You are on page 1of 4

Amalan hati-Ikhlas dan SebabSebab Perusaknya

Pentingnya amalan hati


Secara umum amalan hati lebih penting dan ditekankan daripada
amalan lahiriyah. Ibnu Taymiyah mengatakan:Bahwasanya ia merupakan
pokok keimanan dan landasan utama agama, seperti mencintai Allah
Subhannahu wa Taala dan rasulNya, bertawakal kepada Allah Subhannahu
wa Taala , ikhlas dalam menjalankan agama semata-mata karena Allah
Subhannahu wa Taala , bersyukur kepadaNya, bersabar atas keputusan
atau hukumNya, takut dan berharap kepadaNya. Imam Ibnu Qayyim juga
pernah berkata: Amalan hati merupakan hal yang pokok dan utama,
sedangkan
anggota
badan
adalah
pengikut
dan
penyempurna.
Sesungguhnya niat ibarat ruh, dan gerakan anggota badan adalah jasadnya.
Jika ruh itu terlepas maka matilah jasad.
Kedudukan Ikhlas
Ikhlas merupakan hakikat dari agama dan kunci dakwah para rasul
Shallallaahu alaihi wa Salam . Allah Subhannahu wa Taala berfirman,
artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan meunaikan
zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. 98:5) Juga
firmanNya yang lain, artinya: Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia
menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. (QS. 67:2)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu beliau berkata: Aku
mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, Allah
Subhannahu wa Taala berfirman, artinya: Aku adalah Tuhan yang tidak
membutuhkan persekutuan , barang siapa melakukan suatu per-buatan
yang di dalamnya menyekutukan Aku dengan selainKu maka Aku tinggalkan
dia dan juga sekutunya. (HR. Muslim).
Dengan demikian suatu ketaatan jika dilakukan dengan tidak ikhlas
dan jujur terhadap Allah, maka amalan itu tidak ada nilainya dan tidak
berpahala, bahkan pelakuknya akan menghadapi ancaman Allah yang
sangat besar. Sebagaimana dalam hadits, bahwa manusia pertama yang
akan diadili pada hari kiamat nanti adalah orang yang mati syahid, namun
niatnya dalam berperang adalah agar disebut pemberani. Orang kedua yang
diadili adalah orang yang belajar dan mengajarkan ilmu serta mempelajari Al
Quran, namun niatnya supaya disebut sebagai qori atau alim. Dan orang
ketiga adalah orang yang diberi keluasan rizki dan harta lalu ia berinfak
dengan harta tersebut akan tetapi tujuannya agar disebut sebagai orang
yang dermawan. Maka ketiga orang ini bernasib sama, yakni dimasukkan
kedalam Neraka. (naudzu billah min dzalik).
Pengertian Ikhlas
Ada beberapa pengertian ikhlas, diantarnya:

1.

Semata-mata bertujuan karena Allah ketika melakukan ketaatan.

2.

Ada yang mengatakan ikhlas ialah membersihkan amalan dari ingin


mencari perhatian manusia.

3.

Sebagian lagi ada yang mendefinisikan bahwa orang yang ikhlas ialah
orang yang tidak memperdulikan meskipun seluruh penghormatan dan
peng-hargaan hilang dari dirinya dan berpindah kepada orang lain,karena
ingin memperbaiki hatinya hanya untuk Allah semata dan ia tidak senang
jikalau amalan yang ia lakukan diperhatikan oleh orang,walaupun
perbuatan itu sepele.

Ditanya Sahl bin Abdullah At-Tusturi, Apa yang paling berat bagi nafsu? Ia
menjawab: Ikhlas, karena dengan demikian nafsu tidak memiliki tempat dan
bagian lagi. Berkata Sufyan Ats-Tsauri: Tidak ada yang paling berat untuk
kuobati daripada niatku, karena ia selalu berubah-ubah.
Perusak-perusak Keikhlasan
Ada beberapa hal yang bisa merusak keikhlasan yaitu:
1.

Riya ialah memperlihatkan suatu bentuk ibadah dengan tujuan dilihat


manusia, lalu orang-orangpun memujinya.

2.

Sumah, yaitu beramal dengan tujuan untuk didengar oleh orang lain
(mencari popularitas).

3.

Ujub, masih termasuk kategori riya hanya saja Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah membedakan keduanya dengan mengatakan bahwa: Riya
masuk didalam bab menyekutukan Allah denga makhluk, sedang ujub
masuk dalam bab menyekutukan Allah dengan diri-sendiri. (Al fatawaa,
10/277)

Disamping itu ada bentuk detail dari perbuatan riya yang sangat
tersembunyi, atau di sebut dengan riya khafiy yaitu:
1.

