You are on page 1of 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malformasi arterio-vena merupakan kelainan intrakranial yang relatif
jarang terjadi tetapi lesi ini semakin sering ditemukan. Lesi terjadi umumnya
akibat kelainan kongenital, biasanya dikenali setelah terdapat perdarahan. Seiring
dengan berkembangnya teknologi kedokteran, lesi unruptured AVM semakin
sering ditemukan. Arterio-Venous Malformation (AVM) atau malformasi pada
pembuluh darah arteri dan vena dengan banyak pirau yang saling berhubungan
tanpa pembuluh darah kapiler sehingga rentan terjadi penyumbatan di otak. AVM
merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi namun
berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada
vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian. Penyakit AVM
umumnya adalah penyakit yang tidak menunjukkan gejala apapun dan baru
diketahui setelah terjadi perdarahan intrakranial atau subarahnoid. Penyakit ini
biasanya memberikan gejala berupa sakit kepala dan kejang tanpa sebab.8
AVM merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi
namun berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada
vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian. AVM dapat terjadi
di area lobus otak manapun, dapat di pembuluh darah besar ataupun kecil.
Tekanan dari darah yang melalui arteri menjadi terlalu tinggi untuk diterima oleh
vena dan ini menyebabkan vena mengembang . Pengembangan ini mampu
menyebabkan vena itu pecah dan timbul perdarahan.10 Saat pembuluh darah
mengalami perdarahan, biasanya darah yang dikeluarkan terbatas, tidak sebanyak
pada perdarahan hipertensif atau stroke. Hilangnya fungsi neurologis tergantung
pada lokasi AVM dan banyaknya pendarahan. Pada sebagian kecil kasus, anak
yang dilahirkan dengan AVM pada pembuluh darah besar juga menderita gagal
jantung karena malformasi yang menyebabkan beban kerja jantung ikut
bertambah.10 Penyakit AVM umumnya adalah penyakit yang tidak menunjukkan
gejala apapun dan baru diketahui setelah terjadi perdarahan intrakranial atau

subarahnoid. Penyakit ini biasanya memberikan gejala berupa sakit kepala dan
kejang tanpa sebab.8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Malformasi arteriovena (arteriovenous malformation, AVM) ialah satu
keabnormalan pada pembuluh darah di mana arteri bersambung terus dengan vena
tanpa melalui jaringan kapilari terlebih dahulu. Arteriovenous Malformation
adalah kelainan kongenital dimana arteri dan vena pada permukaan otak atau di
parenkim saling berhubungan secara langsung tanpa melalui pembuluh kapiler.
2.2. Epidemiologi
Insidens dan prevalensi malformasi vaskular tidak diketahui secara pasti,
berdasarkan studi antara tahun 1980 dan 1990, insidens malformasi vaskular
pertahunnya sekitar 11 hingga 21 kasus dalam 100.000 populasi. Jumlah
malformasi arterio-vena (AVM) hampir 90% lebih jarang dibandingkan dengan
insidens aneurisma intrakranial. Usia muda merupakan ciri khas pada indsiden
malformasi ini yakni pada usia 16-25 tahun10
2.3. Etiologi
a. Faktor idiopatik
b. Faktor simtomatik
Faktor Ektrinsik, berupa: tekanan darah sistemik, kemampuan jantung
memompa darah ke sirkulasi sistemik, kualitas pembuluh darah kortico vertebral
dan kualitas darah yang menentukan viskositasnya.
Faktor Intrinsik, berupa: autoregulasi arteri cerebral, faktor biokimiawi
regional (konsentrasi asam laktat dan ion hidrogen) dan peran susunan saraf
otonom (tetapi hanya sedikit).3
2.4. Patofisiologi
AVM umumnya terbentuk akibat malfungsi diferensiasi pembuluh darah
primitive pada embrio berusia 3 minggu, dapat terbentuk di bagian otak manapun
dan melibatkan regio permukaan otak dengan substansia alba. Pada gestasi
minggu ke-3, mulai tampak sistem vaskuler yang terdiri dari jaringan yang
menjalin ruang-ruang darah pada mesenkim primitif. Saat ini darah belum

bersirkulasi dan pembuluh arteri dan vena belum dapat diidentifikasi.Selanjutnya


sistem vaskuler berkembang secara bertahap dengan proses penggabungan dan
diferensiasi seluler dan sebagai klimaks terjadi pemisahan arteri-vena. Menurut
Wallard (1922) proses ini terjadi melalui tiga tahapan:
1. Undifferentiated Stage (Stage I)
Ruang-ruang darah yang ada pada mesenkim primitif bergabung menjadi
jaringan kapiler yang lebih terorganisir. Arteri dan vena belum bisa dikenali.
2. Retiform Stage (Stage II)
Jaringan kapiler yang terbentuk pada Undifferentiated Stage bergabung
menjadi struktur jalinan atau pleksus yang lebih besar yang menjadi progenitor
dari arteri dan vena.
3. Maturation Stage (Stage III)
Struktur vaskuler tampak matur secara histologis, dan batang utama arteri
telah tampak. Jaringan kaplier yang ada bertahan hingga saat dewasa diperkirakan
berasal dari sisa-sisa ruang darah pada Undifferentiated Stage.
Berdasarkan teori Wallard, dapat disimpulkan pada Stage I terjadi
malformasi kapiler dan vena perifer, sedangkan Stage II terjadi mikrofistula
malformasi arteri vena (AVM) dan vena embrional, dan Stage III terjadi
makrofistula AVM beserta cabang-cabangnya, aneurisma v. poplitea, dan kelainan
persisten sciatic artery. 14

Capillary
malformation

Microfistulous AV
malformation

Macrofistulous
AV malformation

Gambar 1. Malformasi kapiler, mikrofistul malformasi arteri vena, dan


makrofistul arteri vena
AVM terdiri atas tiga bagian yaitu feeding arterti, nidus dan draining vein.
Nidus disebut juga sarang karena tampak seperti pembuluh darah yang berbelit
belit. Feeding artery memiliki lapisan otot yang tidak adekuat dan draining vein
cenderung mengalami dilatasi karena kecepatan aliran darah yang melaluinya.
Beberapa orang lahir dengan nidus yang seiring dengan waktu cenderung
melebar karena tekanan yang besar pada pembuluh arteri tidak dapat
dikendalikan oleh vena yang mengalirkannya. Mengakibatkan kumpulan
pembuluh darah besar yang tampak seperti cacing dapat mengalami perdarahan
di masa yang akan datang. 11

