You are on page 1of 35

Awal Mula Perkembangan Kebudayaan Islam di Indonesia

A. Kedatangan dan Penyebaran Islam di Indonesia


Pada abad ke-1 hingga ke-7 M, pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa sering
disinggahi pedagang asing, seperti Pelabuhan Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di
Sumatra serta Pelabuhan Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Cikal bakal keberadaan Islam di Nusantara telah dirintis pada periode abad ke-1 hingga ke-5
H atau abad ke-7 hingga ke-8 M. Pada periode ini, para pedagang dan mubalig membentuk
komunitas Islam. Para mubalig memperkenalkan dan mengajarkan Islam kepada penduduk
setempat tentang Islam. Ajaran-ajaran Islam tersebut antara lain sebagai berikut :

1.

Islam mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan

tolong

menolong.

Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah, derajat semua manusia sama, kecuali takwanya.
2.

Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan

Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak, dan saling
mendengki.
3.

Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan tidak

menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap sesama manusia tanpa
pilih kasih.
Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian,
dakwah dan pengaruh Islam makin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun
bangsawan atau penguasa.
Proses Islamisasi diperkirakan sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Di Aceh,
kerajaan Islam Samudra Pasai berdiri pada pertengahan abad ke-13 M sehingga
perkembangan masyarakat muslim di Malaka semakin pesat. Ibnu Batutah menceritakan,
Sultan Kerajaan Samudra Pasai, Sultan Al Malik Az Zahir dikelilingi oleh ulama dan mubalig
Islam.
Sementara itu di Jawa proses penyebaran Islam sudah berlangsung sejak abad ke-11
M dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang bertahun 475
H/1082M.

Pengaruh Islam yang masuk ke Indonesia bagian timur, terutama Maluku, tidak dapat
dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang sepanjang pusat lalu lintas pelayaran
internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku.
Menurut Tome Pires, masyarakat yang masuk Islam di Maluku dimulai kira-kira tahun 14601465 M. Mereka datang dan menyebarkan pembelajaran Islam melalui perdagangan, dakwah,
dan perkawinan.
Sulawesi, terutama bagian selatan, sejak abad 15 M sudah didatangi oleh pedagangpedagang muslim yang kemungkinan berasal dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Pada abad ke16 di daerah Goa sebuah kerajaan terkenal di daerah itu telah terdapat masyarakat muslim.
B.

Saluran

Penyebaran

Islam

Berdasarkan

asal

daerah

dan

waktunya

Dari daerah Mesopotamia yang dikenal sebagai Persia merupakan jalur utara. Dari Persia ke
utara melalui darat Islam menyebar Afganistan, Pakistan dan Gujarat. Melalui laut ke timur
menuju Indonesia. Dari jalur tersebut Islam memperoleh unsure baru yang disebut Tasawuf.
Melalui jalut tengah, dari bagian lembah Yordania dan di bagian timur melalui
Semenanjung Arabia, khususnya Hadramaut yang berhadapan langsung ke Indonesia. Dari
Semenanjung Arabia penyebaran agama Islam ke Indonesia lebih murni, diantaranya aliran
Wahabi (dari nama Abdul Wahab) yang terkenal keras dalam penyiaran agama. Daerah yang
merasakan

pengaruhnya

adalah

Sumatra

Barat.

Melalui jalur selatan yang berpangkal di Mesir. Dari kota Kairo yang merupakan pusat
penyiaran agama secara modern. Indonesia memperoleh pengaruh utama dari organisasi
keagamaan

yang

disebut

Muhammadiyah.

Secara teperinci golongan penyebar agama Islam di Indonesia ada 3 yaitu:

Golongan Mubaligh atau guru agama Islam (sufi). Gologan ini adalah orang yang

mempunyai orientasi bedakwah dan masuk ke Indonesia kira-kira abad ke-13 M yang berasal
dari Arab dan Persia.

Golongan Pedagang. Golongan pedagang pertama kali masuk Indonesia adalah orang

Arab, disusul orang Mesir, Persia dan Gujarat.

Golongan Wali. Wali yang terkenal memperkenalkan ajaran Islam di Indonesia adalah

Wali songo, antara lain:

1.

Sunan Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maghribi (Gresik).

2.

Sunan Ngampel atau Raden Rahmat (Ngampel Surabaya).

3.

Sunan Bonang atau Radem Maulana Makdum Ibrahim (Bonang Tuban).

4.

Sunan Drajat atau Syarifudin (Sedayu Surabaya).

5.

Sunan Giri atau Prabu Satmata atau Sultan Abdul Fakih (Giri Gresik).

6.

Sunan Kalijaga (Kadilangu Demak).

7.

Sunan Kedus atau Jafar Sodiq (Kudus).

8.

Sunan Muria atau Raden Umar Said (Gunung Muria Kudus).

9.

Sunan Gunung Jati (Gunung Jati Cirebon)

Di samping itu, penyiaran agama Islam dilakukan dengan berbagai cara yaitu:

Perdagangan. Proses Islamisasi melalui perdagangan sangat menguntungkan dan lebih

efektif cara-cara lain. Apalagi yang terlibat bukan hanya masyarakat dari golongan bawah
melainkan juga dari golongan atas seperti kaum bangsawan atau para raja.

Perkawinan. Para pedagang Islam dalam melakukan perdagangan memerlukan waktu

yang lama, sehingga harus menetap di suatu daerah tertentu. Keadaan ini mempercepat
hubungan dengan kaum pribumi/bangsawan. Terkadang juga sampai dengan perkawinan,
sehingga melalui perkawinan terlahir seorang muslim.

Politik. Pengaruh kekuasaan seorang raja berpengaruh besar dalam proses Islamisasi.

Setelah raja memeluk Islam, maka rakyatnya mengikuti jejak rajanya. Setelah tersosialisasi
dengan agama Islam, maka kepentingan politik dilaksanakan melalui perluasan wilayah
kerajaanyang diikuti dengan penyebaran agama Islam.

Pendidikan. Para ulama, guru agama atau para kyai juga memiliki peran penting

dalam penyebaran Islam. Dengan mendirikan pondok pesantren sebagai tempat pengajaran
agama Islam bagi para santri.

Kesenian. Melalui kesenian penyebaran agama Islam dapat dilakukan seperti

melakukan pertunjukan wayang dan gamelan. Kesenian tersebut sangat digemari masyarakat.
Dengan bercerita atau berdakwah para ulama dapat menyisipkan ajaranagama Islam.

Tasawuf. Para ahli tasawuf biasanya memiliki keahlian yang dapat membantu rakyat,

seperti menyembuhka penyakit dan lain-lain. Penyebaran agama Islam yang mereka lakukan
disesuaikan dengan kondisi, alam pikiran dan budaya masyarakat pada saat itu, sehingga
ajaran Islam dengan mudah diterima masyarakat.

C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan


Ilmu-ilmu Keagamaan
Perjuangan itu dilakukan, diberbagai aspek antara lain pendidikan, kesehatan, dakwah, sosial,
politik hingga teknologi. Setidaknya ada dua cara yang dilakukan oleh para ulama dalam
menumbuhkembangkan ajarannya yaitu sebagai berikut :

1.

Membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai mubalig ke daerah-daerah

yang lebih luas.


2.

Melalui karya-karya tulisan yang tersebar dan dibaca di seluruh Nusantara. Karya-

karya itu mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu agama di Indonesia pada
masa itu.

Ilmuwan-ilmuwan

muslim

di

Indonesia

tersebut,

antara

lain

Hamzah Fansuri (sufi) dari Sumatera Utara. Karyanya yang berjudul Asrar Al Arifin fi

Bayan ila Suluk wa At Tauhid.

Syamsuddin As Sumatrani dengan karyanya berjudul Miratul Mumin (Cermin

Orang Beriman).

Nurrudin Ar Raniri, yaitu seorang yang berasal dari India keturunan Arab Quraisy

Hadramaut. Karya-karyanya meliputi ilmu fikih, hadis, akidah, sejarah, dan tasawuf yang
diantaranya adalah As Sirat Al Mustaqim (hukum), Bustan As Salatin (sejarah), dan Tibyan fi
Marifat Al Adyan (tasawuf).

