan jantan dan betina, dan juga harus
dilakukan pada kelompok control.
d. Lama penyelidikan : Selama masa hidup
hewan percobaan sekurang-kurangnya 2 tahun
untuk tikus dan hamster, dan 18 bulan untuk
mencit.
e. Dosis : Sekurang-kurangnya digunakan 3
tingkatan dosis. Dosis tertinggi dalam batasbatas toksik, tetapi sebagian besar hewan
percobaan tetap hidup lama. Dosis menengah
ialah dosis yang memungkinkan hewan
percobaan tetap hidup sehat, dan tidak
memperpendek masa hidupnya. Dosis terendah
sekurang-kurangnya digunakan dosis terapi.
f. Cara pemberian obat : Harus menjamin adanya
absorpsi obat, yang mencapai kadar sama
tinggi dengan yang dicapai pada manusia.
Pemberian obat harus dilakukan setiap hari,
sekurang-kurangnya 5 hari per minggu.
g. Observasi : Nekropsi dilakukan pada semua
hewan. Pengujian makroskopik dilakukan pada

semua jaringan, dan pemeriksaan mikroskopik


pada jaringan yang timbul kelainan dan organorgan standar seperti paru-paru, hati, limpa,
kandung kemih dan ginjal.
5.3.5. Efek mutagenik.
5.4.

Data lain yang relevan :


Pemohon hendaknya melengkapi permohonannya dengan
uraian dan kesimpulan yang menyangkut hal-hal lain yang
tidak tercantum dalam formulir C3, tetapi diperlukan
untuk menunjang penilaian mengenai kemanfaatan atau
khasiat dan keamanan.

6. FORMULIR C3.
(Uraian dan kesimpulan hasil uji klinis).
6.1.

Farmakodinamik:
Hasil percobaan sedapat mungkin disajikan dalam bentuk
tabel atau kurva disertai kesimpulannya Informasi harus
dilengkapi dengan keterangan mengenai manusia yang
menjalani uji klinis. Cara pemberian harus sama dengan
yang direncanakan pada pengobatan.
6.1.1. Pengaruh obat terhadap berbagai organ tubuh
manusia, in vitro maupun in vivo.
6.1.2. Mula kerja, efek puncak dan masa kerja obat.
6.1.3. Hubungan dosis-intensitas efek obat.
6.1.4. Spesifitas dari efek yang ditimbulkan.
6.1.5. Tempat dan cara kerja obat.
6.1.6. Toleransi/ketergantungan.
6.1.7. Interaksi obat.

6.2.

Farmakokinetik :
6.2.1. Absorpsi obat,
Untuk obat yang digunakan secara lokal, bila
jumlah yang diabsorpsi cukup berarti (mungkin

6.2.2.
6.2.3.
6.2.4.
6.2.5.

6.3.

setelah penggunaan pada permukaan tubuh yang


luas) harus diberikan data yang lengkap.
Distribusi obat.
Metabolisme obat.
Ekskresi obat.
Waktu paruh eliminasi. (Uraian untuk 6.1.1.
sampai dengan 6.2.5. sama dengan uraian pada
hasil uji preklinis 5.2.).

Uji khasiat("efficacy") obat :


Harus dijelaskan mengenai pembuktian khasiat obat
terhadap penyakit/keadaan yang dicantumkan dalam
indikasi. Data ini harus berasal dari uji klinis ("Clinical
Trial") yang memenuhi syarat-syarat dibawah ini.
6.3.1. Disain penelitian : Untuk dapat mengevaluasi hasil
pengobatan dengan baik harus dilakukan
"randomized controlled clinical trial". Dalam
beberapa hal diperlukan "cross-over design".
Harus diusahakan sedikit mungkin bias dalam
memilih subyek, prosedur observasi dan cara
analisis data.
6.3.2. Subyek : perlu ditentukan criteria dalam
menentukan diagnosis. Jumlah subyek yang diikut
sertakan harus memenuhi persyaratan sample
size" yang adekuat.
6.3.3. Pengobatan : harus dilakukan dengan obat jadi
yang didaftarkan. Dosis, cara pemberian, frekuensi
dan lama pengobatan harus sesuai dengan rencana
dalam pengobatan. Bila ada pengobatan yang
dilakukan sebelumnya, bersama-sama atau
sesudahnya, harus juga dijelaskan.
6.3.4. Observasi : dilakukan per kasus dan secara
menyeluruh.
6.3.5. Analisa data : harus dikerjakan dengan metoda
statistik yang sesuai.

