You are on page 1of 72

2005

962 Tata Rias Gt upacara Adat


Perkawinan Aceh

Diterbitkan bersama :
Yayasan Meukuta Alam
Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia " M E L A T I '
Yayasan INSANI

BIBLIOTHEEK KIT .V
0303 0663

^oQ\ Q<X
Tata Rias St Upacara Adat
Perkawinan Aceh

o
L
E

Ny. Cut Intan Elly Arby

Diterbitkan bersama :
Yayasan Meukuta Alam
Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia " M E L A T I '
Yayasan INSANI
Cetakan I Th. 1989

/&4

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar

iii

Sambutan-sambutan

vii

BAB I.

Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Tujuan
3. Ruang Lingkup

1
1
1
2

BAB II.

Sejarah Adat Kebudayaan Aceh

Bab III.

Upacara Adat Perkawinan Aceh


1. Persiapan dan Pembukaan
2. Pernikahan
3. Wo Linto
4. Tueng Dara Baro ... .t

5
5
6
16
18

BAB IV.

Tata Rias dan Busana Pengantin Aceh


1. Tata Rias dan Busana Pengantin Waniti.
(Dara Baro)
2. Tata Rias dan Busana Pengantin Pria
(Linto Baro)
3. Tata Rias dan Busana Pendamping serta
Pengipas

20
20
27
29

BAB V.

Sok Bungong (Menyusun Bunga)

32

BAB V I .

Kesan Umum

35

BAB V I I . Penutup
1. Kesimpulan
2. Saran-saran
3. Lampiran:
3.1.
Rekomendasi

37
37
37

Daftar Pustaka

41

39

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena penulis telah dapat menyelesaikan buku Tata Rias
Pengantin dan Upacara Adat Perkawinan Suku Aceh. Penulis
membuat tulisan ini dalam rangka membantu usaha pemerintah
melestarikan dan mengembangkan budaya yang ada di Indonesia,
khususnya kebudayaan Daerah Istimewa Aceh.
Dalam penulisan buku ini, penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Bapak Gubernur Daerah Istimewa Aceh


Ibu Ketua Dekranasda Aceh
Ibunda tercinta Cut Ubit (Alm)
Bapak Prof. A. Hasjmy
Bapak Mr. Teuku Muhammad Hasan
Bapak Drs. Mochtar Djalal
Bapak Drs. Alsi Kesuma
Bapak Drs. Djamalmuddin Abdullah
Bunda Cut Ainal Mardiah
Ibu Tieneke Hamzah
Ibu Cut Nurmiah T.R. Cut
Ibu Dra. H.I. Ruswoto
Bapak Tuanku Abdul Djalil
Bapak Nasruddin Sulaiman
Bapak Tenku Johan Raja Sabi
Rekan-rekan Sub konsorsium, Tata Rias Pengantin Indonesia
dan Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia " M E L A T I " .

Juga rekan-rekan lain yang tidak dapat kami sebutkan namanya


satu per satu, namun turut membantu baik yang berupa materi
maupun saran-saran.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari sempurna,
akan tetapi ini merupakan suatu usaha maksimal yang dapat
penulis sajikan. Mudah-mudahan buku ini dapat dipakai sebagai

iii

pedoman bagi warga belajar tata rias pengantin Indonesia, khususnya warga belajar yang ingin mempelajari tata rias pengantin Aceh.
Kritik dan saran membangun dari rekan-rekan, penulis harapkan, sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi penyempurnaan
tulisan ini di waktu yang akan datang.
Jakarta,

12 Mei
Penulis,

1990

Cut I. Elly Arby

IV

Banda
Nomor
Lampiran
Hal

Aceh,

Pebruari

1989.

Kepada
Yth. Sdr. Ny. C l . E . Arby
Ketua Yayasan Meukuta
diJAKARTA.

Alam,

447/LAKA/1989.
Buku Tatarias
Pengantin dan
Upacara Adat
Perkawinan.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Sesuai dengan hasil Musyawarah Besar ke-I Lembaga Adat
dan Kebudayaan Aceh pada bulan Agustus 1988 yang lalu, maka
kami telah menyusun suatu program kerja bidang adat dan budaya
yang akan dilaksanakan dalam tahun ini.
Di samping itu di berbagai Daerah di luar Propinsi Daerah
Istimewa Aceh telah diresmikan Perwakilan-perwakilan L A K A
yang akan disusul pula dalam masa yang dekat.
Peranan Saudara dalam usaha meningkatkan kegiatan dan
pengembangan kebudayaan Nasional melalui penerbitan buku
Tatarias Pengantin dan Upacara Adat Perkawinan Aceh,
kami sambut dengan gembira diiringi dengan ucapan terima kasih
karena usaha tersebut sejalan dengan program LAKA.
Buku tersebut, menurut hemat kami, akan amat besar manfaatnya bagi masyarakat Aceh khususnya dan masyarakat Nasional
umumnya, karena di dalamnya mengandung pedoman serta
ditampilkan berbagai unsur budaya Aceh sebagai sumbangan
yang berharga bagi pengembangan kebudayaan Nasional kita.
Kami mengucapkan selamat dengan do'a moga-moga buku
tersebut mendapat tempat sebaik-baiknya dalam khazanah kebudayaan Nasional Indonesia.
Wassalam,
LEMBAGA A D A T DAN K E B U D A Y A A N ACEH
l i e t u a,

HASJMY )
v

KATA

PENGANTAR

Upacara dan Rias Pengantin Daerah, merupakan warisan


budaya yang mempunyai nilai yang tinggi, oleh sebab itu perlu
dipelihara dan dilestarikan.
Salah satu cara yang paling tepat untuk memelihara hasil
budaya itu adalah dengan menulisnya dalam buku seperti yang
saat ini disajikan oleh sdr. Tjut Intan Elly Erbi, anggota sub
konsorsium Tata Rias Pengantin pada Direktorat Pendidikan
Masyarakat.
Penyajian buku ini sudah diselaraskan dengan hasil Lokakarya
Penyusunan Kurikulum Tata Rias Pengantin Aceh yang dilaksanakan oleh Kanwil Depdikbud Propinsi Aceh bersama Himpunan
Ahli Rias Pengantin Indonesia "Melati" di Banda Aceh pada
tanggal
Mei 1989. Turut mengambil bagian dalam Lokakarya
itu sebagai nara sumber utama adalah Para Budayawan Aceh yang
mewakili Lembaga Kebudayaan Aceh (LAKA).
Dengan demikian, keabsahan materi buku ini dapat dipertanggungjawabkan, walaupun kekurangan atau ketidak sempurnaan juga bukan tidak mungkin ditemui. Oleh sebab itu, kami
berharap jika ada para pembaca yang menemukan hal-hal yang
patut diperbaiki, hubungilah kami, sehingga kami dapat segera
memperbaikinya baik melalui ralat, maupun perbaikan cetakan
berikut.
Tidak lain harapan kami, semoga buku ini disamping bermanfaat bagi calon peserta Ujian Nasional Tata Rias Pengantin
Aceh, juga merupakan sarana untuk melestarikan salah satu
budaya Aceh yang kaya dan sarat dengan perlembang kehidupan.

JAKARTA, 2 SEPTEMBER 1992


YAYASAN INSTITUT A N J W G O G I INDONESIA

HAINA IDHAM RUSWOTO

vi

S A M B U T A N KETUA U M U M H.A.R.P.I. " M E L A T I '

Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena hanya berkat rahmat dan ridhoNya maka kita masih diberikan kesempatan untuk dapat berkarya
dalam rangka mengisi dan mewujudkan cita-cita pembangunan
Nasional pada umumnya dan meningkatkan harkat serta martabat organisasi yang kita cintai yakni HARPI "MELATI" pada khususnya.
Di dalam program kerja organisasi HARPI "MELATI" telah
tertuang rencana-rencana kegiatan untuk meningkatkan dan
memajukan organisasi secara bertahap dan berlanjut di segala
b i d a n g , k h u s u s n y a d a l a m hal m e n g g a l i , m e l e s t a r i k a n ,
mengembangkan dan memasyarakatkan nilai-nilai budaya
bangsa terutama sekali di bidang Tata Rias Penganten dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Terbitnya buku tentang: "TATA RIAS PENGANTIN'dan UPACARA
ADAT PERKAWINAN ACEH (ACEH BESAR), merupakan salah satu
realisasi dari penggalian pelestarian dan pengembangan nilainilai budaya Indonesia yang patut kita sambut dengan penuh
antusias dan kegembiraan serta dapat dijadikan contoh bagi
anggota-anggota HARPI "MELATI" yang lain dalam rangka
menyukseskan program kerja HARPI "MELATI" 1989 - 1993.
Disampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada NY. CUT INTAN ELLY ARBY selaku Ketua
Yayasan MEUKUTA ALAM dan anggota Subkonsorsium TATA
RIAS PENGANTIN pada Direktorat Dikmas Depdikbud yang
dengan sungguh-sungguh telah ikut menyukseskan program
kerja HARPI " M E L A T I " 1989-1991 d e n g a n kesabarannya
mengkoordinasikan penulisan buku yang baik ini.
Juga diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
ikut bersama-sama menyusun dan menerbitkan buku yang baik
ini, yang sangat berguna bagi para anggota HARPI "MELATI"
dimanapun mereka berada.

via

Semoga buku Tata Rias Pengantin ini bermanfaat juga bagi


para perias pengantin dimanapun berada.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

HIMPUNAN AHLI RIAS PENGANTIN INDONESIA


"MELATI"
KETUA UMUM

l0Mw
NY. IMING SOEKARNO

vi b

SAMBUTAN
Kami menyambut baik upaya yang dilaksanakan oleh Subkonsorsium Tata Rias Pengantin pada Direktorat Pendidikan
Masyarakat yang telah berhasil menyusun kurikulum bagi kursus
Tata Rias Pengantin.
Kurikulum tersebut telah dibakukan oleh Pemerintah secara
nasional dan hingga kini telah terlaksana ujian nasional sebagai
upaya mengukur kemampuan warga belajar yang belajar di kursus.
Agar kurikulum dapat diterapkan dengan baik diperlukan
buku pelajaran yang dapat digunakan oleh Sumber Belajar sebagai
pedoman.
Tulisan Ibu C. I'. Elly Arby berupa buku pelajaran Tata Rias
Pengantin Aceh (Aceh Besar) ini, telah memberi jawaban atas
salah satu kepentingan masyarakat, khususnya mereka yang
berminat dibidang Tata Rias Pengantin.
Diharapkan semua anggota Himpunan Ahli Tata Rias Pengantin Indonesia (HARPI) MELATI dapat menambah peran aktifnya
dalam proses pengembangan kebudayaan daerah, dengan belajar
sendiri melalui buku-buku semacam ini dan menularkan ilmunya
para warga belajar yang mengikuti kursus Diklusemas.
Semoga buku ini dapat menambah wawasan dan memperkaya
kepustakaan serta merupakan sarana untuk menjaga kelestarian
budaya dan kesinambungan pranata-pranata sosial budaya yang
dapat mendukung proses pemantapan budaya nasional jelalui
jalur pendidikan luar sekolah.

DIREKTUR

PENDIDIKAN

ANWAS

vii

MASYARAKAT,

ISKANDAR

K A T A SAMBUTAN
Suatu kenyataan bahwa dewasa ini terdapat keaneka ragaman
penyelenggaraan Kursusu Diklusemas Tata Rias Pengantin sebagai
akibat belum tersusun petunjuk penyelenggaraannya.
Suatu usaha kearah penyeragaman penyelenggaraan dan program Kursus Diklusemas Tata Rias Pengantin khususnya tata rias
pengantin Aceh perlu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan
belajar masyarakat.
Oleh karenanya dalam usaha meningkatkan pengetahuan
keterampilan serta sikap warga masyarakat dalam Bidang Kejuruan Tata Rias Pengantin Aceh dan menciptakan lapangan
kerja sesuai dengan peningkatan mata pencaharian kami menyambut baik dengan dikeluarkannya buku pelajaran Tata Rias Pengantin Aceh yang disusun oleh Ny. C l . Elly Arby.
Setelah mempelajari materi-materi yang disajikan kami dapat
menyetujui buku ini dipakai pada kursus-kursus Diklusemas
tentang Tata Rias Pengantin Aceh.
Mudah-mudahan buku ini merupakan sumbangan yang berarti pengembangan Tata Rias Pengantin Aceh baik di tingkat
Daerah maupun tingkat Nasional.

Banda Aceh :

Januari 1989.

