Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malformasi arterio-vena merupakan kelainan intrakranial yang relatif
jarang terjadi tetapi lesi ini semakin sering ditemukan. Lesi terjadi umumnya
akibat kelainan kongenital, biasanya dikenali setelah terdapat perdarahan. Seiring
dengan berkembangnya teknologi kedokteran, lesi unruptured AVM semakin
sering ditemukan. Arterio-Venous Malformation (AVM) atau malformasi pada
pembuluh darah arteri dan vena dengan banyak pirau yang saling berhubungan
tanpa pembuluh darah kapiler sehingga rentan terjadi penyumbatan di otak. AVM
merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi namun
berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada
vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian. Penyakit AVM
umumnya adalah penyakit yang tidak menunjukkan gejala apapun dan baru
diketahui setelah terjadi perdarahan intrakranial atau subarahnoid. Penyakit ini
biasanya memberikan gejala berupa sakit kepala dan kejang tanpa sebab.8
AVM merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi
namun berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada
vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian. AVM dapat terjadi
di area lobus otak manapun, dapat di pembuluh darah besar ataupun kecil.
Tekanan dari darah yang melalui arteri menjadi terlalu tinggi untuk diterima oleh
vena dan ini menyebabkan vena mengembang . Pengembangan ini mampu
menyebabkan vena itu pecah dan timbul perdarahan.10 Saat pembuluh darah
mengalami perdarahan, biasanya darah yang dikeluarkan terbatas, tidak sebanyak
pada perdarahan hipertensif atau stroke. Hilangnya fungsi neurologis tergantung
pada lokasi AVM dan banyaknya pendarahan. Pada sebagian kecil kasus, anak
yang dilahirkan dengan AVM pada pembuluh darah besar juga menderita gagal
jantung karena malformasi yang menyebabkan beban kerja jantung ikut
bertambah.10 Penyakit AVM umumnya adalah penyakit yang tidak menunjukkan
gejala apapun dan baru diketahui setelah terjadi perdarahan intrakranial atau
subarahnoid. Penyakit ini biasanya memberikan gejala berupa sakit kepala dan
kejang tanpa sebab.8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Malformasi arteriovena (arteriovenous malformation, AVM) ialah satu
keabnormalan pada pembuluh darah di mana arteri bersambung terus dengan vena
tanpa melalui jaringan kapilari terlebih dahulu. Arteriovenous Malformation
adalah kelainan kongenital dimana arteri dan vena pada permukaan otak atau di
parenkim saling berhubungan secara langsung tanpa melalui pembuluh kapiler.
2.2. Epidemiologi
Insidens dan prevalensi malformasi vaskular tidak diketahui secara pasti,
berdasarkan studi antara tahun 1980 dan 1990, insidens malformasi vaskular
pertahunnya sekitar 11 hingga 21 kasus dalam 100.000 populasi. Jumlah
malformasi arterio-vena (AVM) hampir 90% lebih jarang dibandingkan dengan
insidens aneurisma intrakranial. Usia muda merupakan ciri khas pada indsiden
malformasi ini yakni pada usia 16-25 tahun10
2.3. Etiologi
a. Faktor idiopatik
b. Faktor simtomatik
Faktor Ektrinsik, berupa: tekanan darah sistemik, kemampuan jantung
memompa darah ke sirkulasi sistemik, kualitas pembuluh darah kortico vertebral
dan kualitas darah yang menentukan viskositasnya.
Faktor Intrinsik, berupa: autoregulasi arteri cerebral, faktor biokimiawi
regional (konsentrasi asam laktat dan ion hidrogen) dan peran susunan saraf
otonom (tetapi hanya sedikit).3
2.4. Patofisiologi
AVM umumnya terbentuk akibat malfungsi diferensiasi pembuluh darah
primitive pada embrio berusia 3 minggu, dapat terbentuk di bagian otak manapun
dan melibatkan regio permukaan otak dengan substansia alba. Pada gestasi
minggu ke-3, mulai tampak sistem vaskuler yang terdiri dari jaringan yang
menjalin ruang-ruang darah pada mesenkim primitif. Saat ini darah belum
Capillary
malformation
Microfistulous AV
malformation
Macrofistulous
AV malformation
Gambar 2. Perbedaan antara aliran darah pada AVM dan yang normal
otak atau menurunkan aliran darah ke jaringan sekitar (iskemia). Faktor mekanik
maupun iskemik dapat menyebabkan kerusakan sel saraf (neuron) secara
permanen.4
Kejang pada AVM mungkin terbagi atas 3 mekanisme, yaitu :
