You are on page 1of 29

Arterio-Venous Malformation (AVM) atau malformasi pada pembuluh darah arteri dan vena dengan

banyak pirau yang saling berhubungan tanpa pembuluh darah kapiler sehingga rentan terjadi
penyumbatan di otak. AVM merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi
namun berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada vaskularisasi otak
dan bahkan berisiko menimbulkan kematian.
AVM dapat terjadi di area lobus otak manapun, dapat di pembuluh darah besar ataupun kecil. Saat
pembuluh darah mengalami pendarahan, biasanya darah yang dikeluarkan terbatas, tidak sebanyak
pada pendarahan hipertensif atau stroke.
Hilangnya fungsi neurologis tegantung pada lokasi AVM dan banyaknya pendarahan. Pada sebagian
kecil kasus, anak yang dilahirkan dengan AVM pada pembuluh darah besar juga menderita gagal
jantung karena malformasi yang menyebabkan beban kerja jantung ikut bertambah.
Gejala
Masalah yang paling banyak dikeluhkan penderita AVM adalah nyeri kepala dan serangan kejang
mendadak. Dan jika AVM terjadi pada lokasi kritis maka AVM dapat menyebabkan sirkulasi cairan
otak terhambat, yang dapat menyebabkan akumulasi cairan di dalam tengkorak yang beresiko
hidrosefalus.
Umumnya pasien mengalami pendarahan yang sedikit namun sering. Biasanya penderita mengalami
kejang sebelum mengetahui bahwa mereka menderita AVM. Sebagian pasien menderita nyeri kepala,
yang tidak dihubungkan dengan AVM sebelum diperiksa dengan CT Scan atau MRI. Pendarahan
intrakranial tersebut dapat menyebabkan hilang kesadaran, nyeri kepala hebat yang mendadak, mual,
muntah, ekskresi yang tidak dapat dikendalikan misalnya defekasi atau urinasi, dan penglihatan
kabur. Kaku leher yang dialami dikarenakan peningkatan tekanan antara tengkorak dengan selaput
otak (meninges) yang menyebabkan iritasi. Perbaikan pada jaringan otak lokal yang pendarahan
mungkin saja terjadi, termasuk kejang, kelemahan otot yang mengenai satu sisi tubuh (hemiparesis),
kehilangan sensasi sentuh pada satu sisi tubuh, maupun defisit kemampuan dalam menproses bahasa
(aphasia). Variasi gejala ini sejalan dengan tipe kerusakan cerebrovaskular. Secara umum, nyeri
kepala yang hebat yang bersamaan dengan kejang atau hilang kesadaran, merupakan indikasi
pertama adanya AVM pada daerah cerebral.
Diagnosis
Penggunaan scaning komputer tanpa kontras menghasilkan sensitifitas yang rendah, namun
kalsifikasi dan hipointensitas dapat ditemukan; agar lebih dapat terlihat diakukan pemberian kontras.
Pencitraan resonansi magnetik (MRI) sangat sensitif, menunjukkan hilangnya sinyal pada area
korteks, umumnya dengan hemosiderin yang menujukkan adanya perdarahan sebelumnya. MRI juga
dapat memberikan informasi penting mengenai lokalisasi dan topografi dari AVM bila intervensi akan
dilakukan.
Arteriografi merupakan standar emas untuk menggambarkan anatomi arteri dan vena, sebagai
tambahan, angiografi yang sangat selektif dapat memberi data penting mengenai fungsi dan fisiologi
untuk analisis klinis tindakan.
CT scan dengan kontras dan didapatkan gambaran malformasi arteri vena pada daerah parietal kiri,
kemudian untuk mengetahui anatominya dilakukan angiografi.
Patofisiologi
Kira-kira 40% kasus dengan AVM cerebral diketahui melalui gejala pendarahan yang mengarah ke
kerapuhan struktur pebuluh darah yang abnormal di dalam otak. Namun, bebrapa penderita juga ada
yang asimtomatik atau hanya merasakan keluhan minor yang dapat mengarah ke efek kekusutan
pembuluh darah lokal. Jika ruptur atau pendarahan terjadi, darah mungkin berpenetrasi ke jaringan
otak (cerebral hemorrhage) atau ruang subarachnoid (subarachnoid hemorrhage) yang teletak di
antara meninges yang menyelaputi otak. Sekali pendarahan AVM terjadi, kemungkinan terjadinya
pendarahan berulang menjadi lebih besar.
AVM yang tidak terjadi pendarahan menyebabkan gejala langsung dengan menekan jaringan otak
atau menurunkan aliran darah ke jaringan sekitar (iskemia). Faktor mekanik maupun iskemik dapat
menyebabkan kerusakan sel saraf (neuron) secara permanen.
Kejang pada AVM mungkin terbagi atas 3 mekanisme, yaitu :
1. Iskemia jaringan korteks.

