You are on page 1of 18

DEFINISI

Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu
sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang terus berlangsung dan
tidak dapat diperbaiki berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Ditandai oleh
ketidakmampuan ginjal mempertahankan fungsi normalnya untuk mempertahankan
metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit. 5 Hal ini terjadi apabila laju filtrasi
glomerular (LFG) kurang dari 50 mL/mnt. Gagal ginjal kronik sesuai dengan
stadiumnya, dini, sedang atau akhir. CKD stadium dini atau acute-on-chronic kidney
disease adalah penurunan LFG akibat factor yang bersifat reversible pada insufiensi
ginjal. Gagal ginjal tahap akhir (end stage) adalah tingkat gagal ginjal yang dapat
mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti5.
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit metabolism
maupun sistemik yang merusak massa nefron ginjal. Bila proses penyakit tidak
dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan
jaringan parut. Meskipun penyebabnya banyak, gambaran klinis gagal ginjal kronik
sangat mirip satu dengan yang lain5.
KLASIFIKASI
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau
fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filrasi glomerulus (LFG), berdasarkan :

Kelainan patologik atau

Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin,
atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan.

2. LFG <60 ml/mnt yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.

EPIDEMIOLOGI
Angka yang lebih tepat adalah banyaknya pasien CKD yang masuk fase terminal
oleh karena memerlukan atau sedang menjalani dialisis. Dari data yang didasarkan atas
kreatinin serum abnormal. Kebanyakan diantara pasien ini tidak memerlukan
pengobatan pengganti, karena sudah terlebih dahulu meninggal oleh sebab lain.
Dibandingkan dengan penyakit jantung koroner, strok, DM, dan kanker, angka ini jauh
lebih kecil, akan tetapi menimbulkan masalah besar oleh karena biaya pengobatannya
amat mahal. Insidensi berkisar antara 77-283 per juta penduduk (PJP), sedangkan
Prevalensi yang menjalani dialisis antara 476-1150 PJP. Perbedaan ini disebabkan antara
lain perbedaan kriteria, geografis, etnik, dan fasilitas kesehatan yang disediakan.1
ETIOLOGI
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan infeksi yang
berulang dan nefron yang memburuk, obstruksi saluran kemih, destruksi pembuluh
darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama, scar pada jaringan dan trauma langsung
pada ginjal.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2000 mencatat penyebab
gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia yaitu 1:
1.

Glomerulonefritis (46,39%)

2.

Diabetes Melitus (18,65%)

3.

Obstruksi dan Infeksi (12,85%)

4.

Hipertensi (8,46%)

5.

Penyakit yang tidak diketahui (13,65%).

Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat
dibagi dalam 2 kelompok:
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : glomerulonefritis, mielonefritis, ginjal polikistik, tbc

ginjal.
Penyakit ginjal sekunder : nefritis lupus, nefropati, amilordosis ginjal,

poliarteritis nodasa, sclerosis sistemik progresif, gout dan diabetes mellitus


2. Penyakit ginjal obstruktif (pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluks
ureter)
2

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain:


1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m selama 3
bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama
atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.1

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya penyakit CKD meliputi dua mekanisme utama, yaitu
mekanisme inisial yang spesifik tergantung pada etiologi (kerusakan glomerulus
maupun tubulus) dan mekanisme progresifitas, yang berhubungan dengan hiperfiltrasi
dan hipertrofi dari sisa sisa nefron sebagai mekanisme kompensasi penurunan jumlah
nefron. Proses adaptasi berlangsung singkat dan akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sclerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini terus berlanjut sampai
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, wlaaupun penyakit dasarnya tidak ada
lagi.
Adanya peningkatan aksis renin-angiotensin-aldosteron diduga berkontribusi
pada adaptasi inisial hiperfiltrasi dan maladaptasi hipertrofi dan sclerosis. Beberapa hal
yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik
adalah albuminuria, hipertensi, hipergkikemia dan dyslipidemia.