A.n. Kepala Kantor Wilayah


Kepala Bidang Dikmas,

Drs. Djamaluddin Abdullah


Nip. 130 175 312.

viii

SAMBUTAN
Dalam upaya menunjang keberhasilan program pemerintah
mencerdaskan kehidupan bangsa, Kantor Wilayah Depdikbud
senantiasa melakukan upaya untuk memotivasi warga masyarakat
agar dapat menulis bahan-bahan belajar yang dibutuhkan bagi
warga belajar Diklusemas.
Kepustakaan tentang keterampilan Tata Rias Pengantin dan
Adat Perkawinan Aceh bagi warga masyarakat masih perlu dikembangkan, agar proses pembelajaran tentang keterampilan
tersebut dapat lebih efektif dan mudah dilaksanakan. Oleh sebab
itu setiap upaya yang ditujukan untuk menghasilkan bahan belajar
selalu kami sambut dengan gembira.
Penerbitan buku Tata Rias Pengantin Dan Adat Perkawinan
Aceh oleh Ny. G.I. Elly Arby dapat memberikan manfaat bagi
warga belajar, sumber belajar dan warga masyarakat yang berminat
menekuni bidang keterampilan ini baik sebagai pengetahuan dan
keterampilan tambahan maupun untuk meningkatkan sumber
mata pencaharian.
Dengan menyadari bahwa apa yang telah disusun oleh penulis
buku ini merupakan suatu langkah awal namun sangat bermanfaat
yang perlu untuk disempurnakan, maka kepada penyusun buku
ini diharapkan dapat membuka diri untuk menerima kritik dan
saran yang membangun bagi penyempurnaan selanjutnya.

Kepala Kantor Wilayah Depdikbud


Propinsi Daerah Istimewa Aceh,

Drs. Mochtar Djalal


Nip. 130 317 364.

ix

Banda Aceh, 22 Nopember 1983.


Kepada
Y t h . Sdr. Nyonya Cut Intan Elly A
diJakarta.
Nomor
Lampiran
Hal

1643/107.9/J.83
Lokakarya Pengantin
Daerah Seluruh Indonesia.
Dengan hormat
Sehubungan dengan surat kami tanggal 21
Nopember 1983, Nomor : 1642/107.9/J.83.
perihal seperti tersebut di atas, perlu kami sampaikan bahwa :
1. Saudara kami tunjuk untuk mewakili Daerah
Istimewa Aceh dalam Lokakarya dan Peragaan
Pengantin;
2.

Dalam mempersiapkan segala sesuatu yang


berhubungan dengan kegiatan tersebut di atas
agar berkonsultasi dengan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

3.

Kepala Perwakilan Gubernur Aceh di


Jakarta;
Bunda Cut Ainal Mardhiah;
Cut Nurmiah T.R. Cut Rahman;
Twk. Wahab;
Ny. Cut Munis T.R. Syah;
Twk. Abbas;
Ny. H.T. Daud;
T.A. Mahmudy;
Dan lain-lain pemuka daerah yang berada di
Jakarta.

Makalah yang diajukan pada prinsipnya dapat


kami setujui, dengan perbaikan :
a.

Kata-kata sembutan hanya sebagai laporan.


xii

4.

b.

Para lembaran depan hanya kata pengantar


dengan tambahan halaman pendahuluan dll
(terlampir).

c.

Makalah yang disiapkan agar ditempatkan


pada lampiran, sebagai petunjuk tehnis
pelaksanaan.

Selesai mengikuti Lokakarya dan peragaan ini


kepada kami dapat dikirimkan laporan pelaksanaannya.

Demikian untuk dimaklumi dan atas perhatian


Nyonya kami ucapkan terima kasih.
A.n.Kepala Kantor Wilayah DEPT DIK BUD
Prop/ftysi Daerah Istimewa Aceh
pala Bidang Kesenian,

( Drs. Asli Kesuma )


NIP. 130186328.
Tembusan :
1. Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh.
2. Kakanwil Dept Dik Bud Propinsi Daerah Istimewa Aceh.
3. Perwakilan Gubernur Aceh di Jakarta.
4. Pertinggal.

?SV""v;/5M

Upacara adat perkawinan Aceh Timur/Melayu /angkat Tamiang. Koleksi Penulis pada
Upacara perkawinan Nanda dan Koko

BAB I
PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang memiliki aneka ragam budaya. Keanekaragaman budaya Indonesia
itu tersebar di seluruh tanah air bagaikan butir-butir permata
yang tak ternilai harganya. Karena kebudayaan daerah merupakan
indentitas dari suatu suku bangsa dan juga sebagai landasan pembangunan budaya nasional, maka selaku warga yang cinta pada
negara, selayaknyalah kita selalu berusaha untuk melestarikan
dan menjaga budaya bangsa kita.
Tetapi akhir-akhir ini terlihat aoanya pergeseran nilai budaya
akibat adanya animo masyarakat yang menganggap segala sesuatu
yang datang dari luar lebih baik daripada yang ada dalam negeri.
Hal itu menyebabkan budaya luar itu dapat dengan mudah menggeser kedudukan budaya daerah. Selain itu orang-orang tua yang
ahli mengenai adat-istiadat sudah mulai langka dan buku-buku
yang membicarakan budaya daerah yang ada di seluruh Indonesia
belum begitu banyak, sehingga dikhawatirkan kebudayaan itu
akan punah dan tidak dapat dikenal lagi oleh generasi penerus.
Agar kebudayaan itu tetap dikenal oleh generasi penerus
bangsa Indonesia, maka dilakukanlah berbagai upaya pelestarian
dan pemeliharaan budaya daerah, baik oleh pemerintah maupun
oleh orang-orang yang cinta akan budaya. Hal ini terbukti dengan
seringnya diadakan seminar, lokakarya, peragaan-peragaan adatistiadat dari daerah-daerah yang ada di seluruh Indonesia atau
menerbitkan buku-buku yang membicarakan adat-istiadat suatu
daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis memberanikan
diri menulis buku mengenai "Tata Rias Pengantin dan Adat
Perkawinan Aceh.
2.

Tujuan

Tujuan penulisan buku ini adalah selain untuk mengangkat


dan melestarikan salah satu aspek kebudayaan Aceh, khususnya
" T A T A RIAS PENGANTIN DAN UPACARA A D A T PERKAWINAN A C E H " , juga penulis harapkan agar buku ini dapat
menjadi pedoman dan membantu rekan-rekan yang ingin mem1

pelajari Tata Rias Pengantin dan Upacara Adat Perkawinan Aceh.


3.

Ruang Lingkup

Kebudayaan , Aceh berkembang di sepanjang daerah pesisir


Aceh, meliputi: Aceh Besar, Aceh Utara, Pidie. Aceh Timur
(langsa), Aceh Selatan (Biang Pidie). Aceh Barat (Meulaboh).
Sedangkan yang akan penulis ketengahkan dalam buku ini adalah
Tata Rias Pengantin dan Upacara Adat Perkawinan Aceh yang
telah membaur dan berkembang di istana (Keraton Aceh di masa
lampau) yang terletak di Banda Aceh Ibukota Prop. D.I. Aceh
yaitu tentang: Upacara Adat Perkawinan, Tata Rias dan Busana
Pengantin Aceh lengkap dengan Tata Rias dan Busana Pendamping
dan Pengipasnya; Cara Menjalin Bunga untuk Pengantin; Kesan
Umum Peserta Ujian Tata Rias Pengantin; dan sekelumit tentang
sejarah Adat Kebudayaan suku Aceh yang berada di pesisir Daerah
Istimewa Aceh.
Sebelum menulis buku ini, penulis telah membuat makalah
dan memperagakan tata rias pengantin Aceh pada lokakarya
pengantin Nasional, tanggal 27 Nopember 1983 di Jakarta. Makalah itu telah menjadi buku dan pada saat diadakan lokakarya
Pengantin Aceh di Banda Aceh pada tanggal 24 Mei 1988 telah
digunakan menjadi pedoman pembuatan kurikulum Tata Rias
Pengantin Aceh. Dalam buku itu penulis telah mencantumkan
nama-nama perhiasan secara lengkap, walaupun dalam peragaannya hanya dapat menyajikan perhiasan yang sederhana, karena
sukarnya memperoleh perhiasan atau ornamen yang lengkap.
Tetapi dalam buku ini, penulis mencoba menyajikan penjelasan
lebih sempurna yang dilengkapi dengan foto-foto busana dan
perhiasan yang telah disederhanakan. Semua itu dilakukan agar
masyarakat luas yang ingin mempelajari dan memiliki busana
pengantin Aceh mudah memperolehnya.

2
/

BAB II
SEJARAH A D A T K E B U D A Y A A N ACEH
Pada masa lampau, Aceh adalah sebuah kerajaan Islam yang
besar di Nusantara ini. Kerajaan ini pernah berkuasa sampai
ke Pariaman (Daerah Minangkabau), bahkan sampai ke Malaka,
sehingga terlihat adanya persamaan kebudayaan dan tata rias
pengantin Aceh daerah pesisir dengan kebudayaan dan tata rias
pengantin Melayu, Minangkabau dan juga adanya pengaruh dari
Arab, China, Eropah serta Hindu/Hindia. Hal ini terjadi karena
pengaruh latar belakang keturunan serta hubungan dagang dengan
suku-bangsa tersebut.
Pada zaman Sultan Ali Muhayat Syah, Aceh mulai dikenal
oleh dunia, karena keberhasilannya memukul mundur bangsa
Portugis saat terjadi sengketa di Selat Malaka. Meurah Johan,
Sultan pertama kerajaan Aceh Darussalam (tahun 1205 - 1234)
adalah putra dari Adi Genali atau Teungku Kawe Teupat, yang
dirajakan di negeri Lingga (Aceh Tengah). Beliau datang dari
kerajaan Samudra Pasai dan masih ada hubungan darah dengan
raja Peureulak. Pada saat itu, Meurah Johan dan Maharaja Indra
Sakti dari kerajaan Indra Purba (Aceh Besar) dapat memukul
mundur serangan laskar Cina. Akhirnya Maharaja Indra Sakti
masuk Islam dan menikahkan putrinya yang bernama Beleng
Indra Keusuma dengan Meurah Johan.
Panglima perang laskar Cina yang memimpin penyerbuan
ke Lamuri adalah seorang wanita yang bernama putri Nian Nio
Liari Khi. Serangan laskar Cina itu dapat dikalahkan oleh Meurah
Johan dan putri Nian Nio Lian Khi dapat ditangkap. Setelah
putri Nian Nio Lian masuk Islam dan atas persetujuan permaisurinya, Meurah Johan menikahi putri Nian Nio Lian Khi yang kemudian dikenal dengan sebutan Putro Neng.
Puncak kejayaan Aceh adalah saat kerajaan Aceh dipimpin
oleh S t a n Iskandar Muda yang bergelar Meukuta Alam. Permaisurinya yang pertama adalah seorang putri yang berasal dari
kerajaan Bugis. Setelah permaisurinya mangkat, Sultan Iskandar
Muda menikah dengan Puteri Pahang (Putro Phang). Puteri Pahang
yang menjadi permaisuri Sultan Iskandar Muda merupakan hadiah
3

dari dua orang yang bersengketa dalam memperebutkan puteri


tersebut. Atas keputusan Sultan Iskandar Muda, maka sengketa
itu dimenangkan oleh salah seorang dari mereka yang bernama
Raja Raden. Raja Raden kagum atas keputusan Sultan yan adil
serta bijaksana, maka sebagai rasa terima kasih, Raja Raden menghadiahkan Puteri Pahang kepada Sultan Iskandar Muda. Sedangkan
Raja Raden sendiri menikah dengan adik Sultan.
Sultan Iskandar Muda dikenal sebagai seorang yang berbudi
tinggi, adil, bijaksana dan perkasa, sehingga menjadi kecintaan
rakyatnya. Di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda, Negeri
Aceh menjadi negara yang termasyhur dan rakyatnya hidup
makmur sentosa. Demikian pula dengan Putri Pahang, ia pun
mendapat tempat di hati rakyat, dan turut pula dalam menyusun
Undang-undang Negara;, sehingga terkenal sebuah pameo yang
berbunyi:
"Adat bak Po Teumeureuhom"
"Hukum bak Syiah Kuala"
"Kanun bak Putro Phang"
"Reusam bak Laksamana"
Maksudnya:
"Stabilitas Kerajaan (Exsecutif)"
"Hukum (Fatwa Ulama)"
"Peraturan Putri Pahang/Permaisuri Sultan Iskandar Muda
(1607-1636)"
"Peraturan (Reusam) Laksamana.
Demikianlah sekelumit sejarah kebudayaan suku Aceh yang ada
di daerah pesisir, yang antara daerah pesisir satu dengan daerah
pesisir lainnya memiliki banyak persamaan budaya dan saling berkaitan satu sama lain.