2. Astroglia berlebihan pada jaringan otak yang rusak di sekeliling daerah AVM karena perdarahan
subklinis sebelumnya atau karena deposit hemosiderin, mungkin terjadi karena hilangnya bentuk
karakteristik secara progresif (apeidosis) melalui kapiler yang terdilatasi.
3. Kemungkinan peranan epileptogenesis sekunder, yang letaknya agak jauh dari daerah AVM primer.
Terapi
Antikonvulsan seperti fenitoin sering digunakan untuk mengontrol kejang. Terapi ini digunakan
untuk mengurangi tekanan intrakranial. Namun, tetap saja tindakan kuratif sebaiknya dilakukan
untuk mencegah pendarahan berulang.
Pemotongan pembuluh darah yang terbelit-belit merupakan tindakan kuratif untuk semua tipe AVM.
Walaupun hasil pembedahan didapatkan dengan segera, pemotongan AVM tetap menimbulkan
risiko.
Terapi radiasi (radiosurgery) biasanya digunakan pada daerah AVM yang lebih kecil dan terletak di
dalam otak. Gamma knife yang dikembangkan serang dokter Swedia, Lars Leksell, digunakan dalam
radiosurgery untuk mengontrol dosis radiasi ke dalam volume otak yang terkena. Paling tidak,
malformasi dapat hilang selama dua tahun.
Studi terakhir mengungkapkan pada sebagian besar kasus, embolisasi adalah terapi teraman dan
terefektif. Untuk menghindari pendarahan, vasodilatasi lokal (aneurisma) harus dihilangkan.
Embolisasi merupakan penyumbatan pembuluh darah yang AVM. Dengan x-ray, kateter dikendalikan
dari arteri femoralis di daerah paha atas ke daerah AVM yang diobati. Lalu setelah daerah AVM
dicapai, semacam lem atau kadang gulungan kabel ditempatkan untuk memblok area tersebut.
Namun, embolisasi sendiri juga jarang dengan sempurna memblok aliran darah ke daerah AVM.
Keberhasilan terapi agar daerah AVM tidak ruptur, tidak pernah dibuktikan, Hasil tindakan medis
masih saja terjadi pendarahan spontan. Studi internasional masih terus dilakukan untuk memutuskan
apa terapi terbaik agar daerah AVM tidak ruptur.

DAFTAR ISI

Halaman
..................................................................
i

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
..................................................................
1
BAB II
..................................................................
2
2.1. Definisi
..................................................................
4
2.2. Klassifikasi
..................................................................
5
2.3. Patogenesis
..................................................................
8
2.4. Manifestasi klinis ..................................................................
9
2.5. Diagnosis
..................................................................
9
2.6. Tata laksana
.................................................................. 11
2.7. Histopatologis
.................................................................. 14
2.7.1. Pemeriksaan penunjang radiologi .................................................
14
2.8. Prognosis
..................................................................
15
BAB III
Laporan Kasus
..................................................................
17

BAB IV
Kesimpulan
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

.
..................................................................

32
34

BAB I
PENDAHULUAN

Malfomasi Arteri Vena (AVM) adalah kelainan kongenital yang terbentuk dari kumpulan
arteri dan vena yang terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Bagian dimana vaskulernya
berkumpulnya dinamakan nidus. Nidus tidak memiliki kapiler, dan arteri langsung terhubung
ke vena. Arterinya memiliki defek pada lapisan muskularis dan vena seringkali terdilatasi
karena adanya aliran darah yang cepat dari fistula. AVM merupakan salah satu kelainan
malformasi vaskuler.
Malformasi vaskuler (MV) adalah kelainan anomali vaskuler yang disebabkan oleh
gangguan pada fase akhir angiogenesis yang berakibat persistennya anastomosis arterivena.3 Kelainan ini dapat terjadi pada pembuluh kapiler, limfatik, vena, arteri, dan
campuran.1,2,3 Pada malformasi vaskuler tidak ditemukan hyperplasia seluler, tapi terdapat
ektasia progresif pada pembuluh darah yang dilapisi endotel datar pada lamina basalis yang
tipis. Hal ini berbeda dengan hemangioma yang terdapat hyperplasia endotel dan terus
membesar dengan adanya proliferasi sel. MV terjadi pada saat lahir, dapat bermanifestasi
pada saat kapan saja semasa hidup dan tumbuh proporsional sesuai pertumbuhan

badan.3 Bagaimana proses AVM terbentuk masih belum diketahui secara pasti, diduga
karena adanya gangguan produksi vasoaktif yang berhubungan dengan angiogenesis.1
Berdasarkan alirannya, MV digolongkan menjadi dua kelompok: 1,2,3,5 yaitu High flow
malformation apabila MV terjadi pada arteri dan arteri-vena dan Low flow malformation
apabila MV terjadi pada vena, kapiler, atau limfe. Selain itu MV juga dikelompokkan
berdasarkan lokasi pembuluh yang mengalami kelainan.
Manifestasi klinis yang timbul bermacam-macam sesuai dengan lokasi pembuluh darah
yang terlibat pada MV. Pada AVM manifestasi klinis dapat timbul dari keluhan ringan seperti
bercak kemerahan atau perubahan warna pada wajah hingga keluhan yang berat dan fatal
seperti perdarahan terus menerus setelah dilakukan tindakan medis pencabutan gigi. Gejala
klinis yang sering ditemui pada penderita AVM antara lain perdarahan sedang yang kronik
dan intermiten, riwayat perdarahan setelah trauma minimal seperti menggosok gigi, keluhan
perubahan warna pada kulit, bengkak pada wajah, temperatur wajah atau kulit yang tidak
sama, riwayat infeksi oral yang persisten atau rekuren, pada lesi besar dapat terjadi high
output cardiac failure, dan keluhan yang dapat mengancam nyawa seperti perdarahan yang
masif setelah dilakukan ekstraksi gigi.3
Selain itu dapat juga ditemukan disestesia sensoris saraf kranial. 6 Pada pemeriksaan
fisis dapat ditemukan adanya bercak atau plak, massa yang teraba thrill dan bila
didengarkan auskultasi terdapat bruit, serta perubahan warna mukosa.
Berbagai macam teknik tatalaksana dapat dilakukan untuk MV. Masing-masing
dilakukan sesuai dengan kondisi dan situasi pembuluh darah yang terlibat. Secara garis
besar tatalaksana pada MV meliputi tindakan invasif seperti: 3,4,5,6 reseksi bedah, embolisasi
transarterial, injeksi langsung embolisasi pada lesi atau kombinasi dengan embolisasi
endovaskuler dan injeksi langsung embolisasi pada lesi dengan kombinasi bedah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.Definisi

