Professional Documents
Culture Documents
DEFINISI
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran, disebabkan oleh toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh
kuman clostridium tetani (FKUI, 2000).
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman Clostiridium
tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti
kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester
dan otot rangka (Vanessa, 2007).
Tetanus adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan oleh adanya kontaminasi
luka dari toksin yang dihasilkan oleh bakteri yang bernama Clostridium tetani, yaitu
bakteri yang hidup bertahun-tahun di tanah dalam bentuk spora (Davis, 2009).
Berdasarkan ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tetanus merupakan
suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan bakteri Clostridium
tetani dengan gejala utama adalah kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan
seluruh badan tanpa disertai adanya gangguan kesadaran.
INSIDEN
Prevalensi tetanus sangat tinggi di negara berkembang dan termasuk dalam 10
penyebab kematian terbesar. Usia pasien tetanus paling banyak adalah 40-53 tahun.
Angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi, akibat aktifitas fisik pada laki-laki lebih
sering daripada perempuan. Angka kejadian tetanus tinggi terutama disebabkan oleh
kontaminasi tali pusat, infeksi telinga kronik, luka tusuk pada anak usia sekolah,
sirkumsisi pada laki-laki, kehamilan dengan abortus. Reservoir utama kuman ini adalah
tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah
peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat
bertebaran di mana-mana (Esthi, 2004).
KLASIFIKASI
a. Tetanus General
Tetanus jenis ini dapat mengenai semua otot skeletal. Tetanus jenis
merupakan tetanus yang paling membahayakan.
b. Tetanus Lokal
Gejalanya adalah spasme otot hanya pada atau dekat dengan luka yang
terinfeksi.
1
c. Tetanus Cephalic
Mengenai satu atau beberapa otot secara cepat (dalam 1-2 hari) setelah
terjadinya cedera kepala atau infeksi telinga. Trismus (Lockjaw) bisa saja terjadi.
Tetanus jenis ini bisa secara mudah berkembang manjadi tetanus general.
d. Tetanus Nenonatus
Tetanus ini mirip dengan tetanus general, hanya saja tetanus ini terjadi pada
seorang bayi yang umurnya < 1 bulan (Joseph, 2009).
ETIOLOGI
Agen penyebab tetanus adalah Clostridium tetani yaitu bakteri gram positif yang
bersifat anaerob, berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikro. Di luar
tubuh bakteri ini berbentuk spora. Spora ini mampu bertahan dalam lingkungan panas
antiseptic, dan jaringan tubuh hingga berbulan-bulan. Spora tetanus dapat bertahan
hidup dalam air mendidih tetapi tidak di dalam autoklaf, tetapi sel vegetatif terbunuh
oleh antibiotik, panas dan desinfektan baku. Tidak seperti banyak klostridia, Clostridium
Tetani bukan organisme yang menginvasi jaringan, malahan menyebabkan penyakit
melalui toksin tunggal yang dihasilkannya, yaitu tetanospasmin yang lebih sering
disebut sebagai toksin tetanus. Toksin tetanus adalah bahan kedua yang paling
beracun yang diketahui setelah toksin botulinum. Jika dalam kondisi yang baik, kuman
ini akan mengeluarkan toksin (eksotoksin) yaitu tetanuspasmin yang bersifat
neurotoksik. Mula-mula toksin akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer
setempat (Vanessa, 2007).
FAKTOR RESIKO
1.
2.
3.
4.
MANIFESTASI KLINIS
Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma, kontaminasi luka dengan tanah,
kotoran binatang atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus juga dapat
terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang
mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi septik, persalinan, injeksi
intramuscular, dan pembedahan.
2.
3.
4.
Kejang tonik apabila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornus anterior.
5.
Rikus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik keatas), sudut mulut
tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6.
7.
Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstermitas inferior
dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan mengepal kuat. Anak tetap sadar.
Spasme mula-mula intermiten diselingi dengan periode relaksasi. Kemudian tidak
jelas lagi dan serangan tersebut disertai dengan rasa nyeri. Kadang-kadang di
sertai perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat.
8.
Asfiksia dan sianosis terjadi akobat serangan pada otot pernafasan dan laring.
Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretra. Fraktur kolumna vetebralis
dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang terjadi tekanan cairan
di otak.
Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan
saraf tepi dan pusat. Ada beberapa macam manifestasi secara umum dari tetanus sesuai
dengan derajatnya:
Derajat I (tetanus ringan)
Trismus sedang
Kekakuan jelas
3
Takipneu
Disfagia ringan
Derajat III (tetanus berat)
Trismus berat
Takipne, takikardia
Disfagia berat
PATOFISIOLOGI
Luka tertusuk
Terkena pecahan
kaca/kaleng
Luka tembak
Luka bakar
Luka kotor
Tali pusat BBL
LUKA TERBUKA
Port De Entry
kuman bakteri
Clostridium
Tetani
masuk dalam
tubuh
Infeksi
Release Tetanospasmin
Saraf Perifer
Medula spinalis
Saraf Autonom
Saraf Sensorik
Gangguan
fungsi fisiologis
Sistem Sirkulasi
(pembuluh darah)
Dinetralisir
oleh
aritititoksin
Release Tetanolisin
Merusak jaringan
yang masih sehat
dan melisiskan sel
darah merah
disekitar luka
Saraf Motorik
Synap
Neuromuscular
Asetilkolinesterase
Terblok
Degenerasi protein
Synoptobrevin
Asetilkolin
Cemas
Kejang
Defisit perawatan
diri
Gangguan Saraf
Spasme otot
menelan
Spasme otot
pernapasan
Akumulasi saliva
pada daerah mulut
Intake
cairan tidak
adekuat
Resiko
injuri
Aspirasi
Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Peningkatan
produksi
mucus dan
sekret
Bersihan Jalan Nafas tidak
efektif
Resiko
aspirasi
Defisit
volume
cairan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada
rahang.
Pemeriksaan darah : leukosit 8.000-12.000/mm3
Pada
penyakit
tetanus,
hasil
likuor
serebrospinal normal, jumlah leukosit normal atau sedikit meningkat. Biakan kuman
memerlukan prosedur khusus untuk kuman anaerobik, tidak selalu dapat dilihat pada
warna gram bahan luka dan organisme ini diisolasi pada sepertiga kasus. Selain
mahal, hasil biakan yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti (Subhan,
2002).
PENATALAKSANAAN
a
Penatalaksanaan Umum
Setelah kejang berhenti, pemberian dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai klinis
pasien. Bila dosis diazepam maksimal telah tercapai namun pasien masih kejang
atau mengalami spasme laring, dipertimbangkan untuk dirawat di ruang perawatan
intensif sehingga otot dapat dilumpuhkan dan mendapat bantuan pernafasan
mekanik. Apabila dengan terapi antikonvulsan dengan dosis rumatan memberi
respon klinis yang diharapkan, dosis dipertahankan 3-5 hari. Selanjutnya
pengurangan dosis dilakukan bertahap (berkisar antara 20 % dari dosis setiap dua
hari). Bila pipa nasogastrik telah dapat dipasang, obat anti kejang dibarikan secara
oral. Pada tetanus sedang, dosis anti konvulsan dimulai dengan 1/2-2/3 dari dosis
maksimal dan 2/5 dosis maksimal untuk tetanus ringan. Mengingat tetanus
sedang/ringan dapat berubah menjadi tetanus berat secara cepat, maka setiap saat
dosis harus disesuaikan dengan perubahan gejala klinis dengan pemberian dosis
antikonvulsan yang maksimal. Pada tetanus berat, setelah pemberian diazepam 10
mg iv perlahan-lahan dilanjutkan dengan dosis 100-200 mg/24 jam dengan pompa
semprit atau tiap 2 jam atau 12 kali perhari.
Perawatan Luka.
Yaitu
anaerob, terutama bila ada benda asing (debridement). Perawatan luka dilakukan
setiap hari.
Ruang Khusus
Isolasi untuk menghindari rangsangan (suara, tindakan terhadap penderita).
Ruangan harus tenang. Pasien dianjurkan untuk dirawat di Unit Perawatan Khusus
bila
didapatkan
keadaan
kejang-kejang
yang
sukar
diatasi
obat-obatan
Penatalaksanaan Khusus
Antibiotik
Untuk membunuh kuman C. Tetani (vegetatif) diberikan penisilin prokain 50.000100.000/kgBB/hari selama 7-10 hari. Metronidazol tampak sama efektifnya.
Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari dan eritromisin (untuk anak berumur = 9 tahun) untuk
penderita alergi penisilin. Untuk penyulit sepsis atau bronkopneumonia diberikan
antibiotik yang sesuai.
Anti serum.
Ada berbagai pendapat : Pengobatan spesifik dengan ATS 20.000 U/hari selama 2
hari berturut-turut secara intramuskulus dengan didahului oleh uji kulit dan mata.
Bila hasilnya positif, maka pemberian ATS harus dilakukan dengan desensitisasi
cara Besredka. Dosis ATT biasanya 50.000-100.000 U, setengahnya diberikan
secara intravena dan setengahnya intramuskuler, tetapi mungkin diperlukan sedikit
yaitu 10.000 U saja sudah cukup. Dapat digunakan ATS 5000 unit intramuskular,
tetapi pusat rujukan lain mempergunakan dosis 40.000 unit diberikan separuh
intravena dan separuhnya intramuskular atau bila fasilitas tersedia dapat diberikan
HTIG (Human Tetanus Immune Globulin) 500-3000 IU (Ngastiy, 2009; Subhan,
2002).
Pencegahan
Perawatan luka.
Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau
luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Terutama perawatan luka guna
mencegah timbulnya jaringan anaerob.
ATS profilaksis.
8
Hanya efektif pada luka baru (kurang dari 6 jam) memberikan kekebalan pasif,
sehingga dapat dicegah terjadinya tetanus atau masa inkubasi diperpanjang atau
bila terjadi tetanus gejalanya ringan. Umumnya 1500 U im dengan didahului uji kulit
dan mata. Harus segera dilanjutkan dengan imunisasi aktif.
Imunisasi aktif
Vaksin gabungan toksoid difteri, tetanus dan pertusis (DTP) pada usia 2,4 dan 6
bulan, dengan booster pada usia 4-6 tahun dan pada interval 10 tahun sesudahnya
sampai dewasa dengan toksoid tetanus-difteri (Td). Toksoid Tetanus (TT) diberikan
pada setiap wanita usia subur, gadis mulai umur 12 tahun dan ibu hamil. Untuk
orang-orang umur 7 tahun atau lebih yang belum diimunisasi, seri imunisasi primer
terdiri dari 3 dosis Td yang diberikan intramuskular, yang kedua 4-6 minggu sesudah
yang pertama dan yang ketiga 6-12 bulan sesudah yang kedua. Booster toksoid
tetanus (lebih baik Td) diberikan pada orang yang terjejas yang telah menyelesaikan
seri imunisasi primernya jika:
luka bersih dan kecil tetapi telah mencapai 10 tahun sejak booster yang
terakhir, atau luka lebih serius dan telah mencapai 5 tahun sejak booster
terakhir atau pada pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah
mendapat luka berat (dosis 50.000 U/kgBB/hari) (Davis, 2010; Joseph,
2009).
KOMPLIKASI
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) didalam rongga
mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi
pneumonia aspirasi.
2. Asfiksia
terjadi
karena
adanya
kekakuaan
otot-otot
pernafasan
sehingga
g. Adanya
penyulit
spasme
otot
pernafasan
dan
obstruksi
jalan
nafas
(Harnawatiaji, 2008).
DIAGNOSA KEPERAWATAN & DATA SUBYEKTIF-OBYEKTIF
1. Resiko injury berhubungan dengan aktivitas kejang
DS : pasien mengeluh kaku
DO : kejang (+)
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
secret/mucus.
DS : pasien mengeluh sesak
DO : ronchi, sianosis, dyspnea, batuk dengan sputum, RR > 20 x/menit
3. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot-otot pernafasan
DS : pasien mengeluh sesak
DO : RR > 20 x/menit, retraksi dinding dada, gerakan naik-turun dinding dada
asimetris, pernafasan cuping hidung.
4. Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.
DS : DO : mukosa bibir kering, turgor kulit buruk, intake cairan <1500 cc/hari,
diaforesis
10
a.