Gambar 2. Perbedaan antara aliran darah pada AVM dan yang normal

Gambar 3. Nidus, draining vein, feeding arteries


AVM mengakibatkan disfungsi neurologis melalui 3 mekanisme utama.
Yang pertama, perdarahan terjadi di ruang subarahnoid, ruang intraventrikular
atau yang paling sering pada parenkim otak. Jika ruptur atau pendarahan terjadi,
darah mungkin berpenetrasi ke jaringan otak (cerebral hemorrhage) atau ruang
subarachnoid (subarachnoid hemorrhage) yang terletak di antara meninges yang
menyelaputi otak. Sekali pendarahan AVM terjadi, kemungkinan terjadinya
pendarahan berulang menjadi lebih besar. Perdarahan umumnya muncul pada usia
55 tahun. Kira-kira 40% kasus dengan AVM cerebral diketahui melalui gejala
pendarahan yang mengarah ke kerapuhan struktur pembuluh darah yang abnormal
di dalam otak.
Kedua, pada pasien yang tidak mengalami perdarahan mungkin akan
mengalami kejang. Sekitar 15-40 % pasien mengalami kejang. AVM yang tidak
mengalami pendarahan menyebabkan gejala langsung dengan menekan jaringan
6

otak atau menurunkan aliran darah ke jaringan sekitar (iskemia). Faktor mekanik
maupun iskemik dapat menyebabkan kerusakan sel saraf (neuron) secara
permanen.4
Kejang pada AVM mungkin terbagi atas 3 mekanisme, yaitu :
1. Iskemia jaringan korteks.
2. Astroglia berlebihan pada jaringan otak yang rusak di sekeliling daerah AVM
karena perdarahan subklinis sebelumnya atau karena deposit hemosiderin,
mungkin terjadi karena hilangnya bentuk karakteristik secara progresif
(apeidosis) melalui kapiler yang terdilatasi.
3. Kemungkinan peranan epileptogenesis sekunder, yang letaknya agak jauh dari
daerah AVM primer.8
Namun, beberapa penderita juga ada yang asimtomatik atau hanya
merasakan keluhan minor akibat kekusutan pembuluh darah lokal. Defisit
neurologis progresif dapat muncul pada 6-12 %. Defisit neurologis yang lambat
ini dikaitkan dengan tersedotnya aliran darah menjauh dari jaringan otak (the
"steal phenomenon"). Defisit ini juga terjadi dikarenakan efek masa dari AVM
yang membesar dan hipertensi vena pada draining veins. 10
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan alirannya, MV digolongkan menjadi dua kelompok: 13
High flow malformation: apabila MV terjadi pada arteri dan arteri-vena
Low flow malformation: apabila MV terjadi pada vena, kapiler, atau limfe
Selain itu MV juga dikelompokkan berdasarkan lokasi pembuluh yang
mengalami kelainan seperti dalam Hamburg Classification of Vascular
Anomalies and Malformations.
Tabel 1. Hamburg Classification of Vascular Anomalies and Malformations
MAIN CLASS
Arterial

SUBCLASS
Truncular
Extratruncular

Venous

Truncular

SUBGROUP
Obstructive
Dilating
Diffuse
Limited (localized)
Obstructive
Dilating

Extratruncular
Arteriovenous

Truncular
Extratruncular

Combined, mixed

Truncular
Extratruncular

Diffuse
Limited/localized
Deep
Superficial
Diffuse/infiltrating
Limited/localized
Venous and arterial
Hemolymphatic
Diffuse
Limited/localized

Tabel 2. Klasifikasi AVM berdasarkan kriteria Schobinger


I (quiescence)
II (expansion)

III (destruction)

IV (decompensation)

Lesi berwarna pink, hangat, dan terdapat shunt


arteriovaskular
Sama dengan stadium I, ditambah pembesaran,
pulsasi, thrill, bruit, dan vena yang berkelokkelok
Sama dengan stadium II, ditambah perubahan
distrofik pada kulit, ulserasi, perdarahan, nyeri
persisten, atau nekrosis jaringan
Sama dengan stadium III, ditambah gagal
jantung

2.6. Gejala
Masalah yang paling banyak dikeluhkan penderita AVM adalah nyeri
kepala dan serangan kejang mendadak dimana setidaknya 15% dari populasi tidak
menunjukan gejala apapun. Gejala lain yang sering ditemukan berupa vertigo,
pulsing noise dikepala, tuli progresif, penurunan penglihatan, confusion, dementia
dan halusinasi. Dan jika AVM terjadi pada lokasi kritis maka AVM dapat
menyebabkan sirkulasi cairan otak terhambat, yang dapat menyebabkan
akumulasi cairan di dalam tengkorak yang beresiko hidrosefalus.1,3,4 Kaku kuduk
mungkin terjadi akibat penikatan tekanan intracranial dan rangsangan pada
meningen. Pada kasus yang lebih berat dapat berupa ruptur pembuluh darah
sehingga menimbulkan intracranial hemorrhage. Setidaknya lebih dari setengah
pasien dengan AVM menunjukan gejala hemorrhage sebagai penyebab utama
sehingga menimbulkan gejala klinik lain berupa kehilangan kesadaran, sakit
kepala yg tiba-tiba dan hebat, nausea, vomiting, incontinence dan gangguan
penglihatan. Kerusakan lokal pada jaringan otak akibat perdarahan mungkin