Malfomasi Arteri Vena (AVM) adalah kelainan kongenital yang terbentuk dari
kumpulan arteri dan vena yang terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Bagian dimana
vaskulernya berkumpulnya dinamakan nidus. Nidus tidak memiliki kapiler, dan arteri
langsung terhubung ke vena. Arterinya memiliki defek pada lapisan muskularis dan vena
seringkali terdilatasi karena adanya aliran darah yang cepat dari fistula. AVM merupakan
salah satu kelainan malformasi vaskuler.
Malformasi vaskuler (MV) adalah kelainan anomali vaskuler yang disebabkan oleh
gangguan pada fase akhir angiogenesis yang berakibat persistennya anastomosis arterivena.3 Kelainan ini dapat terjadi pada pembuluh kapiler, limfatik, vena, arteri, dan
campuran.1,2,3 Pada malformasi vaskuler tidak ditemukan hyperplasia seluler, tapi terdapat
ektasia progresif pada pembuluh darah yang dilapisi endotel datar pada lamina basalis yang
tipis. Hal ini berbeda dengan hemangioma yang terdapat hyperplasia endotel dan terus
membesar dengan adanya proliferasi sel. MV terjadi pada saat lahir, dapat bermanifestasi
pada saat kapan saja semasa hidup dan tumbuh proporsional sesuai pertumbuhan
badan.3 Bagaimana proses AVM terbentuk masih belum diketahui secara pasti, diduga
karena adanya gangguan produksi vasoaktif yang berhubungan dengan angiogenesis.1
Data dari Heim Pal Hospital for Children in Budapest, Hungaria mencatat prevalens
MV sebesar 1,2% 1 Rasio jenis kelamin insidensi MV sebesar 1:1,5 untuk laki-laki :
perempuan. Lima puluh satu persen kebanyakan terjadi pada kepala dan leher. Kelainan
MV paling banyak terdapat pada vena (48%), arteri-vena (36%), arteri (1%), dan campuran
atau kombinasi dari keempatnya (15%).1

Gambar. 1 : Potongan dari sisi koronal mandibula menunjukkan adanya lesi osteolytic pada
kiri body mandibula
(Menon S, Chowdhurry R, Mohan C. Arteriovenous malformation in
mandible. MJAFI 2005;61:295-6. Diunduh pada tanggal 20 Juni 2009)

2.Klasifikasi
Berdasarkan alirannya, MV digolongkan menjadi dua kelompok:1,2,3,5

High flow malformation


Apabila MV terjadi pada arteri dan arteri-vena

Low flow malformation


Apabila MV terjadi pada vena, kapiler, atau limfe
Selain itu MV juga dikelompokkan berdasarkan lokasi pembuluh yang mengalami
kelainan

seperti

dalam Hamburg

Classification

of

Vascular

Anomalies

Malformations.1

MAIN CLASS

SUBCLASS

SUBGROUP

Arterial

Truncular

Obstructive
Dilating

Extratruncular

Diffuse
Limited (localized)

Venous

Truncular

Obstructive
Dilating

Extratruncular

Diffuse
Limited/localized

Arteriovenous

Truncular

Deep
Superficial

Extratruncular

Diffuse/infiltrating
Limited/localized

Combined, mixed

Truncular

Venous and arterial


Hemolymphatic

and

Extratruncular

Diffuse
Limited/localized

Tabel 1. Hamburg Classification of Vascular Anomalies and Malformations


(Menon S, Chowdhurry R, Mohan C. Arteriovenous malformation in
mandible. MJAFI 2005;61:295-6. Diunduh pada tanggal 20 Juni 2009)

Gambar. 2 : Gambaran Angiography menunjukkan AV malformation dengan venous


filling dari pterygoid plexus
(Menon S, Chowdhurry R, Mohan C. Arteriovenous malformation in
mandible. MJAFI 2005;61:295-6. Diunduh pada tanggal 20 Juni 2009)

Klasifikasi AVM berdasarkan kriteria Schobinger1


I (quiescence)

Lesi berwarna pink, hangat, dan terdapat shunt arteriovaskular

II (expansion)

Sama dengan stadium I, ditambah pembesaran, pulsasi, thrill, bruit,


dan vena yang berkelok-kelok

III (destruction)

Sama dengan stadium II, ditambah perubahan distrofik pada kulit,


ulserasi, perdarahan, nyeri persisten, atau nekrosis jaringan

IV (decompensation)

Sama dengan stadium III, ditambah gagal jantung

Tabel 2. Schobinger menetapkan stadium klinis yang berguna untuk mendokumentasikan


AVM

3.Patogenesis
Pada gestasi minggu ke-3, mulai tampak system vaskuler yang terdiri dari jaringan yang
menjalin ruang-ruang darah pada mesenkim primitif. Saat ini darah belum bersirkulasidan
pembuluh arteri dan vena belum dapat diidentifikasi.1,2 Selanjutnya system vaskuler
berkembang secara bertahap dengan proses penggabungan dan diferensiasi seluler dan
sebagai klimaks terjadi pemisahan arteri-vena. Menurut Wallard (1922) proses ini terjadi
melalui tiga tahapan:
1. Undifferentiated Stage (Stage I)
Ruang-ruang darah yang ada pada mesenkim primitif bergabung menjadi jaringan kapiler
yang lebih terorganisir. Arteri dan vena belum bisa dikenali.
2. Retiform Stage (Stage II)
Jaringan kapiler yang terbentuk pada Undifferentiated Stage bergabung menjadi struktur
jalinan atau pleksus yang lebih besar yang menjadi progenitor dari arteri dan vena.
3. Maturation Stage (Stage III)
Struktur vaskuler tampak matur secara histologis, dan batang utama arteri telah tampak.
Jaringan kaplier yang ada bertahan hingga saat dewasa diperkirakan berasal dari sisa-sisa
ruang darah pada Undifferentiated Stage.
Berdasarkan teori Wallard, dapat disimpulkan pada Stage I terjadi malformasi kapiler dan
vena perifer, sedangkan Stage II terjadi mikrofistula malformasi arteri vena (AVM) dan vena
embrional, dan Stage III terjadi makrofistula AVM beserta cabang-cabangnya, aneurisma v.
poplitea, dan kelainan persisten sciatic artery. 1