Kejang (-)
Intervensi
Pre Konvulsif
Rasional
1. Identifikasi faktor resiko pre konvulsif 1. Faktor resiko dapat dihindari sehingga
untuk penyakit kejang
2. Singkirkan benda benda yang melukai. 2. Menghindari terjadinya cedera lebih lanjut
11
akibat kejang
3. Monitor cardiopulmonal secara terus 3. Perubahan status cardiopulmonal dapat
menerus
4. Sediakan
dan
dekatkan
suction
mempersingkat
waktu
delay
dalam
penanganan pasien
5. Sediakan O2 sesuai dengan indikasi
b.
Konvulsif
menunjukkan
seberapa
parah
5. Kolaborasi:
pemberian
(contoh Diazepam )
c.
Pasca Konvulsif
pasien
bangun
dan
keseimbangan
cairan
tubuh
rehidrasi.
4. Sediakan oral hygiene.
4. Dengan
keadaan
oral
yang
bersih
Intervensi
Kaji
status
pernafasan,
1.
Rasional
Takipnu, pernafasan dangkal dan
12
2.
2.
penumpukan secret.
3.
3.
kejang.
sokongan
pernafasan
jika
diperlukan.
4.
4.
drainage.
5.
5.
Observasi
oksigen
sesuai
Memaksimalkan
pencegahan hipoksia
6.
oksigen
kebutuhan
dan
tubuh
pencegahan
hipoksia
7.
Kolaborasi:
memenuhi
terhadap
untuk
program.
6.
oksigen
Pemberian
1. Indikasi
Rasional
adanya penyimpangan
atau
frekuensi,
jenis
pernafasan,
tanda
dan
gejala
sianosis,
terjadinya
gangguan
nafas
disertai
memanjang/lama
dan
untuk
5. Pemberian
dapat
oksigen
mensuplai
secara
dan
adekuat
memberikan
Dx.4 Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.
Tujuan : pasien tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan
Kriteria Hasil:
mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, intake cairan 1500-2000 cc/hari, diaphoresis
(-).
Intervensi
Kaji intake dan out put setiap 24
1.
Rasional
Memberikan informasi tentang
1.
jam.
status
cairan
/volume
sirkulasi
dan
kebutuhan penggantian.
2.
2.
Kaji
tanda-tanda
dehidrasi,
24 jam.
3.
kebutuhan
cairan tubuh.
dengan
perkembangan
kondisi pasien.
4.
4.
pengeluarannya.
5.
1.
2.
karena
sentuhan
2.
dapat
Bising
usus
membantu
dalam
merangsang kejang.
3.
3.
dan protein.
4.
Suplai
adekuat
kalori
dan
mempertahankan
protein
yang
metabolisme
tubuh.
4.
Mengevalusai
kefektifan
atau
1.
1.
4 jam.
Rasional
Takipnu, pernafasan dangkal dan
gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena adanya sekret.
2.
2.
Lakukan
pengisapan
lendir
dengan hati-hati.
3.
3.
Memudahkan
dan
meningkatkan
drainage.
4.
Memaksimalkan
oksigen
untuk
pencegahan hipoksia.
6.
6.
Dx.7 Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas
kejang.
Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi
Kriteria Hasil:
Kejang (-), bed rest (-), bau badan (-), gigi bersih, rambut bersih, tempat tidur bersih,
iritasi kulit (-).
Intervensi
Pemenuhan kebutuhan aktifitas
1.
Rasional
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
1.
sehari-hari.
2.
aktifitas
membersihkan
tempat
2.
BAB/BAK,
tidur
mempertahankan
status
dan
Libatkan
keluarga
dalam
3.
Keluarga
dapat
meningkatkan
Dx. 8
Intervensi
Kaji tingkat kecemasan pasien
1.
Rasional
Tingkat kecemasan yang berbeda
1.
Jelaskan
kejang
terjadi
aktifitas
Dengan
mengetahui
semua
pada pasien
berkurang
Ajarkan
dan
2.
semua
3.
yang
tentang
pasien
untuk
3.
mengekspresikan perasaannya
4.
Gunakan
komunikasi
dan
sentuhan terapeutik
4.
Memberikan
ketenangan
rasa
Davis,
Charles.
2009.
Tetanus.
RSUD
Dr.
option=com_
Moewardi
Surakarta.
http://fk.uns.ac.id/index.php?
content&view=article&id=142:pola-penyakit-dan-determinan-
Lentino
R.
2009.
Tetanus(Lockjaw).
http://www.merckmanuals.com/
17