terjadi yang dapat menyebabkan kelemahan otot, paralysis, hemiparesis, afasia


dan lainnya. Perdarahan minor tidak menunjukan gejala yang berarti.
Umumnya pasien mengalami pendarahan yang sedikit namun sering.
Biasanya penderita mengalami kejang sebelum mengetahui bahwa mereka
menderita AVM. Sebagian pasien menderita nyeri kepala, yang tidak dihubungkan
dengan AVM sebelum diperiksa dengan CT Scan atau MRI. Pendarahan
intrakranial tersebut dapat menyebabkan hilang kesadaran, nyeri kepala hebat
yang mendadak, mual, muntah, ekskresi yang tidak dapat dikendalikan misalnya
defekasi atau urinasi, dan penglihatan kabur. Kaku leher yang dialami dikarenakan
peningkatan tekanan antara tengkorak dengan selaput otak (meninges) yang
menyebabkan iritasi. Perbaikan pada jaringan otak lokal yang pendarahan
mungkin saja terjadi, termasuk kejang, kelemahan otot yang mengenai satu sisi
tubuh (hemiparesis), kehilangan sensasi sentuh pada satu sisi tubuh, maupun
defisit kemampuan dalam memproses bahasa (aphasia). Variasi gejala ini sejalan
dengan tipe kerusakan cerebrovaskular. Secara umum, nyeri kepala yang hebat
yang bersamaan dengan kejang atau hilang kesadaran, merupakan indikasi
pertama adanya AVM pada daerah cerebral.1,3,4
2.7. Diagnosis
Diagnosa AVM ditegakkan dengan menggunakan neuroimaging setelah
pemeriksaan terhadap saraf dan pemeriksaan fisik dilakukan. Terdapat 3 teknik
utama untuk menegakkan diagnosa AVM yaitu Computed Tomography (CT),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Cerebral Angiography. CT-scan kepala
biasanya merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan karena dapat menunjukan
perkiraan dari lokasi perdarahan. Namun MRI lebih sensitif dari CT-scan karena
dapat memberikan informasi yang lebih baik tentang lokasi dari malformasi
tersebut. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih spesifik dari pembuluh darah
AVM dapat menggunakan zat kontras radioaktif yang disuntikkan ke dalam
pembuluh darah yang disebut Computed Tomography Angiogram dan Magnetic
Resonance Angiography. Gambaran terbaik untuk AVM

melalui Cerebral

Angiography.

Gambaran Umum
Petunjuk diagnostik terbaik Bag of Black Worm pada MR dengan minimal atau
tanpa efek massa.
Lokasi :
a.
b.
c.
d.

Bisa terjadi dimanapun di otak dan medula spinalis


85% di supratentorial , 15% di fossa posterior
98% soliter, sporadik
Jarang : Multipel AVM

Ukuran :
a. Bervariasi mulai dari mikroskopik hingga besar
b. Pada umumnya yang menimbulkan gejala adalah 3-6 cm
Morfologi : membentuk massa yang terdiri dari pembuluh darah.
Imaging Recommendation
a. Imaging terbaik : DSA dengan superselective catherization
b. Saran prosedur : Standard MR (termasuk contrast-enhanced MRA, GRE
sequences)
Penggunaan scaning komputer tanpa kontras menghasilkan sensitifitas
yang rendah, namun kalsifikasi dan hipointensitas dapat ditemukan; agar lebih
dapat terlihat diakukan pemberian kontras.
Pencitraan resonansi magnetik (MRI) sangat sensitif, menunjukkan
hilangnya sinyal pada area korteks, umumnya dengan hemosiderin yang
menujukkan adanya perdarahan sebelumnya. MRI juga dapat memberikan
informasi penting mengenai lokalisasi dan topografi dari AVM bila intervensi
akan dilakukan.
Arteriografi merupakan standar penting untuk menggambarkan anatomi
arteri dan vena, sebagai tambahan, angiografi yang sangat selektif dapat memberi
data penting mengenai fungsi dan fisiologi untuk analisis klinis tindakan.
CT scan dengan kontras dan didapatkan gambaran malformasi arteri vena pada
daerah parietal kiri, kemudian untuk mengetahui anatominya dilakukan
angiografi.2,4
2.8. Penatalaksanaan
1.

Farmakologis
Pengobatan farmakologis dilakukan untuk mengatasi gejala yang dialami

pasien seperti sakit kepala atau kejang. Terapi ini juga diberikan pada pasien yang
10

tidak dapat melakukan terapi operatif karena resiko yang terlalu besar. Fenitoin
dapat diberikan untuk mengontrol kejang.
2. Non Farmakologis
a. Operasi Reseksi
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada AVM yang ruptur dan
diperkirakan memberikan hasil yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan
unruptured AVM. Intervensi bedah merupakan terapi definitif pada AVM. Ukuran,
lokasi, perlekatan dengan daerah sekitarnya, serta konfigurasi vaskular
menentukan pertimbangan perlunya intervensi bedah. Skala Spetzler Martin
digunakan sebagai pertimbangan risiko dan manfaat operasi. Skala Spetzler
Martin yang terdiri atas tiga parameter yaitu ukuran nidus, drainase vena dan
kelancaran berbicara (eloquence). Derajat rendah bila grade 1,2. Derajat tinggi
grade 4,5 dan inoperable grade 6.
Tabel 1 Kalsifikasi AVM berdasarkan Spetzler Martin
Parameter
Skor
Ukuran nidus
< 3 cm
1
3.6 Cm
2
>6 cm
3
Drainase Vena
Superficial
0
Profunda
1
Kelancaran berbicara
Tidak lancer
0
Lancar
1
2.1. Embolisasi
Untuk menghindari pendarahan, vasodilatasi lokal (aneurisma) harus
dihilangkan. Embolisasi merupakan penyumbatan pembuluh darah yang AVM.
Dengan x-ray, kateter dikendalikan dari arteri femoralis di daerah paha atas ke
daerah AVM yang diobati. Lalu setelah daerah AVM dicapai, semacam lem atau
kadang gulungan kabel ditempatkan untuk memblok area tersebut. Namun,
embolisasi sendiri juga jarang dengan sempurna memblok aliran darah ke daerah
AVM.
b. Radiosurgery
Radiosurgery dilakukan dengan mengunakan alat yang disebut dengan
gamma-knife, efektif pada AVM yang berukuran < 2 cm, sedangkan pada lesi

11

yang lebih besar terapi ini kurang responsif. Paling tidak, malformasi dapat hilang
selama dua tahun.
Pilihan terapi untuk pasien harus mempertimbangkan risiko yang akan
terjadi pada setiap pilihan terapi. Alternatif terapi baik sebagai terapi tunggal
maupun dilakukan secara bersama-sama:1,2,6
c.