Abdul Muhyi yang berasal dari Jawa. Karyanya adalah kitab Martabat Kang Pitu

(Martabat yang Tujuh).

Sunan Bonang dengan karyanya Suluk Wijil

Ronggowarsito dengan karyanya Wirid Hidayat Jati

Syekh Yusuf Makasar dari Sulawesi (1629-1699 M). Karya-karyanya yang belum

diterbitkan

sekitar

20

buah

yang

masih

berbentuk

naskah.

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1812 M) seorang ulama produktif yang menulis kitab
sabitul Muhtadil (fikih).

Syekh Nawawi Al Bantani yang menulis 26 buah buku diantaranya yang terkenal

Tafsir Al Muris

Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau (1860-1916 M)

D. Arsitektur Bangunan
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau memiliki penduduk yang juga terdiri dari beragam
suku, bangsa, adat, kebiasaan dan kebudayaan masing-masing. Oleh karena itu perbedaan
latar belakang tersebut, arsitektur bangunan-bangunan Islam di Indonesia tidak sama antara
satu tempat dengan tempat yang lainnya. Beberapa hasil seni bangunan pada masa
pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain. Masjid-masjid kuno di
Demak, Sandang Duwur Agung di Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten dan Masjid
Baiturahman di Aceh.

Beberapa masjid masih memiliki seni masih memiliki seni bangunan yang menyerupai
bangunan merupai pada zaman Hindu. Ukiran-ukiran pada mimbar, hiasan lengkung pola
kalamakara, mihrab dan bentuk mastaka atau memolo menunjukkan hubungan yang erat
dengan kebudayaan agama Hindu, seperti Masjid Sendang Duwur.
E. Hikmah Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Setelah memahami bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang
khas dan memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil hikmah,
diantaranya sebagai berikut:
1.

Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.

2.

Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan

pekerja keras.
3.

Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap

memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
F. Manfaat dari perkembangan islam di indonesia
Banyak manfaat yang dapat kita ambil untuk dilestarikan diantaranya sebagai berikut:
Kehadiran para pedagang Islam yang telah berdakwah dan memberikan pengajaran Islam di
bumi Nusantara turut memberikan nuansa baru bagi perkembangan pemahaman atas suatu
kepercayaan yang sudah ada di nusantara ini.
1.

Hasil karya para ulama yang berupa buku sangat berharga untuk dijadikan sumber

pengetahuan.
2.

Kita dapat meneladani Wali Songo telah berhasil dalam hal-hal seperti berikut. a.

Menjadikan masyarakat gemar membaca dan mempelajari Al Quran. b. Mampu membangun


masjid sebagai tempat ibadah dalam berbagai bentuk atau arsitektur hingga ke seluruh
pelosok Nusantara
3.

Mampu memanfaatkan peninggalan sejarah, termasuk situs-situs peninggalan para

ulama, baik berupa makam, masjid, maupun peninggalan sejarah lainnya.

4.

Seorang ulama atau ilmuwan dituntut oleh Islam untuk mempraktikkan tingkah laku

yang penuh keteladanan agar terus dilestarikan dan dijadikan panutan oleh generasi
berikutnya.
5.

Para ulama dan umara bersatu padu mengusir penjajah meskipun dengan persenjataan

yang tidak sebanding.


G. Perilaku Penghayatan Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Ada beberapa perilaku yang merupakan cerminan dari penghayatan terhadap manfaat yang
dapat diambil dari sejarah perkembangan Islam, yaitu antara lain sebagai berikut:
1.

Berusaha

menjaga

persatuan

dan

kerukunan

antaraumat

beragama,

saling

menghormati, dan tolong menolong.


2.

Menyikapi kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan tetap meyakini bahwa setiap

kejadian pasti ada hikmahnya.


3.

Sumber ilmu pengetahuan yang berupa karya tulis dari para ulama hendaknya terus

digali atau dipelajari dan dipahami maksudnya.

Sebelum Islam masuk ke tanah Jawa, mayoritas masyasarakat jawa menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme. Selain menganut kepercayaan tersebut masyarakat Jawa juga
dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Hindu dan Budha dari India. Seiring dengan waktu
berjalan tidak lama kemudian Islam masuk ke Jawa melewati Gujarat dan Persi dan ada yang
berpendapat langsung dibawa oleh orang Arab.
Kedatangan Islam di Jawa dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan kubur bernama
Fatimah binti Maimun serta makam Maulana Malik Ibrahim. Saluran-saluran Islamisasi yang
berkembang ada enam yaitu: perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian, dan
politik.
Islam Masuk Ke Tanah Jawa

Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya
makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082
Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan
Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik
juga ditemukan makam Maulana Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang
meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan
ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makammakam

ini

ialah

makam

keluarga

istana

Majapahit.

Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Timur


Masyarakat Jawa Sebelum Islam Datang
a. Jawa Pra Hindu-Budha
Situasi kehidupan religius masyarakat di Tanah Jawa sebelum datangnya Islam sangatlah
heterogen. Kepercayaan import maupun kepercayaan yang asli telah dianut oleh orang Jawa.
Sebelum Hindu dan Budha, masyarakat Jawa prasejarah telah memeluk keyakinan yang
bercorak animisme dan dinamisme. Pandangan hidup orang Jawa adalah mengarah pada
pembentukan kesatuan numinous antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang
dianggap keramat.
Di samping itu, mereka meyakini kekuatan magis keris, tombak, dan senjata lainnya. Bendabenda yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan magis ini selanjutnya dipuja, dihormati,
dan mendapat perlakuan istimewa.
b. Jawa Masa Hindu-Budha
Pengaruh Hindu-Budha dalam masyarakat Jawa bersifat ekspansif, sedangkan budaya Jawa
yang menerima pengaruh dan menyerap unsur-unsur Hinduisme-Budhisme setelah melalui
proses akulturasi tidak saja berpengaruh pada sistem budaya, tetapi juga berpengaruh
terhadap sistem agama.
Sejak awal, budaya Jawa yang dihasilkan pada masa Hindu-Budha bersifat terbuka untuk
menerima agama apapun dengan pemahaman bahwa semua agama itu baik, maka sangatlah
wajar jika kebudayaan Jawa bersifat sinkretis (bersifat momot atau serba memuat).

Ciri lain dari budaya Jawa pada saat itu adalah sangat bersifat teokratis. Pengkultusan
terhadap raja-raja sebagai titisan dewa adalah salah satu buktinya. Dalam hal ini Onghokham
menyatakan:
Dalam kerajaan tradisional, agama dijadikan sebagai bentuk legitimasi. Pada jaman HinduBudha diperkenalkan konsep dewa-raja atau raja titising dewa. Ini berarti bahwa rakyat harus
tunduk pada kedudukan raja untuk mencapai keselamatan dunia akhirat. Agama
diintegrasikan ke dalam kepentingan kerajaan/kekuasaan. Kebudayaan berkisar pada raja,
tahta dan keraton. Raja dan kehidupan keraton adalah puncak peradaban pada masa itu.
Di pulau Jawa terdapat tiga buah kerajaan masa Hindu Budha, kerajaan-kerajaan itu adalah
Taruma, Ho-Ling, dan Kanjuruhan. Di dalam perekonomian dan industri salah satu aktivitas
masyarakat adalah bertani dan berdagang dalam proses integrasi bangsa. Dari aspek lain
karya seni dan satra juga telah berkembang pesat antara lain seni musik, seni tari, wayang,
lawak, dan tari topeng. Semua itu sebagian besar terdokumentasikan pada pahatan-pahatan
relief

dan

candi-candi.

Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat


Peranan Wali Songo dan Metode Pendekatannya
Era Wali Songo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara
untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Wali Songo adalah simbol penyebaran Islam di
Indonesia, khususnya di Jawa peranan Wali Songo sangat besar dalam mendirikan kerajaan
Islam di Jawa.
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang
yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini
dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah
tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.
Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan
(yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah sebagai berikut:

1.

Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa

pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa
Timur.
2.

Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur.

Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.


3.

Sunan Drajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar

Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.


4.

Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di

Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.


5.

Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam

di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara
menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
6.

Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di Jawa dan luar Jawa, yaitu Madura,

Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
7.

Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli

seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.


8.

Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak

antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
9.

Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda

Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.


Salah satu cara penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali tersebut ialah dengan
cara mendakwah. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama
mendatangi masyarakat (sebagai objek dakwah), dengan menggunakan pendekatan sosial
budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang
dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan
pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.

Islam Di Jawa Paska Wali Songo


Setelah para Wali menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa, kepercayaan animisme dan
dinamisme serta budaya Hindu-Budha sedikit demi sedikit berubah atau termasuki oleh nilainilai Islam. Hal ini membuat masyarakat kagum atas nilai-nilai Islam yang begitu besar
manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari sehingga membuat mereka langsung bisa menerima
ajaran Islam. Dari sini derajat orang-orang miskin mulai terangkat yang pada awalnya
tertindas oleh para penguasa kerajaan. Islam sangat berkembang luas sampai ke pelosok desa
setelah para Wali berhasil mendidik murid-muridnya. Salah satu generasi yang meneruskan
perjuangan para Wali sampai Islam tersebar ke pelosok desa adalah Jaka Tingkir. Islam di
Jawa yang paling menonjol setelah perjuangan para Wali songo adalah perpaduan adat Jawa
dengan nilai-nilai Islam, salah satu diantaranya adalah tradisi Wayang Kulit.

DOSA BESAR DAN DOSA KECIL


Pengertian Dosa Kecil :

Amalan yang melanggar hukum Islam, yang larangannya tidak disertai dengan ancaman
kemurkaan dan siksaan daripada Allah.
Pengertian Dosa Besar :
Amalan yang melanggar hukum Islam, yang larangannya disertai dengan ancaman
kemurkaan

dan

siksaan

daripada

Allah.

Menurut nash Al-Quran dan As-Sunnah, ijma orang-orang salaf dan istilah, dosa-dosa itu

dibagi menjadi dua macam: Dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil. Firman Allah,
Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kalian
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahan kalian. (An-Nisa: 31),
Orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari
kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32).
Sedangkan apa yang dikisahkan dari Abu Ishaq Al-Isfiraainy, bahwa semua dosa adalah dosa
besar dan sama sekali tidak ada dosa yang kecil, maka bukan itu maksudnya. Sebab kalau
tidak, dosa memandang sesuatu yang diharamkan sama dengan dosa berzina. Tapi yang
dimaksudkan adalah pengaitannya dengan keagungan yang didurhakai, dengan pengertian,
sebagian

bisa

lebih

besar

dosanya

daripada

yang

lain.

Orang-orang salaf saling berbeda pendapat tentang dosa-dosa besar. Namun perbedaan
pendapat di kalangan mereka ini tidak terlalu tajam, dan pendapat-pendapat mereka hampir
sama.
Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari hadits Asy-Syaby, dari Abdullah bin Amr, dari Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, Dosa-dosa besar adalah: Syirik kepada
Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa dan sumpah palsu.
Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari hadits Abu Wail, dari Amr bin Syurahbil, dari
Abdullah bin Masud, dia berkata, Aku bertanya, Wahai Rasulullah, apakah dosa yang
paling

besar

itu?

Beliau menjawab, Jika engkau membuat tandingan bagi Allah, padahal Dialah yang
menciptakan

kami.

Kemudian

apa

lagi?

tanyaku.

Beliau menjawab, Jika engkau membunuh anakmu karena takut dia makan bersamamu.
Kemudian
Beliau

menjawab,

apa
Jika

engkau

lagi?
berzina

dengan

tanyaku.
istri

tetanggamu.

Kemudian Allah menurunkan ayat yang membenarkan sabda beliau ini, Dan, orang-orang
yang tidak menyembah sesembahan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang
diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina. (Al-Furqan: 68).
Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari hadits Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam, beliau bersabda, Jauhilah oleh kalian tujuh kedurhakaan. Mereka bertanya,
Apakah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Syirik kepada Allah, sihir, membunuh
jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, memakan riba, memakan

harta anak yatim, melarikan diri saat pertempuran, menuduh wanita-wanita suci yang lalai
dan

beriman.

Dalam hadits lain juga disebutkan, bahwa yang termasuk dosa besar adalah mencaci bapak
dan ibu seseorang serta mencemarkan nama baik orang lain tanpa alasan yang dibenarkan.
Abdullah bin Masud Radhiallau Anhu berkata, Dosa-dosa besar yang paling besar adalah:
Syirik kepada Allah, merasa aman dari tipu daya Allah, putus asa dari rahmat Allah dan
karunia-Nya.
Said bin Jubair berkata, Ada seseorang bertanya kepada Ibnu Abbas tentang dosa-dosa
besar, apakah jumlahnya ada tujuh? Maka Ibnu Abbas menjawab, Jumlahnya lebih dekat
dengan tujuh ratus macam. Hanya saja tidak ada istilah dosa besar selagi disertai istighfar,
dan tidak ada istilah dosa kecil selagi dilakukan terus-menerus. Segala sesuatu yang
dilakukan untuk mendurhakai Allah, disebut dosa besar. Maka barangsiapa yang melakukan
sebagian dari dosa itu, hendaklah memohon ampunan kepada Allah, karena Allah tidak
mengekalkan seseorang dari umat ini di dalamneraka kecuali orang yang keluar dari Islam,
atau

mengingkari

satu

kewajiban

atau

mendustakan

takdir.

Abdullah bin Masud Radhiyallahu Anhu berkata, Apa yang dila-rang Allah dari awal surat
An-Nisa

hingga

ayat

31,

semuanya

adalah

dosa

besar.

Adh-Dhahhak berkata, Dosa besar adalah dosa yang telah diperingatkan Allah, berupa
hukuman

yang

pasti

di

dunia

dan

siksa

di

akhirat.

Sufyan Ats-Tsaury berkata, Dosa-dosa besar ialah segala dosa yang di dalamnya terdapat
kezhaliman antara dirimu dan orang lain. Sedangkan dosa kecil ialah yang di dalamnya ada
kezhaliman antara dirimu dan Allah, sebab Allah Maha Murah hati dan pasti mengampuni.
Menurut pendapat saya, yang dimaksudkan Sufyan, bahwa dosa antara hamba dan Allah lebih
mudah urusannya daripada kezhaliman terhadap manusia, karena dosa ini dapat hilang
dengan istighfar, ampunan, syafaat dan lain-lainnya. Sedangkan kezhaliman terhadap
manusia,

maka

harus

ada

pembebasan

darinya.

Menurut Malik bin Mighwal, dosa besar adalah dosanya para ahli bidah, sedangkan
kesalahan adalah dosanya Ahlus-sunnah. Menurut pendapat saya, yang dimaksudkan Malik,
bahwa bidah itu termasuk dosa besar dan ia merupakan dosa besar Ahlus-sunnah yang paling
besar. Sedangkandosa-dosa besar yang dilakukan Ahlus-sunnah merupakan dosa kecil jika
dibandingkan dengan bidah. Inilah maksud perkataan sebagian salaf, Bidah adalah

kedurhakaan yang paling disukai Iblis, karena dosa bidah itu tidak diampuni sedangkan dosa
kedurhakaan

diampuni.

Ada pula yang berpendapat, dosa besar adalah dosa yang disengaja, sedangkan kesalahan
adalah kelalaian dan sesuatu yang terpaksa dilakukan. Menurut pendapat saya, ini merupakan
definisi

yang

paling

lemah.