1. Iskemia jaringan korteks.
2. Astroglia berlebihan pada jaringan otak yang rusak di sekeliling daerah AVM
karena perdarahan subklinis sebelumnya atau karena deposit hemosiderin,
mungkin terjadi karena hilangnya bentuk karakteristik secara progresif
(apeidosis) melalui kapiler yang terdilatasi.
3. Kemungkinan peranan epileptogenesis sekunder, yang letaknya agak jauh dari
daerah AVM primer.8
Namun, beberapa penderita juga ada yang asimtomatik atau hanya
merasakan keluhan minor akibat kekusutan pembuluh darah lokal. Defisit
neurologis progresif dapat muncul pada 6-12 %. Defisit neurologis yang lambat
ini dikaitkan dengan tersedotnya aliran darah menjauh dari jaringan otak (the
"steal phenomenon"). Defisit ini juga terjadi dikarenakan efek masa dari AVM
yang membesar dan hipertensi vena pada draining veins. 10
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan alirannya, MV digolongkan menjadi dua kelompok: 13
High flow malformation: apabila MV terjadi pada arteri dan arteri-vena
Low flow malformation: apabila MV terjadi pada vena, kapiler, atau limfe
Selain itu MV juga dikelompokkan berdasarkan lokasi pembuluh yang
mengalami kelainan seperti dalam Hamburg Classification of Vascular
Anomalies and Malformations.
Tabel 1. Hamburg Classification of Vascular Anomalies and Malformations
MAIN CLASS
Arterial
SUBCLASS
Truncular
Extratruncular
Venous
Truncular
SUBGROUP
Obstructive
Dilating
Diffuse
Limited (localized)
Obstructive
Dilating
Extratruncular
Arteriovenous
Truncular
Extratruncular
Combined, mixed
Truncular
Extratruncular
Diffuse
Limited/localized
Deep
Superficial
Diffuse/infiltrating
Limited/localized
Venous and arterial
Hemolymphatic
Diffuse
Limited/localized
III (destruction)
IV (decompensation)
2.6. Gejala
Masalah yang paling banyak dikeluhkan penderita AVM adalah nyeri
kepala dan serangan kejang mendadak dimana setidaknya 15% dari populasi tidak
menunjukan gejala apapun. Gejala lain yang sering ditemukan berupa vertigo,
pulsing noise dikepala, tuli progresif, penurunan penglihatan, confusion, dementia
dan halusinasi. Dan jika AVM terjadi pada lokasi kritis maka AVM dapat
menyebabkan sirkulasi cairan otak terhambat, yang dapat menyebabkan
akumulasi cairan di dalam tengkorak yang beresiko hidrosefalus.1,3,4 Kaku kuduk
mungkin terjadi akibat penikatan tekanan intracranial dan rangsangan pada
meningen. Pada kasus yang lebih berat dapat berupa ruptur pembuluh darah
sehingga menimbulkan intracranial hemorrhage. Setidaknya lebih dari setengah
pasien dengan AVM menunjukan gejala hemorrhage sebagai penyebab utama
sehingga menimbulkan gejala klinik lain berupa kehilangan kesadaran, sakit
kepala yg tiba-tiba dan hebat, nausea, vomiting, incontinence dan gangguan
penglihatan. Kerusakan lokal pada jaringan otak akibat perdarahan mungkin
melalui Cerebral
Angiography.
Gambaran Umum
Petunjuk diagnostik terbaik Bag of Black Worm pada MR dengan minimal atau
tanpa efek massa.
Lokasi :
a.
b.
c.
d.