4.Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang timbul bermacam-macam sesuai dengan lokasi pembuluh
darah yang terlibat pada MV. Pada AVM manifestasi klinis dapat timbul dari keluhan ringan
seperti bercak kemerahan atau perubahan warna pada wajah hingga keluhan yang berat

dan fatal seperti perdarahan terus menerus setelah dilakukan tindakan medis pencabutan
gigi. Gejala klinis yang sering ditemui pada penderita AVM antara lain perdarahan sedang
yang kronik dan intermiten, riwayat perdarahan setelah trauma minimal seperti menggosok
gigi, keluhan perubahan warna pada kulit, bengkak pada wajah, temperatur wajah atau kulit
yang tidak sama, riwayat infeksi oral yang persisten atau rekuren, pada lesi besar dapat
terjadi high output cardiac failure, dan keluhan yang dapat mengancam nyawa seperti
perdarahan yang masif setelah dilakukan ekstraksi gigi.3
Selain itu dapat juga ditemukan disestesia sensoris saraf kranial. 6 Pada pemeriksaan
fisis dapat ditemukan adanya bercak atau plak, massa yang teraba thrill dan bila
didengarkan auskultasi terdapat bruit, serta perubahan warna mukosa.
Manifestasi klinis yang timbul juga dipengaruhi oleh faktor predisposisi seperti trauma,
infeksi, perubahan hormonal (pubertas, kehamilan).1,3

5.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan selain dari anamnesis, pemeriksaan fisis juga dengan pemeriksaan
penunjang seperti:

Angiografi
Merupakan pemeriksaan baku emas AVM, berguna untuk mencari lokasi dan karakteristik
aliran lesi vaskuler. Selain itu dapat menentukan feeding vessels yang menyuplai darah ke
lesi, menentukan hubungan karakteristik aliran vena, dan menentukan ada tidaknya shunt
arteri-vena yang berguna untuk terapi embolisasi.3 Pada CT angiografi dapat ditampilkan
anatomi pembuluh darah dalam bentuk tiga dimensi sehingga dapat dipergunakan untuk
merencanakan rekonstruksi.

MRI
Karena sangat baik untuk pemeriksaan jaringan lunak, MRI sangat berguna untuk menilai
keterlibatan struktur jaringan lunak di bawah kulit. Hali ini sangat penting dengan tindakan
terapi yang akan dilakukan nantinya. Pencitraan yang dihasilkan menyerupai pencitraan
hemangioma dan pengubahan intensitas sinyal tampak seperti kanal, menggambarkan
pembuluh darah yang berdilatasi dan berkelok-kelok. Adanya foci atau inensitas sinyal yang

rendah

mengindikasikan

flebolit,

efek

tahanan

aliran

dan

kadang-kadang

menggambakanfluid level.3
Berikut ini adalah skema manajemen diagnostik MV secara umum yang biasanya datang
dengan keluhan tanda lahir (birth mark).

Tabel 3. Manajemen tatalaksana malformasi vaskuler (Modified from Rutherford RB:


Congenital vascular malformation. In Cronenwett JL, Rutherford RB [eds]: Decision Making
in Vascular Surgery. Philadelphia, WB Saunders, 2001.)

6.Tatalaksana
Berbagai macam teknik tatalaksana dapat dilakukan untuk MV. Masing-masing dilakukan
sesuai dengan kondisi dan situasi pembuluh darah yang terlibat. Secara garis besar
tatalaksana pada MV meliputi tindakan invasif seperti:3,4,5,6

Reseksi bedah
Tindakan bedah yang dilakukan antara lain kuretase terbuka, cryosurgery, surgical removal,
surgical devascularization dengan ligasi feeding arteri mayor, dan reseksi en bloc. Tindakan
ini memiliki efek kosmetik yang kurang baik, ligasi feeding artery sangat sulit untuk
mengontrol bleeding yang terjadi, dan jika feeding artery banyak kurang member efek dan
setelah ligasi akan tumbuh feeder lebih banyak.

Embolisasi transarterial
Tindakan ini cukup efektif tapi memiliki kekurangan tidak mampu mengisi nidus secara
adekuat.

Injeksi langsung embolisasi pada lesi atau kombinasi dengan embolisasi endovaskuler
Injeksi

langsung

diberikan

materi

emboli

yang

tinggi

trombogenisitasnya,

dapat

menimbulkan blockade vaskuler yang permanen. Biasanya diberikan materi emboli gel foam
yang direndam dalam agen trombotik, balon, fiber coil, polyvinyl alcohol polymer, platinum
coil, microcoil, lem N-butyl-2-cyanoacrylate.

Injeksi langsung embolisasi pada lesi dengan kombinasi bedah


Tindakan bedah dengan kombinasi embolisasi harus dilakukan dalam jangka waktu 8 hari
setelah dilakukan embolisasi karena pengontrolan perdarahan yang sulit.

Pada AVM, embolisasi segera bisa jadi diperlukan pada kelainan postnatal yang
jarang seperti gagal jantung kongestif yang disebabkan shunting melalui AVM. Tatalaksana
jarang diperlukan semasa infant atau kanak-kanak awal untuk AVM atadium I. Saat evaluasi
diagnostik telah selesai dilakukan, anak harus diskrining setiap tahun. Pada beberapa
keadaan dan setelah pertimbangan matang, reseksi dapat diindikasikan pada AVM stadium I
yang terlokalisasi baik. Secara umum, intervensi ditunda hingga ada gejala-gejala yang tidak
hilang atau tanda-tanda yang membahayakan (misalnya: ulserasi yang tidak menyembuh,
nyeri iskemik, perdarahan (Shobinger stadium III), peningkatan cardiac output (Schobinger
stadium IV)).
Ligasi atau embolisasi proksimal feeding vessels tidak boleh dilakukan karena dapat
menyebabkan rekruitmen yang cepat dari arteri sekitar untuk mensuplai nidus (episenter
AVM yang terdiri dari feeder arteri, mikroarterivena, fistula makroarterivena, serta vena yang
melebar). Blokade arteri proksimal dapat menghilangkan akses untuk embolisasi yang kelak
akan dilakukan.
Angiografi mendahului terapi intervensi atau ekstirpasi. Embolisasi arteri atau vena
retrograde superselektif dapat menjadi terapi paliatif (misalnya: untuk mengontrol nyeri,
perdarahan atau gagal jantung kongestif). Terapi ini diindikasikan pada kasus-kasus dimana
reseksi tidak mungkin dilakukan atau akan menyebabkan mutilasi atau kelainan bentuk.
Embolisasi feeding arteries dengan partikel atau koil hanya memberikan perbaikan transien.