Ada pula yang berpendapat, dosa besar adalah dosa yang dianggap kecil oleh hamba,
sedangkan dosa kecil adalah dosa yang dianggap besar, sehingga dia takut untuk
melakukannya.
Masih banyak pendapat-pendapat lain yang mendefinisikan dosa besar dan dosa kecil, dan
masing-masing mempunyai hujjah dan alasan yang mendukung pendapatnya. Tapi pada
intinya, dosa-dosa besar tidak melenceng jauh dari perkara-perkara yang telah mereka
sebutkan di atas, sekalipun apa yang mereka definisikan itu perlu uraian lebih lanjut dan tidak
mutlak benar.
Dosa pertama : Syirik

(72 : )

Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang
zalim itu seorang penolongpun. (QS Al Maidah : 72)

:
:
:



:
88 : 2654: :)
Dari Abdurrahman bin ABi Bakarah dari ayahnya bahwa diaberkata :Rasulullah shallallaahu
alaihi wa sallam bersabda : Maukah kamu aku beitahu tentang dosa-dosa yang paling
besar?.(3kali) Mereka berkata :Ya, wahai Rasulullah. Dia berkata : Menyekutukan Allah,
durhaka kepada dua orang tua, -kemudian beliau duduk, setelah sebelumnya bersandar- ingat,
dan sumpah palsu. Dan beliau senantiasa mengulang-ulangnya sampai saya berkata : andai
saja dia berhenti. (HR Bukhari dan Muslim)
Dosa

kedua

membunuh

manusia

dengan

tanpa

dosa

(93 : )

dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah
Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta

yang

menyediakan

azab

besar
baginya.
(QS
An
Nisa
:
)93
: : :



) 2766 : (145 :
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullas shallallaahu alaihi wa sallam bersabda : Jauhilah tujuh
yang merusak. Ditanyakan : Wahai Rasulullah. Apakah itu?. Dia berkata : Menyekutukan
Allah, sihir, membunuh jiwa yang telah dimulyakan oleh Allah dengan tanpa kebenaran,
memakan riba, makan harta anak yatim, melarikan diri pada waktu perang sedang
berkecamuk, menuduh perempuan baik-baik bahwa dia telah berzina. (HR Bukhari dan
)Muslim
:

Sihir

Dosa

ketiga

) (102 :
dan mereka mengikuti apayang dibaca oleh syaitan-syaitanpada masa kerajaan Sulaiman (dan
mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), Padahal Sulaiman tidak kafir
(tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka
)102

baqoroh

Al

(QS.

manusia.

kepada
dengan

sama

mengajarkan

sihir

haditsnya

Dalil

hadits
di
atas
dan
hadits
Rasulullah

: :

) (19569 :
Diriwayatkan dari Abu Musa bahwa Rasulullas shallallaahu alaihi wa sallam bersabda : Tiga
yang tidak masuk surga : pecandu khamar, pemutus tali persaudaraan, dan orang yang
membenarkan sihir. (HR Ahmad).
Dosa
keempat
:meninggalkan
sholat



.
) 69 :

(60

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang
yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak
)dianiaya (dirugikan) sedikitpun, (QS. Maaryam : 59 -60

:
:
) 2621 : (463 :

Dari Abdullah bin Buraidah dari bapaknya bahwa dia berkata : Rasulullas shallallaahu
alaihi wa sallam telah bersabda : Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat.
Barangsiapa yang meninggalkannya, maka dia telah kafir. (HR Turmudzi dan Nasai)



:
:
Dari Buraidah Al Aslami bahwa dia berkata : Rasulullas shallallaahu alaihi wa sallam telah
bersabda : Barangsiapa yang ketinggalan shalat Ashar maka amal-amalnya telah binasa.
HR NasaI no. 476
Dosa

kelima

tidak

membayar
zakat

( 34)

(35)

dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih,
pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi
mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: Inilah harta
bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari)
apa yang kamu simpan itu. (QS. At Taubah : 34 35)
:
:
(7481 : 9492 : )
Dari Abu Hurairah bahwa dia berkata : Rasulullas shallallaahu alaihi wa sallam telah
bersabda : Tiga kelompk pertama yang masuk neraka adalah : penguasa yang lalim, pemilik
harta yang tidak menunaikan hak Allah padanya dan orang miskin yang sombong.
Dosa keenam : berbuka puasa pada siang Ramadlan dengan tanpa udzur

:


:
1672 : 723 : 2396 :

)
dari Abu Hurairah bahw dia berkata : Rasulullas shallallaahu alaihi wa sallam bersabda :
barangsiapa yang berbuka dengan tanpa udzur yang diperbolehkan oleh Allah satu hari saja
dari

Bulan

Ramadlan,maka

menggantikannya.

puasa

sepaanjang

tahun

tidak

akan

mampu

dapat

Dan hadits tentang Imam, Islam dan Ihsan yang dikenal dengan hadits Jibril dan hadits
tentang pondasi-pondasi Islam yang lima adalah sangat jelas.
:

Meninggalkan
haji
padahal
sudah
mampu
:
:

ketujuh

Dosa

Dari Ali bahwa dia berkata : Rasulullas shallallaahu alaihi wa sallam telah besabda :
Barangsiapa yang memiliki bekal dan kendaraan yang dapat mengantarkaya menuji baitullah,
tetapi dia tidak mau melaksanakan haji, maka matilah dalam keadaan yahudi atau nashrani.
Itu 97. mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang
sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah). QS. Ali Imran : 92) (HR Turmudzi, no. 812).
Dosa
kedelapan
:
Durhaka
kepada
dua
orang
tua


) (23 :
dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di
antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan ah dan janganlah kamu
)membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia (QS Al Isra : 23
Dosa

kesembilan
:
Berseteru
dengan
para
kerabat




) (27 :
orang-orang yang melanggar Perjanjian Allah sesudah Perjanjian itu teguh, dan memutuskan
apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat
)kerusakan di muka bumi. mereka Itulah orang-orang yang rugi. (QS Al Baqoroh : 27

: )

5984 2556 : (
Dari Muhammadbin Jubair bin Muthim dari ayahnya bahwa dia mendengar Rasulullas
shallallaahu alaihi wa sallam bersabda : Orang yang memutus silaturahmi tidak akan masuk
surga.
Dosa
kesepuluh
:
Zina
)



(
( )

()
68. dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar,
dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat
(pembalasan)

dosa(nya),

69. (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam
azab

itu,

dalam

Keadaan

terhina,

70. kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu
kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (QS Al Furqon)
:
:
172 : :)
Dari Abu Hurairah bahwa dia berkata : Rasulullas shallallaahu alaihi wa sallam telah
bersabda : Tiga yang Allah tidak akan berbicara dengan mereka pada hari kiamat, tidak
melihatnya dan tidak mensucikan mereka, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih :
orang tua yang berzina, penguasa yang pembohong dan orang miskin yang sombong.
Etika Islam Dalam berkarya & tujuannya
Setiap pekerja muslim/mah hendaknya berkarya sesuai dengan Etika islam :
1. Melandasi setiap kegiatan kerja dengan niat semata-mata ikhlas karena Allah untuk
memperoleh Ridho-Nya
2. Mencintai pekerjaannya
3. Mengawali setiap kerja dengan ucapan basmalah
4. Melaksanakan setiap kegiatan kerja dengan cara yang halal
5. Tidak membebani diri sendiri
6. memiliki sifat terpuji,seperti jujur,dapat dipercaya,profesional,dll
Maksud menghargai orang lain :

1. Menjalin hubungan tali kasih sayang


2. Membuat senang/gembira orang yang hasil karyanya di hargai
3. Mendorong orang untuk terus meningkatkan hasil karya
4.Meningkatkan taraf hidup orang yangdi beri penghargaan

ETIKA ISLAM
Etika & Moral Dalam Islam

Allah telah berkehendak bahwa akhlak (moral) dalam Islam memiliki karakteristik yang
berbeda dan unik dari agama Yahudi, Nasrani ataupun keduanya, yaitu dengan karakteristik
yang menjadikannya sesuai untuk setiap individu, kelas sosial, ras, lingkungan, masa dan

segala kondisi. Yusuf Qardhawi mengajukan tujuh karakter etika (moral/akhlak) Islam (Jamal
Syarif Iberani, 2003: 115).
1.

Sebuah moral yang beralasan (argumentatif) dan dapat dipahami.