BAB III
UPACARA A D A T PERKAWINAN ACEH
1.

Persiapan dan Pembukaan

1.1 Jak Keumalen/Cah

Roet

Jak Keumalen/Cak Roet ini ada dua cara, yaitu:


1. Langsung dilakukan oleh orang tua atau keluarga
2. Theulangka dilakukan dengan menggunakan utusan khusus
Maksud jak cah roet adalah sebagai tahap pertama dalam
menjajaki atau merintis jalan. Biasanya beberapa orang dari
pihak keluarga calon mempelai pria, datang bersilaturahmi
sambil memperhatikan calon mempelai putri, suasana rumah
dan tingkah laku keluarga tersebut. Pada kesempatan ini,
calon pihak mempelai pria juga tidak lupa membawakan
bungong jaroe atau bingkisan yang berupa makanan. Setelah
adanya pendekatan, keluarga calon mempelai pria/linto baro
akan menanyakan apakah putrinya sudah ada yang punya
atau belum. Apabila mendapatkan jawaban dan sambutan
baik dari pihak dara baro, maka dilanjutkan dengan jak lake
(jak ba ranub).
Upacara itu terjadi disebabkan pada masa lampau hubungan atau komunikasi antara wanita dan pria khususnya antara
remaja berlainan jenis dianggap tabu, hubungan mereka sangat
terbatas (tidak sebebas hubungan remaja masa kini). Selain
itu peranan orang tua terhadap anaknya sangat dominan, sehingga dalam memilih jodoh pun menjadi tanggung jawab
orang tua masing-masing remaja, baik pria maupun wanita.
1.2 Jak Lake Jok Theulangke/Jak ba Ranub (Meminang)
Dalam acara ini orang tua pihak linto memberi theulangke
(utusan) dengan membawa sirih, kue-kue dan lain-lain. Pada
theulangke, pihak linto sudah mulai mengemukakan hasratnya
kepada putri yang dimaksud. Apabila pihak putri menerima,
akan dijawab "Insya A l l a h " dan pihak keluarga serta putri
yang bersangkutan akan melakukan musyawarah. Jika hasil
musyawarah tersebut "tidak diterima" oleh pihak keluarga
atau pihak putri, maka mereka akan menjawab, dengan alasanalasan yang baik atau dengan mengatakan "hana get lumpo/
mimpi yang kurang baik". Sebaliknya jika "diterima" oleh
5

pihak keluarga putri, akan dilanjutkan dengan "Jak ba tanda".


Di kalangan orang tua masa lampau masih banyak yang
percaya pada hal-hal yang berbau mistik, seperti adanya makna
dari mimpi dan percaya pada kekuatan-kekuatan alam. Kepercayaan i j dipengaruhi ajaran agama Islam yang kadang kala
masih membaur dengan ajaran animisme atau kepercayaan
yang dianut oleh nenek moyang kita pada zaman prasejarah,
sehingga dalam menentukan pinangan diterima atau tidak,
juga masih dipengaruhi oleh kepercayaan tersebut.
1.3. Jak ba tanda/Bawa

tanda

Maksud dari jak ba tanda adalah memperkuat (tanda jadi).


Biasanya pada upacara ini pihak calon linto membawa sirih
lengkap dengan macam-macam bahan makanan kaleng, seperangkat pakaian yang dinamakan lapek tanda dan perhiasan
dari emas sesuai dengan kemampuan calon linto baro. Ba
tanda ini ditempatkan di dalam "talam/dalong" yang dihias
sedemikian rupa; kemudian tempat-tempat itu dikosongkan
dan diisi dengan kue-kue sebagai "balah idang" (balasan)
dari pihak calon dara baro. Acara balah idang ini dilaksanakannya bisa langsung atau setelah beberapa hari kemudian.
Dalam upacara ini sekaligus dibicarakan hari, tanggal pernikahan, jeulame (mas kawin), peng angoh (uang hangus ) ,
jumlah rombongan pihak linto serta jumlah undangan.
2.

Pernikahan
Pernikahan ada 2 macam:

2.1.Nikah gantung, yaitu pernikahan gadis yang masih kecil


belum cukup umur atau masih dalam pendidikan, mereka dinikahkan terlebih dulu dan akan diresmikan beberapa tahun
kemudian. Biasanya, hal ini terjadi pada gadis yang dijodohkan, sebab pada zaman dahulu, agam ngon dara (bujang dan
gadis) tabu mencari jodoh sendiri. Penentuan teman hidup
menjadi wewenang orang tua; terutama bagi seorang gadis.
2.2 Nikah langsung, yaitu pernikahan dilakukan seperti biasa,
langsung diresmikan (wo linto).
Pada gadis dewasa yang tidak ada halangan, nikah langsung
dilaksanakan di kantor KUA atau di rumah mempelai wanita.
6

Pada masa lampau kaum bangsawan selalu membuat upacara


pernikahan di rumah calon mempelai wanita (dara baro).
Pernikahan (peugatip) dilakukan beberapa hari sebelum
upacara wo linto/meukeurija
(pesta). Sebelum upacara meukeurija
diadakan meuduek pakat (bermufakat) dengan para orang tua
adat, dan anggota keluarga serta pemuka masyarakat yang terdiri
dari tuha peet (penasehat), kechik gampong (kepala desa), 'imum
meunasah' (imam langgar). Biasanya musyawarah dipimpin oleh
orang tua calon mempelai wanita (dara baro, atau yang mewakilinya untuk membicarakan pesta yang akan diselenggarakan. Dalam
kesempatan ini, keluarga atau saudara dari orang tua calon mempelai kedua belah pihak, menyampaikan niatnya untuk memberikan sumbangan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Dalam upacara perkawinan Aceh, makanan kecil atau kuekue yang tidak boleh ditinggalkan adalah buluekat dengan tumpo
(ketan), manok panggang (ayam panggang), buleukat dengan
pisang teu peungat atho kaya (ketan dengan srikaya), dodoi
(dodol), wajek, halua, meuseukat, thimpan serta kue-kue kering
yang disebut reumok tho, kekarah, kembang goyang (kembang
loyang bhoi/bolu), bungong kaye (bunga kayu). Sedangkan laukpauk yang biasa dihidangkan pada pesta perkawinan adat Aceh
antara lain adalah:
Gule boh panah (gule nangka khas Aceh)
Masak keuruema/masak puteh (masak semacam opor)
Masak keureuma/masak puteh (masak semacam opor)
Masak keureuma/masak puteh (masak semacam opor)
Shie masak mirah (daging masak merah)
Seumur Aceh
Engkot tumeh (ikan tumis khas Aceh)
Engkot masam keueng (ikan masak asam pedas)
Udeung tumeh (tumis udang khas Aceh)
Shie cuka (daging masak cuka)
Sambai gureng ate (sambal goreng hati)
Boh itek jruek (telor bebek asin)
Boh reuteuk crah (tumis kacang panjang)
Dan lain-lain.
Meukerija (pesta menyambut linto pulang ke tempat dara baro)
Peudap Jambo
Peudap jambo atau pasang tarub pada adat perkawinan di
7

Jawa, dibuat kurang lebih tujuh hari sebelum pesta diadakan.


Dikerjakan oleh pemuda kampung (kaum pria). Bila sudah selesai,
dipeusiejuek (ditepung tawar) bersama cawan pingan (alat makan).
Jambo ini didirikan di halaman rumah tempat menerima tamu,
biasanya untuk tamu pria. Sedangkan tamu wanita biasanya
diterima di dalam rumah. Untuk besan terdekat disediakan tempat
khusus dan hidangannya telah tersedia di tikar atau permadani.
Peulaminan (pelaminan)
Saat itu di dalam rumah juga dihias dengan tabing atau tabir
pada dinding tempat menerima tamu. Untuk tempat duduk
pengantin dibuatkan pelaminan yang terdiri dari :
-

Tabeng (tirai)
Ayue-ayue ditempatkan di atas /depan pelaminan
Boh keulembu, hiasan ini berupa binatang-binatang
Kasho duk tilam persegi untuk duduk
Bantai sadeu (bantal persegi) untuk sandaran/bantai meutumpok
Dan lain-lain sulaman khas Aceh untuk keindahan yang tidak
terikat.

Pada zaman dahulu, pelaminan dibuat dari kayu berbentuk


tempat tidur dan berukuran single bed serta dihias dengan kain
tile (seperti kelambu) atau kain lain yang diberi hiasan, boleh juga
kain brukat. Warna dasarnya kuning, merah dan hijau atau violet.
Kain hiasan berkasap dibuat secara tradisional daerah Aceh.
Masing-masing kain yang terdiri dari berbagai warna itu, berukuran
2,25 m yang terdiri dari 7 macam warna. Pada bagian kiri dan
kanan pelaminan memiliki warna yang sama/simetris. Kain-kain
tersebut disematkan di bagian atas depan pelaminan. Pinggirpinggir kain tersebut, bagian depannya ditarik ke samping kiri
dan kanan dengan menggunakan kait kelambu yang terbuat dari
emas/perak Sehingga terlihat seperti pintu berlapis 7 (pinto
tujoh).
Pada bagian atas pelaminan (kiri, kanan dan depan) dilapisi
dengan ayu-ayu (kain berbentuk riak-riak yang bersulam emas).
Kain-kain yang ada di samping kiri-kanan juga dibentuk seperti
bagian depan (berbentuk fitrasye jendela). Setelah itu, di seluruh
pelaminan disematkan hiasan-hiasan berupa kipas, ayam, kepiting
atau hiasan lainnya sesuai dengan seni masing-masing perias.
8

Sepasang Mempelai
Model T. Edward dan Cut Keke

Pelaminan Aceh

8A

Alas tempat duduk diberi tilam dan dilapisi dengan sarung


tilam berkasap serta dilengkapi dengan sepasang bantai sadeu
(bantal untuk senderan), kaso duek (tilam duduk); sedangkan
di samping kiri dan kanannya dihiasi dengan bantai meutampok
(bantal bertampuk emas /perak) dan masing-masing berjumlah
ganjil.
Pada dinding-dinding sekitar pelaminan diberi "tabing" (tabir/
tirai) dan di bagian atasnya diberi kain langit-langit. Pada lantai
di sekitar pelaminan dibentang permadani. Dari mulai pintu masuk
sampai ke pelaminan dibentangkan kain titi. Pada zaman dahulu,
kain titi berwarna kuning hanya untuk kaum bangsawan, tetapi
pada saat kini dapat dipakai oleh semua orang yang menghendakinya. Setelah itu, di bagian depan bawah pelaminan diletakkan
sepasang bantal sebagai alas kaki mempelai. Kemudian, di bagian
depan pelaminan diberi sepasang dalong kiri dan kanan berisi
seunijuek, yang terdiri dari:
-

Beulukat dengan tumpo (ketan kuning & tumpo)


On seuniejuek (daun cocor bebek)
On gaca (daun pacar)
Naleung sambo (rumputan yang akarnya kokoh)
On seuke pulot (daun pandan)
Manek mano dan lain-lain dengan jumlah yang ganjil
Breeh padee/kunyet (beras padi kunyit)
Bungong rampou (bunga rampai)
Ie lam mangkong (air dalam mangkok)
Barang meuh (barang emas).