6.4.

Uji keamanan obat :


Harus dapat menunjukkan batas-batas dosis yang aman
yang digunakan pada manusia; efek-efek yang merugikan
pada manusia, baik mengenai macamnya, kapan
terjadinya, frekuensinya dan beratnya. Dalam hal ini
termasuk efek samping hipersensitivitas pada dosis terapi,
serta reaksi akibat dosis berlebih.

6.5.

Data lain yang relevan :


Pemohon hendaknya melengkapi permohonannya dengan
uraian dan kesimpulan yang menyangkut hal-hal lain yang
tidak tercantum dalam formulir C3, tetapi diperlukan
untuk menunjang penilaian mengenai kemanfaataan atau
khasiat dan keamanan. Misalnya data farmakokinetik yang
lain seperti fenomena satu rasi, induksi atau inhibisi
enzim metabolisme, yang mungkin diperlukan untuk obatobat tertentu.
Informasi tersebut di atas harus dievaluasi secara statistik
hingga didapatkan kesimpulan mengenai efektivitas obat
pada penggunaan yang diindikasikan; toleransi pasien
ketepatan Pemilihan dosis; kontradiksi serta efek samping.
Kesimpulan harus diberikan mulai dari evaluasi data
hingga evaluasi mengenai rasio Khasiat/keamanannya.
Evaluasi secara statistic yang dilakukan harus diuraikan
secara lengkap.

7. FORMULIRC 4.
( Uraian hasil uji preklinis dan klinis) .
Sedapat mungkin diberikan kesimpulan hasil uji preklinis dan
klinis yang tergantung dari pada jenis obatnya dapat meliputi halhal sebagai berikut:
7.1.
Efektisitas klinis untuk indikasinya.
7.2.
Efek samping yang timbul pada dosis terapi, jenis dan
insidennya.
7.3.
Gejala yang timbul pada dosis berlebih dan
penanggulangannya.
7.4.
Dosis maksimal.

7.5.

Bahaya
keracunan
subakut/kronik.
Diberikan kemungkinan bahaya pada pemakaian Secara
terus menerus atau berulang kali.Dijelaskan macam
bahayanya dan pembatasan Penggunaan yang perlu
diperhatikan. Bila mungkinD iberikan pula cara
mengatasinya.
7.6.
Kemungkinan terjadinya akumulasi, takifilaksis,
toleransi dan ketergantungan (fisik maupun psikis) pada
manusia. Informasi ini berkaitan dengan informasi
mengenai Bahaya keracunan subakut/kronik. Bila
disimpulkan bahwa bahaya tersebut di atas tidak ada,
maka kesimpulan tersebut harus disertai data yang
meyakinkan.
7.7.
Bukti ketepatan pemilihan spesies.
Pemilihan spesies hewan percobaan pada uji preklinis
harus dibuktikan ketepatannya dengan Membandingkan
data farmakokinetik hewan percobaan tersebut dengan
manusia, dengan titik berat pada metabolisme obat.
Terutama harus diberikan hasil evaluasi spesies hewan
percobaan pada penelitian toksisitas.
7.8.
Kemungkinan efek teratogenik, karsinogenik mutagenic
pada manusia.
Harus dijelaskan sampai dimana bukti yang telah
terkumpul ada saat obat didaftarkan.Misalnya efek
teratogenik telah ditemukan pada marmot, tapi belum
pernah ditemukan pada manusia.
7.9.
Pengaruh kelainan ginjal pada eliminasi.
Harus diutarakan bila kelainan ginjal merupakan
kontraindiksi. Arus dijelaskan pula bila diperlukan
penyesuaian dosis dalam penggunaan pada pasien dengan
kelainan ginjal. Kelainan ginjal yang dikontra-indikasikan
atau yang memerlukan penyesuaian dosis dalam
penggunaan perlu dispesifikasikan.
7.10. Pengaruh kelainan hati pada eliminasi.
Harus diutarakan bila kelainan hati merupakan
kontraindikasi. Harus dijelaskan pula bila diperlukan
penyesuaian dosis dalam penggunaan pada pasien dengan
kelainan hati. Kelainan hati yang dikontraindikasikan atau
yang memerlukan penyesuaian dosis dalam penggunaan
perlu dispesifikasikan.