KLASIFIKASI
3

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat
(stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit
dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus KockcorftGault sebagai berikut: 1
LFG (ml/menit/1,73m) = (140-umur) x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85 dan laki-laki dikalikan 1.
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit 1
Derajat
1

Penjelasan
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

LFG(ml/mnt/1,73m)
> 90

Kerusakan ginjal dengan LFG ringan

60-89

Kerusakan ginjal dengan LFG sedang

30-59

Kerusakan ginjal dengan LFG berat

15- 29

Gagal ginjal

< 15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2 1,2


Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit
Penyakit ginjal diabetes
Penyakit ginjal non diabetes

Tipe mayor (contoh)


Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)


Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi

Rejeksi kronik

Keracunanobat(siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
CKD diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya, kategori LFG, dan kategori
albuminuria. Menetapkan penyebab CKD berdasarkan ada atau tidak adanya penyakit
sistemik dan kelainan yang berlokasi di dalam ginjal berdasarkan observasi atau dugaan

pada temuan patologi-anatomi, CKD bukanlah diagnosis dalam dirinya sendiri, dan
bahwa menelusuri etiologinya penting bagi prognosis dan pengobatan.
Penyebab CKD dilihat berdasarkan ada atau tidak adanya penyakit sistemik
yang mendasari (underlying systemic diease) dan jika didapatkan atau diduga adanya
lokasi kelainan patologi anatomi. Perbedaan antara penyakit sistemik yang
mempengaruh ginjal dan penyakit ginjal primer adalah berdasarkan asal-usul dan lokus
dari patogenesis penyakit. Pada penyakit ginjal primer proses muncul dan hanya
terbatas pada ginjal sedangkan pada penyakit sistemik ginjal hanya satu korban dari
proses tertentu, untuk diabetes mellitus misalnya. 1
Pada individu dengan CKD, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi
glomerulus (LFG), yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai LFG yang lebih
rendah berdasarkan ada atau tidak adanya penyakit ginjal.
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu :

Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockroft Gault.

(Pada wanita x 0,85)

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama.

Terdapat

dua

pendekatan

teroritis

untuk

menjelaskan

mekanisme

kerusakan nefron ginjal lebih lanjut sehingga menjadi gagal ginjal kronik yaitu : 2,3,4
1. Teori lama atau Tradisi

Teori ini menjelaskan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit,namun
dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang
berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau terganggu
strukturnya.

Misalnya lesi organik pada medulla ginjal akan merusak susunan

anatomis dari ansa henle atau pompa klorida pars ashcenden ansa henle.
2. Hipotensis Briker atau Nefron yang utuh.
Hipotensis ini menjelaskan bahwa bila satu nefron terserang penyakit maka
keseluruh unit dari nefron tersebut akan hancur. Akibatnya nefron-nefron yang masih
normal akan bekerja ekstra keras untuk mengkompensasi nefron-nefronyang rusak agar
ginjal tetap bekerja optimal. Kerja ekstra dari ginjal ini yang mengakibatkan
peningkatan jumlah nefron yang rusak dan berkembang menjadi Gagal ginjal kronik.
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang
ginjal (renanal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik),
tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual,
nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%,
pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi
saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan
sampai pada stadium gagal ginjal. 1,2,6,7
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium : 1,3,4
Stadium I

Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % 75 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum
merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih
dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea
Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal
mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes
pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada
stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan,
kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang
bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan
tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas
batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar
protein dalamdiit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada
stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan,
kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang
bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan
tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas
batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar
protein dalamdiit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari.
Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % 25 % .

faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan
darah akan naik, aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah jelas dan
penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana
mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang.,
sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan
akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar
90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan
kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai
merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri
(pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun
proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus
gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik
mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal
atau dialisis.

MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi7:
1.

Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus
Sistemik (LES),dll.

2.

Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah,


nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

3.

Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah


dadajantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,
kalium, khlorida).

4.

Pada sistim gastrointestinal:Anoreksia, nausea dan vomitus nafas berbau


amonia. Cegukan Gastritis erosi, ulkus peptic dan koitis uremik.

5.

Pada kulit: dapat berupa Kulit berwarna pucat Gatal-gatal dan disertai edema.

6.

Pada sistim hematologi : Anemia normokrom normositer

7.