Pada sisi kanan ada dalam piring besar, ditempatkan dalam dalong
yang telah dialasi ceradi (alas dalong berumbai). Kemudian ketan
itu dihias atasnya dengan U mirah. U mirah yang menjadi hiasan
itu dapat berupa bunga atau gambar apa saja yang disukai. Kemudian dalong tersebut ditutup dengan sange (tudung saji) dan di
atasnya ditutup lagi dengan seuhap (kain penutup dengan sulaman
kasab).
Dalam kebudayaan Aceh, cara menghias pelaminan tidak
terlalu terikat, karena terus berkembang dan kreasinya sesuai
seni masing-masing perias asalkan tidak meninggalkan ciri-ciri
khasnya. Pada pintu masuk sudah disiapkan alat-alat perlengkapan
cuci kaki pengantin pria yang terdiri dari:
-

Sebuah dalong yang berisi seuniejuek

Mundam (tempat air)


Bate ie (gayung air)
Malam Peugaca (malam jerinai )
Arti dari malam peugaca adalah malam berinai menjelang
wolinto. Dalam upacara ini juga diadakan peusiejuek calon dara
baro (mempelai wanita), dan peusiejuek gaca, bate mupeh (batu
giling).
Maksud dari peusijuek adalah memberi dan menerima restu,
serta mengharapkan keselamatan atas segala peristiwa yang telah
dan akan terjadi.
Persediaan dan makna:
Breuh pade (beras padi) lambang kemakmuran
Naleung sambo (rumput yang kokoh akarnya) lambang kehidupan yang mendapat kemudahan dan kokoh dalam mempertahankan hidupnya.
On gaca (daun pacar) melambangkan isteri sebagai obat pelipur lara sekaligus sebagai perhiasan rumah tangga.
On seunijuek
(daun cokor bebek) lambang kesejukan.
Buluekat kuneng (ketan kuning) lambang keakraban, kemesraan dan kesejahteraan.
On pisang muda (pucuk pisang) lambang kesuburan, kedamaian, dan menonjol dalam kehidupan.
On murung (daun kelor) lambang penangkal ilmu hitam.
On manek mano sebagai pelengkap dan memeriahkan suasana.
Seluruh daun-daunan diikat menjadi satu atau dua ikat dan
ditempatkan dalam mangkok besar yang berisi air. Bunga rampai,
beras, padi ditempatkan dalam piring kecil. Kemudian mangkok
dan piring ditempatkan dalam dalong dan ditutup dengan tudung
saji, lalu ditutup dengan seuhap bersulam khas Aceh.
Pada dalong lain, yang telah dihias seperti di atas, diisi dengan
ketan kuning yang telah dihiasi "u mirah" dan manok panggang
(ayam panggang), kemudian ditutup dengan sange (tudung saji)
dan seuhap (kain segi empat bersulam benang emas atau perak
dipakai untuk menutupi tudung saji).
Daun pacar yang sudah dilepas dari tangkainya, ditempatkan
dalam piring besar di dalam dalong lain. Batu giling diletakkan
pada "tika meusujo" dan dialas kain.
10

Upacara peugaca ini biasanya dilaksanakan pada malam hari


selama 3 - 7 malam, semua perlengkapan ditempatkan di piring
yang telah dihias di dalam dalong pada tika meusujo (tikar kerawang khas Aceh). Busana yang dikenakan oleh dara baro pada
upacara malam peugaca tidak terikat dan terus berganti-ganti
dari malam pertama hingga malam ketujuh.
Pelaksanaan Peusijuk Gaca
Upacara peusijuk dipimpin-oleh "nek maja" (sesepuh adat),
dan dimulai oleh orang tua/ibu calon "dara baro", kemudian
keluarga terdekat. Pada saat peusijuk dimulai, dalam tempat
yang berisi air seunijuk dimasukkan emas sebagai lambang kemuliaan yang tidak pernah luntur. Peusijuk ini ditujukan kepada
calon dara baro, bato giling, daun pacar, dan hadirin yang ada
di sekitarnya juga diberikan percikan air seunijuek.
Calon dara baro didudukkan di tilam bersulam kasap, di
sebelah kiri dan kanannya diletakkan dalong berisi seunijuk 'dan
bu leukat (tepung tawar dan ketan), di bagian depannya diletakkan dalong berisi daun pacar dan bate seumupeh (batu giling).
Kaki dara baro dialasi dengan daun pisang muda.
Beras padi ditaburkan/disebarkan ke sekeliling dara baro
demikian pula halnya dengan bunga rampai dan air seunijuk.
Semuanya ini dimulai dari telapak tangan mengitari badan menuju
ke atas kepala. Setelah itu calon dara baro diberi uang sebagai
hadiah, kemudian bersujud mencium tangan yang mempeusijuk
dan dibalas dengan ciuman kasih sayang pada dahi lalu peusijuk
bate dan gaca.
Selesai peusijuk, barulah daun pacar digiling oleh ibu calon
dara baro dan keluarga terdekat secara bergantian. Demikian
pula memberi daun pacar yang telah digiling itu pada calon
dara baro secara bergantian dan disempurnakan oleh ahlinya
(ibu rias).
Upacara peusijuk biasanya dilaksanakan pagi hari, dengan
harapan kehidupan terus menanjak dan murah rezki. Upacara
peusijuek dilaksanakan dengan harapan agar mempelai mencapai
kebahagiaan dan memberi kesan-kesan indah pada detik-detik
pelepasan menuju kehidupan yang baru. Sedangkan pada hakekatnya adalah memohon kepada Allah Yang Maha Esa agar kedua
mempelai hidup bahagia dunia dan akhirat. Pada saat itu biasanya
diadakan malam kesenian untuk hiburan mereka yang sedang
bekerja untuk persiapan pesta.
11

Koh Gigo (potong/meratakan gigi)


Pada masa lampau, seorang gadis yang telah dinikahkan,
giginya harus dipotong dengan alat pengikir gigi. Gigi yang telah
dipotong itu diberi obat penguat gigi (baja bruek). Pemotongan
gigi ini sekurang-kurangnya dilaksanakan 7 hari menjelang pesta
wo linto. Bahan-bahan yang diperlukan untuk Koh Gigo ini adalah:
Pengikir gigi
Pinang tua yang sudah dikupas (pineung ruek)
Baja bruek (tempurung kelapa)
Segelas air putih hangat-hangat kuku yang diberi sedikit garam
untuk kumur-kumur
Perca kain yang bersih.
Air hangat atau air panas
Tapeh (sabut kelapa yang telah dibersihkan).
Cara Pemotongan Gigi
Mempelai dalam posisi tidur di atas kasur sederhana (bebas).
Pada bagian dada ditutup kain putih atau kain panjang, rambut
dibiarkan terurai (tanpa sanggul). Agar mulut agak terbuka,
antara gigi samping atas dan bawah disanggah oleh pineung ruek
(pinang tua) yang telah dikupas dan dibersihkan. Pemotongan
gigi dimulai dengan membaca basmalah dan dilakukan dengan
mengikir gigi bagian sisi yang tidak diganjal. Setelah selesai bagian
sisi satunya, diteruskan dengan bagian sisi yang lain, kemudian
kumur-kumur dengan air hangat yang telah dicampur sedikit
garam. Ambil perca kain yang telah direndam dalam air panas
dan peraslah perca itu. Sebelum mempelai mengatupkan giginya,
letakkan perca yang telah steril tersebut di antara gigi atas dan
gigi bawah mempelai agar gigi kokoh dan kuat. Berikan baja
bruek ke setiap celah gigi hingga merata, biarkan beberapa saat,
kemudian bersihkan dengan ' tapeh dan kumur-kumur dengan
air bersih.
Menurut penilaian orang zaman dahulu, pemotongan gigi,
akan memberi kesan lebih cantik dan tanda bahwa wanita itu
sudah ada yang punya (bersuami). Namun sekarang hal ini tidak
lazim lagi dilakukan.
Koh Andam (memotong rambut yang halus di bagian dahi)
Koh andam ini dilakukan pada calon mempelai wanita (dara
12

* * andam, dicukur

calon dara baro dicukur d^n HP


kelihatan lebih be S i h S P m
'

ataupun kelapa hiia.. v a nn


" 9
sedemikian rupa. '

^'^
? ^

Dara

Baro

V * agar

p a t l < a n d l d a | a kelapa gading


maS h ada a mya dan
'
''
^
diukir
'

^ vang a *

Peumano

d a n kuduk

rambutn

a Te

memUT:^ SaToaT9 "

Wajah

dan bU U

'

hi r

(memandikan

a c a

"

s ksr

calon mempelai wanita)

vang taat, orang ,ua mempelai dan sanak keluarga terdekat dari
kat dan
kedua orang tuanya dalam jumlah vano aaniil L ,
mandi dibacakan doa-doa bersuci 1ZJS'
" P X m
memPe ai
labir batin dalam memasuki p X S "
'
^

sa kaiua

=rr
m

S oren^rrr,a ra p a -te memtea


- ~ ^ Mu bU : d ;aw t : z

a ' /a", ar b a er P s e ; a ?; rin A 9

Krsebu

' *

vang pandai b e r p a r T n

vang d a p / , 0 ^ e r i Z ^ Z I Z " S K S " b ^


^ "
P - keluarga dan naseba,
- S S ^ ^ M E

13

^
S

Contoh syair :
Treun tajak manoe
Dara Baro treun
Tajak manoe
Oh Iheuh manoe
Lakee seu naleu
I ja nyang la en
Seunalen manoe
Wahe putroe aneuk metuah
Gata Ion seurah
Ta tinggai po ma
Meunyo tajak
Bek tuwoe kamo
Trep-trep beutawo
Tajingeuk po ma
Maksudnya :
Turunlah kita mandi
Mempelai putri turunlah
Kita pergi mandi
Sesudah mandi
Minta salinan
Kain yang lain
Salinan mandi
Wahai putri Ananda yang beruntung
Dikau ku serahkan
Meninggalkan Bunda
Kalau pergi
Jangan lupakan kami
Sekali-kali pulanglah
Melihat Bunda
Upacara peumano di masa lampau dilaksanakan penuh hidmat
dan mempunyai makna tersendiri serta sakral. Dahulu pelaksanaan
upacara ini hanya untuk kalangar keluarga terdekat saja dan hanya
dilakukan oleh kaum bangsawan. Tetapi sekarang dapat dilakukan
oleh semua orang tanpa terkecuali.
Lama-kelamaan adat dan kebudayaan Aceh yang hampir
punah dengan diadakannya pekan kebudayaan Aceh yang pertama
14

kedua dan ketiga, muiailah masyarakat banyak mengenalnya


dan terjadilah pembauran kebudayaan daerah-daerah yang ada di
pesisir yang dipusatkan di Banda Aceh, sehingga kadangkala
terjadi perbedaan pendapat mengenai tata cara pelaksanaan
kebudayaan tersebut, contohnya pada upacara Peumano. Menurut
adat aslinya, yaitu adat Aceh (Aceh Besar),upacara peumano dilaksanakan tanpa tarian, sedangkan pelaksanaan peumano yang
dikenal saat kini ada tariannya, yaitu tari Pho (asal Aceh Barat).
Perlengkapan yang diperlukan :

Sebuah guci yang berisi air


Jeruk purut yang sudah diracik
Bunga rampai (bunga setaman)
Sebotol minyak wangi
Gayung mandi
Handuk
Ija seunalen (kain buat bersalin).

Guci yang telah berisi air dimasukkan jeruk purut, bunga rampai
dan minyak wangi.
Upacara ini dipimpin sesepuh adat, dimulai dengan orang tua
mempelai dan diikuti oleh keluarga terdekat. Caranya adalah
dengan menyiramkan segayung air ramuan tersebut mulai dari
atas kepala, ke bahu kanan dan kiri hingga rata ke seluruh badan
dan kaki yang dilakukan secara bergantian oleh ibu-ibu saja, boleh
diikutsertakan ayah kandungnya.
Peukayan Manoe (busana mandi)
Pada masa lampau peukayan manoe, meugeutang ngeun ija
krong sutra (kemben sarung sutra). Ija sawak meutop baho meu
junte u baroh (selendang menutup bahu berjuntai ke bawah).
Dada mempelai putri yang terbuka ditutupi dengan perhiasan
(kalung besar) sesuai dengan kemampuan, biasanya memakai
kalung berangkai (euntuek) atau kalung lainnya yang terbuat
dari emas.
Rambut dapat dilepas atau disanggul sederhana, agar gampang dilepas ketika akan mandi. Rambut dihiasi bunga dengan
satu macam bunga atau bermacam-macam bunga untuk keindahan.
Hiasan rambutnya hanya berupa bunga-bungaan saja, tanpa
ornamen, tidak terikat peraturan yang kaku, asalkan tidak menyimpan dari adat dan melanggar agama.
15

Busana dalam
Upacara Peumano
(mandi)
Dengan model
Cut Keke

Upacara Peumano oleh penulis kepada calon mempelai Andi Nanda Rivai

15A

Khatam Qur'an
Perlengkapannya :
-

Beureuteh (bereteh)
Pisang buie
Buluekat (ketan)
Tumpo
Breuh mangkong (beras di mangkok)
Pade mangkong (padi di mangkok)
Boh manok gampong (telor ayam kampung)