Skleroterapi juga dapat dilakukan, terutama jika adanya akses inflow konvensional sulit
dilakukan karena arteri yang berkelok-kelok atau jika arteri telah diligasi. Skleroterapi
melibatkan tusukan langsung pada nidus, bersamaan dengan oklusi arteri dan vena lokal.
Terdapat risiko tinggi untuk kerusakan neurologis dan jaringan lunak; karena itu teknik ini
hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dikerjakan oleh radiolog yang telah terlatih
baik dan berpengalaman. Kebanyakan spesialis pada bidang anomali vaskuler lebih memilih
untuk tidak menggunakan kata menyembuhkan dalam tatalaksana AVM; kontrol adalah
asesmen yang lebih realistis.1
Strategi yang biasa dilakukan adalah embolisasi arteri untuk oklusi temporer nidus,
diikuti dengan reseksi pada 24-72 jam kemudian. Tujuannya adalah untuk reseksi komplit
jika

mungkin.

Embolisasi

preoperatif

atau

skleroterapi

meminimalkan

perdarahan

intraoperatif namun tidak menghilangkan batas reseksi. Dokter bedah harus memutuskan
luasnya reseksi. Untuk menjawab pertanyaan ini sebelum operasi, dokter bedah harus
meriviw angiogram (yang dilakukan sebelum embolisasi dan intervensi lainnya) dan
pemeriksaan MRI. Potong beku margin reseksi intraoperatif dapat membantu. Cara yang
paling akurat untuk menentukan kekomplitan reseksi adalah mengobservasi pola
perdarahan dari ujung luka. Defeknya harus ditutup secara primer dengan jaringan lokal
atau transfer dari jaringan yang letaknya lebih jauh menggunakan teknik bedah mikro. Jika
ada pertanyaan tentang keadekuatan reseksi, tergantung pada lokasi defek, penutupan
temporer dengan split-thickness skin graft biasanya adalah cara terbaik.1
Pada region kepala dan leher, kesuksesan embolisasi dan reseksi lebih baik pada
AVM stadium I atau II yang terlokalisasi baik. Pasien-pasien ini harus di follow-up selama
bertahun-tahun dengan pemeriksaan klinis, USG atau MRI untuk melihat tanda-tanda awal
rekurensi, yang dapat terjadi meski adanya masa asimptomatik yang lama. Kebanyakan
AVM tidak berbatas tegas dan seringkali menembus struktur kraniofasial yang dalam atau
jaringan lunak dan tulang pada ekstremitas. Pada keadaan ini, embolisasi biasanya paliatif
dan reseksi mayor jarang diindikasikan.1

7.Histopatologis

Gambar 13. Perbandingan gambaran histopatologis malformasi


vaskuler dan hemangioma. A) Malformasi vaskuler,
B) Hemangioma (OMalley, BW, 1992)

Tabel 1. Perbedaan hemangioma dengan malformasi vaskuler (OMalley, BW, 1992).


Perbedaan
Hemangioma
Malformasi vaskuler
Saat timbul

Lesi samar-samar atau


belum tampak saat lahir

Lesi timbul saat lahir

Perjalanan penyakit

Fase proliferasi, fase


involusi

Insidensi (Wanita:pria)

3:1

Tumbuh selaras
dengan
pertumbuhan anak
dan menetap
1;1

Radiologis

Tidak terdapat
perenkim
Gambaran
pembuluh

Histologis

jaringan Kaya akan jaringan


parenkim
dominant lobuler dengan batas
tegas
Sel endotel matur
dengan
turnover lambat.
Sedikit mast cell.
Membran basalis tipis
Sel epitel immatur
dengan
turnover cepat
Banyak mast cell
Membran basalis
multilaminer
. Sel endotel matur
Sel epitel immatur
dengan turnover lambat.
dengan
Sedikit mast cell.
turnover cepat
Membran basalis tipis
Banyak mast cell
Mem

8.Prognosis
Setelah dilakukan tindakan baik bedah maupun embolisasi, pasien harus benar-benar
dipantau perkembangannya.Pasien harus di follow-up secara berkala dan teratur selama
bertahun-tahun dengan pemeriksaan klinis, USG atau MRI untuk melihat tanda-tanda awal
rekurensi, yang dapat terjadi meski adanya masa asimptomatik yang lama. Pemantauan
lebih ketat dilakukan pada pasien yang masih dalam masa tumbuh kembang, mengingat
pada pasien tersebut masih ada kemungkinan perubahan hormonal dan pertumbuhan
badan yang menjadi prioritas besar dalam pemantauan.4

BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama
Jenis kelamin

: Nn. F
: Perempuan

Usia

: 19 tahun

Alamat

: Kayu Manis Matraman

Agama

: Islam

No. Rekam Medis

: 329-68-xx

Keluhan utama
Benjolan di wajah sisi kiri yang semakin membesar sejak + 9 tahun SMRS

