You are on page 1of 7

ACARA V

EDIBLE FILM
A. Tujuan
Tujuan dari Praktikum Acara V Edible Film yaitu :
1. Mengetahui tentang edible active packing.
2. Mengetahui pengaruh penggunaan minyak atsiri atau oleoresin pada
pembuatan edible active packing.
B. Tinjauan Pustaka
Edible film dan coating telah menerima banyak perhatian dalam beberapa
tahun terakhir karena mereka keuntungan termasuk digunakan sebagai bahan
kemasan edible film lebih sintetis. Ini dapat memberikan kontribusi pengurangan
pencemaran lingkungan. Dengan berfungsi sebagai hambatan, film dimakan
tersebut dan pelapis mungkin dapat mengurangi kompleksitas dan dengan
demikian meningkatkan daur ulang kemasan bahan, dibandingkan dengan bahan
kemasan

yang

ramah

lingkungan

non-tradisional,

dan

mungkin

dapat

menggantikan film polimer sintetik seperti. Bahan baru telah dikembangkan dan
ditandai oleh para ilmuwan, banyak dari sumber-sumber alam yang melimpah
yang secara tradisional telah dianggap sebagai bahan limbah. Polimer alam dapat
menjadi sumber alternatif untuk kemasan pengembangan karena palatabilitas dan
biodegradasi. Edible film dan coating telah muncul sebagai alternatif untuk plastik
sintetis untuk aplikasi makanan dan telah menerima banyak perhatian dalam
beberapa tahun terakhir karena keuntungan mereka atas film sintetis. Keuntungan
utama dari film dimakan lebih sintetis tradisional adalah bahwa mereka dapat
dikonsumsi dengan produk (Dhanapal, 2012).
Edible film didefinisikan sebagai lapisan tipis bahan yang dapat
dikonsumsi dan memberikan penghalang untuk kelembaban, oksigen dan gerakan
zat terlarut untuk makanan. Materi yang dapat menjadi lapisan makanan lengkap
atau bisa dibuang sebagai lapisan kontinyu antara makanan komponen (Guilbert,
1986). Edible film dapat dibentuk sebagai pelapis makanan dan film berdiri bebas,
dan memiliki potensi untuk digunakan dengan makanan sebagai aroma gas

penghalang. Edible film dan coating telah menerima perhatian dalam beberapa
tahun terakhir karena keuntungan mereka lebih film sintetis. Utama keuntungan
dari film dimakan lebih sintetis tradisional adalah bahwa mereka dapat dikonsumsi
dengan kemasan produk. Edible film dapat diproduksi dari bahan dengan film yang
membentuk kemampuan. Selama manufaktur, bahan film harus tersebar dan
dilarutkandalam pelarut seperti air, alkohol atau campuran air dan alkohol atau
campuran pelarut lainnya. Plasticizer, agen antimikroba, warna atau rasa dapat
ditambahkan dalam proses ini. Mengatur pH dan / atau memanaskan solusi dapat
dilakukan untuk polimer khusus untuk memfasilitasi dispersi ( Burtoom, 2008 ).
Edible film dan coating diterapkan pada banyak produk untuk mengontrol
perpindahan kelembaban, gas pertukaran atau oksidasi proses. Keuntungan utama
menggunakan edible film dan coating adalah bahwa beberapa bahan aktif dapat
dimasukkan ke dalam matriks polimer dan dikonsumsi dengan makanan, sehingga
meningkatkan keselamatan atau atribut bahkan gizi dan sensorik. Edible film dan
coating didefinisikan sebagai matriks terus menerus, dibuat dari protein,
polisakarida, dan lipid. Komponen film dimakan dan coating dapat dibagi menjadi
dua kategori: larut dalam air polisakarida (hydrocolloids) dan lipid. Polisakarida
yang sesuai meliputi turunan selulosa, alginat, pektin, pati, kitosan dan
polisakarida lainnya. Banyak senyawa lipid seperti hewani dan nabati lemak telah
digunakan untuk membuat edible film dan coating. Lipid yang cocok termasuk
lilin, acylglycerols, dan asam lemak. Edible film lipid memiliki sifat penghalang
kelembaban yang sangat baik atau sebagai agen pelapis untuk menambahkan gloss
untuk produk permen. Lilin biasanya digunakan untuk buah-buahan dan sayuran
untuk menghambat pelapisan respirasi dan mengurangi hilangnya kelembaban
(Pashova, 2007).
Edible film yang dapat dimakan dapat diperoleh dari zat protein,
polisakarida dan lipid. Di antara mereka, yang paling menarik adalah dimakan
berbasis protein edible film. Mereka memiliki sifat penghalang yang lebih tinggi
dari film yang diproduksi dari lipid dan polisakarida. Namun, stabilitas miskin dari