Moral Islam terlepas dari tabiat ritual absolut dogmatis yang dikenal oleh agama Yahudi, dan
yang diasumsikan oleh sebagian peneliti tentang moral sebagai suatu konsekuensi langsung
bagi bahasa dakwah kepada moral dalam semua agama, namun mereka tidak mengetahui
bahwa Islam justru kebalikan dari itu. Sesungguhnya Islam selalu bersandar pada penilaian
yang logis dan alasan yang dapat diterima oleh akal yang lurus dan naluri yang sehat, yaitu
dengan menjelaskan maslahat (kebaikan) dibalik apa yang diperintahkannya dan kerusakan
dari terjadinya apa yang dilarangnya (Jamal Syarif Iberani, 2003: 116).
2.

Moral Universal

Moral dalam Islam berdasarkan karakter manusiawi yang universal, yaitu larangan bagi suatu
ras manusia berlaku juga bagi ras lain, bahkan umat Islam dan umat-umat yang lain adalah
sama dihadapan moral Islam yang universal. Dalam hal ini Al-Quran surah Al-Maidah (5): 8
menyebutkan Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.
Dengan demikian etika (moral/akhlak) Islam adalah bebas dari segala tendensi
(kecenderungan rasisme kebangsaan, kesukuan maupun golongan) (Jamal Syarif Iberani,
2003: 116-117).
3.

Kesesuaian dengan Fitrah

Islam datang membawa apa yang sesuai dengan fitrah dan tabiat manusia serta
menyempurnakannya. Islam mengakui eksistensi manusia sebagaimana yang telah diciptakan
Allah dengan segala dorongan kejiwaan, kecenderungan fitrah serta segala yang telah
digariskan-Nya. Islam menjadikan mulia dan membuat batasan hukum untuknya agar dapat
memelihara kebaikan masyarakat dan individu manusia itu sendiri. Islam dengan segala yang
diperbolehkannya demi menjaga tabiat manusiawi telah meletakkan konsep aturan dan
batasan-batasan yang netral atau moderat, sikap berlebih-lebihan dan ekstrem akan menjurus
kepada perangai binatang tercela (Jamal Syarif Iberani, 2003: 117).
4.

Memperhatikan Realita

Di antara karakteristik moral Islam merupakan akhlak realistik, tidak mengeluarkan perintah
dan larangannya kepada orang-orang yang hidup di menara gading atau orang-orang
terbang melayang di awang-awang idealisme, melainkan memerintahkan kepada manusia
yang memiliki dorongan dan nafsu, keinginan dan cita-cita, kepentingan dan kebutuhan, juga
memiliki kecenderungan dan hasrat biologis terhadap kesenangan duniawi sebagaimana
mereka juga memiliki kerinduan jiwa kepada Allah yang mengangkat tinggi derajat mereka
(Jamal Syarif Iberani, 2003: 117).
5.

Moral Positif
Islam tidak merelakan orang yang telah berhias dengan moral Islam untuk berjalan

mengikuti trend sosial, berjalan mengikuti arus, atau bersikap lemah dan menyerah
menghadapi peristiwa yang mengendalikan hidupnya. Moral Islam menganjurkan untuk
menggalang kekuatan, perjuangan dan meneruskan amal usaha dengan penuh keyakinan dan
cita-cita, melawan sikap ketidakberdayaan dan pesimisme, malas serta segala bentuk
penyebab kelemahan (Jamal Syarif Iberani, 2003: 118).
6.

Komprehensifitas (menyeluruh)
Jika sebagian orang menyangka bahwa moral dalam agama berkisar pada pelaksanaan

ibadah-ibadah ritual, seremonial dan sebagainya, maka hal ini tidak tepat untuk dipredikatkan
kepada etika/moral dalam Islam, karena etika Islam tidak membiarkan kegiatan manusia
hanya dalam ibadah saja. Islam telah menggambarkan sebuah konsep moral dengan kaidah
yang tertentu, bahkan menggariskan hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan
hubungannya dengan umatnya, maka moral (etika/akhlak) Islam mencakup hubungan
manusia dengan alam secara global maupun detail dan untuk itu moral Islam meletakkan apa
yang dikehendaki manusia dari adab susila yang tinggi dan ajaran yang luhur (Jamal Syarif
Iberani, 2003: 118-119).

7.

Tawazun (Keseimbangan)
Di antara karakteristik moral Islam adalah tawazun yang menggabungkan

sesuatu dengan penuh keserasian dan keharmonisan, tanpa sikap berlebihan maupun
pengurangan. Contoh tawazun adalah sikap seimbang antara hak tubuh dan hak roh

(rohani/jiwa), sehingga tidak ada penyengsaraan tubuh ataupun penelantaran roh. Contoh lain
adalah sikap seimbang dalam mengejar dunia dan akhirat (Jamal Syarif Iberani, 2003: 119).

1.

Etika Kepengurusan Islam

Memandangkan etika mempunyai kedudukan dan fungsi yang istimewa dalam pengurusan
organisasi, maka ia turut dititikberatkan dalam pengurusan Islam. Islam melihat etika
pengurusan sebagai garis panduan kepada setiap ahli organisasi dalam memutuskan sesuatu
tindakan dan kelakuan itu bermoral, diterima oleh organisasi, disenangi oleh masyarakat dan
yang lebih penting adalah tidak melanggar ketentuan syara. Untuk itu, etika dalam Islam
didasari oleh dua sumber utama yaitu dalil naqli dan dalil aqli (Nor Azzah binti Kamri,
2002: 48)
(i) Dalil Naqli
Firman Allah SWT:
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada
Rasulullah dan kepada Uli al-amr (orang-orang yang berkuasa) dari kalangan kamu.
Kemudian jika kamu berbantah-bantah (berselisihan) dalam suatu perkara, maka hendaklah
kamu mengembalikannya kepada (Kitab) Allah (al-Quran) dan (sunnah) RasulNya; jika
kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi
kamu), dan lebih elok pula kesudahannya.
Ayat-ayat al-Quran dan hadist-hadist berhubung akhlak dalam Islam didalam Islam disentuh
dengan pelbagai cara dan pendekatan untuk dijadikan sebagai garis panduan kepada umat
manusia menghadapi segala permasalahan yang timbul dari segenap aspek kehidupan. (Nor
Azzah binti Kamri, 2002: 49).
(ii)Dalil Aqli
Meskipun Islam menganggap wahyu sebagai sumber yang paling berautoriti, namun peranan
akal, naluri dan pengalaman manusia turut diakui sebagai pembantu melengkapi pada wahyu.
Menyadari akan kepentingan akal kepada manusia, maka ia diiktiraf sebagai salah satu
sumber akhlak karena fitrah menjadi akal memandu kepada kebenaran serta kebaikan.
Banyak sekali ayat al-Quran menerangkan perihal kedudukan akal serta kelebihan

mempergunakan akal dan senantiasa berfikir. Begitu juga dengan naluri dan pengalaman
individu yang mampu menjadi panduan dan pedoman dalam menentukan sesuatu itu baik
ataupun tidak (Nor Azzah binti Kamri, 2002: 49).
Kedua sumber di atas sewajarnya diambil perkiraan dalam memformulasikan suatu set etika
pengurusan Islam. Sumber ketuhanan (naqli) yang bersifat mutlak akan menghasilkan nilainilai universal, tetap, pasti, dan sempurna. Manakala sumber kemanusiaan (aqli) yang
bersifat terbatas pula akan menghasilkan nilai-nilai relatif mengikuti perkembangan waktu
(Nor Azzah binti Kamri, 2002: 49-50).
Rentetan daripada pengaplikasian sumber-sumber di atas, beberapa prinsip perlu dijadikan
tonggak/asas dalam pembentukan dan pembudayaan kode etika pengurusan sebuah
organisasi. Ini termasuk dalam:
a)

Keimanan

Iman merupakan teras kepada semua bentuk amalan dalam Islam. Roh iman, Islam dan ihsan
yang dihayati sepenuhnya akan melalui ibadah seharian, aktivitas rutin dan akhlak manusia
itu sendiri. Dengan demikian, umat Islam akan senantiasa tunduk patuh dalam melaksanakan
segala perintah Allah SWT dan meninggalkan laranganNya. Ini telah digambarkan dalam
ayat berikut:
Sesungguhnya orang-orang yang sebenar-benarnya beriman hanyalah orang-orang yang
percaya kepada Allah dan RasulNya, kemudian mereka (terus percaya dengan) tidak raguragu lagi, serta mereka berjuang dengan harta benda dan jiwa mereka pada jalan Allah...
(Nor Azzah binti Khamri, 2002: 50)
b)