Seseorang sudah secara diam-diam melakukan ketaatan yang ia tidak


ingin menampakkannya dan tidak suka jika diketahui oleh banyak orang,
akan tatapi bersamaan dengan itu ia menyukai kalau orang lain
mendahului salam terhadapnya, menyambutnya dengan ceria dan penuh
hormat, memujinya, segera memenuhi keinginannya, diperlakukan lain
dalam jual beli (diistimewakan), dan diberi keluasan dalam tempat duduk.
Jika itu semua tidak ia dapatkan ia merasa ada beban yang mengganjal
dalam hatinya, seolah-olah dengan ketaatan yang ia sembunyikan itu ia
mengharapkan agar orang selalu menghormatinya.

2.

Menjadikan ikhlas sebagai wasilah (sarana) bukan maksud dan tujuan.


Syaikhul Islam telah memperingatkan dari hal yang tersembunyi ini,
beliau berkata: Dikisahkan bahwa Abu Hamid Al Ghazali ketika sampai

kepadanya, bahwa barangsiapa yang berbuat ikhlas semata-mata karena


Allah selama empatpuluh hari maka akan memancar hikmah dalam hati
orang tersebut melalui lisanya (ucapan), berkata Abu Hamid: Maka aku
berbuat ikhlas selama empat puluh hari, namun tidak memancar apa-apa
dariku, lalu kusampaikan hal ini kepada sebagian ahli ilmu, maka ia
berkata: Sesungguhnya kamu ikhlas hanya untuk mendapatkan hikmah,
dan ikhlasmu itu bukan karena Allah semata.
Kemudian Ibnu Taymiyah berkata: Hal ini dikarenakan manusai terkadang ingin
disebut ahli ilmu dan hikmah, dihormati dan dipuji manusia, dan lain-lain, sementara ia
tahu bahwa untuk medapatkan semua itu harus dengan cara ikhlas karena Allah.Jika ia
menginginkan tujuan pribadi tapi dengan cara berbuat ikhlas karena Allah,maka
terjadilah dua hal yang saling bertentangan. Dengan kata lain, Allah di sini hanya
dijadikan sebagai sarana saja, sedang tujuannya adalah selain Allah.
1.

Yaitu apa yang diisyaratkan Ibnu Rajab beliau berkata: Ada satu hal
yang sangat tersembunyi, yaitu terkadang seseorang mencela dan
menjelek-jelekan dirinya dihadapan orang lain dengan tujuan agar orang
tersebut menganggapnya sebagai orang yang tawadhu dan merendah,
sehingga dengan itu orang justru mengangkat dan memujinya. Ini
merupakan pintu riya yang sangat tersembunyi yang selalu
diperingatkan oleh para salafus shaleh.

Cara-cara mengobati riya


1.

Harus menyadari sepenuhnya , bahwa kita manusia ini semata-mata


adalah hamba. Dan tugas seorang hamba adalah mengabdi dengan
sepenuh hati, dengan mengharap kucuran belas kasih dan keridhaanNya
semata.

2.

Menyaksikan pemberian Allah, keutamaan dan taufikNya, sehingga


segala sesuatunya diukur dengan kehendak Allah bukan kemauan diri
sendiri.

3.

Selalu melihat aib dan kekurangan diri kita, merenungi seberapa


banyak bagian dari amal yang telah kita berikan untuk hawa nafsu dan
syetan. Karena ketika orang tidak mau melakukan suatu amal, atau
melakukannya namun sangat minim maka berarti telah memberikan
bagian (yang sebenarnya untuk Allah), kepada hawa nafsu atau syetan.

4.

Memperingatkan
memperbaiki hati.

5.

Takut akan murka Allah, ketika Dia melihat hati kita selalu dalam
keadaan berbuat riya.

diri

dengan

perintah-perintah

Allah

yang

bisa

6.

Memperbanyak ibadah-ibadah yang tersembunyi seperti qiyamul lail,


shadaqah sirri, menagis karena Allah dikala menyandiri dan sebagainya.

7.

Membuktikan pengagungan kita kepada Allah, dengan merealisasikan


tauhid dan mengamalkannya.

8.

Mengingat kematian dan sakaratul maut, kubur dan kedah syatannya,


hari akhir dan huru-haranya.

9.

Mengenal riya, pintu-pintu masuk dan kesamarannya, sehingga bisa


terbebas darinya.

10.

Melihat akibat para pelaku riya baik di dunia maupun di akhirat.

11. Meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah dari perbuatan


riyadengan membaca doa:Ya Allah aku berlindung kepadamu dari
berbuat syirik padahal aku mengetahui,dan aku mohon ampun atas apaapa yang tidak ku ketahui.
Wallahu alam bis shawab.
Sumber ditulis dan disarikan dari buku al ikhlash wa asy syirkul asghar,Dr
Abdul Aziz bin Muhammad Al Abdul Lathif, Darul Wathan Riyadh (Ibnu
Djawari); sedikit diedit oleh Tukang Kebun

You might also like