You are on page 1of 8

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN ARTERIOVENOUS MALFORMATIONS (AVM)

Februari 2, 2014
5 Votes

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN ARTERIOVENOUS MALFORMATIONS (AVM)

A.
1.

KONSEP DASAR PENYAKIT


PENGERTIAN

Arteriovenous malformations (AVM) adalah massa arteri dan vena yang


bergelung-gelung, tidak menyalurkan oksigen ke otak karena tidak
memiliki kapiler (Gruendemann & Fernsbner, 2005). AVM atau
malformasi pembuluh darah atreri dan vena yaitu suatu kondisi dimana
pembuluh darah arteri dan vena saling berhubungan tanpa adanya
pembuluh darah kapiler. AVM merupakan kelainan kongenital yang
jarang terjadi namun berpotensi menimbulkan gejala neurologi yang
serius apabila terjadi pada vaskularisasi otak dan bahkan berisiko
menimbulkan kematian.

2.

EPIDEMIOLOGI

Insiden AVM di Amerika Serikat tidak sepenuhnya diketahui karena


hanya 12% dari kasus AVM yang menimbulkan gejala. Insiden AVM
diperkirakan sekitar 300.000 kasus. Kematian terjadi pada 10-15% kasus
dengan perdarahan, dan berbagai derajat morbiditas terjadi pada sekitar
30-50% kasus. Rata-rata usia penderita AVM adalah 33 tahun, dengan
64% yang diidentifikasi sebelum 40 tahun (Yeager, 2009).

3.

ETIOLOGI

Penyebab pasti terjadinya MAV tidak dapat diketahui secara pasti.


Umumnya, MAV disebabkan oleh kelainan kongenital/bawaan yang
terjadi pada masa embrio sehingga seseorang lahir dengan kelainan
tersebut. Tetapi, penyakit ini tidak diturunkan secara herediter (tidak ada
diteruskan ke anak ataupun mendapatkannya secara genetis dari faktor
keturunan).

4.

PATOFISIOLOGI

Penyebab terjadinya AVM hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa AVM tejadi akibat kelainan
kongenital dimana arteri dan vena menyatu tanpa adanya pembuluh
darah kapiler yang tejadi pada masa embrio. Arteri dan vena yang
menyatu ini dapat menyebabkan gangguan karena perbedaan struktur
anatomis dari kedua pembuluh darah tersebut. Peningkatan tekanan
aliran darah arteri yang tinggi ke dalam vena menyebabkan vena
mengalami vasodilatasi dan kelemahan. Dilatasi vena terus-menerus
dapat menyebabkan vena ruptur dan terjadi perdarahan. AVM dapat
berbahaya bila terjadi di dalam kavum intrakranial. Perdarahan ke dalam
intrakranial akibat rupture vena AVM menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini dapat menyebabkan edema
otak yang dapat menyebabkan nyeri dan perubahan perfusi jaringan
serebral serta gangguan mobilitas fisik bila mengenai saraf-saraf kranial.

5.

KLASIFIKASI

Terdapat 5 tipe MAV, yaitu:

MAV murni/True arteriovenous malformation (AVM)

Tipe yang paling umum terjadi, timbul koneksi abnormal antara arteri
dan vena yang tidak melibatkan jaringan otak.

Malformasi vena/Venous malformation


Pada tipe ini yang mengalami kelainan hanya pembuluh darah vena.
Sehingga vena yang mengalami defek akan mengalami pelebaran.

Malformasi kavernosa tersembunyi/Occult AVM or cavernous


malformations
Pada tipe ini malformasi vascular menyebabkan perdarahan dan
menghasilkan kejang.

Haemangioma
Haemangioma adalah kelainan vaskular yang ditemukan di permukaan
otak ataupun di permukaan kulit ataupun wajah. Hemangioma dapat
membesar dan merupakan kantung yang berisi darah yang timbul di
antara jaringan normal di seluruh area tubuh.