Keadilan

Pelaksanaan keadilan dalam Islam adalah suatu kewajiban. Prinsip ini amat sesuai diadaptasi
dalam pembentukan etika pengurusan organisasi. Ini karena keadilan dalam Islam tidak
hanya membawa maksud keseimbangan, kesaksamaan dan pemberian hak kepada mereka
yang berhak, bahkan yang lebih utama ia mendorong individu untuk melakukan dan
meletakkan sesuatu pada tempatnya berpadukan ketentuan syariat (Nor Azzah binti Kamri,
2002: 50).
c)

Kebahagiaan Sejagat

Kesinambungan daripada prinsip keadilan tadi, etika yang ingin dibentuk juga mesti memberi
manfaat dan kebaikan kepada semua pihak yang terlibat secara langsung ataupun tidak. Oleh
itu, prinsip kebahagian sejagat perlu diambil. Selain daripada bermanfaat kepada diri sendiri,
segala aktifitas pengurusan yang dilakukan juga perlu dipastikan memberi manfaat kepada
masyarakat seluruhnya tanpa melihat latar belakang, tidak ada konflik antara kepentingan diri
dan masyarakat. Disamping itu, Islam menuntut agar segala usaha yang dicurahkan tidak
hanya memenuhi tuntutan duniawi semata, namun turut membawa kebaikan untuk bekal
akhirat kelak. Dengan demikian, matlamat kebahagiaan sejagat sebagaimana yang
diketengahkan oleh Islam yang lebih menyeluruh sifatnya dan disebarluaskan. Allah SWT
telah berfirman: Siapa yang mengharapkan pahala (balasan) dunia aja (maka rugilah ia),
karena di sisi Allah disediakan pahala (balasan) dunia dan akhirat (Nor Azzah binti Kamri,
2002: 51).
Nilai keagamaan merupakan rujukan kepada nilai-nilai yang lain. Nilai tersebut menjadi asas
pegangan setiap ahli organisasi dalam menentukan sesuatu perbuatan itu betul atau salah,
baik atau buruk dari segi syara. Di dalamnya terkandung nilai-nilai seperti takwa, syukur,
muhasabah, ihsan, tawakal, adil dan amar makruf nahi munkar yang dapat mencegah diri
meraka dari perbuatan yang bertentangan dengan syara(Nor Azzah binti Kamri, 2002: 51).
2.

Ciri Khas Etos Kerja Islami

Ada beberapa ciri khas etos kerja Islami dapat diakomodir dari implementasi nilai Islam
dalam Al-Quran Hadist, seperti sebagai berikut: menghargai waktu, jujur, komitmen kuat,
istiqamah, disiplin ,konsekuen dan berani tantangan, kreatif, percaya diri dan ulet,
kepemimpinan, berorientasi pada masa depan, hidup hemat, jiwa wirausaha, insting
bertanding dalam kompetisi kebaikan, keinginan mandiri, selalu belajar orientasi pada
produktifitas, perkaya jaringan silaturrahmi, semangat persaudaraan dan semangat perubahan
(Faisal Badroen, 2006: 148).
Ada beberapa nilai moral dalam konsep kerja dan bisnis Islam yang dapat
yang dapat diterjemahkan dalam bentuk aplikasi etos kerja, yakni: adanya keimanan bahwa
tujuan manusia dalam melakukan pekerjaan adalah beribadah kepada Allah dan
memakmurkan kehidupan dengan mengelola bumi beserta seisinya. Hal ini berdasarkan
firman Allah dalam surat adz-Dzariyat: 56-57, yang artinya :Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki
sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan.

Bahwa kerja adalah untuk mewujudkan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jiwa dan
jasmani. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al- Mulk ayat 15. Bahwa usaha
yang halal dan menghindari usaha yang haram. Nilai moral yang lain, tidak bekerja sama
dengan musuh-musuh Islam, dalam hal ini berdasar pada firman Allah SWT, dalam at-Taubah
ayat 71. Dan menyatakan keimanan bahwa seluruh materi didunia ini hanya milik Allah
seorang manusia hanya bertugas sebagai khalifah, dalam surat al-Hadid ayat 7. Menjaga
kepemilikan materi dan mengembangkannya dijalan yang halal, ini berdasar an-Nisa ayat 5.
Kepemilikan yang sah secara hukum, artinya segala bentuk kepemilikan didapatkan dengan
cara yang sesuai dengan hukum (halal) (Faisal Badroen, 2006: 148-149).

3.

Konsep Akhlak

Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab akhlaq, bentuk jamak kata
khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis(bersangkutan dengan cabang ilmu bahasa yang
menyelidiki asal usul kata serta perubahan dalam bentuk dan makna) antara lain berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat(Rachmat Djatmika, 2010: 346 dalam Pendidikan
Agama Islam). Dalam kepustakaan, akhlak diartikan juga sikap yang melahirkan perbuatan
(perilaku, tingkah laku) mungkin baik, mungkin buruk.(Mohammad Daud Ali. 2010: 346)
Kalau perkataan budi pekerti dihubungkan dengan akhlak,jelas, seperti yang disebutkan oleh
Kamus Besar Bahasa Indonesia di atas,kedua-duanya mengandung makna yang sama. Baik
budi pekerti maupun akhlak mengandung makna yang ideal, tergantung pada pelaksanaan
atau penerapannya melalui tingkah laku yang mungkin positif, mungkin negatif, mungkin
baik mungkin buruk. Yang termasuk ke dalam pengertian positif(baik) adalah segala tingkah
laku, tabiat,watak dan perangai yang sifatnya benar, amanah, sabar, pemaaf, rendah hati dan
lain-lain sifat yang baik. Sedang yang termasuk ke dalam pengertian akhlak atau budi pekerti
yang buruk adalah semua tingkah lak,tabiat,watak,perangai sombong,dendam,dengki,khianat
dan lain-lain sifat-sifat buruk. Yang menentukan suatu perbuatan atau tingkah laku itu baik
atau buruk adalah nilai dan norma agama, juga kebiasaan atau adat istiadat (Mohammad
Daud Ali, 2010: 347-348).
Akhlak Islami, seperti yang telah dikemukakan diatas adalah keadaan yang melekat pada jiwa
manusia. Karena itu suatu perbuatan baru dapat disebut pencerminan akhlak, jika memenuhi
beberapa syarat. Syarat itu antara lain adalah (1) dilakukan berulang-ulang. Jika dilakukan

sekali saja, atau jarang-jarang,tidak dapat dikatakan akhlak. (2) Timbul dengan sendirinya,
tanpa dipikir-pikir atau ditimbang berulang-ulang karena perbuatan itu telah menjadi
kebiasaan baginya. Jika suatu perbuatan dilakukan setelah berpikir-pikir dan ditimbangtimbang,apalagi karena terpaksa, perbuatan itu bukanlah pencerminan akhlak (Ensiklopedi
Islam,jilid I. 1993: 102 dalam Pendidikan Agama Islam).
Akhlak merupakan ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji atau tercela
menyangkut perilaku manusia yang meliputi perkataan, pikiran dan perbuatan manusia lahir
batin. Akhlak secara subtansial adalah sifat hati, bisa baik bisa buruk, yang tercemin dalam
perilaku. Jika sifat hatinya baik yang muncul adalah perilaku baik(akhlaq al-mahmudah) dan
jika sifat hatinya buruk, yanh muncul adalah perilaku nuruk(al-ahlaq al madzmumah)
(Wahyuddin, 2009: 52).
Menurut Ibnu Arabi, didalam diri manusia ada tiga nafsu:
1)