Riwayat penyakit sekarang


Sejak usia 3 tahun timbul benjolan pada rahang bawah sisi kiri sebesar telur ayam, lalu
dilakukan operasi pengangkatan di RS Bukittinggi (saat itu dikatakan dokter sebagai tumor
pembuluh darah). Pada usia 7 tahun benjolan timbul kembali di tempat yang sama
berukuran sebesar buah melon lalu dilakukan operasi pengangkatan di RSCM.
Pada usia 10 tahun benjolan muncul kembali, awalnya sebesar buah duku, lalu membesar
perlahan hingga saat ini. benjolan tidak berdenyut, tidak nyeri, namun terkadang nyeri di
pagi hari. Gangguan menelan (-), sesak (-), gangguan pendengaran (-), riwayat gusi sering
berdarah (-), riwayat radang mulut dan gusi (-). Nafsu makan normal. Riwayat perdarahan
dari hidung dan mulut (-). Benjolan pernah mengeluarkan darah yang keluar terus-menerus
selama satu bulan lalu berhenti. Riwayat trauma (-). Saat ini pasien tidak hamil.
Riwayat penyakit dahulu

Tidak ada riwayat diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit paru dan jantung, alergi
makanan atau obat.
Tidak ada riwayat keganasan sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada riwayat diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit paru dan jantung, alergi
makanan atau obat dalam keluarga.
Tidak ada riwayat keluhan serupa dan riwayat keganasan pada keluarga.
Riwayat Sosial

Pasien tidak bekerja. Tidak memiliki kebiasaan merokok atau minum alkohol. Saat ini pasien
berobat dengan biaya jamkesmas.
PEMERIKSAAN FISIK (29 Mei 2009)
umum

: Tampak sakit ringan

an

: compos mentis

al

:
Tekanan darah

120/80 mmHg

Nadi

88x/mnt, reguler, isi cukup

Pernapasan

18x/mnt, kedalaman cukup

Suhu

36,40C (aksila)

deformitas (-) wajah asimetris

konjungtiva pucat, sklera ikterik (-)

serumen -/-

sekret (-)

faring tidak hiperemis


Mulut

Higiene kurang, gigi dan gusi rahang atas kiri terdorong ke

medial
:

KGB tidak teraba, lihat status lokalis

simetris saat statis dan dinamis

vesikuler +/+, rhonki -/- wheezing -/:

bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)


buncit, nyeri tekan (-), timpani, BU (+) normal, turgor baik, hati dan limpa tidak teraba

akral hangat, edem -/-, capillary refill < 2 detik

Status lokalis regio mandibula sinistra

: Tampak massa berbenjol-benjol


pada wajah sisi kiri, warna
kemerahan, tampak parut melintang,
terdapat venektasi, perdarahan aktif
(-)
: Massa berukuran 21 cm x 15 cm
x 12 cm, konsistensi lunak, tidak nyeri
tekan, berbatas tegas, terfiksir,
hangat, thrill (-)
A

: bruit (-)

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan

Nilai normal

22/02/09

11/05/09

20/05/09

21/05/09

DARAH PERIFER LENGKAP


Hemoglobin

12-14 g/dL

10,3

11

12,5

Hematokrit

37-43%

34

34,9

37,4

Leukosit

5.000-10.000 /uL

7.100

7.100

6.600

Trombosit

150.000-400.000/uL

151.000

204.000

211.000

MCV

82-92 fl

76,6

77,9

77

MCH

27-31 pg

23,1

24,6

25,7

MCHC

32-36 g/dL

30,2

31,5

33,4

BT

1-6 menit

230

CT

10-15 menit

12

PT (kontrol)

11-14 detik

14,5 (12,8)

15,1 (12,4)

13,7 (13,3)

APTT

30,9-41,9 detik

37,1 (31,0)

41,5 (37,8)

37,3 (34,2)

0/0-1/1-3/52-76/20-

0/0/0/80/18/2

(kontrol)
Diff count

40/2-8
KIMIA DARAH
Ureum

10-50 mg/dL

20

16

Kreatinin

0,5-1,3 mg/dL

0,4

0,4

0,5

GDS

70-200 g/dL

70

76

Negatif

Negatif

IMUNOLOGI
HbSAg

Pemeriksaan Radiologis

Gambar Foto thoraks pasien

Gambar foto waters (atas) dan foto schedel AP (kiri) dan lateral (kanan)

Ro Waters Sinus Paranasal (22/04/2009)

Tampak massa soft tissue luas di regio coli kiri mengerosi os zygoma kiri ke superior

Sinus paranasal tervisualisasi dengan baik

Septum nasi di tengah

Konka nasalis baik


Kesan: tidak tampak tanda sinusitis
Soft tissue mass colli sinistra

Ro Schedel AP/ Lateral (22/04/2009)

Tabula interna dan eksterna baik

Sela tursica baik

Tampak soft tissue mass uas colli kiri mengerosi os. zygoma kiri ke superolateral kiri

Gambar CT angiografi regio kepala leher

CT Angiografi (22/04/2009)

Tampak kontras mengisi a carotis komunis kanan dan kiri

Tampak a carotis eksterna kanan dan kiri normal

Tampak massa tumor mendapat vaskularisasi dari cabang a carotis eksterna kiri ( a
maksilaris)

Tampak hipervaskuler dan neovaskuler dari cabang a maksilaris kiri

Tidak tampak pembuluh darah vena pada fase arteri

Tidak tampak neovaskularisasi maupun hipervaskularisasi intracranial

Tampak massa tumor yang sangat besar, tidak tampak kalsifikasi di dalamnya
Kesan: CT angiokraniofasial tidak tampak AVM, feeding artery tumor dari a maksilaris kiri

DSA Cerebral (22/05/2009)

Massa hipervaskuler yang mendapat feeding artery dari a oftalmika kanan dan kiri serta
cabang a maksilaris interna, a lingualis, dan a fasialis kanan dan juga cabang cervikalis a
vertebralis kiri

A karotis eksterna kanan sudah diligasi?