Terapi konservatif
Bila alternatif terapi tidak dapat dilakukan atau risiko terapi terlalu besar,

tindakan konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat dilakukan pada
pasien. Berbagai keluhan non-hemoragik, seperti sakit kepala ataupun kejang,
umumnya berespons baik terhadap terapi medikamentosa.
Pada berbagai literatur, terapi simptomatik pada unruptured AVM menjadi
pilihan, mengingat risiko pasca-operasi tidak menghilangkan gejala, bahkan dapat
memperberat keluhan pasien. Aminoff membuat suatu skema risiko dan manfaat
tindakan operatif sebagai pertimbangan tatalaksana pada pasien dengan
unruptured AVM. 2,3
Insidens perdarahan intrakranial akibat ruptur AVM per tahunnya adalah
sekitar 1-2%, dan angka kecacatan akibat tindakan operatif juga tinggi, bahkan
mempercepat timbulnya disabilitas pada pasien.Selain itu, keluhan pasien adalah
sakit kepala. Menurut literatur, sakit kepala dan kejang bukan merupakan indikasi
tindakan operatif pada pasien dengan unruptured AVM, karena tidak
menghilangkan keluhan sakit kepala atau menghilangkan kejang pada pasien.
Terapi dengan gamma-knife pada pasien ini juga tidak memungkinkan
karena ukuran lesi yang besar (> 3 cm). Dengan terapi konservatif (dan terapi
simptomatik), risiko ruptur AVM akan menurun seiring pertambahan usia. 3 Terapi
bergantung pada lokasi dan besar AVM serta adakah perdarahan atau tidak.

2.9. Prognosis
Risiko kejadian ruptur pada kasus AVM yang belum pecah berkisar antara
1 dan 2% setiap tahunnya, dan sekitar 10% perdarahan intrakranial akibat ruptur.

12

Semua AVM di otak sangat berbahaya. Resiko terjadinya hemoragi


pertama adalah seumur hidup, meningkat sesuai usia (2-4% per tahun, kumulatif).
Sebagian besar akan menimbulkan gejala seumur hidup pasien.
Sembuh spontan sangat jarang terjadi (< 1% kasus). 75 % merupakan lesi
kecil (< 3cm) aliran vena tunggal dan 75 % memiliki spontanneous ICH. 1

BAB III
LAPORAN KASUS

13

3.1

3.2

IDENTITAS
Nama

PM

Umur

15 tahun

Jenis kelamin

Laki-laki

Bangsa

Indonesia

Suku

Bali

Agama

Hindu

Alamat

Pendem

Pekerjaan

Pelajar

Nomor rekam medik

12 58 31

Tanggal status dibuat

22 Mei 2015

Dokter yang merawat

dr. I Gusti Putu Ardana, Sp.S

AUTOANAMNESIS / HETEROANAMNESIS
3.2.1 Penyakit Sekarang
Keluhan utama: Kejang
Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama:
Pasien datang ke IGD RSUD Negara diantar oleh orang tuanya dalam
keadaan kejang, kejang dikatakan sudah berlangsung selama 30 menit,
Keluhan kejang dikatakan muncul secara tiba-tiba saat pasien berada
didapur, keluarga mengatakan tangan dan kaki pasien kaku sehingga sulit
digerakkan, pasien juga tidak bisa berbicara dan mata pasien mendelik
keatas namun tidak mengompol. Sebelumnya pasien dikatakan habis
dimarahi oleh kakeknya di warung karena suatu hal, kemudian pasien
pulang dan sesampainya di rumah tiba-tiba pasien terjatuh dan seluruh
badannya kaku. Riwayat kejang sebelumnya dikatakan tidak ada. Sulit
bicara dikatakan muncul bersamaan dengan kejang pada pasien. Saat pasien
diminta untuk berbicara, pasien seperti sulit untuk membuka dan
mengeluarkan lidahnya. Namun pasien dapat mengerti apa yang dikatakan
dan di instruksikan oleh pemeriksa namun pasien sulit untuk melakukan
instruksi dari pemeriksa. Keluarga pasien mengatakan, sebelum sakit pasien
bisa bicara seperti halnya orang normal. Sakit kepala dirasakan dikepala

14

bagian belakang seperti berdenyut dan semakin memberat. Sakit kepala


dirasakan terus-menerus dan tidak hilang dengan perubahan posisi. Pasien
kemudian dipindahkan keruang Flamboyan untuk dirawat setelah kejang
pasien teratasi dengan pemberian terapi medikamentosa di IGD. Saat di
ruangan, pasien dikatakan tidak bisa menggerakan tangan dan kakinya
karena terasa lemah, pasien juga mengatakan kalau sekujur tubuhnya tidak
dapat merasakan apa-apa. Saat tangan dan kaki pasien digores dengan palu
reflek pasien mengataakan tidak merasakan sentuhan apa-apa. Rasa tebal
atau kesemutan separuh tubuh (-), pandangan dobel (-), riwayat trauma
kepala (-),deman (-) muntah (-), keluhan ini baru pertama kali dirasakan.
BAB dan BAK dikatakan normal.
.
3.2.2 Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Pasien belum pernah mengalami kejang sebelumnya, riwayat operasi,
trauma kepala atau tertusuk paku disangkal oleh pasien.
3.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami
keluhan yang sama seperti yang dialami pasien saat ini. Riwayat penyakit
kencing manis, penyakit jantung, tekanan darah tinggi pada keluarga
dikatakan tidak ada. Riwayat penyakit sistemik lain juga disangkal oleh
pasien.
3.2.4 Riwayat Pribadi / Sosial
Lahir : normal

Kanan / Kidal

: kanan

Mulai bicara

: tidak ingat

Makanan

Gagap

: tidak ada

Minuman keras : disangkal

Mulai jalan

: tidak ingat

Merokok

: tidak

Mulai membaca

: tidak ingat

Kawin

: belum kawin

Jalan waktu tidur

: tidak ingat

Anak

: tidak ada

Ngompol

: tidak ingat

Abortus

: tidak ada

Pendidikan

: SMP

Kontrasepsi

: tidak ada

Lain-lain

: tidak ada

: biasa

15

3.3

STATUS PRESENT
Berat

: 70 kg

Pernapasan

Tinggi

: 165 cm

Frekuensi

: 20 kali / menit

IMT

: 25.71 kg/m2

Jenis

: Thoracoabdonimal

Pola

: Normal

Tekanan darah
kanan

: 100/70 mmHg

Suhu Aksila

: 38,0 oC

kiri

: 100/70 mmHg

VAS

: 0 (0-10)