Upacara khatam Qur'an ini dipimpin oleh guru ngaji dan


dimulai dengan membaca doa' memohon kepada Allah yang Maha
Esa agar bahagia dunia dan akhirat. Kemudian calon mempelai
disuapi ketan dan tumpo yang telah tersedia, baru membaca ayat
terakhir AI Qur'an. Setelah selesai calon dara baro menyalami
dan mengucapkan terima kasih serta mohon maaf atas segala
kesalahan dan juga mohon doa restu kepada guru ngajinya.
Selanjutnya guru ngaji membimbing calon dara baro menemui
kedua orang tua dan keluarga terdekat untuk melakukan hal yang
sama. Setelah upacara selesai, telor, bereteh, beras, padi uang
sekedarnya diberikan kepada guru ngaji sebagai tanda terima
kasih dan pengambilan terikat ilmu.
3. Wo linto (mempelai pria pulang ke rumah mempelai putri)
Upacara wo linto merupakan puncak acara yang dinantinantikan, karena upacara ini merupakan upacara peyambutan
linto baro (mempelai pria) yang diantar ke rumah orang tua dara
baro (mempelai putri). Dalam upacara ini, dara baro (mempelai
wanita) sudah dirias dan memakai busana pengantin Aceh lengkap
dengan sanggul cak-cengnya.
Sebelum bersanding, mempelai wanita dibimbing oleh peunganjo (orang yang mendampingi) menghadap kedua orang tua
untuk semah ureung chik (sungkem kepada kedua orang tua)
kemudian baru dibawa oleh peunganjo untuk didudukkan di
pelaminan menunggu mempelai pria dan rombongan tiba.
Begitu pula halnya linto baro (mempelai pria), setelah berpakaian pengantin lengkap, melakukan seumah ureung chik
(sungkem kepada kedua orang tua) untuk mendapatkan restu
barulah rombongan peutren linto (pengantar mempelai pria)
16

berangkat ke rumah dara baro. Hal ini dilakukan karena pada masa
lampau, kedua orang tua linto baro tidak menghadiri upacara
wo linto tersebut.
Dalam upacara ini rombongan linto baro dari jauh atau perbatasan kampung (desa) sudah meuseulaweut (bersalawat kepada
Nabi Muhmmad SAW) sambil berjalan mendekati rumah dara
baro. Sedangkan pihak dara baro menjemput rombongan linto
baro kurang lebih 500 meter dari rumah dara baro. Kemudian
pihak linto baro dan pihak dara baro melakukan seumapa (berbalas pantun). Jika pihak mempelai pria kalah dalam berbalas
pantun, maka acara selanjutnya tidak dapat dilanjutkan. Tetapi
jika pihak mempelai pria dapat memenangkan acara berbalas
pantun, maka dilanjutkan dengan upacara tukar-menukar sirih
yang melakukan adalah dua orang tua (sesepuh) dari kedua belah
pihak.
Sesampainya di pintu gerbang, rombongan linto baro dipersilahkan masuk dan (into baro diserahkan kepada orang tua adat
dari pihak dara baro. Mempelai pria dipayungi oleh satu atau dua
orang pemuda dari pihak dara baro menuju rumah dara baro.
Dari pintu masuk, linto baro dibimbing oleh orang tua adat
peuganjo (orang tua pendamping) untuk rah gaki (membasuh
kaki). Hal itu melambangkan bahwa untuk memasuki jenjang
rumah tangga harus dalam keadaan suci lahir batin.
Dara baro yang sedang duduk menanti di pelaminan dibimbing oleh seorang ibu peunganjo menyongsong/menyambut
dengan melakukan seumah (kepada linto baro (sungkem kepada
mempelai pria) sebagai tanda hormat dan penuh pengabdian.
Linto baro menerima sambutan itu dengan penuh kasih sayang
dan segera menggenggam tangan dara baro sambil menyelipkan
amplop yang berisi uang sebagai lambang penuh rasa tanggung
jawab untuk memberi nafkah isteri.
Kedua mempelai disandingkan sejenak sebelum dibimbing
menuju suatu tempat khusus untuk bersujud kepada kedua orang
tua mempelai. Dimulai dari dara baro bersujud kepada Ibu/Bapaknya kemudian kepada Ibu/Bapak mertua/pengganti yang diikuti
pula oleh linto baro yang bersujud mengikuti istrinya. Setelah
itu kedua mempelai dibimbing kembali ke pelaminan untuk
dipeusijeuk oleh keluarga secara bergantian, mulai dari pihak dara
baro kepada linto baro dengan memberikan uang atau barang
17

Upacara Peuteumeng
Linto

Upacara Peuteumeng Linto dipimpin oleh Penulis

17A

berharga lainnya, demikian juga sebaliknya.


yang mempeusijuek harus ganjil.

Jumlah keluarga

Pada zaman dahulu, selesai upacara tersebut, linto baro pulang


kembali ke rumahnya (tidak menginap di rumah dara baro).
Setelah hari ketiga atau ketujuh barulah linto baro diantar kembali
ke rumah dara baro untuk melakukan upacara Peulhe atau peutujoh (hari ketiga atau ketjuh). Pada upacara ini linto baro sujud
sembah kepada mertua dan diberi sennalaen (pakaian salin) atau
cincin emas dll, setelah upacara menanam bibit.
Dalam upacara wo linto ini pihak linto baro membawa beberapa perangkat untuk dara baro dan juga makanan kaleng, kopi,
teh, susu, gula, kue-kue, buah-buahan, sabun mandi, bibit tanaman, seperti : bibit tebu, bibit kelapa (u bijeh), u teulason dan lainlain sesuai dengan kemampuan linto baro. Peunuewo (bawaan
linto baro) dibalas oleh pihak dara baro dengan memberikan makanan berupa kue-kue adat dan lain-lain yang telah dihias dalam
dalong (balas hidang).
4. Tueng Dara Baro (Mengundang Mempelai Puteri)
Upacara tueng dara baro adalah upacara mengundang dara
baro beserta rombongan ke rumah mertua (orang tua linto baro).
Upacara ini dilaksanakan pada hari ketujuh setelah upacara wo
linto. Pada upacara ini dara baro yang diiringi satu atau dua orang
peunganjo (orang tua yang mendampingi) dan rombongan datang
dengan membawa kue-kue yang ditempatkan dalam dalong yang
telah dihias dan ditutup dengan suhab (kain penutup sange/tudung
saji yang disulam dengan benang kasab/emas). Pada upacara ini,
cara penyambutannya sama seperti pada upacara wo linto, hanya
pada upacara tueng dara baro tidak ada berbalas pantun dan
cuci kaki.
Di pintu masuk halaman, rombongan disambut dengan upacara tukar-menukar sirih oleh para orang tua kedua belah pihak.
Dara baro disambut oleh keluarga linto baro dengan memayungi
dan membimbingnya menuju rumah linto baro. Tiba di tangga
pintu masuk rumah, rombongan ditaburi breuh pade (beras
padi), bungong rampo (bunga rampai), on seunijeuk (daun-daun
sebagai tepung tawar).
Dara baro dipersilahkan menuju tempat istimewa yang telah
disediakan, lalu ibu linto baro melakukan tepung tawar dan dara

18

Busana gaya Ija dua blah haih dalam upacara Tueng Dara Baro

Dara Baro tiba dihalaman rumah Linto dalam upacara Tueng Dara Baro

18A

baro pun bersujud kepada orang tua linto baro. Orang tua linto
baro memegang tangan dara baro dan membimbingnya mengarah suatu tempat untuk mengambil perhiasan yang berada di dalam
air kembang di suatu wadah khusus. Perhiasan tersebut diserahkan
oleh dara baro kepada ibu mertuanya untuk dipakaikan kepada
dara baro. Biasanya perhiasan terdiri dari kalung, gelang atau
cincin emas sesuai dengan kemampuan pihak linto baro.
Pada upacara ini dara baro menginap di rumah orang tua
linto baro selama tujuh dari. Selama menginap ia ditemani oleh
satu atau dua orang peunganjo. Setelah tujuh hari, dara baro diantar kembali oleh pihak linto baro ke rumah orang tua dara baro
dengan dibekali beberapa perangkat pakaian, bahan-bahan makanan, seperti : pisang yang disusun dalam dalong, emping dari
beras, uang balah idang dan lain-lain sebagai balasan (balas hidang).
Sesampai di rumah orang tuanya, dara baro dan rombongan
disambut dengan upacara jamuan makan bersama, maka selesailah
upacara adat perkawinan Aceh.

19

BAB IV
TATA RIAS DAN BUSANA PENGANTIN ACEH
Seorang penata rias pengantin, sebelum bekerja harus sudah
mempersiapkan seluruh perlengkapan merias sebaik mungkin.
Hal ini dilakukan untuk mencapai hasil yang memuaskan, khususnya ketika sedang menempuh ujian praktek.
Pada waktu mempersiapkan perlengkapan/sarana merias yang
perlu diperhatikan adalah kebersihan, cara mengatur alat kosmetik, busana dan lain-lain, sehingga terlihat rapi dan efisien ketika pelaksanaan merias dilakukan untuk itu diperlukan nampan
yang beralaskan kain putih yang diletakkan di atas meja yang dialasi kain putih pula.
1.

T A T A RIAS DAN BUSANA DARA BARO

1.1 Alat-alat yang diperlukan :

Meja kerja pendek ukuran 125 cm x 60 cm


Kursi pendek (dingklek)
Tikar atau permadani
Alas meja putih
Nampan sebanyak 3 - 4 buah beserta alas kain putihnya
Kapas dan tissue
Tempat sampah bertutup
Tempat kapas
Tempat tissue
Tempat sisir/sikat
Tempat jepitan/harnal
Gunting
Jarum dan benang
Handuk kecil
Cape
Sarung dll.

1.2 Kosmetik yang diperlukan :

Susu pembersih sesuai jenis kulit model


Penyegar sesuai jenis kulit model
Pelembab
Fondation (alas bedak)
Pan Stick/cover stick (dempul)
Bedak powder
20

Bedak padat
Eye shadow (bayangan mata)
Pinsil alis
Sipat mata (eye liner)
Maskara
Pemerah pipi
Minyak bibir
Pemerah bibir (lipstick)
Lip liner (garis bibir)
Sikat wajah
Sikat alis
Kapas dan tissue
Mangir untuk tangan dan kaki

1.3 Perlengkapan Menata Rambut :

Sisir/sikat
Bando kawat warna hitam
Karet gelang
Hair spray
Jepitan bebek/pingkel
Harnet
Harnal dan karet gelang
Tali hitam/tali sepatu
Cemara yang panjangnya kurang lebih 80 cm yang tebal
Pelepah pisang kurang lebih satu jengkal panjangnya

1.4 Busana dan Perlengkapannya :

Sielueweu meutunjong (celana panjang Aceh)


Seulop meukasap (sendai/selop berkasap)
Baje meukasap (baju Aceh)
Ija krong sungket (kain sarung songket Aceh)
Tali dan peniti

1.5 Perhiasan kepala dan maknanya :


Bunga sanggul segar (membawa nama harum sekeluarga).
Patam dhoe lambang kebesaran ayum gunbak lambang
kebahagiaan.
Bungong tajok (bentuk bungong sitahon) 1 pasang lambang pasangan yang awet, karena sangat langka, dapat
diganti dengan bunga lain. (jeumpa, kenanga dan mawar.
21

Bungong ok 5 setangkai untuk hiasan sanggul (lambang


jalan hidup yang baik sesuai dengan rukun Islam), dipakai
13 tangkai di depan sanggul. Apabila 7 setangkai lambang
jodoh yang baik.
Bungong got-got 715 tangkai lambang pertemuan jodoh
yang tepat, rukun hingga akhir hayat.
Subang meucintra atau anting satu pasang lambang akan
selalu mendengarkan petuah orang tua.
1.6 Perhiasan yang diperlukan :

Kiah taku/ceukak
Boh dokma/boh baje puncak tudong
Ganceng Ihee atau talo suson Ihee
Boh jeureumo dan talo gule
Simplah meuh
Talo keieng
Ajimat meuraket untuk menangkal bahaya/tolak bala
Ikai
Sawek
Gleung pucok ruebong
Euncien
Gleung gaki