RESUME
Wanita 19 tahun datang dengan keluhan utama benjolan di wajah sisi kiri yang semakin
membesar sejak 9 tahun SMRS. Benjolan pertama kali timbul 16 tahun yang lalu sebesar
telur ayam, dioperasi diangkat. Empat tahun kemudian benjolan timbul kembali pada lokasi
yang sama berukuran sebesar buah melon, dilakukan operasi pengangkatan. Benjolan yang

ada saat ini timbul sejak usia 10 tahun awalnya sebesar buah duku, lalu membesar perlahan
hingga saat ini. benjolan tidak nyeri, gangguan menelan, sesak napas, gangguan
pendengaran, riwayat perdarahan gusi, mulut, dan hidung tidak ada. Riwayat trauma,
radang gigi dan gusi juga tidak ada. Benjolan pernah berdarah terus-menerus selama satu
bulan lalu perdarahan berhenti sendiri. Pada pemeriksaan fisis, gigi dan gusi rahang atas
terdorong ke medial, pada mandibula terdapat bemassa berbenjol-benjol warna kemerahmerahan, terdapat parut melintang dan venektasi, ukuran 21 cm x 15 cm x 12 cm, lunak,
tidak nyeri tekan, batas tegas, terfiksir, hangat, thrill dan bruit tidak ada, jantung dalam batas
normal,

DIAGNOSIS
AVM regio mandibula sinistra

TATALAKSANA
Rencana diagnosis:

Pemeriksaan CT angiografi

Foto Ro Schedel AP/ Lateral

Foto Ro Waters sinus paranasal

Pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, kreatinin, masa perdarahan, masa pembekuan

Rencana rawat setelah ada hasil CT angiografi

FOLOW UP
18/05/09

19/05/09

20/05/09

22/05/09

CM, HD stabil

CM, HD stabil

CM, HD stabil

CM, HD stabil

Status generalis dbn

Status generalis dbn

Status generalis dbn

Status

generalis

Status lokalis: status Status lokalis: status Status lokalis: status dbn
quo

quo

quo

Status
status quo

lokalis:

AVM

regio AVM

mandibula sinistra
P

regio AVM regio mandibula AVM

mandibula sinistra

- Konsul ulang paru -

sinistra

Assessment -

Rencana

mandibula sinistra
DSA -Pro DSA cerebri

pro toleransi

vaskuler: embolisasi cerebri di RS Abdi - Inj cefotaxim 1g

- pro eksisi

oleh

iv skin

bagian Waluyo(22/05/09)

assessment Radiologi

vaskuler besok

- Cek PT, Ur, Cr, diganti

- Pro eksisi

GDS, HbSAg

1g iv

-Ro thoraks ulang

- IV line NaCl 0,9%


- Cukur bulu pubis
- Antibiotik:
Cefotaxim 1g (1 jam
sebelum

dan

sesudah tindakan)
22/05/09 (13.00)

25/05/09

CM, HD stabil

CM, HD stabil

Status generalis dbn

Status generalis dbn

Status lokalis: status Status lokalis: status


quo
A

regio

AVM

quo
regio AVM

regio

mandibula sinistra

mandibula sinistra

- Ceftazidim 1 g iv

Assessment

inj pkl 11.00 skin test vaskuler: Pro eksisi


(-)

(28/05/09)

- kaki tidak boleh

ditekuk + 6 jam

pulmo pro teloransi

Konsul

ulang

- Observasi tanda -Konsul IPD


vital dan perdarahan

- Sedia darah PRC


1000 cc

tes

+,

Ceftazidim

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: dubia ad malam

Quo ad sanactionam

: dubia ad malam

PEMBAHASAN KASUS

Nn. F, 19 tahun, didiagnosa dengan Malformasi vaskuler region mandibula sinistra


berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan bahwa sejak 9 tahun yang lalu terdapat benjolan di
wajah sisi kiri yang semakn membesar. Benjolan sering timbul kembali pada lokasi yang
sama setelah dilakukan operasi pengangkatan. Benjolan tumbuh proporsional sesuai
dengan pertumbuhan badan pasien. Adanya benjolan yang semakin membesar pada wajah
sisi kiri kemungkinan dapat disebabkan oleh kelainan ortodonti,infeksi, trauma, dan
keganasan. Pada anamnesis selanjutnya kemungkinan penyakit infeksi dapat disingkirkan
karena pasien tidak ada riwayat demam dan radang di sekitar benjolan selain itu riwayat
yang mengarah pada infeksi paru juga tidak ada. Diagnosis trauma juga dapat disingkirkan
karena tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Kemungkinan benjolan karena keganasan
juga dapat disingkirkan karena tidak adanya perkembangan benjolan yang progresif dalam
waktu yang singkat, selain itu tidak terdapat keluhan penyakit keganasan seperti nafsu
makan turun, badan lemah dan lesu, berat badan turun, demam ringan, dan keringat malam.
Selain itu usia pasien yang masih muda dan riwayat benjolan yang tumbuh seimbang sesuai
pertumbuhan badan dan muncul kembali setelah dilakukan operasi pengangkatan pada
lokasi yang sama juga menyingkirkan keganasan. Sehingga kemungkinan yang masih ada
yaitu kelainan ortodonti.
Selanjutnya pada pemeriksaan fisis ditemukan gigi dan gusi rahang atas terdorong
ke medial, pada mandibula terdapat bemassa berbenjol-benjol warna kemerah-merahan,
terdapat parut melintang dan venektasi, ukuran 21 cm x 15 cm x 12 cm, lunak, tidak nyeri
tekan, batas tegas, terfiksir, hangat, thrill dan bruit tidak ada, jantung dalam batas normal.
Masa yang berbenjol dengan warna kemerahan yang bukan radang dan konsistensi lunak
menandakan kemungkinan kelainan pada pembuluh darah, bukan pada jaringan kulit, otot,