Nadi,
kanan

: 80 kali / menit

kiri

: 80 kali / menit

Kepala
Mata

: Konjungtiva pucat (-/-); ikterus (-/-);


refleks pupil (+/+); (3 mm/3 mm)

THT
Telinga

: Hiperemik (-); sekret (-); nyeri (-); edema (-)

Hidung

: Hiperemik (-); sekret (-); nyeri (-); edema (-)

Tenggorok : Tonsil (T1/T1); Hiperemik (-); nyeri (-); edema (-)


Mulut

: Sianosis (-), lainnya: tidak ada

Lainnya

Leher
Arteri karotis komunis kanan, bruit (-)
Arteri karotis komunis kiri, bruit (-)
Lainnya

: tidak ada

Thoraks
Jantung,

inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

palpasi

: ictus cordis tidak teraba; thrill (-)

perkusi

: batas atas

: ICS II kiri

batas kanan : PSL kanan setinggi ICS V

16

batas kiri
Paru,

: MCL kiri ICS V + 2 cm

auskultasi

: S1 S2 tunggal regular; murmur (-)

inspeksi

: dekstra-sinistra simetris

palpasi

: vokal fremitus (normal/normal)

perkusi

: suara perkusi (sonor/sonor)

auskultasi

: vesikuler (+/+); ronkhi (-/-)


wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi

: distensi (-); asites (-); peristaltik (-)

Auskultasi

: bising usus (+); normal

Palpasi
Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Perkusi
Genitalia

3.4

: timpani
: tde

Ekstremitas

: akral hangat

Kulit

: sianosis (-)

edema

STATUS NEUROLOGIKUS
3.4.1 Kesan Umum
Kesadaran

: compos mentis (GCS : E 4 V 5 M 6 )

Kecerdasan

: sesuai tingkat pendidikan

Kelainan jiwa

: tidak ada

Kaku dekortikasi

:(-)

Kaku deserebrasi

:(-)

Refleks leher tonik


(Magnus-deKleijn)

:(-)

Pergerakan mata boneka : tidak dievaluasi


Deviation conjugee

:(-)

Krisis okulogirik

:(-)

17

Opistotonus

:(-)

Kranium
bentuk

: normocephali

simetris

: simetris

fontanel

: normal tertutup

kedudukan

: normal

perkusi

: pekak

palpasi

: ttb benjolan

transluminasi : hydrocephalus (-) auskultasi

: bruit (-)

3.4.2 Pemeriksaan Khusus


Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk

: (-)

Tanda Kernig

: (-/-)

Tanda leher Brudzinski


(Brudzinski I)

: (-/-)

Tanda tungkai kontralateral Brudzinski


(Brudzinski II)

: (-/-)

Saraf Otak
Kanan

Kiri

Nervus I
Subjektif

: tidak ada keluhan

Objektif

: normal

normal

Visus

: OD <2/60

OS <2/60

Kampus

: belum dievaluasi

Hemianopsia

: belum dievaluasi

Melihat warna

: belum dievaluasi

Skotom

: belum dievaluasi

Fundus

: belum dievaluasi

Nervus II

Nervus III, IV, VI


Kedudukan bola mata : di tengah

di tengah

Pergerakan bola mata : baik ke segala arah

baik ke segala arah

Nistagmus

tidak ada

: tidak ada

18

Celah mata

: normal

normal

Ptosis

: tidak ada

tidak ada

bentuk

: bulat, reguler

bulat, reguler

ukuran

: 3 mm

3 mm

Pupil

Refleks pupil
r. cahaya langsung : miosis

miosis

r. cahaya konsensuil : miosis

miosis

r. akomodatif /
konvergen

: (+)

(+)

: (-)

(-)

: (-)

(-)

r. pupil MarcusGunn
Tes Wartenberg
Nervus V
Motorik

: Normal

Normal

Sensibilitas

: Normal

Normal

Refleks kornea
langsung

(+)

(+)

konsensuil

(+)

(+)

Refleks korneamandibuler

: (-)

(-)

Refleks bersin

: (+)

(+)

Becterew

: (+)

(+)

Refleks maseter

: (-)

(-)

Trismus

: (-)

(-)

Refleks menetek

: tidak ada

tidak ada

Refleks snout

: tidak ada

tidak ada

Nyeri tekan

: tidak ada

tidak ada

Refleks nasal

Nervus VII
Otot wajah saat istirahat

19

lipatan dahi

: simetris kiri kanan

sudut mata

: simetris kiri kanan

sulkus nasolabialis : mendatar di sisi kiri


sudut mulut

: leboh rendah di sisi kiri

Mengerutkan dahi

: normal

normal

Menutup mata

: normal

normal

Meringis

Simetris

Bersiul / mencucu

Simetris

Gerakan involunter
Tic

: negatif

negatif

Spasmus

: negatif

negatif

Lainnya

: tidak ada

Indera pengecap
Asin

: Normal

Asam

: Normal

Manis

: Normal

Pahit

: Normal

Sekresi air mata

: Normal

Hiperakusis

: Negatif

Tanda Chvostek

: (-)

(-)

Reflek Glabela

: (-)

(-)

: normal

normal

Rinne

: (+)

(+)

Schwabach

: normal

normal

Weber

Bing

: (+)

(+)

Tinitus

: tidak ada

tidak ada

Keseimbangan

: belum dapat dievaluasi

Vertigo

: tidak ada

Nervus VIII
Mendengar suara bisik
(gesekan jari tangan)
Tes garpu tala

tidak ada lateralisasi

20

Nervus IX, X, XI, XII


Langit-langit lunak

: simetris kiri kanan

Menelan

: normal

Disartri

: ada

Disfoni

: tidak ada

Lidah
Tremor

: tidak ada

Atrofi

: tidak ada

Fasikulasi

: tidak ada

Ujung lidah saat


istirahat

: simetris

Ujung lidah sewaktu


dijulurkan keluar

: ditengah

Refleks muntah

: normal

Mengangkat bahu

: normal

normal

: normal

normal

Fungsi m. sternokleido-mastoideus
Anggota Atas
Kanan
Simetris

Kiri

: simetris

simetris

:3

:3

:3

:3

Tenaga
M. deltoid
(abduksi l. atas)
M. biseps
(fleksi l. atas)
M. triseps
(ekstensi l. atas)
Fleksi pergelangan
tangan