Sistim endokrin yaitu Gangguan seksual, fertilitas, ereksi, paratiroid. Pada


wanita timbul gangguan menstruasi, ovulusi sampai amenore. gangguan toleransi
glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan metabolisme vitamin D.

8.

Gangguan sistim lain dapat berupa gangguan tulang yaitu osteodistropi renal ,
gangguan asam basa berupa asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik
sebagai hasil metabolism dan gangguan elekrolit berupa hipokalsemia,
hiperfosfatemia, hyperkalemia.

9.

Sistim kardiovascular : Cardiomegali, hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas,


gangguan irama jantung akibat ateroklerosis dini, gangguan elekrolit, edema
akibat penimbunan cairan.

10. Jika terlalu banyak kadar urea di otak bisa menyebabkan Ensefalopati
uremikum.

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis Chronic Kidney Disease dapat ditegakkan apabila memenuhi salah
satu kriteria diagnostic di bawah ini:
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan structural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Dengan
manifestasi klinis. Terdapat tanda kelainan ginjal termasuk dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) <60 ml/menit/1,73 selama 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
9

Tanda (marker) kelainan pada ginjal yang didefinisikan adalah spot urine rasio
albumin, kreatinin >30 mg/g, kelainan sedimen (sel epitel tubulus), studi pencitraan
(ginjal polikistik, hidronefrosis, ginjal mengecil).
Laju filtrasi glomerulus dihitung dengan creatinine clearance test (CCT) baik
secara estimasi ataupun dengan koleksi urine dalam 24 jam.

*) Pada perempuan dikalikan 0,85

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium darah
BUN, Kreatinin, Elektrolit (Na,K,Ca,Phospat), Hematologi (Hb, Trombosit, Ht,
Leukosit), Protein, Antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin).
Pemeriksaan Urine
Warna, PH, BJ, Kekeruhan, Volume, Glukosa, Protein, Sedimen, SDM, Keton,
SDP, TKK/CCT.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde, Renal Aretriografi dan
Venogrfi, CT Scan, MRI, Renal biopsi, Pemeriksaan Rontgen dada, pemeriksaan
rontgen tulang, foto polos abdomen.

10

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal kandung kemih serta prostat.

ACUTE-ON-CHRONIC KIDNEY DISEASE


Gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara tiba-tiba (dalam 48 jam) pada penderita
gagal jantung yang telah masuk pada stadium kronis. Penurunan laju GFR pada ginjal
yang fungsi dasarnya tidak normal.8

Etiologi
Prarenal

I. Hipovolemia
Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular
Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia, obstruksi
usus
Kehilangan darah
Kehilangan cairan ke luar tubuh
Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui saluran
kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit
(luka bakar)
II. Penurunan curah jantung
Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
Penyebab perikard: tamponade
Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
Aritmia
Penyebab katup jantung
III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik
Penurunan resistensi vaskular perifer
Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan
(contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)
Vasokonstriksi ginjal
Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus,
amphotericin B
Hipoperfusi ginjal lokal
Stenosis a.renalis, hipertensi maligna
IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
11

Renal

Pascarenal

Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen


Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi
kronik, PGK (penyakit ginjal kronik), hipertensi maligna),
penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2inhibi
tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia,
sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)
Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen
Penggunaan penyekat ACE, ARB
Stenosis a. renalis
V. Sindrom hiperviskositas
Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia8.
I. Obstruksi renovaskular
Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli,
diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis,
kompresi)
II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
Glomerulonefritis, vaskulitis
III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)
Iskemia (serupa AKI prarenal)
Toksin
Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi,
pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis, hemolisis,
asam urat, oksalat, mieloma)
IV. Nefritis interstitial
Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi (bakteri,
viral, jamur), infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis),
idiopatik
V. Obstruksi dan deposisi intratubular
Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat,
sulfonamida
VI. Rejeksi alograf ginjal8.
I. Obstruksi ureter
Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi
eksternal
II. Obstruksi leher kandung kemih
Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu, keganasan, darah
III. Obstruksi uretra
Striktur, katup kongenital, fimosis8.