Ukuran :
a. Bervariasi mulai dari mikroskopik hingga besar
b. Pada umumnya yang menimbulkan gejala adalah 3-6 cm
Morfologi : membentuk massa yang terdiri dari pembuluh darah.
Imaging Recommendation
a. Imaging terbaik : DSA dengan superselective catherization
b. Saran prosedur : Standard MR (termasuk contrast-enhanced MRA, GRE
sequences)
Penggunaan scaning komputer tanpa kontras menghasilkan sensitifitas
yang rendah, namun kalsifikasi dan hipointensitas dapat ditemukan; agar lebih
dapat terlihat diakukan pemberian kontras.
Pencitraan resonansi magnetik (MRI) sangat sensitif, menunjukkan
hilangnya sinyal pada area korteks, umumnya dengan hemosiderin yang
menujukkan adanya perdarahan sebelumnya. MRI juga dapat memberikan
informasi penting mengenai lokalisasi dan topografi dari AVM bila intervensi
akan dilakukan.
Arteriografi merupakan standar penting untuk menggambarkan anatomi
arteri dan vena, sebagai tambahan, angiografi yang sangat selektif dapat memberi
data penting mengenai fungsi dan fisiologi untuk analisis klinis tindakan.
CT scan dengan kontras dan didapatkan gambaran malformasi arteri vena pada
daerah parietal kiri, kemudian untuk mengetahui anatominya dilakukan
angiografi.2,4
2.8. Penatalaksanaan
1.
Farmakologis
Pengobatan farmakologis dilakukan untuk mengatasi gejala yang dialami
pasien seperti sakit kepala atau kejang. Terapi ini juga diberikan pada pasien yang
10
tidak dapat melakukan terapi operatif karena resiko yang terlalu besar. Fenitoin
dapat diberikan untuk mengontrol kejang.
2. Non Farmakologis
a. Operasi Reseksi
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada AVM yang ruptur dan
diperkirakan memberikan hasil yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan
unruptured AVM. Intervensi bedah merupakan terapi definitif pada AVM. Ukuran,
lokasi, perlekatan dengan daerah sekitarnya, serta konfigurasi vaskular
menentukan pertimbangan perlunya intervensi bedah. Skala Spetzler Martin
digunakan sebagai pertimbangan risiko dan manfaat operasi. Skala Spetzler
Martin yang terdiri atas tiga parameter yaitu ukuran nidus, drainase vena dan
kelancaran berbicara (eloquence). Derajat rendah bila grade 1,2. Derajat tinggi
grade 4,5 dan inoperable grade 6.
Tabel 1 Kalsifikasi AVM berdasarkan Spetzler Martin
Parameter
Skor
Ukuran nidus
< 3 cm
1
3.6 Cm
2
>6 cm
3
Drainase Vena
Superficial
0
Profunda
1
Kelancaran berbicara
Tidak lancer
0
Lancar
1
2.1. Embolisasi
Untuk menghindari pendarahan, vasodilatasi lokal (aneurisma) harus
dihilangkan. Embolisasi merupakan penyumbatan pembuluh darah yang AVM.
Dengan x-ray, kateter dikendalikan dari arteri femoralis di daerah paha atas ke
daerah AVM yang diobati. Lalu setelah daerah AVM dicapai, semacam lem atau
kadang gulungan kabel ditempatkan untuk memblok area tersebut. Namun,
embolisasi sendiri juga jarang dengan sempurna memblok aliran darah ke daerah
AVM.
b. Radiosurgery
Radiosurgery dilakukan dengan mengunakan alat yang disebut dengan
gamma-knife, efektif pada AVM yang berukuran < 2 cm, sedangkan pada lesi
11
yang lebih besar terapi ini kurang responsif. Paling tidak, malformasi dapat hilang
selama dua tahun.
Pilihan terapi untuk pasien harus mempertimbangkan risiko yang akan
terjadi pada setiap pilihan terapi. Alternatif terapi baik sebagai terapi tunggal
maupun dilakukan secara bersama-sama:1,2,6
c.