Ekstensi pergelangan

21

tangan

:3

:3

:3

Tonus

: Normal

Normal

Tropik

: distropi (-)

distropi (-)

Biseps

: (++)

(++)

Triseps

: (++)

(++)

Radius

: (++)

(++)

Ulna

: (++)

(++)

Leri

: (++)

(++)

lengan (Grewel)

: (+)

(+)

Mayer

: (+)

(+)

Hoffman-Tromner : (+)

(-)

Memegang

: (-)

(-)

Palmomental

: (-)

(-)

Perasa raba

:-

Perasa nyeri

:-

Perasa suhu

:-

Perasa proprioseptif : -

Perasa vibrasi

: normal

normal

Stereognosis

: normal

normal

Barognosis

: normal

normal

titik

: normal

normal

Grafestesia

: Sulit dievaluasi

Sulit dievaluasi

Topognosis

: bde

bde

Membuka jari-jari
tangan
Menutup jari-jari
tangan

Refleks

Pronasi-abduksi

Sensibilitas

Diskriminasi dua

22

Parestesia

: tidak ada

tidak ada

: bde

bde

Tes telunjuk-hidung : bde

bde

Koordinasi
Tes telunjuktelunjuk

Tes hidungtelunjuk-hidung

: bde

bde

(diadokokinesis)

: bde

bde

Tes tepuk lutut

: bde

bde

Dismetri

: bde

Tes pronasi-supinasi

Fenomena lajak
(Stewart Holmes)

: bde

bde

Vasomotorik

: normal

normal

Sudomotorik

: normal

normal

Pilo arektor

: normal

normal

Tremor

: negatif

negatif

Khorea

: negatif

negatif

Atetosis

: negatif

negatif

Balismus

: negatif

negatif

Mioklonus

: negatif

negatif

Distonia

: negatif

negatif

Spasmus

: negatif

negatif

Tanda Trousseau

: (-)

(-)

Tes Phalen

: bde

bde

Vegetatif

Gerakan involunter

Nyeri tekan pada saraf : (-)

(-)

23

Badan
Keadaan kolumna
vertebralis
Kelainan lokal

: tidak ada

Nyeri tekan /
ketok lokal

: tidak ada

Gerakan
Fleksi

: bde

Ekstensi

: bde

Deviasi lateral

: bde

Rotasi

: bde
Kanan

Keadaan otot-otot

Kiri

simetris, atrofi (-)

Refleks kulit
dinding perut atas

: (+)

(+)

perut bawah

: (+)

(+)

Refleks Kremaster

: (+)

(+)

Refleks kulit dinding

24

Refleks anal

: tde

tde

Perasa raba

:-

Perasa nyeri

:-

Perasa suhu

:-

Sensibilitas

Koordinasi
Asinergia serebelar : bde
Vegetatif
Kandung kencing

: normal

Rektum

: normal

Genitalia

: normal

Gerakan involunter

: tidak ada

Anggota Bawah
Kanan
Simetri

Kiri

: simetris

simetris

Fleksi panggul

:3

Ekstensi panggul

:3

Fleksi lutut

:3

Ekstensi lutut

:3

Plantar-fleksi kaki : 3

Dorso-fleksi kaki

:3

:3

Tonus

: normal

normal

Trofik

: normal

normal

Lutut (KPR)

: (++)

(++)

Achilles (APR)

: (++)

(++)

: (++)

(++)

Tenaga

Gerakan jarijari kaki

Refleks

Supinasi-fleksi
kaki (Grewel)

25

Plantar

: (++)

(++)

Babinsky

: (-)

(-)

Oppenheim

: (-)

(-)

Chaddock

: (-)

(-)

Gordon

: (-)

(-)

Schaefer

: (-)

(-)

Stransky

: (-)

(-)

Gonda

: (-)

(-)

Bing

: (-)

(-)

Mendel-Bechterew : (-)

(-)

Rossolimo

: (-)

(-)

Paha

: (-)

(-)

Kaki

: (-)

(-)

Perasa raba

:-

Perasa nyeri

:-

Perasa suhu

:-

Perasa proprioseptif : -

Perasa vibrasi

:-

titik

:-

Grafestesia

:-

Topognosis

:-

Parestesia

:-

: normal

normal

: normal

normal

: normal

normal

Klonus

Sensibilitas

Diskriminasi dua

Koordinasi
Tes tumit-lutut-ibu
jari kaki
Tes ibu jari kakitelunjuk
Vegetatif
Vasomotorik

26

Sudomotorik

: normal

normal

Pilo arektor

: normal

normal

Tremor

: (-)

(-)

Khorea

: (-)

(-)

Atetosis

: (-)

(-)

Balismus

: (-)

(-)

Mioklonus

: (-)

(-)

Distonia

: (-)

(-)

Spasmus

: (-)

(-)

Tes Romberg

: bde

bde

Gerakan involunter

Nyeri tekan pada saraf : (-)

(-)

Fungsi Luhur
Afasia motorik

ada

Afasia sensorik

tidak ada

(anomik)

tidak ada

Afasia konduksi

tidak ada

Afasia global

tidak ada

Agrafia

tidak ada

Aleksia

tidak ada

Apraksia

tidak ada

Agnosia

tidak ada

Akalkulia

tidak ada

Afasia amnestik

Pemeriksaan Lain
Tanda Myerson

: tidak ada

Tanda Lhermitte

: tidak ada

Tanda Naffziger

: tidak ada

Tanda Dejerine

: tidak ada

Tanda Tinel

: tidak ada

27

Tanda Lasegue

: (-)

(-)

(Lasegue silang)

: (-)

(-)

Lainnya

: (-)

(-)

Bragad

: (-)

(-)

Sicard

: (-)

(-)

Pattrick

: (-)

(-)

Kontra pattrick

: (-)

(-)

Tanda Valsava

: (-)

(-)

Tanda OConnel

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG (22/5/2015)