Fistula selaput otak


Selaput otak disebut sebagai duramater, apabila timbul koneksi abnormal
antara pembuluh darah otak dengan lapisan selaput otak, koneksi
abnormal ini disebut fistula, terdapat 3 tipe fistula duramater yaitu:

Fistula sinus karotis kavernosa; yang timbul di bagian belakang mata,


dan umumnya menimbulkan gejala apabila terjadi perdarahan di area
belakang bola mata. Pasien akan mengalami gejala seperti
pembengkakan pada mata, penurunan fungsi penglihatan, kemerahan
pada mata dan timbulnya kongesti. Terkadang timbul bunyi berdesir.
Fistulas sinus sagittal dan kulit kepala; fistula yang timbul di puncak
kepala, pasien umumnya mengeluh bising, sakit kepala dan nyeri pada
bagian puncak kepala. Dan dapat ditemukan pembesaran pembuluh
darah di bagian kulit kepala ataupun di area bawah telinga.

Fistula sinus duramater sigmoid transversa; timbul di bagian belakang


telinga dan umumnya pasien mengeluh mendengar bising yang terus
menerus yang ritmik mengikuti detak jantung, nyeri yang terlokalisir di
bagian belakang telinga, sakit kepala dan nyeri pada bagian tengkuk.

6.

MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala dari AVM otak meliputi:


a)

Kejang

b)

Seperti mendengar suara mendesing

c)

Sakit kepala

d)

Kelemahan progresif atau mati rasa

Ketika terjadi perdarahan dalam otak, tanda dan gejalanya seperti


stroke, antara lain:
a)

Sakit kepala mendadak

b)

Kelemahan, kesemutan atau kelumpuhan

c)

Penurunan penglihatan

d)

Kesulitan berbicara

e)

Ketidakmampuan untuk memahami orang lain

7.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk pemeriksaan AVM :

Vital signs: normotensi atau hipertensi, takikardia, dapat terjadi apnea.


Neurological assessments: dapat terjadi defisit neurologi pada motorik,
sensorik, dan verbal tergantung pada lokasi AVM di otak. Selain itu,
dapat ditemukan juga gangguan pada memori, penglihatan, dan
koordinasi gerakan.

8.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

Terdapat tiga pemeriksaan utama yang dilakukan untuk mendiagnosa


AVM otak, yaitu :

Cerebral arteriography
Angiography dapat digunakan untuk mengetahui ukuran AVM. Angiografi
juga dapat digunakan untuk mengevaluasi pola drainase vena (dangkal,
dalam, atau campuran). Selain itu, angiografi sering menggambarkan
faktor risiko yaitu perdarahan, termasuk aneurisma dan stenosis vena.
Perencanaan angiografi merupakan langkah penting dalam intervensi
neuroradiologik dan evaluasi bedah saraf pasien dengan AVM.

Computerized tomography (CT) scan


CT scan otak adalah tes pencitraan untuk mengevaluasi sakit kepala akut
atau perubahan status mental akut lainnya akibat perdarahan otak akut.
Adanya perdarahan lobar dicurigai sebagai adanya massa atau AVM. CT
scan otak dapat digunakan untuk mengidentifikasi area perdarahan akut,
dan hasilnya dapat menyarankan adanya malformasi pembuluh darah
terutama dengan penggunaan bahan kontras. Selanjutnya, CT scan dapat
menunjukkan kalsifikasi unik vaskular terkait dengan AVM.

Magnetic resonance imaging (MRI)


MRI dapat membantu mengidentifikasi dan mengetahui karakter AVM
dari SSP, termasuk otak dan sumsum tulang belakang, tanpa
menggunakan radiasi atau teknik invasif. MRI adalah pemeriksaan
pilihan pada pasien dengan sakit kepala kronis, gangguan kejang dengan
etiologi yang tidak diketahui, dan tinitus. MRI biasanya mengikuti
pemeriksaan CT scan dengan lesi vaskular yang mendasari, seperti AVM.
disarankan. MRI dapat menunjukkan area keterlibatan AVM parenkim
serta dilatasi arteri dan pelebaran vena (Koenigsberg, 2011).

9.

DIAGNOSIS

AVM biasanya didiagnosis dengan kombinasi magnetic resonance


imaging (MRI) dan angiografi. Tes ini mungkin perlu diulang untuk
menganalisis perubahan ukuran AVM, perdarahan baru, atau munculnya
lesi baru.