dible film protein untuk uap air dan kekuatan mekanik rendah mereka mereka
terbatas menggunakan dalam kemasan makanan. Dengan demikian, modifikasi
protein berdasarkan edible film harus ditujukan terutama untuk meningkatkan
kekuatan dan penghalang sifat mekanik bahan kemasan terhadap kelembaban.
Modifikasi kimia membantu untuk mencapai peningkatan plastisitas (Park et al.,
2008). Plastisizers yang paling umum digunakan meliputi berbagai poliol
(gliserin), oligosakarida dan lipid (monogliserida, fosfolipid) yang menghancurkan
ikatan hidrogen antara rantai polimer, membuat struktur lebih cair, sehingga
meningkatkan elastisitas (Shatalov, 2014).
Edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi
makanan. Pada penelitian ini, edible film dibuat dari campuran ekstrak kacang
kedelai dengan pati dan gliserol. Pengolahan edible film diawali dengan
pembuatan ekstrak protein kacang kedelai atau pembuatan susu kedelai. Susu
kedelai ditambahkan dengan tepung tapioka dan variasi gliserol 2; 4; 6; 8 dan 10
(ml/100 ml susu kedelai). Kemudian campuran diaduk menggunakan magnetic
stirer, dicetak dan dikeringkan di oven pada suhu 40 oC 2 hari. Setelah itu
dilakukan uji karakteristik edible film, meliputi ketebalan, kekuatan tarik dan
pemanjangan saat pemutusan. Hasil penelitian menunjukkan penambahan gliserol
berpengaruh terhadap ketebalan edible film, kekuatan tarik dan pemanjangan saat
pemutusan. Adapun ketebalan yang diperoleh meningkat seiring penambahan
gliserol, yaitu 0,208 mm; 0,228 mm; 0,248 mm; 0,274 mm dan 0,294 mm.
Kekuatan tarik yang diperoleh menurun dengan peningkatan ketebalan edible film,
yaitu 0,105 MPa; 0,134 MPa; 0,088 MPa; 0,072 MPa dan 0,048 MPa.
Pemanjangan saat pemutusan yang diperoleh meningkat dengan peningkatan
ketebalan edible film, yaitu 1,839%; 3,270%; 3,842%; 5,779% dan 6,158%. Dari
uji karakteristik yang dilakukan diperoleh yang terbaik pada ketebalan edible film
0,228 mm ( Sinaga, 2013 ).
Edible

film biasanya

dibentuk dengan

bahan

dasar

protein,

polisakarida, dan lemak yang sangat berpotensi untuk meningkatkan kualitas

pangan

dan

mengurangi

penggunaan bahan

pengemas.

Formulasi

film

biasanya terdiri atas 3 komponen besar yaitu polimer dengan berat molekul
tinggi, plasticizer dan pelarut. Edible

film

yang

sudah

banyak beredar

umumnya berasal dari bahan protein, misalnya film dari kolagen, gelatin,
protein jagung (corn zein), protein gandum (wheat gluten), protein kedelai
(soy protein), kasein, dan film dari protein whey. Film dengan bahan dasar
protein

biasanya

berpotensi

untuk

diperoleh
mengontrol

dari pencetakan dan pengeringan. Edible


perpindahan

massa

sehingga

film
dapat

mempertahankan kualitas makanan dan memperpanjang masa simpan makanan


(Guilbert, 1986). Edible film mempertahankan kualitas makanan dengan cara
menahan perpindahan aroma, gas dan air (Awwaly, 2010 ).
Pada aplikasinya, rempah-rempah dapat dimanfaatkan dalam bentuk
minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan produk yang saat ini lebih digemari dan
mempunyai nilai jual lebih tinggi daripada bahan mentahnya karena mempunyai
sifat yang lebih menguntungkan antara lain lebih higienis dan lebih stabil jika
disimpan dalam waktu yang relatif lama. Akan tetapi kendala penggunaan minyak
atsiri pada pangan adalah adanya perubahan organoleptik (aroma maupun rasa)
produk yang diaplikasikan. Oleh karena itu untuk meminimalkan kadar
penggunaan minyak atsiri maka terbuka peluang untuk menggunakan edible
coating atau edible film sebagai bahan pembawa komponen alami. Edible coating
merupakan kemasan aktif yang berupa lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang
dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai
penghambat transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lemak dan zat
terlarut) dan atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif dan atau untuk
meningkatkan penanganan makanan. Edible coating banyak digunakan untuk
pelapis produk daging beku, makanan semi basah (intermediate moisture foods),
produk konfeksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obatobatan terutama untuk pelapis kapsul ( Kawiji, 2005 ).