Terapi konservatif
Bila alternatif terapi tidak dapat dilakukan atau risiko terapi terlalu besar,
tindakan konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat dilakukan pada
pasien. Berbagai keluhan non-hemoragik, seperti sakit kepala ataupun kejang,
umumnya berespons baik terhadap terapi medikamentosa.
Pada berbagai literatur, terapi simptomatik pada unruptured AVM menjadi
pilihan, mengingat risiko pasca-operasi tidak menghilangkan gejala, bahkan dapat
memperberat keluhan pasien. Aminoff membuat suatu skema risiko dan manfaat
tindakan operatif sebagai pertimbangan tatalaksana pada pasien dengan
unruptured AVM. 2,3
Insidens perdarahan intrakranial akibat ruptur AVM per tahunnya adalah
sekitar 1-2%, dan angka kecacatan akibat tindakan operatif juga tinggi, bahkan
mempercepat timbulnya disabilitas pada pasien.Selain itu, keluhan pasien adalah
sakit kepala. Menurut literatur, sakit kepala dan kejang bukan merupakan indikasi
tindakan operatif pada pasien dengan unruptured AVM, karena tidak
menghilangkan keluhan sakit kepala atau menghilangkan kejang pada pasien.
Terapi dengan gamma-knife pada pasien ini juga tidak memungkinkan
karena ukuran lesi yang besar (> 3 cm). Dengan terapi konservatif (dan terapi
simptomatik), risiko ruptur AVM akan menurun seiring pertambahan usia. 3 Terapi
bergantung pada lokasi dan besar AVM serta adakah perdarahan atau tidak.
2.9. Prognosis
Risiko kejadian ruptur pada kasus AVM yang belum pecah berkisar antara
1 dan 2% setiap tahunnya, dan sekitar 10% perdarahan intrakranial akibat ruptur.
12
BAB III
LAPORAN KASUS
13
3.1
3.2
IDENTITAS
Nama
PM
Umur
15 tahun
Jenis kelamin
Laki-laki
Bangsa
Indonesia
Suku
Bali
Agama
Hindu
Alamat
Pendem
Pekerjaan
Pelajar
12 58 31
22 Mei 2015
AUTOANAMNESIS / HETEROANAMNESIS
3.2.1 Penyakit Sekarang
Keluhan utama: Kejang
Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama:
Pasien datang ke IGD RSUD Negara diantar oleh orang tuanya dalam
keadaan kejang, kejang dikatakan sudah berlangsung selama 30 menit,
Keluhan kejang dikatakan muncul secara tiba-tiba saat pasien berada
didapur, keluarga mengatakan tangan dan kaki pasien kaku sehingga sulit
digerakkan, pasien juga tidak bisa berbicara dan mata pasien mendelik
keatas namun tidak mengompol. Sebelumnya pasien dikatakan habis
dimarahi oleh kakeknya di warung karena suatu hal, kemudian pasien
pulang dan sesampainya di rumah tiba-tiba pasien terjatuh dan seluruh
badannya kaku. Riwayat kejang sebelumnya dikatakan tidak ada. Sulit
bicara dikatakan muncul bersamaan dengan kejang pada pasien. Saat pasien
diminta untuk berbicara, pasien seperti sulit untuk membuka dan
mengeluarkan lidahnya. Namun pasien dapat mengerti apa yang dikatakan
dan di instruksikan oleh pemeriksa namun pasien sulit untuk melakukan
instruksi dari pemeriksa. Keluarga pasien mengatakan, sebelum sakit pasien