Untuk mendapatkan nilai yang lebih baik, usahakan agar perlengkapan tersebut sewarna. Sebelum merias, model harus mengenakan penutup kaki (sarung) dan penutup dada (cape putih).
Model dipersilahkan duduk di tikar atau permadani, sedangkan
penata rias duduk di kursi pendek atau dingklek. Rambut model
diikat ke belakang atau diberi bando hitam, kemudian wajah
model dibersihkan dengan cream pembersih dan diberi penyegar.
Model sudah diberi kutex dari rumah. Penilaian terakhir adalah
penampilan model dan penata rias itu sendiri.
1.8 Merias Wajah
Rias wajah pada pengantin putri Aceh sebaiknya memberi
kesan serasi dengan warna busana yang dikenakannya. Warna alas
bedak, bedak disesuaikan dengan warna kulit model dan memberi
kesan putih kemerahan.
Wajah dirias sesudah dibersihkan dan diberi pelembab dan
alas bedak. Alas bedak yang dipergunakan dapat berbentuk cair
(liquid), padat (cake), pan stick atau cover stick. Akan tetapi
22

lebih baik yang tidak mudah meleleh jika terkena udara panas.
Pengolesan alas bedak dapat dilakukan dua atau tiga kali.
Jika wajah model terdapat bekas jerawat atau noda hitam dapat
diberi dempul terlebih dahulu, kemudian baru diberi alas bedak.
Pengolesan alas bedak dan bedak harus meliputi : wajah, leher,
telinga, tangan dan kaki atau pada tempat-tempat yang terlihat.
Tahap selanjutnya adalah merias mata dengan warna cerah dan
serasi sesuai dengan ketentuan dan warna busana yang dikenakan.
Pada kelopak mata diberi warna terang, pada sudut mata bagian
luar diberi warna gelap, high light di bawah alis berwarna putih
atau cream. Warna untuk alis disesuaikan dengan warna rambut
dan dibentuk sesuai dengan bentuk wajah (melengkung indah).
Sipat mata berwarna hitam berupa pensil cream, dioleskan
untuk memberi kesan mata lebih indah. Bayangan hidung diberikan pada hidung yang kurang mancung. Maskara berwarna hitam
yang dioleskan dengan hati-hati pada bulu mata agar tidak mengotori sekitar mata. Tujuan pemakaian maskara adalah agar bulu
mata asli menjadi lentik dan kelihatan lebat.
Warna pemerah pipi senada dengan pemerah bibir dan
dioleskan samar-samar membaur dengan bedak di sekelilingnya. Dengan demikian hasil riasan akan memberi kesan lebih
indah dan segar. Bibir diberi batas dengan out-liner/lip-liner
kemudian diberi lipstick/cat bibir dengan menggunakan kuas
bibir.
Secara tradisional atau sebelum ada kosmetik modern, alis
dikerik dan dihitamkan dengan kemiri bakar (alis dikerik sekaligus membuat adam), bibir diberi pemerah dengan sirih dan pinang,
sedangkan untuk pemerah pipi digunakan bunga terompet (bungoong asa uro). Setelah selesai sebaiknya penata rias mengamati
kembali hasil riasannya, sehingga bila masih ada yang kurang
sempurna penata rias dapat menyempurnakan hasil riasannya.
Hasil akhir yang diharapkan wajah model terlihat putih kemerahan.
1.9 Membuat Sanggul
Menata rambut dikerjakan segera setelah riasan wajah selesai.
Rambut disisir rapi ke arah puncak kepala tanpa sasakan dan
diikat dengan karet gelang. Setelah itu ikatkan cemara dengan
23

tali hitam pada ikatan rambut tadi. Sanggul ini dibuat dengan
meletakkan pelepah pisang di bagian atas, lalu cemara dan rambut
model dililitkan membentuk angka delapan. Ujung cemara harus
berakhir di sebelah kanan bagian atas. Kanan melambangkan
bahwa tujuan hidup adalah menuju pada kebaikan dan kebenaran,
sedangkan atas bermakna, bahwa kebaikan itu harus berada di
atas segalanya, juga memberi makna keberhasilan dan peningkatan. Sanggul ini disebut sanggul cak ceng yang berarti sanggul
tarik (ketat). Pada masa lalu sanggul seperti itulah yang sering
dipakai, tetapi untuk saat ini orang lebih suka memakai sanggul
meukipah yang bentuknya menyerupai kipah (kipas) dan disasak
agar lebih rapi.
1.10 Ciri-ciri sanggul cak ceng :
-

Rambut tidak disasak


Sanggul melintang di puncak kepala
Sanggul berbentuk angka delapan memanjang ke samping
dan pelepah pisangnya kelihatan di bagian kiri dan kanan
Besar sanggul disesuaikan dengan bentuk kepala dan tubuh
Setelah sanggul terbentuk, dirapikan dan diberi harnet
dan hair spray.

Langkah selanjutnya adalah memasang bunga jeumpa meususon (cempaka bersusun dua lapis) yang disuntingkan di bagian
depan sanggul. Bungong tajok menutupi pelepah pisang yang
menonjol di kiri kanan sanggul. Rampoe teusok dililitkan pada
sekeliling sanggul, membentuk angka delapan. Satu untai melati
juga dipasang mengikuti bentuk sanggul, mengelilingi bungong
tajok. Kemudian untaian rampoe yang panjangnya 60 cm dipasang
di depan sanggul yang ujung-ujungnya dibiarkan berjuntai sampai
ke kanan kiri kuping. Setelah itu, preuk-preuk yang panjangnya
kurang lebih 25 cm dipasang di belakang bagian bawah sanggul
untuk menutupi pertumbuhan anak rambut dan tengkuk sebanyak
lima atau enam untai. Sedangkan tiga untai preuk-preuk dipasangkan di atas sanggul berjuntai ke belakang. Yang terakhir adalah
memasang jeumpa meususon mengelilingi sanggul sampai bertemu
dengan jeumpa meususon yang dipasang di atas sanggul.
Cara Memasang Perhiasan Kepala :
-

Pertama patam dhoe diikat ke belakang kepala dengan tali


hitam yang dialasi melati. Patam dhoe ini dipasang sebelum
24

Pemasangan bungong
tajok segar pada
sanggul Cakceng

Cara pemasangan bunga dilihat dari samping kiri mempelai putri

24A

memasang bunga-bunga/preuk-preuk.
Bungong Ok 1 3 tangkai yang bentuknya menyerupai
bungong jeumpa (bunga cempaka), bungong kepula (bunga
tanjung) dapat dipakai 1-3 tangkai bunga tanjung 5 atau 7
bunga pada bagian belakangnya. Bunga cempaka lebih di
tonjolkan karena dapat memberi kesan khas Aceh.
Ayeum gumbak dipasang di kiri kanan sanggul pada ujung
pelepah pisang dalam jumlah satu-satu, dua-dua atau tigatiga untai.
-

Bungong tajok meuh dipasang sebagai penutup tangkai ayeum


gumbak. 1-3 kiri dan kanan.

Bungong got-got atau kembang goyang dipasang di belakang


bungong ok sebanyak 7 tangkai pada barisan pertama, yang
5 tangkai menghadap lurus kedepan sedangkan yang 1 sebelah kiri dan 1 sebelah kanan menghadap kesamping.
Barisan kedua 5 tangkai, menghadap lurus kebelakang 3
tangkai sedangkan kiri kanan satu tangkai menghadap kesamping barisan ketiga 3 tangkai menghadap kebelakang
lurus 1 tangkai yang dipasang seperti diatas.
Semua ini melambangkan dalam menujun cita-cita luhur
tidak pernah melupakan apa yang ada sekeliling kita dan
usul kita.

Menata Sanggul Kipah


Selain sanggul cak ceng, di Aceh juga dikenal bentuk sanggul
lain yang disebut sanggul kipah. Cara membuat sanggul kipah
secara tradisional adalah sebagai berikut :
Rambut disisir ke belakang dan diikat agak longgar di tengahtengah kepala bagian belakang. Sebagai pengganti rambut panjang
dapat ditambah dengan cemara. Rambut yang telah diikat dibagi
menjadi dua bagian dan selipkan pelepah pisang dan daun pandan
di tengah-tengah ikatan rambut yang telah dibagi dua tersebut.
Cemara/rambut dililitkan pada pelepah pisang tadi membentuk
angka delapan. Melilitkannya mulai dari sebelah kanan kemudian
ke kiri dan ujungnya berakhir di sebelah kanan. Sedapat mungkin
pelepah pisang dan daun pandan dapat tertutup rambut dan
bentuk sanggul disesuaikan dengan bentuk muka, kepala, badan
dan kepribadian model. Sanggul di puncak kepala agak berat
(miring) ke kanan tetapi tidak begitu nyata. Dalam rangka penye25

suaikan dengan zaman sekarang, dapat memakai sasak pada bagian


depan, kiri, kanan dan belakang sanggul, sehingga terlihat agak
menonjol sedikit. Namun usahakan bentuknya tidak terlalu jauh
berbeda dengan bentuk sanggul tradisi.
Pada masa lampau, sanggul kipah biasanya tidak memakai
patam dho, tetapi memakai hiasan lain yang serasi atau dapat
juga memakai ku Iah kama (mahkota) yang dipasang di depan
sanggul. Selain dipakai dengan pakaian Aceh yang biasa dengan
ija dua biak keigh tenunan asli (kain sekitar tahun 1700 1800
an). Ija Lipeh bulee denden ini tipis seperti bulu capung. Karena
warna yang digemari lembayung, maka disebut juga Ija Lembayung. Biasanya dipakai pada malam peusijuk gaca atau malam
pengaca, boleh juga dipakai pada saat menikah (upacara nikah)
dalam adat kebesaran. Bunga-bunga yang dipakai pada sanggul
kipah ini tetap bunga-bunga yang wangi, sesuai dengan tradisi,
tidak begitu terikat asal saja tidak lepas dari bungong rampoe dan
bungong jeumpa.

26

1.11

busana Bara Baro

Dalam kebudayaan Aceh sesuatu upacara selalu berkaitan


dengan ajaran Agama Islam, misalnya untuk memulai sesuatu
pekerjaan diawali dengan membaca Basmalah. Demikian pula hal
nya ketika memakai busana dan perhiasan, diawali dengan membaca Basmalah dan pemakaiannya dimulai dari kanan.
Calon dara baro memakai busana pengantin adat Aceh, dimulai
dengan memakai celana, kemudian selop/sandal, baju dan kain
sarung dipakai berakhir di kanan dan berjarak kurang lebih 3 jari
dari sebelah kanan pusar dan tepinya dapat dibuat lipit-lipit
selebar. 4 jari; tinggi kain kurang lebih
5 jari atau
10 cm
dibawah lutut. Memakai celana dan kain harus diikat dengan
tali agar kuat, lalu pakai tali pinggang di atas kain, kemudian
pakaikan kiah taku/Ceukok, ganceng pun cak tudong/bak dokma.
talo sususon Ihee, jeureumo, talo gule, simplah meuh, ikai, ajimat
meuraket, sawek, gleung puta gadong, gleung pucok reubong.
(semua gelang tersebut dapat dipakai salah satu atau lebih)
2. Tata Rias dan Busana Linto Baro
2.1 Perlengkapan Busana Linto Baro

Baju putih lengan panjang


Baje kot meututop (Jas Aceh Jas meurah)
Ija krong (kain sarung)
Taloe keuieng (tali pinggang/sabuk)
Rincong Aceh (rencong)
Rante baluem (rantai kantong) + peuseumentaku pada
busana kebesaran
Kuepiah meukeutup (kopiah untuk pengantin pria)
Tampok keupiah (puncak di atas kopiah meuketop)
Tangkulok
Priek-priek kopiah (hiasan kopiah)
Sipatu (sepatu

Bungkoh ronub

(ranub)

2.2 Merias Wajah


Membersihkan dengan cream pembersih sesuai dengan jenis
kulit, kemudian diberi penyegar, lalu diberi pelembab tipis-tipis
saja hingga merata, kemudian oleskan fondation dan cover stick
(dempul) untuk menutupi plek-plek yang ada pada kulit wajah.
27