Nafsu Syahwaniyah, ialah nafsu yang ada pada manusia dan binatang, nafsu ini

cenderung kepada kelezatan jasmaniyah, misalnya makan, minum dan nafsu seksual. Jika
nafsu ini tidak terkendali , manusia menjadi tidak ada bedanya dengan binatang, sikap
hidupnya menjadi hedonisme.
2) Nafsu Ghodlobiyah, nafsu ini juga ada pada manusia dan binatang , yaitu nafsu yang
cenderung pada amarah, merusak dan senang menguasai dan mengalahkan yang lain. Nafsu
ini lebih berbahaya daripada nafsu syahwaniah jika tidak terkedali, karena dapat
mengalahkan akal
3) Nafsu Nathiqah, ialah nafsu yang membedakan manusia dengan binatang. Dengan nafsu
ini manusia mampu berpikir dengan baik, berdzikir, mengambil hikmah dan
memahami fenomena alam. Nafsu ini menjadikan manusia dapat membedakan yang baik dan
yang buruk (Wahyuddin, 2009: 53).
Apabila manusia dapat mengoptimalkan nafsu nathiqah untuk mengendalikan nafsu
Syahwaniyah dan nafsu Ghodlobiyah, manusia akan dapat menjadi lebih unggul dan mulia.
Pada akhirnya lahirlah manusia-manusia yang berakhlak al karimah. (Wahyuddin, 2009: 53)
Pada dasarnya manusia secara fitrah baik. Namun demikian, bukan berarti manusia juga sama
sekali tidak memiliki potensi jahat. Hakikat tersebut dapat dilihat dalam firman Allah: Maka

kami telah memberikan petunjuk(kepadanya) manusia dua jalan mendaki(baik dan buruk)
(QS.(90) Al-Balad: 10).
Syekh Muhammad Abduh seorang ulama tafsir mengatakan, bahwa kecenderungan manusia
berdasarkan fitrahnya adalah baik. Allah berfirman:
Untuk manusia ganjaran bagi perbuatan baik yang dilakukannya dan sanksi bagi
perbuatan (buruk) yang dilakukannya. (QS. (2) Al-Baqarah: 286).
Akhlakul karimah dijadikan kerangka acuan untuk berperilaku dan moralitas yang diajarkan
oleh agama Islam sebagai wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada utusan-Nya
Muhammad saw. sebagai uswatun hasanah. Akhlakul karimah dijadikan kerangka acuan
untuk berperilaku dan moralitas yang diajarkanoleh agama Islam sebagai wahyu Allah SWT
yang diturunkan kepada utusan-Nya Muhammad saw. sebagai uswatun hasanah. Moralitas
dan nilai islami bersifat menyeluruh, bulat, terpadu, dan tidak terpecah menjadi bagianbagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Suatu kebulatan nilai dan moralitas itu
mengandung aspek normatif (kaidah/pedoman) dan operatif (menjadi landasan amal
perbuatan) (Yatimin, 2003: 12).
Moralitas dan nilai Islami bersifat menyeluruh, bulat, terpadu dan tidak terpecah menjadi
bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Suatu kebulatan nilai dan moralitas itu
mengandung aspek normatif (kaidah/pedoman) dan operatif (menjadi landasan amal
perbuatan). Nilai dan moral yang tercakup didalam sistem nilai islami menurut al- Maududi
memiliki ciri-ciri sempurna. Ciri itu terletak pada 2 hal berikut ini:
a.

Keridaan Allah SWT merupakan tujuan hidup muslim, dan keridaan Allah SWT ini

menjadi standar moral yang tinggi dan menjadi jalan bagi evolusi moral kemanusiaan.
b.

Semua lingkup kehidupan manusia ditegakkan di atas moral islami, sehingga

moralitas islami berkuasa penuh atas semua urusan kehidupan manusia, sedang hawa nafsu
dan visited interest phisic tidak diberi kesempatan menguasai kehidupan manusia.
Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang didasarkan atas normanorma kebajikan dan jauh dari kejahatan. Ia memerintahkan perbuatan yang makruf dan
menjauhi kemungkaran. Manusia dituntut menegakkan keadilan dan menumpas kejahatan
dalam segala bentuknya. Kebajikan harus menang atas kejahatan. Getaran hati nurani harus
dapat mengalahkan perilaku jahat dan nafsu rendah (Yatimin, 2003: 12-13).

Akhlakul karimah bukanlah belenggu bagi kehidupan manusia, tetapi suatu perwujudan dan
kekuatan (fitrah) konstruktif dan positif. Moral Islam merupakan suatu kekuatan pendorong
bagi perkembangan yang kesinambungan dan bagi kesadaran pribadi di dalam proses
perkembangan tersebut. Ini senada dengan Sayyid Quthb yang menyatakan, bahwa moralitas
Islam bersumber dari watak (tabiat) manusia yang senapas dengan nilai islami, yaitu
dorongan batin yang menuntut pembebasan jiwa dari beban batin karena perbuatan dosa dan
keji yang bertentangan dengan perintah Ilahi (Yatimin, 2003: 13).
Jenis-jenis akhlak terhadap diri sendiri:
1.

Qanaah

Secara maknawi qanaah berarti rela atau suka menerima apa saja yang diberikan. Sedang
menurut istilah qanaah berarti menerima dengan rela apa yang ada atau merasa cukup
dengan apa yang dimiliki (Humaidi Tatapangarsa, 1991: 153 dalam Prinsip Dasar Akhlak
Mulia).
2.

Syukur

Dilihat dari segi bahasa, syukur berasal dari kata syukr yang bentuk kata kerjanya syakarayasykuru. Kata syakara berarti berterima kasih dan memuji (Munawwir, 1984: 758 dalam
Prinsip Dasar Akhlak Mulia). Dari arti bahasa ini dapat dipahami bahwa syukur berarti
berterima kasih atau memuji kepada yang telah memberi kenikmatan atas kebaikan yang
telah dilakukannya. Orang yang bersyukur kepada Allah Swt. berarti orang yang berterima
kasih kepada Allah dengan memuji-Nya atas kenikmatan yang telah diterimanya dari-Nya
(Marzuki, 2009: 46).
3.

Takwa

Kata takwa berasal dari bahasa Arab taqwa yang berasal dari kata dasar waqa-yaqi-waqiyah
yang artinya menjaga, melindungi, atau memperbaiki (Munawwir, 1984: 1684 dalam Prinsip
Dasar Akhlak Mulia). Takwa sering didefinisikan dengan menjaga diri dari siksaan Allah
dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (Marzuki, 2009: 51).
4.

Taubat

Kata taubat berasal dari kata berbahasa Arab

taba-yatubu yang berarti bermaksud,

mengampuni, atau menyesal (Munawwir, 1984: 152 dalam Prinsip Dasar Akhlak Mulia).

Taba juga bisa berarti kembali. Orang yang bertaubat kepada Allah Swt. berarti orang yang
kembali dari larangan-larangan Allah menuju perintah-perintah-Nya, orang yang kembali dari
sifat-sifat tercela menuju sifat-sifat terpuji, kembali kepada Allah setelah meninggalkan-Nya,
dan kembali taat setelah menentang-Nya (Yunahar Ilyas, 2004: 57 dalam Prinsip Dasar
Akhlak Mulia).
5.

Sabar

Sabar berasal dari kata shabr yang berarti menahan, tabah hati, mencegah atau menanggung
(Munawwir, 1984: 813 dalam Prinsip Dasar Akhlak Mulia). Menurut istilah, sabar berarti
menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridho dari Allah Swt.
(al-Qardlawi, 1989: 8 dalam Prinsip Dasar Akhlak Mulia). Yang tidak disukai tidak
selamanya terdiri dari hal-hal yang tidak disenangi seperti musibah, kematian, sakit, bencana,
dan sebagainya, tetapi bisa juga berupa hal-hal yang disenangi, seperti berbagai kenikmatan
duniawi yang disukai hawa nafsu. Sabar dalam hal ini berarti menahan dan mengekang dari
memperturutkan hawa nafsu (Marzuki, 2009: 121-122).
6.

Iffah

Iffah berasal dari kata iffah yang berarti menjauhkan diri dari segala hal yang tidak halal dan
tidak baik. Iffah juga bisa berarti kesucian tubuh (Munawwir, 1984: 1019 dalam Prinsip
Dasar Akhlak Mulia). Menurut istilah, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala
yang akan merendahkan diri dari segala yang akan merendahkan, merusak dan
menjatuhkannya (Marzuki, 2009: 129).
7.