bisa bicara seperti halnya orang normal. Sakit kepala dirasakan dikepala
14
Kanan / Kidal
: kanan
Mulai bicara
: tidak ingat
Makanan
Gagap
: tidak ada
Mulai jalan
: tidak ingat
Merokok
: tidak
Mulai membaca
: tidak ingat
Kawin
: belum kawin
: tidak ingat
Anak
: tidak ada
Ngompol
: tidak ingat
Abortus
: tidak ada
Pendidikan
: SMP
Kontrasepsi
: tidak ada
Lain-lain
: tidak ada
: biasa
15
3.3
STATUS PRESENT
Berat
: 70 kg
Pernapasan
Tinggi
: 165 cm
Frekuensi
: 20 kali / menit
IMT
: 25.71 kg/m2
Jenis
: Thoracoabdonimal
Pola
: Normal
Tekanan darah
kanan
: 100/70 mmHg
Suhu Aksila
: 38,0 oC
kiri
: 100/70 mmHg
VAS
: 0 (0-10)
Nadi,
kanan
: 80 kali / menit
kiri
: 80 kali / menit
Kepala
Mata
THT
Telinga
Hidung
Lainnya
Leher
Arteri karotis komunis kanan, bruit (-)
Arteri karotis komunis kiri, bruit (-)
Lainnya
: tidak ada
Thoraks
Jantung,
inspeksi
palpasi
perkusi
: batas atas
: ICS II kiri
16
batas kiri
Paru,
auskultasi
inspeksi
: dekstra-sinistra simetris
palpasi
perkusi
auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Perkusi
Genitalia
3.4
: timpani
: tde
Ekstremitas
: akral hangat
Kulit
: sianosis (-)
edema
STATUS NEUROLOGIKUS
3.4.1 Kesan Umum
Kesadaran
Kecerdasan
Kelainan jiwa
: tidak ada
Kaku dekortikasi
:(-)
Kaku deserebrasi
:(-)
:(-)
:(-)
Krisis okulogirik
:(-)
17
Opistotonus
:(-)
Kranium
bentuk
: normocephali
simetris
: simetris
fontanel
: normal tertutup
kedudukan
: normal
perkusi
: pekak
palpasi
: ttb benjolan
: bruit (-)
: (-)
Tanda Kernig
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
Saraf Otak
Kanan
Kiri
Nervus I
Subjektif
Objektif
: normal
normal
Visus
: OD <2/60
OS <2/60
Kampus
: belum dievaluasi
Hemianopsia
: belum dievaluasi
Melihat warna
: belum dievaluasi
Skotom
: belum dievaluasi
Fundus
: belum dievaluasi
Nervus II
di tengah
Nistagmus
tidak ada
: tidak ada
18
Celah mata
: normal
normal
Ptosis
: tidak ada
tidak ada
bentuk
: bulat, reguler
bulat, reguler
ukuran
: 3 mm
3 mm
Pupil
Refleks pupil
r. cahaya langsung : miosis
miosis
miosis
r. akomodatif /
konvergen
: (+)
(+)
: (-)
(-)
: (-)
(-)
r. pupil MarcusGunn
Tes Wartenberg
Nervus V
Motorik
: Normal
Normal
Sensibilitas
: Normal
Normal
Refleks kornea
langsung
(+)
(+)
konsensuil
(+)
(+)
Refleks korneamandibuler
: (-)
(-)
Refleks bersin
: (+)
(+)
Becterew
: (+)
(+)
Refleks maseter
: (-)
(-)
Trismus
: (-)
(-)
Refleks menetek
: tidak ada
tidak ada
Refleks snout
: tidak ada
tidak ada
Nyeri tekan
: tidak ada
tidak ada
Refleks nasal
Nervus VII
Otot wajah saat istirahat
19
lipatan dahi
sudut mata
Mengerutkan dahi
: normal
normal
Menutup mata
: normal
normal
Meringis
Simetris
Bersiul / mencucu
Simetris
Gerakan involunter
Tic
: negatif
negatif
Spasmus
: negatif
negatif
Lainnya
: tidak ada
Indera pengecap
Asin
: Normal
Asam
: Normal
Manis
: Normal
Pahit
: Normal
: Normal
Hiperakusis
: Negatif
Tanda Chvostek