Pengemasan dengan

edible coating/film merupakan salah satu teknik

pengawetan pangan yang relatif baru. Penelitian tentang pelapisan produk pangan
dengan edible coating/film telah banyak dilakukan dan terbukti dapat
memperpanjang masa simpan dan memperbaiki kualitas produk pangan. Materi
polimer untuk edible coating/film yang paling aman, potensial, dan sudah banyak
diteliti adalah yang berbasis pati patian. Pati merupakan salah satu jenis
polisakarida dari tanaman yang tersedia melimpah di alam, bersifat mudah terurai
(biodegradable),

mudah diperoleh, dan murah. Penggunaan pengemas edible

berbasis pati dengan penambahan bahan antimikroba merupakan alternatif yang


baik untuk meningkatkan daya tahan dan kualitas bahan selama penyimpanan.
Karakteristik fisik dan mekanis pengemas edible akan berubah dengan
penambahan bahan antimikroba. Selain bersifat sebagai antimikroba, komposit
pati dengan bahan yang bersifat hidrofobik seperti kitosan akan memperbaiki
karakteristik mekanis edible film karena bersifat hidrofobik ( Winarti, 2012 ).
Minyak atsiri juga dikenal dengan nama minyak terbang atau eteris
(Essential oil atau volatile). Melihat perkembangan permintaan di pasar
internasional. Minyak atsiri dapat dihasilkan dari berbagai bagian tanaman seperti
akar, batang tanaman, ranting, daun, bunga, atau buah. Minyak atsiri yang beredar
di pasaran dunia ada sekitar 70 jenis. Setelah melalui proses penyulingan dapat
dihasilkan minyak yang dikenal sebagai minyak akar wangi (Vetiver oil). Sekitar
90% minyak akar wangi yang dihasilkan deksopor dan sisanya digunakan untuk
industri didalam negri ( Asri, 1996 ).
Oleoresin merupakan senyawa yang tak kalah pentingnya dengan minyak
atsiri. Oleoresin merupakan campuran antara resin dan minyak atsiri berkadar 2535% yang berwarna coklat tua. Produk ini merupakan hasil ekstraksi dari bubuk
jahe dengan aroma yang khas. Dalam melakukan proses ekstraksi untuk
menghasilkan oleoresin ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni peranan
pelarut, lama ekstraksi, dan kehalusan partikel. Sebagai pelarut untuk

mengekstraksi jahe digunakan etanol, aseton, dikhlorida, isopropanol, petroleum,


eter dan heksana ( Yunira, 2001 ).
C. Metodologi
1. Bahan
a.Tapioka
b.Maizena
c.Aquades
d.Gliserol
e.Tween
f.Minyak
100Atsiri
ml Aquades
g.Oleoresin
2. Alat
a.Beker glass
b.Pengaduk
c.Magnetic strirrer
d.Hotplate
e.Termometer
f.Kabinet drayer
g.Timbangan analtik
h.Propipet
i. Pipet ukur
j. Gelas ukur
2% gliserol (v/v)
k.Spatula
(Milina dkk,2011)

5 gr
Tapioka/Maizena/komposit

Pelarut

Pengadukan menggunakan bot


plate dan magnetic stirer

Pemnasan dengan Hot plate


sampai gelatinisasi selama 15
menit
Pencampuran dengan
menggunkan magnetic stirer
Pendinginan sampai suhu 30oC

3. Cara Kerja
Minyak atsiri/ oleoresin
dan tween

Pencampuran dengan
menggunakan hot plate dan
magnetic stirer
Penuangan di nampan dengan
alkohol 96%

Pereataan pada cetakan

Pengeringan selama 5 jam pada


suhu 70oC

Edible Film

DAFTAR PUSTAKA
Asri, Arum. 1996. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri Komoditas Wangi Penuh
Potensi. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Awwaly, Khotibul, Umam. Manab, Abdul. 2010. Pembuatan Edible Film Protein
Whey : Kajian Rasio Protein dan Gliserol Terhadap Sifat Fisik dan Kimia.
Vol.05. No. 1
Bourtoom, 2008. Edible Films and Coatingsh : Characteristics and Properties.
Vol.15 (3).
Dhanapal, Aruna. Sasikla dkk. 2012. Edible Films Form Polysaccahardes. Vol. 03.
Shatalov, Iwan. Shatalavoa, Alexandrina. 2014. Developing of Edible Packaging
Meterial Based on Protein Film. Vol. 15.
Sinaga, Lorensia, Loisa. Rejekina dkk. 2013. Karakteristik Edble Film dari Ekstrak
Kacang Kedelai Dengan Penambhan Tepung Tapioka dan Gliserol Sebagai
Bahan Pengemas Makanan. Vol. 02. No. 04.
Utami, Rohula. Kawiji. Nurhartadi, Edhi. 2005. Inkorporasi Minyak Atsiri Jahe
Merah dan Lengkuas Merah pada Edible Film Tapioka. Vol 02.
Wnarti, Chirstina. Miskiyah dan Widaningrum. 2012. Teknologi Produksi dan
Aplikasi Pengemas Edible Antimikroba Brbasis Pati. Vol 31. No: 03. :8593.
Yunira, Salma. 2001. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah. Agromedia Pustaka. Jakarta.

You might also like