Klasifikasi

12

ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari
3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria
UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang
menggambarkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada tabel9.
Tabel . Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007
Kategori
Peningkatan kadar SCr Penurunan LFG
Risk
>1,5 kali nilai dasar
>25% nilai dasar
Injury
Failure
Loss

End stage

Kriteria UO
<0,5 mL/kg/jam,
>6 jam
>2,0 kali nilai dasar
>50% nilai dasar
<0,5 mL/kg/jam,
>12 jam
>3,0 kali nilai dasar
>75% nilai dasar
<0,3 mL/kg/jam, >24
jam
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4
minggu
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3
Bulan

Manifestasi Klinis
1. Anemia
2. Hipertensi
3. Oedem pulmonum
4. Kardiomegali
5. Ensefalopati uremikum

Patofisiologi

13

PENATALAKSAAN
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi: 1,2,3
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
3. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
5. Terapi pengganti ginjal berupa dialisisatau transplantasi ginjal
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat
dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya 1

14

Derajat
1

LFG(ml/mnt/1,73m)
> 90

Rencana tatalaksana
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi
pemburukan (progession) fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskuler
2

60-89

Menghambat pemburukan (progession)

fungsi ginjal
3
4
5

30-59
15-29
<15

Evaluasi dan terapi komplikasi


Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal

Terapi Nonfarmakologis:
Pengaturan asupan protein : 2,3
Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGK 2,3
LFG ml/menit
>60
25-60
5-25

Asupan protein g/kg/hari


tidak dianjurkan
0,6-0,8/kg/hari
0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam amino

esensial atau asam keton


<60 (sindrom nefrotik)

0,8/kg/hari(=1 gr protein /g proteinuria atau 0,3

g/kg tambahan asam amino esensial atau asam

keton.

1.

Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari

2.

Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah
yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

3.

Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total

4.

Garam (NaCl): 2-3 gram/hari

5.

Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari

6.

Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari

7.

Kalsium: 1400-1600 mg/hari

8.

Besi: 10-18mg/hari

9.

Magnesium: 200-300 mg/hari

10. Asam folat pasien HD: 5mg

15

11. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)

Terapi Farmakologis 1,2,3


1.

Kontrol tekanan darah

Penghambat antagonis reseptor Angiotensin II evaluasi kreatinin dan


kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul

hiperkalemia harus dihentikan.


Penghambat kalsium
Diuretik
2. Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obatobat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1
3.
4.
5.
6.
7.
8.

0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%


Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
Koreksi hiperkalemia
Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
Terapi ginjal pengganti.

Terapi Pengganti Ginjal 1,2,3


Hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplan ginjal) stadium 5 LFG < 15 ml/mnt.
Indikasi dialisis adalah:
1.Uremia > 200 mg%
2.Asidosis dengan pH darah < 7,2
3.Hiperkalemia > 7 meq/ liter
4.Kelebihan / retensi cairan dengan taanda gagal jantung / edema paru
5.Klinis uremia, kesadaran menurun (koma)

PENCEGAHAN
Meliputi pengendalian DM, hipertensi, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia dan terapi
kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.

16

KOMPLIKASI
1.Kardiovaskuler
2.Gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit
3.Osteodistrofi renal
4.Anemia

DAFTAR PUSTAKA

1.

Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi
IV. Jakarta: lImu Penyakit Dalam FKUI. 2007. 570-3.

17

2.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Penyakit


Ginjal Kronik. Dalam: Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi,
Mansjoer A, editors. Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2004.
Jakarta: Pengurus Besar PAPDI. 2004. 157-9.

3.

Gleadle J. Gagal Ginjal Kronis dan Pasien Dialisis. Dalam: Davey P, editors. At
a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga. 2006. 258-9.

4.

Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Penyakit Ginjal. Dalam: Kedokteran Klinis.


Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. 2007. 228-32.

5.

Price & Wilson. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Jakarta: EGC,
2005. 912-9

6.

Wilson L M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :EGC,


1995. 813-843.

7.

Robbin, Contran, Kumar. 1996. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta.: EGC

8.

Sinto, Robert. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata Laksana.

9.

Rully M.A. Roesli, Prof. 2008. Acute Kidney Injury. FK UNPAD : Bandung.

18

You might also like