: (-)
(-)
Reflek Glabela
: (-)
(-)
: normal
normal
Rinne
: (+)
(+)
Schwabach
: normal
normal
Weber
Bing
: (+)
(+)
Tinitus
: tidak ada
tidak ada
Keseimbangan
Vertigo
: tidak ada
Nervus VIII
Mendengar suara bisik
(gesekan jari tangan)
Tes garpu tala
20
Menelan
: normal
Disartri
: ada
Disfoni
: tidak ada
Lidah
Tremor
: tidak ada
Atrofi
: tidak ada
Fasikulasi
: tidak ada
: simetris
: ditengah
Refleks muntah
: normal
Mengangkat bahu
: normal
normal
: normal
normal
Fungsi m. sternokleido-mastoideus
Anggota Atas
Kanan
Simetris
Kiri
: simetris
simetris
:3
:3
:3
:3
Tenaga
M. deltoid
(abduksi l. atas)
M. biseps
(fleksi l. atas)
M. triseps
(ekstensi l. atas)
Fleksi pergelangan
tangan
Ekstensi pergelangan
21
tangan
:3
:3
:3
Tonus
: Normal
Normal
Tropik
: distropi (-)
distropi (-)
Biseps
: (++)
(++)
Triseps
: (++)
(++)
Radius
: (++)
(++)
Ulna
: (++)
(++)
Leri
: (++)
(++)
lengan (Grewel)
: (+)
(+)
Mayer
: (+)
(+)
Hoffman-Tromner : (+)
(-)
Memegang
: (-)
(-)
Palmomental
: (-)
(-)
Perasa raba
:-
Perasa nyeri
:-
Perasa suhu
:-
Perasa proprioseptif : -
Perasa vibrasi
: normal
normal
Stereognosis
: normal
normal
Barognosis
: normal
normal
titik
: normal
normal
Grafestesia
: Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Topognosis
: bde
bde
Membuka jari-jari
tangan
Menutup jari-jari
tangan
Refleks
Pronasi-abduksi
Sensibilitas
Diskriminasi dua
22
Parestesia
: tidak ada
tidak ada
: bde
bde
bde
Koordinasi
Tes telunjuktelunjuk
Tes hidungtelunjuk-hidung
: bde
bde
(diadokokinesis)
: bde
bde
: bde
bde
Dismetri
: bde
Tes pronasi-supinasi
Fenomena lajak
(Stewart Holmes)
: bde
bde
Vasomotorik
: normal
normal
Sudomotorik
: normal
normal
Pilo arektor
: normal
normal
Tremor
: negatif
negatif
Khorea
: negatif
negatif
Atetosis
: negatif
negatif
Balismus
: negatif
negatif
Mioklonus
: negatif
negatif
Distonia
: negatif
negatif
Spasmus
: negatif
negatif
Tanda Trousseau
: (-)
(-)
Tes Phalen
: bde
bde
Vegetatif
Gerakan involunter
(-)
23
Badan
Keadaan kolumna
vertebralis
Kelainan lokal
: tidak ada
Nyeri tekan /
ketok lokal
: tidak ada
Gerakan
Fleksi
: bde
Ekstensi
: bde
Deviasi lateral
: bde
Rotasi
: bde
Kanan
Keadaan otot-otot
Kiri
Refleks kulit
dinding perut atas
: (+)
(+)
perut bawah
: (+)
(+)
Refleks Kremaster
: (+)
(+)
24
Refleks anal
: tde
tde
Perasa raba
:-
Perasa nyeri
:-
Perasa suhu
:-
Sensibilitas
Koordinasi
Asinergia serebelar : bde
Vegetatif
Kandung kencing
: normal
Rektum
: normal
Genitalia
: normal
Gerakan involunter
: tidak ada
Anggota Bawah
Kanan
Simetri
Kiri
: simetris
simetris
Fleksi panggul
:3
Ekstensi panggul
:3
Fleksi lutut
:3
Ekstensi lutut
:3
Plantar-fleksi kaki : 3
Dorso-fleksi kaki
:3
:3
Tonus
: normal
normal
Trofik
: normal
normal
Lutut (KPR)
: (++)
(++)
Achilles (APR)
: (++)
(++)
: (++)
(++)
Tenaga
Refleks
Supinasi-fleksi
kaki (Grewel)
25
Plantar
: (++)
(++)
Babinsky
: (-)
(-)