Upacara Seumah Ureung Chik/Syik


27A

Berilah bedak dengan spon, lalu disikat dengan face-brush (sikat


wajah), alis dibentuk mengikuti pertumbuhan rambut, kemudian
disikat dapat diberi celak mata tipis saja. Bibir diberi pelindung
dan pemerah bibir warna muda (alami). Sehingga memberi kesan
wajah alami. Rambut disisir seperti biasa.
2.3 Busana dan Perhiasannya
Cara memakainya terlebih dahulu memakai baju putih lengan
panjang, kemudian celana panjang (stelen jas Aceh). Setelah itu
memakai kain sarung yang dilipat dua dan tingginya setengah
paha, bagian kiri dan kanan kain sarong dipertemukan di tengah,
diikat dengan tali, kemudian baru memakai tali pinggang (sabuk/
gesper). Terakhir barulah linto baro memakai baje kot meututop
(baju jas Aceh/jas meurah) dan memakai keupiah meukeutup
(topi khas Aceh). Topi itu dilapisi dengan tangkulok dan tampok kupiah meukuetup (hiasan topi dari emas), diberi preukpleuk pada samping kanan bagian depan topi. Setelah itu rantai
baluem (rantai kantong) dipasangkan pada kantong bajunya.
Selesai memakai sepatu, linto baro diminta berdiri untuk dipa kaikan rincong Aceh pada pinggang sebelah kiri bagian depan
dan gagangnya menghadap ke kanan.
Catatan :
Pada masa lampau pakaian pria yang lebih populer dalam
masyarakat umumnya berwarna hitam, sarung dan tengkulok
warnanya senada, khas dan tidak terlalu menyolok, biasanya
memakai warna kehitam-hitaman yang bercampur dengan
warna kehitam-hitaman yang bercampur dengan warna kekuning-kuningan dan bersulam khasab emas. Ada pula yang
corak yang warnanya hampir menyamai kain Batak (Ulos).
2.4 Kopiah Meukuetop (topi khas pengantin pria Aceh)
Dijahit dari kain :
-

Warna kuning melambangkan kerajaan, kebangsawanan dan


keagungan
Warna hijau lambang Ke-Islaman yang membawa kedamaian
Warna merah lambang keberanian dan kepahlawanan
Warna hitam lambang kerakyatan
Bentuk tangga pada topi warnanya hitam sebanyak empat trap
28

memberi arti dalam kehidupan yang harus dipelihara, yaitu:


tingkat pertama hukum agama, tingkat kedua hukum adat, tingkat
ketiga " k a n o n " (peraturan) dan tingkat keempat "reusam" (kebiasaan.
Demikian sekelumit penjelasan untuk diketahui oleh generasi
penerus di masa mendatang.
3. Tata Rias dan Busana Pendamping serta Pengipas
3.1 Pendamping
Para pendamping terdiri dari :
-

Peunganjo yaitu orang tua yang mendampingi dan melayani

pengantin;
Nek maja yaitu orang tua adat yang memberi petunjuk dalam
upacara peusijuek (tepung tawar), seumah (sembah) dll.

3.1.1 Merias Pendamping


Merias wajah pendamping sederhana saja, sanggul dan rambut
disisir ke arah puncak kepala, kemudian diikat dengan tali berwarna hitam kira-kira 2 em dari kulit kepala. Setelah itu ikatan
tersebut ditarik ke bawah supaya agak kendor dan memberi kesan
seperti disasak pada bagian kiri, kanan dan bawah sanggul. Sanggul
tersebut bernama sanggoi boh guda. Pada zaman sekarang, untuk
membuat sanggul semacam itu, rambutnya dapat disasak sehingga
lebih rapi.
3.1.2 Busana
-

Baje et jaroe, baju lengan pendek (lengan tiga perempat)

dipakai di luar sarung;


Sarong palikat;
Ija sawak (selendang) yang menutupi kepala, biasanya ija

prai hitam;
Talo ke-ieng (ikat pinggang) dipakai di dalam baju.

3.1.3 Perhiasan
-

Subang duek (giwang)


Peniti meukarang (peniti bersusun/berangkai)
Euncin (cincin)
Seulop (seulop/sandal)
29

3.2 Pengipas (pengipah)


Pada upacara resmi dua orang gadis kecil atau gadis tanggung
berdiri di kiri dan kanan pelaminan untuk mengipasi kedua mempelai. Pakaian yang dikenakannya biasanya pakaian adat Aceh.
3.2.1 Busana
-

Baje Aceh gunting Cina (baju Aceh) model gunting Cina atau
cop kuala;

Siluweu meutunjong (celana dengan bentuk kaki mengecil


ke bawah);
Sarung songket lebih kurang 3 inci di atas lutut;
Selop, sandal, sepatu (tanpa kasab).

3.2.2 Perhiasan
-

Subang preuk-preuk (anting-anting)


Kreusang (bros)
Talo gule (kalung, rantai) khas Aceh;
Gleung puta gadong (gelang putar);
Euncin (cin-cin).

3.2.3 Rias Wajah


Wajah dibersihkan seperti biasa, lalu di make up yang memberi
kesan tidak menyamai pengantin putri (lebih sederhana).
3.2.4 Sanggul
Rambut boleh sedikit disasak tetapi jangan terlalu tinggi,
sehingga masih terlihat gaya tradisionalnya. Sebelum disanggul
di dalam rambut diberi bungong rampau teusok (bunga rampai
yang ditusuk), lalu disanggul di atas batok kepala (di bawah pusar
rambut). Nama sanggul itu adalah sanggoi broek. Sanggul itu
dihiasi bungong preuk-preuk boleh juga bungong keulileng (bunqa
keliling).

30

PERSEDIAAN SOK BUNGONG

1 Gelendong benang kuning atau hijau kekuningan


1 Gelendong benang merah
1 Gelendong benang hitam
1 Gelendong benang putih
80 Buah bunga cempaka
1 Bungkus mawar bandung
10 Ikat (plastik) melati
1/2 Tumpukan (besar) kenanga
1 Ikat daun pandan
Daun pisang
1 Kotak jarum jahit
Gunting kecil
Tempat kembang
Tempat benang dan jarum

31

BAB V
SOK BUNGONG/MENUSUK BUNGA
Pemakaian bunga sanggul dalam tata rias pengantin Aceh
banyak sekali coraknya. Namun secara umum yang sangat menonjol adalah bunga-bunga cempata (bungong jeumpa meususon),
bungong rampoe meutusok (bunga rampai yang ditusuk) yang
terdiri dari bunga-bunga yang wangi dan aneka warna, yang dikombinasikan sedemikian rupa sehingga terlihat indah dan semarak.
Apabila bunga-bunga tersebut tidak ada, dapat diganti dengan
bunga-bunga lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Untuk mempermudah penilaian dalam ujian nasional, akan
penulis sajikan cara merangkai bunganya adalah sebagai berikut :
1.

Lapek Patam Dhoe (Alas Dahi)

Guntinglah daun pisang dengan ukuran panjang 10 cm, lebar 3


cm dan tepi kanan kirinya bagian atasnya turun 0,5 cm (lihat
gambar pola 1). Buatlah pola itu sebanyak empat kali empat
lembar). Dua lembar daun pisang dijadikan satu, antara lembar
daun pisang bagian atasnya dihiasi bunga melati sebanyak dua
susun dengan cara menjahitkan tangkai meulubreuh (kuncup
melati) pada kedua lembar daun itu. Sedangkan guntingan daun
pisang yang lainnya digunakan untuk menutupi jahitan benang dan
tangkai meulubreuh tadi ditutup dengan tusukan bunga rampoew
mawar atau rampai. Pada kiri dan kanan dapat pula diberi benang
yang ditusuki melati sebagai pengikat. Rapek Patam Dhoe berfungsi sebagai alas agar dahi model tidak sakit dan sebagai keindahan semata.
2. Jeumpa Meususon Dua Lapek I (Cempaka bersusun dua lapis)
Untuk membuat rangkai bunga ini adalah dengan menggunting
daun pisang yang berukuran panjang 10 cm, lebar 6 cm dan sisi
kiri dan kanan bagian atasnya turun 1 cm (lihat gambar pola 2).
Buatlah pola tersebut sebanyak empat kali. Di antara dua lembar
pola tersebut pada bagian atasnya diselipkan bunga cempaka
sebanyak dua susun. Susunan pertama diisi bunga cempaka banyak
7 atau 9 tangkai (berjumlah ganjil) dan susunan kedua adalah
dengan menyelipkan satu bunga cempaka di antara dua bunga
cempaka yang ada pada susunan pertama, demikian seterusnya,
32

sehingga rangkaian bunga itu terlihat indah. Selain untuk keindahan,


rangkaian bunga itu juga memberi ciri khas budaya Aceh, sebab
bunga Jeumpa (cempaka) adalah lambang kebanggaan masyarakat
Aceh yang terkenal dengan lagu Bungong Jeumpa. Sanggul yang
dihiasi bunga jeumpa itu melambangkan harapan keluarga agar
mempelai
kelak dapat memimpin dengan adil dan bijaksana
yang akan membawa harum nama keluarga. Sedangkan barisan
bunga jeumpa melambangkan rakyat yang bersatu membela pemimpin yang adil dan bijaksana.
3.

Bungong Tajok (Bunga Tajuk)

Pola ini berbentuk kerucut yang tingginya 11 cm dan lebar


atasnya kurang lebih 7 cm. Guntinglah daun pisang sesuai pola
sebanyak empat lembar. Jahitkan bunga jeumpa (cempaka)
pada sekeliling daun pisang yang telah dibentuk tadi sebanyak
3 buah.
Pada bagian yang lebar/atas dijahitkan bunga
kenanga dan ie mawoe (bunga mawar) untuk menutupi tangkai
bungong jeumpa. Bungong ie mawoe (mawar) jumlahnya 3 5
buah yang warnanya dapat disesuaikan dengan warna busana,
sehingga terlihat indah dan serasi. Bungong tajok itu dipakai di
kiri dan kanan sanggul yang berguna untuk menutupi batang
pisang. Pada zaman dahulu, bungong Tajok itu terbuat dari
bungong sithon/sitahon (kembang setahun), bunga hiasan taman
atau halaman rumah yang tahan lama/tidak cepat layu. Tetapi
karena sekarang bunga itu sudah langka, maka bungong tajok
dapat dibuat dari rangkaian bunga jeumpa, kenanga dan mawar.
Bungong sithon melambangkan pasangan suami istri yang awet.
4.

Rampoe Teusok dan Meulubreuh (bunga rampai dan melati)

Buatlah rangkaian bunga rampai dan melati yang banyaknya


masing-masing satu untai yang panjangnya kurang lebih 90 cm.
Dipakai mengikuti bentuk sanggul (angka delapan), yang dimulai
dari bawah ke atas. Rampoe teusok harapan siap menghadapi
melambangkan berbagai cobaan menuju kehidupan yang lebih
layak dan dapat membawa harum nama keluarga, sedangkan
untaian melati putih melambangkan tali kasih sayang yang luhur
dan suci.
5.

Preuk-Preuk
Satu untai rampoe teusok yang panjangnya kurang lebih
33

60 cm, pada kedua ujungnya dihiasi bunga jeumpa (cempaka).


Dipakai di depan sanggul yang kedua ujungnya berjuntai ke samping kiri dan kanan sanggul sampai melewati kuping.
Preuk-preuk itu melambangkan sepasang jodoh (suami istri) yang
suka mendengar petuah dan siap menempuh hidup yang diwarnai
cobaan suka dan duka.
Preuk-preuk yang lainnya (seluruhnya berjumlah ganjil) sebagian
berguna untuk menutupi pertumbuhan rambut atau pundak bagian belakang, lambang dari ke-Islam-an yang suka menutupi
aurat. Preuk-preuk itu panjangnya kurang lebih 25 cm, tiga untai
dipasang di atas sanggul yang berjuntai ke belakang. Sebaiknya
untaian preuk-preuk tersebut bagian tengahnya berjuntai lebih
panjang dibandingkan dengan bagian yang ada di bagian kanan
dan kirinya (bentuknya agak melengkung).
6. Jeumpa Meususon (Cempaka bersusun) I I .
Jeumpa meususon ini ditusuk dengan benang yang dibuat
dalam tiga bagian. Bagian pertama, jeumpa berjumlah 1 3 - 1 5
buah, bagian kedua (tengah) terbuat dari untaian bunga seulanga
dan ie mawoe (mawar) yang ditusuk secara (selang seling).
Sedangkan bagian ketiga terbuat dari untaian bunga jeumpa
yang jumlahnya 1 3 - 1 5 buah. Di pasang mengelilingi sanggul
sampai bertemu dengan jeumpa meususon dua lapek 1.

34

Catatan :
Gambar rangka bunga dan ukurannya terlampir.

n
10 cm

E
o

CD

LD

Bungong sithon
10 cm

34A

Bunga-bunga Sanggul
pengantin Aceh

34B

BAB V I
Kesan Umum Peserta Ujian Tata Rias Pengantin
Di dalam ujian nasional pembawaan dan penampilan serta ujian
juga turut menentukan baik tidaknya hasil ujian. Untuk itu, halhal yang perlu diperhatikan oleh peserta ujian nasional adalah :
1.