maupun tulang. Kelainan yang ditemui pada pasien ini sesuai dengan kelainan pada
malformasi vaskuler atau hemangioma. Untuk membedakannya maka pada anamnesis
ditanyakan awal mula timbul benjolan. Apabila hemangioma, benjolan seharusnya sudah
ada dari lahir dan semakin membesar 18-24 bulan pertama kehidupan setelah itu benjolan
akan menghilang berinvolusi pada 6-7 tahun berikutnya. Apabila malformasi vaskuler, lesi
sudah ada sejak lahir tapi belum tampak, akan tampak kapan saja semasa hidupnya dan
terus tumbuh proporsional mengikuti pertumbuhan badan pasien. Pada pasien ini benjolan
pertama kali timbul saat berusia tiga tahun, belum ada sejak lahir, dan terus tumbuh sesuai
dengan pertumbuhan badan. Dengan demikian diagnosis hemangioma dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis dapat ditegakkan diagnosis klinis AVM pada
regio mandibula sinistra.
Pada pasien ini dilakukan manajemen pemeriksaan penunjang yaitu CT angiografi
karena pada pasien selain untuk menentukan diagnosis jenis malformasi vaskuler, juga akan
dilakukan tindakan embolisasi dan tindakan bedah reseksi massa dan ligasi. Pemeriksaan
angiografi merupakan pemeriksaan baku emas untuk kelainan AVM dan baru akan
dilakukan untuk rekonstruksi dan penentuan lokasi embolisasi. Pemeriksaan awal yang
dilakukan sebelum angiografi adalah MRI. Dalam hal ini MRI sangat berguna untuk menilai
apakah masa sudah menginvasi struktur jaringan di sekitarnya seperti otot, tulang, dan
jaringan subkutan. Selain itu MRI dapat menentukan karakteristik lesi sehingga dapat
membedakan MV sesuai kelainan pembuluh darahnya. Pada pasien ini dilakukan CT
angiografi untuk efisiensi karena pada pasien akan dilakukan tindakan embolisasi sehingga
diperlukan penilaian pembuluh darah yang terlibat dan hal ini akan mempermudah tindakan
pembedahan nantinya. Pemeriksaan foto rontgen kepala dan waters dilakukan untuk menilai
komplikasi dari massa yang ada. Sedangkan pemeriksaan foto rontgen dada dilakukan
untuk menilai jantung apakah sudah terjadi komplikasi yang berat atau tidak.
Pemilihan tindakan terapi pada pasien ini berdasar pada keadaan klinis dan riwayat
penyakit pasien. Pada pasien ini telah terjadi rekurensi AVM dan untuk itu diperlukan terapi
yang lebih kompleks agar tidak terjadi rekurensi walaupun sebenarnya kemungkinan
rekurensi tetap saja ada.4 Pada pasien ini dilakukan embolisasi arteri untuk oklusi temporer
nidus, diikuti dengan reseksi pada 24-72 jam kemudian. Tujuannya adalah untuk reseksi
komplit jika mungkin. Embolisasi skleroterapi meminimalkan perdarahan intraoperatif namun
tidak menghilangkan batas reseksi. Dokter bedah harus memutuskan luasnya reseksi. Untuk

menjawab pertanyaan ini sebelum operasi, dokter bedah harus meriview angiogram (yang
dilakukan sebelum embolisasi dan intervensi lainnya) dan pemeriksaan MRI. Potong beku
margin reseksi intraoperatif dapat membantu. Cara yang paling akurat untuk menentukan
kekomplitan reseksi adalah mengobservasi pola perdarahan dari ujung luka. Defeknya harus
ditutup secara primer dengan jaringan yang di transfer dari jaringan yang letaknya lebih jauh
menggunakan teknik bedah mikro. Kemungkinan tentang keadekuatan reseksi, tergantung
pada lokasi defek, penutupan temporer dengan split-thickness skin graft biasanya adalah
cara terbaik.
Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah bonam malformasi vaskuler yang
terjadi belum menimbulkan gagal jantung kongestif dan perdarahan tidak terjadi. Prognosis
quo ad functionam adalah dubia ad malam karena ukuran malformasi vaskuler yang besar
dan telah terjadi pendesakan gigi dan gusi di medial sehingga kemungkinan fungsi jaringan
sekitar lesi telah terganggu. Prognosis quo ad sanactionam adalah dubia ad malam karena
masih dapat terjadi rekurensi meski pasien berada dalam fase asimptomatik yang cukup
lama, untuk itu pasien dianjurkan untuk kontrol tiap enam bulan sekali secara teratur untuk
menilai perkembangan klinis pasien.

BAB IV
KESIMPULAN

1. Malfomasi Arteri Vena (AVM) adalah kelainan kongenital yang terbentuk dari kumpulan
arteri dan vena yang terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Bagian dimana vaskulernya
berkumpulnya dinamakan nidus. Nidus tidak memiliki kapiler, dan arteri langsung terhubung
ke vena. Arterinya memiliki defek pada lapisan muskularis dan vena seringkali terdilatasi

karena adanya aliran darah yang cepat dari fistula. AVM merupakan salah satu kelainan
malformasi vaskuler.
2. Malformasi vaskuler (MV) adalah kelainan anomali vaskuler yang disebabkan oleh
gangguan pada fase akhir angiogenesis yang berakibat persistennya anastomosis arterivena.3 Kelainan ini dapat terjadi pada pembuluh kapiler, limfatik, vena, arteri, dan campuran.
3. Data dari Heim Pal Hospital for Children in Budapest, Hungaria mencatat prevalens MV
sebesar 1,2% 1 Rasio jenis kelamin insidensi MV sebesar 1:1,5 untuk laki-laki : perempuan.
Lima puluh satu persen kebanyakan terjadi pada kepala dan leher. Kelainan MV paling
banyak terdapat pada vena (48%), arteri-vena (36%), arteri (1%), dan campuran atau
kombinasi dari keempatnya (15%).1

You might also like