1. Darah Lengkap:
WBC (9,9 x 103/l), HGB (14,5 g/dl), HCT (46.5%), PLT (335 x 103/l)
2. Kimia Klinik
BUN (22 Mg/dl), SC (0.9 Mg/dl), Gula Darah Sewaktu: 114 Mg/dl
3.6 RESUME
Pasien laki-laki 15 tahun datang ke IGD RSUD Negara diantar oleh
orang tuanya dalam keadaan kejang. Keluhan kejang dikatakan muncul
secara tiba-tiba saat pasien berada didapur, keluarga mengatakan tangan dan
kaki pasien kaku sehingga sulit digerakkan, pasien juga tidak bisa berbicara
dan mata pasien mendelik keatas namun tidak mengompol. Riwayat kejang
sebelumnya dikatakan tidak ada. Saat pasien diminta untuk berbicara, pasien
seperti sulit untuk membuka dan mengeluarkan lidahnya. Namun pasien
dapat mengerti apa yang dikatakan dan di instruksikan oleh pemeriksa
namun pasien sulit untuk melakukan instruksi dari pemeriksa. Sakit kepala
dirasakan dikepala bagian belakang seperti berdenyut dan semakin
memberat. Sakit kepala dirasakan terus-menerus dan tidak hilang dengan
perubahan posisi. Pasien mengataakan tidak merasakan sentuhan apa-apa
saat tangan dan kaki pasien disentuh. Rasa tebal atau kesemutan separuh
tubuh (-), pandangan dobel (-), riwayat trauma kepala (-),deman (-) muntah
(-), keluhan ini baru pertama kali dirasakan. BAB dan BAK dikatakan

28

normal. Riwayat dalam keluarga disangkal, pasien merupakan siswa SMP


dan tinggal dengan orang tuanya.
*Status Present (22/5/2015)
Tekanan darah

: 100/70 mmHg (kanan)


100/70 mmHg (kiri)

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu Aksila

: 38.0o C

St. General

: dbn

*Status Neurologis (22/5/2015)


GCS E4V5M6
Tetra Perese
Afasia Motorik
Anestesia
Refleks Hofman Tromner (+)
3.7

DIAGNOSIS TOPIK
AVM pada A. Komunikan Aterior

3.8

DIAGNOSIS BANDING
Susp Arterivena Malformasi dd SOL Serebri

3.9

DIAGNOSIS MUNGKIN
Arterivena Malformasi

3.10 PENATALAKSANAAN
MRS pro observasi, terapi
- Bedrest
- IVFD NS 100cc + phenytoin 3 amp
-

20tpm

Brain Act inj 3x1


Dexamethasone inj 3x1
Sanmol inj (K/P)
Ceftriaxone inj 3x1
Monitoring: Vital sign, keluhan.
Planning diagnostik : CT-Angiography
Konsul fisioterapi

3.11 PROGNOSIS

29

Ad Vitam

: Dubius ad bonam

Ad Functionam

: Dubius ad bonam

Ad Sananctionam

: Dubius ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

30

Pasien laki-laki usia 15 tahun, suku bali, pelajar SMP mendadak


mengalami kejang, pasien tidak memiliki riwayat kejang, trauma kepala, tertusuk
paku berkarat, ataupun digigit anjing. Pasien saat ini beruia 15 tahun, dimana usia
muda merupakan ciri khas pada indsiden malformasi ini yakni pada usia 16-25
tahun Secara teori AVM pada umumnya asimtomatis dan baru diketahui jika
timbul gejala secara mendadak, pada pasien AVM yang tidak mengalami
perdarahan mungkin akan mengalami kejang tanpa sebab. Sekitar 15-40 % pasien
mengalami kejang. AVM yang tidak mengalami pendarahan menyebabkan gejala
langsung dengan menekan jaringan otak atau menurunkan aliran darah ke jaringan
sekitar (iskemia). Faktor mekanik maupun iskemik dapat menyebabkan kerusakan
sel saraf (neuron) secara permanen. Pasien mengeluh lemah pada tangan dan kaki,
dimana kerusakan lokal pada jaringan otak akibat perdarahan mungkin terjadi
yang dapat menyebabkan kelemahan otot, paralysis, hemiparesis, afasia dan
lainnya. Namun, beberapa penderita juga ada yang asimtomatik atau hanya
merasakan keluhan minor akibat kekusutan pembuluh darah lokal. Defisit
neurologis progresif dapat muncul pada 6-12 %. Defisit neurologis yang lambat
ini dikaitkan dengan tersedotnya aliran darah menjauh dari jaringan otak (the
"steal phenomenon"). Defisit ini juga terjadi dikarenakan efek masa dari AVM
yang membesar dan hipertensi vena pada draining veins. Pasien juga mengeluh
mengalami nyeri kepala, dimana masalah yang paling banyak dikeluhkan
penderita AVM adalah nyeri kepala. Gejala lain yang sering ditemukan berupa
vertigo, pulsing noise dikepala, tuli progresif, penurunan penglihatan, confusion,
dementia dan halusinasi. Pasien juga mengeluh tidak dapat merasakan sentuhan di
tangan dan kaki, dimana hal ini dikarenakan peningkatan tekanan antara
tengkorak dengan selaput otak (meninges) yang menyebabkan iritasi. Perbaikan
pada jaringan otak lokal yang pendarahan mungkin saja terjadi, termasuk kejang,
kelemahan otot yang mengenai satu sisi tubuh (hemiparesis), kehilangan sensasi
sentuh pada satu sisi tubuh, maupun defisit kemampuan dalam memproses bahasa
(aphasia). Variasi gejala ini sejalan dengan tipe kerusakan cerebrovaskular.
Pada pasien diberi terapi berupa Phenytoin, Brainact, Dexamethasone,
Sanmol, dan ceftriaxone, dimana pengobatan farmakologis dilakukan untuk

31

mengatasi gejala yang dialami pasien seperti sakit kepala atau kejang. Terapi ini
juga diberikan pada pasien yang tidak dapat melakukan terapi operatif karena
resiko yang terlalu besar. Fenitoin dapat diberikan untuk mengontrol kejang. Bila
terapi non-farmakologis tidak dapat dilakukan atau risiko terapi terlalu besar,
tindakan konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat dilakukan pada
pasien. Berbagai keluhan non-hemoragik, seperti sakit kepala ataupun kejang,
umumnya berespons baik terhadap terapi medikamentosa.