Kepribadian dan Kerapihan Diri

1.2 Pembawaan dan perawatan diri:


Penampilan peserta harus kelihatan rapirr, seperti dalam :
riasan wajah, tataan rambut, cara berbusana dan bebas bau badan,
sehingga menyakinkan sebagai penata rias pengantin.
Sikap dan tingkah laku terhadap penguji, model dan panitia
Peserta hendaknya memperlihatkan sikap yang sopan, tenang,
ramah dan tidak kasar dalam memperlakukan model.
1.3 Keserasian pakaian kerja
Peserta
tata rias pengantin nasional mengenakan kebaya
(bukan brukat), kain sarung polos kotak, perhiasan secukupnya/
sederhana, kombinasi warna serasi, leher tidak boleh terlalu rendah
dan sesuai dengan suasana ujian.
Tinggi selop (tumit) kuragng lebih 5 cm. Untuk peserta Tata
Rias Pengantin Aceh mengenakan pakaian kerja berwarna merah
polos dari bahan yang tidak terlalu tipis (tembus pandang), dapat
terdiri dari baju kurung atau kebaya panjang dengan bordir motif
Aceh yang sederhana :
Leher tinggi
Berlengan panjang
Panjang kain kurang lebih hingga tumit tidak ketat
Selop tertutup/terbuka dengan hak/tumit 5 cm warna hitam/
coklat
Sanggoi bulat ateuh kudok.
1.4 Kerapian pakaian kerja
Tidak kusut, rapi, tidak terdapat noda-noda/plek, tidak terlalu longgar maupun sempit.

35

2. Tempat Kerja dan Alat-Alat Perlengkapan


2.1 Kerapian tempat kerja
Alat/perlengkapan ujian tersusun rapi dengan alas meja yang
putih bersih. Tempat bekerja senantiasa dijaga kebersihannya
dan sisa-sisa sampah (yang digunakan pada ujian praktek merias,
meronce danlain-lain) dalam suatu tempat yang tertutup.
2.2 Cara mempersiapkan alat rias
Di susun menarik, rapi dengan alat perlengkapan yang seragam
bentuk dan warnanya.
2.3 Lengkap tidaknya alat pada waktu ujian
Semua alat/perlengkapan yang diperlukan dalam ujian praktek
disediakan dengan lengkap, sedangkan yang tidak perlu ditiadakan.
2.4 Kebersihan alat yang diperlukan
Semua alat/perlengkapan yang disedia harus bersih dan baik
keadaannya. Apabila ada yang langsung dikenakan pada kulit
(Misal : pingeset), dibalut dengan kapas alkohol 70%.
2.5 Cara mempergunakan alat dan bahan terhadap model
Terampil tidaknya mempergunakan alat dan boros tidaknya
pemakaian bahan.
2.6 Cara mengemasi alat-alat sesudah selesai bekerja
Mengemasi alat-alat dapat dilakukan dengan rapi dan tidak
berbunyi/kasar, sehingga tempat kerja setelah ditinggalkan harus
terlihat rapi kembali.

*****

36

BAB V I I
PENUTUP
1.

Kesimpulan

Pada prinsipnya daerah Aceh bagian pesisir, adat dan kebudayaannya secara umum hampir sama, namun dalam seni tata rias
pengantin dan upacara adat perkawinan masih terdapat aneka
ragam/macam dan corak yang disesuaikan dengan selera serta
pengaruh seni masyarakat setempat yang membaur dengan daerah
yang berdekatan. Karena keanekaragaman dalam seni tata rias
pengantin dan upacara adat perkawinan Aceh pesisir, maka penulis
ketengahkan pengantin Aceh di pusat kerajaan Aceh masa silam
(kota Banda Aceh sekarang) yang kini telah membaur dan dapat
diterima secara umum oleh masyarakat daerah pesisir.
Kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dan bernilai
seni budaya Islam yang tinggi masih banyak terbenam di tanah
rencong. Karena keanekaragaman seni tata rias pengantin dan
upacara adat perkawinan Aceh pesisir, maka penulis ketengahkan pengantin Aceh yang beraja dipusat kerajaan Aceh masa
silam (Banda Aceh dan Aceh Besar) yang kini telah membaur
dan dapat diterima secara umum oleh masyarakat suku bangsa
Aceh (sepanjang Pesisir).
2.

Saran-Saran

Mengingat perhiasan ukiran bentuk asli sangat langka/sukar


diperoleh untuk keperluan pada upacara adat perkawinan Aceh,
sengat diharapkan ada tenaga terampil di Aceh.
Mendidik tenaga terampil di daerah tersebut, dapat meningkatkan mutu serta kreativitas masyarakat setempat dalam usaha
menanggulangi pengangguran dan secara tidak langsung usaha dan
kegiatan itu telah membantu pemerintah dalam pembangunan,
menciptakan kemakmuran yang merata.
Bantuan masyarakat sesuai dengan profesinya, Lembaga
Adat Kebudayaan Aceh ( L A K A ) , dewan kerajinan nasional dan
pemerintah daerah istimewa Aceh akan sangat sangat menunjang
berkembangnya kebudayaan, yang memang merupakan tanggung
jawab kita bersama.

37

Kepada rekan-rekan Sub Konsersium Ikatan Ahli Perias


Pengantin Indonesia, Penulis mengharap bantuannya dalam usaha
melestarikan dan pengembangan upacara adat pengantin daerah
dalam rangka menambah khasanah budaya nasional, dengan penuh
kesadaran dan niat luhur serta saling menghargai hasil karya
sesama.
Akhir kata penulis ucapkan semoga Allah melimpahkan
rahmat-IMya kepada kita semua.

38

Ragam Hias Pada Etnis Aceh


Boengong seumanga

Boengong keupoela

Boengong seuleupo

If

m
tmmm
m

Boengong mantjang

Boengong poela taloe Ihee

Boengong poeta taloa doea


t

>"'
r

<

>

*~^ ^?p ~***sj


>y

^EP\y ^^> y^^^

s,-

--^f^>~_^<^^__^^
B. awan si tangke

Boengong awan-awan

B. aneu' able'

Boengong taboe

O
Boengong dada limpeuen

sa

1$

O' ''ii>

Boengong djohang

Boengong poetjo^reubong^

Kutipan dari buku Pakaian Adat Tradisional Daerah


Propinsi Daerah Istimewa Aceh
39

- HARI - ANGKA DALAM KEPERCAYAAN MERUPAKAN


WARISAN LELUHUR MASYARAKAT ACEH.

J
MUHARRAM

TIDAK MELAKUKAN
HAL-HAL YANG
SAKRAL

AHAD

LANGKAH

SENIN

REZEKI

RABIUL
AKHIR

SELASA

PERTEMUAN

JUMADIL
AWAL

RABU

MAUT

AKHIR
BULAN

JUMADIL
AKHIR

KAMIS

JUM'AT

SABTU

LANGKAH

REZEKI

BERTEMUAN

MAUT

SAFAR

RABIUL
AWAL

RAJAB

SYA'BAN

RAMADHAN

ZULKAEDAH

TIDAK M E L A K U K A N
UPACARA PERKAWINAN

SYAWAL

'RAPET, KURANG BAIK


!MELAKUKAN UPACARA
1' E R K A W I N A N

ZULHIJAH

"

40

DAFTAR

1.

KEPUSTAKAAN

Prof. A. Hasyimi, Meurah Johan


Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

Sultan

Aceh

Pertama,

2. A. Hasyimi, Lima puluh Sembilan tahun Aceh Merdeka di


Bawah Pemerintahan Ratu, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
3.
Tahun
1977.

, Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan


Melawan Agresi Belanda, Jakarta: Bulan Bintang,

4.

, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Jakarta: PT Maariff, 1981.

5.

, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah, Jakarta: Beuna


Jakarta 1983.

6. AIfian, Segi-Segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, hasil-hasil


penelitian dengan metode Ground Research, LP3ES, 1977.
7.

Dewan Redaksi, PKA II Pencerminan Aceh yang Kaya Budaya,


Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan
Proyek Pusat Publikasi Pemerintah Departemen Penerangan
R.I.

8.

H.M. Zainuddin, Tarich Atjeh dan Nusantara, Medan: Pustaka


Iskandar Muda, 1961.

9.

Dr. Hossein Djaja Diningrat, Atjeh Sch - Nederlandsch Woerdenbock I, I I , 1934.

10

Mohd. Said, Atjeh Sepanjang Abad, 1960.

11. Ragi I Suwarna Pragolapati, Roman Singa Lamnga Cut Nyak


Dhien, Jakarta: PT Variasi Jaya - Kartini Group, 1982.
12. Tjut Elly, Tata Rias Pengantin dan Adat Perkawinan Aceh,
Jakarta: Yayasan Meukata Alam, 1987.
13. Hasil Lokakarya Tata Rias Pengantin Aceh tahun 1989 yang
dirumuskan dalam kurikulum.

41

DAFTAR BUKU INSANI


NO.

PENYUSUN

JUDUL BUKU

1.

Tata Kecantikan Rambut

dasar

Kusumadewi dkk.

2.

Tata Kecantikan Rambut

terampil

Sartini/Martha dkk.

3.

Tata Kecantikan Rambut

mahir

4.

Kusumadewi dkk.
As Jafar dkk.

Sanggul sanggul daerah

5.

Kosmetologi/Tata Kec.

dasar

Nelly Hakim dkk.

6.

Tata Kecantikan Kulit

terampil

Nelly Hakim dkk.

7.

Kaset Senam TKK

Johny Iskak dkk.

8.

Soal Standart TKK/TKR

dr. Pong - Hendra T.L.

9.

T. Rias Pengantin Solo

Putri

10.

T. Rias pengantin Solo

Basahan

11.

T. Rias Pengantin Yogya

P/P Ageng

Marmin Sarjono

12.

T. Rias Pengantin Sunda

Siger

Dra. Sumarni dkk.

13.

T. Rias Pengantin Gayo

14.

Menjahit Pak. Wanita

dasar

H.l. Ruswoto dkk.

15.

Menjahit (kapita selekta)

H.l. Ruswoto dkk.

16.

Menjahit linseri

Umi Sukono

17.

Masakan Indonesia

dasar

Sien Sumardi dkk.

18.

Masakan Indonesia

terampil

Sien Sumardi dkk.

19.

Kue Tradisional

Nila Chandra dkk.

20.

Masakan Eropa

R.H. Soecipto dkk.

21.

Metoda Masakan Eropa

R.H. Soecipto dkk.

22.

Otomotif

E.S. Sumarno

23.

Kurikulum/metodologi pis

Retnaningsih dkk.

24.

Energi vital-akupunktur

Yuliana - dkk.

25.

Menyusun Tes. Bh Inggris

Drs. Marsudi

26.

Pengetahuan Alat Musik

27.

Organ Mahir

Pono Banu
Konsorsium Musik

28.

Modul Pengembangan Kursus

29.

Modul Adm. Kursus

As Jafar

Suwitodkk.-UT-HP.PLSM
Zainudindkk.-UT-HP.PLSM
YoRopahdkk.-UT-HP.PLSM

30.

Modul Keuangan Kursus

31.

T. Rias Pengantin dan Upacara


Adat Perkawinan Aceh

Cut I Elly Arby

32.

T. Kecantikan Kulit Tingkat Mahir

Sub Konsorsium TKK

A l a m a t : J l . Sawo III N o . 17 M a n g g a r a i Selatan - Jakarta - 12860 Telp.


Rekening : Giro Pos No. A. 13.105.

YAYASAN MEKTA ALAM JAKART/


Sekretariat

.u
i Q Jen.
i o
,
. . /16
.
Jl. Let.
S. r.Parman .Kav.
15

No. J-5 Slipi

Telp. 5303520 Jakarta Barat

MENERIMA
KURSUS :
-

Tata Kecantikan Kulit.


Tata Kecantikan Rambut.
Tata Rias Pengantin 27 Propinsi.
lata Rias Pengantin Gaun Panjang (Internasional.:

: S

- Bahasa Inggris
- Kursus M.C.

, a h

Pesis,

PESANAN / MENYEWAKAN

: SSCAceh (paket len9kap)


~

Sekretariat :

f " *

Aceh dan perhiasan serta

Komplek Bank Indonesia


Jl. Let. Jen. S. Parman Kav. 15/16 No J-5
Telp. 5 3 0 3 5 2 0
Jakarta - Barat

Pindah Alamat : Jl. Legoso R a y a / Samping Legoso Permai


Rumah No. 1
Setelah Gedung IAIN masuk kiri (Pos Polisi)
Ciputat.
'

Ny. Cut. I. Elly Arby


Pimpinan

Busana I ja dua blah haih


Koleksi penulis
Model Cut Yulianty dan Jonny Akira

You might also like