AVM yang tidak ditangani dapat membesar dan pecah, menyebabkan


perdarahan intraserebral atau SAH dan kerusakan otak permanen.
Perdarahan dalam biasanya disebut sebagai perdarahan intraserebral
atau parenkim, sedangkan perdarahan di dalam membran atau pada
permukaan otak dikenal sebagai perdarahan subdural (SDH) atau SAH.

Kerusakan akibat dari perdarahan tergantung pada lokasi lesi.


Perdarahan dari AVM yang terletak jauh di dalam jaringan interior atau
parenkim otak, biasanya menyebabkan kerusakan saraf lebih parah
daripada perdarahan dari lesi yang terletak di membran dural atau pial
atau pada permukaan otak atau sumsum tulang belakang. Lokasi AVM
merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan ketika menimbang
risiko tindakan pembedahan dibandingkan non pembedahan. Mencegah
pecahnya malformasi vaskular pecah adalah salah satu alasan utama
pengobatan bedah saraf awal dianjurkan untuk AVM (Center for Neuro
and Spine, 2010).

10. TINDAKAN PENANGANAN


Obat-obatan
Pada beberapa pasien dengan faktor risiko rendah untuk terjadi
pecahnya AVM, dapat diberikan obat-obatan untuk mengontrol kejang
dan mengurangi sakit kepala.

Antikonvulsan; terapi antikonvulsan yang disesuaikan dengan jenis


kejang umumnya dapat mengontrol terjadinya kejang. Kejang dapat
dikendalikan dengan baik dengan fenitoin, carbamazepine, valproic acid,
lamotrigin atau obat antiepilepsi lainnya yang diindikasikan untuk
gangguan kejang parsial.
Analgesik; Sakit kepala onset akut tanpa tanda-tanda neurologis mungkin
merupakan tanda terjadinya pendarahan, baik intraventrikular atau
subarachnoidal, dan perlu penilaian langsung oleh neuroimaging. Untuk
sakit kepala AVM yang tidak berhubungan dengan perdarahan
intrakranial, analgesik standar untuk sakit kepala dapat digunakan, baik
nonspesifik atau migrain tertentu. Agonis serotonin dapat diberikan,
kecuali pada pasien dengan gejala neurologis fokal.
Tindakan Operasi
Pembedahan reseksi
Pembedahan reseksi adalah tindakan pengobatan definitif dan paling
efektif karena lebih mudah mengakses lesi yang berukuran lebih kecil.
AVM dapat dicapai dengan kraniotomi melalui konveksitas serebral,
dasar tengkorak, atau sistem ventrikel. Arteri diisolasi dan diikat,
kemudian nidus direseksi. Vena diikat terakhir sehingga tekanan tidak
meningkat saat nidus sedang direseksi. Angiografi dilakukan secara rutin
pasca operasi untuk memastikan bahwa tidak ada sisa AVM.

Embolisasi endovaskular
Tindakan endovaskular meliputi tindakan memasukkan agen thrombus
seperti quick-acting acrylate glue (N-butyl cyanoacrylate, NBCA), koin
yang merangsang thrombus, cairan embolik, atau balon kecil ke dalam
nidus AVM. Tujuan dari embolisasi adalah untuk memblokir aliran darah
dengan kecepatan tinggi dari sistem arteri yang bertekanan tinggi ke
dalam sistem vena. Embolisasi serial yang dilakukan dapat mengurangi

ukuran AVM sehingga memudahkan tindakan reseksi dan radio fokal


yang akan dilakukan.

Radiosurgery
Radiosurgery umumnya merupakan pilihan yang digunakan untuk
mengobati AVM yang ukurannya < 3cm. Proton beam, linear accelerator,
atau metode gamma knife digunakan untuk memberikan radiasi dosis
tinggi pada AVM sambil meminimalkan efek ke jaringan otak sekitarnya.
Tindakan ini mungkin memerlukan waktu hingga 1-3 tahun untuk
terjadinya thrombis AVM sehingga pasien berisiko mengalami
perdarahan selama masa pengobatan.

You might also like