8. FORMULIRC 5.
(Uraian dan kesimpulan hasil uji biofarmasi).
8.1.

Farmakokinetik.
8.1.1. Absorpsi obat.
8.1.2. Distribusi obat.
8.1.3. Metabolisme obat.
8.1.4. Eliminasi obat.
(Uraian untuk 8 .1.1.sampai dengan 8 .1,4.
Sama dengan uraian pada hasil uji preklinis 5.2.)

8.2.

Ketersediaan/kesetaraan hayati:
Mencakup kecepatan dan jumlah zat aktif atau zat
terapeutik yang diabsorpsi dari produk obat jadinya yang
mencapai tempat kerjanya atau sirkulasi sistemik.

8.3.

Uji in vitro :
8.3.1. Test disolusi.
Mencakup kecepatan pelepasan suatu zat dari
bentuk sediaannya. Uji ini juga dimaksud untuk
mengetahui karakteristik bentuk sediaan dan
menjamin sifat yang tetap batch per batch.
8.3.2. Ikatan protein.
Untuk dapat mengetahui karakteristik obat lebih
lanjut.

9. FORMULIR D1.
(Data Administrasi).
9.1.

Dokumen administratif untuk permohonan pendaftaran


obat jadi produksi dalam negeri terdiri dari :
a. Izin industri farmasi.
b. Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
untuk bentuk sediaan yang bersangkutan.

9.2.

Dokumen administratif untuk permohonan pendaftaran


obat jadi impor terdiri dari :

b. Izin pedagang besar farmasi importir atau industri


farmasi.
c. Surat penunjukan dari produsen di luar negeri.
d. Certificate of Free Sale (CFS) dari Negara asal.
e. Certificate CPOB dari produsen di luar negeri yang
diakui Departemen Kesehatan RI.
9.3.

Khusus untuk obat jadi yang penemuan dan


pengembangannya dilakukan di luar negeri, disamping
dokumen tersebut di atas harus disertakan pula salinan
surat keterangan yang berwenang yang menyatakan
bahwa obat jadi tersebut telah disetujui beredar di negara
tempat penemuan dan pengembangannya dan di negaranegara lain ("Certificate of free sale").
Harus dijelaskan untuk indikasi apa obat tersebut disetujui
beredar di masing-masing negara itu.

9.4.

Khusus untuk obat yang diproduksi atas dasar lisensi,


disamping dokumen tersebut di atas harus disertakan pula
salinan surat penunjukan pemberi lisensi dan dokumen
perjanjian lisensi.

10. FORMULIR D2.


(Dokumen data Mutu dan Teknologi).
Semua dokumen yang relevan dengan data mutu dan teknologi
harus disertakan, paling sedikit harus dapat memberikan
informasi mengenai uraian yang tertera pada Formulir C1.
Terutama harus disertakan semua dokumen yang ditunjuk dalam
uraian yang tertera pada Formulir C1 yang dapat berasal dari
buku atau publikasi.

11. FORMULIR D3.


(Dokumen hasil uji preklinis).
Semua dokumen yang relevan dengan uji preklinis harus
disertakan, paling sedikit harus dapat memberikan informasi
mengenai uraian yang tertera pada Formulir C2.

Terutama harus disertakan semua dokumen yang ditunjuk dalam


uraian yang tertera pada Formulir C2.
12. FORMULIR D4.
(Dokumen hasil uji klinis).
Semua dokumen yang relevan dengan uji klinis harus disertakan,
paling sedikit harus dapat memberikan informasi mengenai uraian
yang tertera pada Formulir C3. Terutama harus disertakan semua
dokumen yang ditunjuk dalam uraian yang tertera pada Formulir
C3.
13. FORMULIR D5.
(Dokumen hasil uji biofarmasi).
Semua dokumen yang relevan dengan uji biofarmasi harus
disertakan, paling sedikit harus dapat memberikan informasi
mengenai uraian yang tertera pada Formulir C5. Terutama harus
disertakan semua dokumen yang ditunjuk dalam uraian yang
tertera pada Formulir C5.
14. FORMULIR E.
(Contoh).
Contoh Obat Jadi dalam Kemasan Lengkap :
contoh obat jadi dalam kemasan lengkap seperti yang akan
diedarkan harus diserahkan dalam jumlah satu kemasan bersamasama dengan laporan pelaksanaan produksi.
contoh ini terutama diperlukan untuk pemeriksaan penandaan
sehingga jumlah obat jadi dalam satu satuan kemasan tersebut
dapat dari jumlah obat jadi dalam satu satuan kemasan seperti
yang diedarkan.

You might also like