BAB V
KESIMPULAN

32

Arteriovenous malformation atau AVM merupakan kelainan kongenital pada


intrakranial yang relatif jarang tetapi lesi ini semakin sering ditemukan. Insidens
dan prevalensi malformasi vaskular tidak diketahui secara pasti; berdasarkan studi
antara tahun 1980 dan 1990, insidens malformasi vaskular pertahunnya sekitar 1.1
hingga 2.1 kasus dalam 100 000 populasi.1-4 Jumlah malformasi arterio-vena
(AVM) hampir 90% lebih jarang dibandingkan dengan insidens aneurisma
intrakranial. Pemeriksaan CT scan dan MRI otak sebagai alat diagnostik
unruptured

AVM

merupakan

salah

satu

pemeriksaan

pilihan.

Namun,

pemeriksaan CT scan tanpa kontras memiliki sensitivitas yang rendah.


Pemeriksaan ini memberikan gambaran lesi, perkiraan jenis lesi, dan lokasi
anatomisnya. Pilihan terapi untuk pasien harus mempertimbangkan risiko yang
akan terjadi pada setiap pilihan terapi.
Pasien laki-laki 15 tahun datang ke IGD RSUD Negara diantar oleh orang
tuanya dalam keadaan kejang. Keluhan kejang dikatakan muncul secara tiba-tiba
saat pasien berada didapur, keluarga mengatakan tangan dan kaki pasien kaku
sehingga sulit digerakkan, pasien juga tidak bisa berbicara dan mata pasien
mendelik keatas namun tidak mengompol. Riwayat kejang sebelumnya dikatakan
tidak ada. Saat pasien diminta untuk berbicara, pasien seperti sulit untuk
membuka dan mengeluarkan lidahnya. Namun pasien dapat mengerti apa yang
dikatakan dan di instruksikan oleh pemeriksa namun pasien sulit untuk melakukan
instruksi dari pemeriksa. Sakit kepala dirasakan dikepala bagian belakang seperti
berdenyut dan semakin memberat. Sakit kepala dirasakan terus-menerus dan tidak
hilang dengan perubahan posisi. Pasien mengataakan tidak merasakan sentuhan
apa-apa saat tangan dan kaki pasien disentuh. Rasa tebal atau kesemutan separuh
tubuh (-), pandangan dobel (-), riwayat trauma kepala (-),deman (-) muntah (-),
keluhan ini baru pertama kali dirasakan. BAB dan BAK dikatakan normal.
Riwayat dalam keluarga disangkal, pasien merupakan siswa SMP dan tinggal
dengan orang tuanya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Shahi, Rustam. 2001.

The Prognosis for Adults with Arteriovenous

Malformations of the Brain. A Systematic Review of the Literature.

33

Neurointerventionist Vol 3 No 1.Edinburgh. Diunduh pada tanggal 23 Juli


2013
2. Benndorf G, Campi A, Hell B, et al. 2001. Case report endovascular

management of a bleeding mandibular arteriovenous malformation by


transfemoral venous embolization with nbca. AJNR Am J Neuroradiol
22:359-62. Diunduh pada tanggal 22 Juli 2013
3. Chao, et al. 2006.Cerebral Amyloid Angiopathy: CT and MR Imaging

Findings. Rad. Vol.26 no.5: 1517-1531. Diunduh tanggal 24 Juli 2013


4. Geibprasert S, Pongpech S, Jiarakongmun P, Shroff MM, Armstrong DC,
Krings

T.

2010.Radiologic

Assessment

of

Brain

Arteriovenous

Malformations: What Clinicians Need to Know. RadioGraphics 2010; 30;


483-501. Rsna.org. Diunduh pada tanggal 23 Juli 2013
5. Grajkowska W, Kotulska K, Jurkiewicz E, Matyja E. 2010. Brain lesions

in tuberous sclerosis complex. Review. Folia Neuropathol;48:139-49.


S, Spetzler RF. 2000. Intracranial aneurysms and arterial

6. Inci

hypertension: a review and hypothesis. Surg Neurol.pp :53(6):530-40;


discussion 540-2. Diunduh tanggal 24 Juli 2013
AA, Rich AT, Yarbrough

7. Jarquin-Valdivia

JL,

Thompson

RC.

2005.Intraventricular colloid cyst, hydrocephalus and neurogenic stunned


myocardium. Clin Neurol Neurosurg;107(5):361-5.
8. Jung MS, Ryu DM, Kim EJ, et al. 2007.A treatment of arteriovenous

malformation on mandible. J Kor. Oral Maxillofac. Surg. Vol 33 No.1.


Diunduh pada tanggal 22 Juli 2013.
9. Jusi HD. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vaskuler. Edisi keempat. Jakarta:
Balai Penerbit FKUi; hal. 18-20, 25-7
10. Krapf, H, Siekmann, R, et al. 2001.Spontaneous Occlusion of a Cerebral

Ateriovenous Malformation: Angiography ang MR Imaging Follow up


and Review of Literature.Germany.p: 1556-1560. Diunduh pada tanggal
22 Juli 2013.
11. Menon S, Chowdhurry R, Mohan C.2005. Arteriovenous malformation in

mandible. MJAFI. pp; 61:295-6. Diunduh pada tanggal 22 Juli 2013.


12. Nekooei S, Husseini M, Narzemi S, et al. 2006.Case Report Embolisation

of

Arteriovenous

Malformation

of

the

maxilla.

Diunduh

dari

http://dmfr.birjournals.org. pada tanggal 22 Juli 2013

34

13. Rutherford, RB. 2001. Congenital Vascular Malformation. In Cronenwett

JL, Rutherford RB [eds]: Decision Making in Vascular Surgery.


Philadelphia: WB Saunders. Diunduh pada tanggal 23 Juli 2013.
14. Rutherford, RB. 2005. Arteriovenous Fistulas, Vascular Malformations,

and Vascular Tumors. In: Rutherford RB: Vascular Surgery 6th edition.
Philadelphia: Elsevier sanders. pp: 1597-1601. Diunduh pada tanggal 23
Juli 2013.
15. Saposnik G, Brown RD, Cucchiara B, Ferro J. 2011. Diagnosis and

Management of Cerebral Venous Thrombosis. A Statement for Healthcare


Professionals From the American Heart Association/American Stroke
Association. Stroke. 2011;42:1158-1192.

35

You might also like