Oppenheim
: (-)
(-)
Chaddock
: (-)
(-)
Gordon
: (-)
(-)
Schaefer
: (-)
(-)
Stransky
: (-)
(-)
Gonda
: (-)
(-)
Bing
: (-)
(-)
Mendel-Bechterew : (-)
(-)
Rossolimo
: (-)
(-)
Paha
: (-)
(-)
Kaki
: (-)
(-)
Perasa raba
:-
Perasa nyeri
:-
Perasa suhu
:-
Perasa proprioseptif : -
Perasa vibrasi
:-
titik
:-
Grafestesia
:-
Topognosis
:-
Parestesia
:-
: normal
normal
: normal
normal
: normal
normal
Klonus
Sensibilitas
Diskriminasi dua
Koordinasi
Tes tumit-lutut-ibu
jari kaki
Tes ibu jari kakitelunjuk
Vegetatif
Vasomotorik
26
Sudomotorik
: normal
normal
Pilo arektor
: normal
normal
Tremor
: (-)
(-)
Khorea
: (-)
(-)
Atetosis
: (-)
(-)
Balismus
: (-)
(-)
Mioklonus
: (-)
(-)
Distonia
: (-)
(-)
Spasmus
: (-)
(-)
Tes Romberg
: bde
bde
Gerakan involunter
(-)
Fungsi Luhur
Afasia motorik
ada
Afasia sensorik
tidak ada
(anomik)
tidak ada
Afasia konduksi
tidak ada
Afasia global
tidak ada
Agrafia
tidak ada
Aleksia
tidak ada
Apraksia
tidak ada
Agnosia
tidak ada
Akalkulia
tidak ada
Afasia amnestik
Pemeriksaan Lain
Tanda Myerson
: tidak ada
Tanda Lhermitte
: tidak ada
Tanda Naffziger
: tidak ada
Tanda Dejerine
: tidak ada
Tanda Tinel
: tidak ada
27
Tanda Lasegue
: (-)
(-)
(Lasegue silang)
: (-)
(-)
Lainnya
: (-)
(-)
Bragad
: (-)
(-)
Sicard
: (-)
(-)
Pattrick
: (-)
(-)
Kontra pattrick
: (-)
(-)
Tanda Valsava
: (-)
(-)
Tanda OConnel
28
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu Aksila
: 38.0o C
St. General
: dbn
DIAGNOSIS TOPIK
AVM pada A. Komunikan Aterior
3.8
DIAGNOSIS BANDING
Susp Arterivena Malformasi dd SOL Serebri
3.9
DIAGNOSIS MUNGKIN
Arterivena Malformasi
3.10 PENATALAKSANAAN
MRS pro observasi, terapi
- Bedrest
- IVFD NS 100cc + phenytoin 3 amp
-
20tpm
3.11 PROGNOSIS
29
Ad Vitam
: Dubius ad bonam
Ad Functionam
: Dubius ad bonam
Ad Sananctionam
: Dubius ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
30
31
mengatasi gejala yang dialami pasien seperti sakit kepala atau kejang. Terapi ini
juga diberikan pada pasien yang tidak dapat melakukan terapi operatif karena
resiko yang terlalu besar. Fenitoin dapat diberikan untuk mengontrol kejang. Bila
terapi non-farmakologis tidak dapat dilakukan atau risiko terapi terlalu besar,
tindakan konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat dilakukan pada
pasien. Berbagai keluhan non-hemoragik, seperti sakit kepala ataupun kejang,
umumnya berespons baik terhadap terapi medikamentosa.
BAB V
KESIMPULAN
32
AVM
merupakan
salah
satu
pemeriksaan
pilihan.
Namun,
33
T.
2010.Radiologic
Assessment
of
Brain
Arteriovenous
6. Inci
7. Jarquin-Valdivia
JL,
Thompson
RC.
of
Arteriovenous
Malformation
of
the
maxilla.
Diunduh
dari
34
and Vascular Tumors. In: Rutherford RB: Vascular Surgery 6th edition.
Philadelphia: Elsevier sanders. pp: 1597-1601. Diunduh pada tanggal 23
Juli 2013.
15. Saposnik G, Brown RD, Cucchiara B, Ferro J. 2011. Diagnosis and
35