Shiddiq

Sikap shiddiq dapat dilihat dalam berbagai bentuk, seperti:


a.

Benar dalam perkataan

Setiap muslim harus selalu berkata benar dalam keadaan apa pun dan bagaimanapun. Orang
yang berkata benar akan dikasihi Allah SWT dan percaya oleh masyarakat. Orang yang suka
bohong tidak akan pernah dipercaya oleh masyarakat. Dan berbohong merupakan salah satu
ciri orang munafiq.
b.

Benar dalam pergaulan

Seorang muslim tidak cukup hanya benar dalam perkataannya, tetapi juga benar dalam
pergaulannya. Dalam pergaulannya dengan orang lain, setiap muslim dilarang menipu,
bohong, khianat dan yang sejenisnya. Ia dapat bergaul dengan siapa saja tanpa
memperhatikan statusnya atau kekayaannya. Dengan bekal shiddiq ini, ia akan dapat bergaul
dengan baik di masyarakat dan akan dipercaya oleh masyarakat.
c.

Benar dalam kemauan

Setiap Muslim juga harus benar dalam kemauannya. Dengan bekal shiddiqnya, ia akan dapat
menuruti kemauannya yang benar. Dia tidak akan terpengaruh oleh orang-orang yang
mendukung atau menentangnya. Kemauan yang benar harus dipraktikkan dengan cara-cara
yang benar.
d.

Benar dalam berjanji

Seorang muslim harus selalu menepati janji ketika ia berjanji, dengan siapa pun janji itu
dibuat. Nabi menyuruh menepati janji sampai kepada anak kecil sekali pun. Beliau bersabda:
Barang siapa yang berkata kepada anak kecil, mari kemari, saya beri korma ini, kemudian
dia tidak memberinya, maka dia telah membohongi anak itu. Jadi,mbila berjanji orang
Muslim harus menepati janji.
e.

Benar dalam kenyataan

Akhirnya, seorang muslim harus menampilkan apa yang sesungguhnya terjadi pada dirinya
dan jangan membohongi masyarakat di sekitarnya. Kenyataan yang dialami hendaknya yang
ditampakkan kepada orang lain (Marzuki, 2009: 164-167).

Allah Swt maha pencipta, dan dariNya lahir keanekaragaman agar kita saling mengenal dan
memahami satu sama lain. Keyakinan yang berbeda merupakan fitrah yang mengajak kita
untuk saling bertanggung jawab memberitahukan kebenaran dan mengajak kepada kebaikan.
Islam sebagai agama yang sempurna dan mengajarkan kebaikan dengan cara yang baik,
mengatur bagaimana seharusnya kita bersikap kepada saudara kita yang berbeda keyakinan.
Untuk itu mari kita simak hadist dan ayat Al-Quran berkenaan dengan etika terhadap
nonmuslim :

1. Sebagai muslim sebaiknya tidak memberikan loyalitas kepada nonmuslim dan hal
tersebut dapati kita lihat dalam ayat Al-Quran yang Allah firmankan.
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang non muslim menjadi walidengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah
kembali (mu). (Q.S Al-Imran : 28)

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasihsayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah
orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolonganyang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap
mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung.

(Q.S Mujadillah :22)

2. Berbuat adil dan berbuat baik kepada mereka jika bukan termasuk non muslim yang
harus diperangi, karena Allah Subhanahu wa taala berfirman,
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S Al-Mumtahanah : 8)
Pada ayat yang mulia di atas, Allah Subhanahu wa taala membolehkan berbuat adil dan
berbuat baik kepada non muslim, kecuali orang-orang non muslim yang wajib diperangi,
karena mereka mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri dalam ketentuan orang-orang yang
wajib diperangi.
3. Menyayangi dengan kasih sayang umum dengan memberinya makan jika ia lapar,
memberinya minum jika ia kehausan, mengobatinya jika ia sakit, menyelamatkan dari
kebinasaan dan menjauhkan gangguan daripadanya.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda :


Sayangilah orang yang ada di bumi, niscaya engkau disayangi siapa yang ada di langit
(Diriwayatkan Ath Thabrani dan Al Hakim Hadist ini shahih)
4. Tidak mengganggu harta, darah dan kehormatan saudara nonmuslim kita, jika
mereka bukan termasuk orang yang wajib diperangi :
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda :
Barangsiapa menyakiti orang kafir dzimmi, maka Aku menjadi lawannya pada hari kiamat,
(HR. Muslim)
5. Boleh memberinya hadiah, menerima hadiahnya, dan memakan hadiahnya jika ia
Ahli Kitab orang yahudi, dan orang Kristen berdasarkan dalil berikut :
Firman Allah Subhanahu wa taala dalam surat Al-Maidah : 5
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang
diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka

Dikisahkan dengan shahih bahwa Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam diundang makan
oleh orang yahudi Madinah, kemudian beliau memenuhi undangannya, dan memakan
makanan yang dihidangkan kepada beliau.
6. Tidak menikahkan wanita mukminah dengan lelaki nonmuslim, dan boleh menikahi
wanita-wanita non muslim dari Ahli kitab, berdasarkan dalil berikut :
Allah Subhanahu wa taala melarang pernikahan wanita mukminah dengan orang non
muslim secara mutlak dalam firmanNya
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan
yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang

keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman
maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang non
muslim. Mereka tiada halal bagi orang-orang non muslim itu dan orang-orang non muslim itu
tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah
mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka
maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuanperempuan non muslim; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan
hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang
ditetapkanNya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(Q.S Al-Mumtahanah :10)

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita non muslim, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita non muslim, walaupun dia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang non muslim (dengan wanitawanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang non muslim, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. ( Q.S Albaqarah : 221)
Allah Subhanahu wa taala membolehkan seorang muslim menikahi wanita-wanita Ahli
Kitab dalam firmanNya.
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang
diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan
dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatandiantara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al
Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka
hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. (Q.S Al-Maidah :5 )

7. Mendoakannya jika ia bersin dengan memuji Allah dan berkata, Semoga Allah memberi
petunjuk kepadamu dan memperbaiki urusanmu. Karena Rasulullah pernah bersin di
samping orang-orang Yahudi, karena mereka berkata, Semoga Allah merahmatimu,
Kemudain beliau mendoakan balik, semoga Allah memberi petunjuk kepada kalian, dan
memperbaiki urusan kalian

8. Tidak memulai ucapan salam kepadanya, dan jika orang non muslim mengucapkan
salam kepadanya, ia menjawabnya dengan mengatakan, Wa alaikum (juga atas
kalian). Karena Rasulullah bersabda,
Jika orang-orang Ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka katakan kepada
mereka, Wa alaikum (juga atas kalian) (Muttafaq Alaih)

9. Tampil beda dengannya, dan tidak menirunya dalam hal-hal yang tidak penting,
misalnya memanjangkan jenggotnya jika ia tidak memanjangkannya, mengecatnya
jika ia tidak mengecatnya dan berbeda dengannya dalam pakaian, atau kopiah, karena
dalil-dalil berikut :
Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
Dan barangsiapa meniru satu kaum, ia termasuk mereka. (Muttafaq Alaih)
Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

Hendaklah kalian berbeda dari orang-orang musyrik, panjangkan jenggot dan cukurlah kumis
(Muttafaq Alaih)
Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam

Sesungguhnya orang-orang yahudidan orang-orang Kristen tidak mengecat, maka


berbedalah dari mereka (Diriwayatkan Al-Bukhari)
Maksudnya mewarna jenggot, atau rambut dengan warna kuning atau merah. Sedang
mewarnainya dengan warna hitam dilarang Rasullullah Shallallahu Alaihi wa sallam, karena
imam Muslim meriwayatkan, bahwa beliau bersabda,
Rubahlah ini (rambut putih) dan tinggalkan warna hitam (Diriwayatkan muslim)

Kedudukan Adab dan Akhlak


Terdapat banyak dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menyebutkan tentang tingginya
kedudukan seseorang yang beradab dan berakhlak yang baik, di antaranya:
Dari Al-Qur'an:

"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan."
QS.Ali-Imran: 134

You might also like