Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Daniel Harrie Jefrico
Lilik Adik K.
Wildan Afrizal
Yohanes Dwiki
1406645140
1406645645
1406646162
1406646206
STATEMENT OF AUTHORSHIP
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah
murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan
untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa
kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menyatakan menggunakannya. Kami memahami
bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk
tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Nama
: Daniel Harrie Jefrico
NPM
: 1406645140
Tanda tangan :
Nama
: Lilik Adik K.
NPM
: 1406645645
Tanda tangan :
Nama
: Wildan Afrizal
NPM
: 1406646162
Tandatangan :
Nama
: Yohanes Dwiki
NPM
: 1406646206
Tandatangan :
DAFTAR ISI
Statement Of Authorship
Daftar Isi
Kata Pengantar
Bab I
Pendahuluan
Landasan Teori
Bab II
Pembahasan
Bab III
Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran
1
2
3
4
5
8
15
16
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Praktek CG dan Instrumen Pengukuran
Praktek CG (Kasus : Hasil Penilaian Bank Dunia ROSC). Penulisan makalah ini dibuat
sebagai tugas dari mata kuliah Tata Kelola Perusahaan.
Bahan penulisan makalah ini diambil dari beberapa sumber pendukung. Kami
menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak, maka penulisan makalah
ini tidak akan berjalan lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin sampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Siti Nuryanah, selaku dosen mata kuliah Tata Kelola Perusahaan.
2. Teman-teman Program Ekstensi FEB UI.
3. Dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan di masa yang akan datang. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Depok, 09 December 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penerapan Corporate Governance sudah merupakan isu yang semakin marak
terdengar dan erat kaitannya dengan perusahaan dimana hal ini merupakan hal yang
sudah digembar-gemborkan sejak beberapa tahun silam. Penerapan corporate
governance sendiri merupakan hasil pengembangan dari kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan, penerapan ini terkait dengan efisiensi dan efektifitas
dalam kegiatan perusahaan sehari-hari.
Isu tentang corporate governance sendiri awalnya berasal dari negara-negara
di Eropa yang awalnya telah unggul dalam pengelolaan perusahaan, dengan semakin
berkembangnya zaman, penerapan corporate governance dianggap semakin penting
untuk ada di setiap perusahaan, hal ini juga dipicu dengan adanya perusahaan
perusahaan yang sanggup bertahan dari terpaan krisis global dengan menerapkan
corporate governance yang baik dan benar.
Sekarang ini penerapan corporate governance tidak hanya bagi perusahaan
namun juga sudah ke pemerintahan, dan bagi perusahaan sudah banyak negara yang
memberlakukan hukum yang wajib untuk menerapkan corporate governance. Dengan
penerapan yang baik maka diharapkan akan adanya iklim bisnis yang baik dan sehat.
Namun dengan hukum yang telah ada juga masih banyak perusahaan yang tidak patuh
dan membuat iklim bisnis menjadi tidak sehat, hal ini dapat dilihat dari adanya kasuskasus besar yang melibatkan perusahaan perusahaan berskala besar seperti pada kasus
Enron, Parmalat, dan Satyam. Dimana dari ketiga perusahaan ini ketiganya mengaku
bahwa perusahaannya telah menerapkan corporate governance yang baik dan benar.
Penerapan corporate governance juga telah merambah ke negara-negara di
Asia, banyak negara Asia yang telah sadar dengan pentingnya menerapkan corporate
governance bagi perusahaan perusahaannya. Dari sinilah timbul penelitian tentang
seberapa besar penerapan corporate governance di negara-negara Asia dan negara
manakah yang penerapannya telah masuk kedalam kategori yang baik. Penelitian ini
dilakukan oleh Bank Dunia yaitu ROSC. Selain dari tingkat penerapannya ada juga
penelitian tentang instrumen-instrumen yang digunakan untuk corporate governance.
B. Landasan Teori
World Bank - ROSC CG Indonesia 2010
Menurut laporan yang dilakukan oleh bank dunia terhadap penerapan
corporate governance di Indonesia, mengapa perlu adanya corporate governance bagi
perusahaan di Indonesia adalah sebagai proses dan struktur untuk arah dan kontrol dari
perusahaan itu sendiri. Corporate governance berfokus pada hubungan antara
manajemen, dewan direksi, pemegang saham pengendali, pemegang saham minoritas
dan pemegang saham lain. GCG berkontribusi dalam ketahanan perekonomian
perusahaan dengan cara memperkuat performa perusahaan dan meningkatkan akses
kepada pemodal luar.
ROSC merupakan program yang dibuat oleh bank dunia yang merupakan
penelitian mengenai penerapan corporate governance, yang dalam jurnal ini terkhusus
kepada negara Indonesia. ROSC khususnya mengidentifikasi kelemahan yang memiliki
kontribusi pada kerentanan keuangan dan ekonomi negara.
ROSC mengidentifikasi penerapan corporate governance pada negara-negara
di dunia, dengan melakukan identifikasi kesesuaian penerapan CG dengan prinsipprinsip yang sudah diatur dalam OECD yang merupakan acuan penerapan CG bagi
seluruh perusahaan di dunia.
ACGA CLSA 2012
CLSA merupakan suatu penilaian/survey yang dilakukan kepada negaranegara Asia yang dilakukan oleh ACGA atau Asian Corporate Governance Association
yang merupakan perusahaan non-profit yang dibentuk untuk peningkatan penerapan CG
pada perusahaan perusahaan yang ada di negara di wilayah Asia. Dimana dalam
melakukan survey, ACGA memberikan beberapa poin penting terkait dengan penilaian
yang dilakukan, yaitu :
1. Discipline (berbobot 18%)
2. Transparency (berbobot 18%)
3. Independence (berbobot 18%)
4. Responsibility (berbobot 18%)
5. Fairness (berbobot 18%)
CLSA juga berisi tentang survey peringkat pasar yang dilakukan terhadap
perusahaan di Asia, beberapa poin penting terkait survey ini adalah :
1. CG Rules and Practices
2. Enforcement
3. Political and Regulatory Environtment
4. IGAAP (or Accounting and Auditing)
5. CG Culture
ASEAN CG Scorecard
Penerapan penilaian ASEAN CG scorecard ini dipandu oleh beberapa prinsip
yang mempengaruhi, yaitu
The Scorecard should reflect global principles and internationally recognized
good practices in corporate governance applicable to PLCs and, in some
instances, may exceed the requirement and standards recommended in
national legislation.
The Scorecard should not be based on the lowest common denominator, but
should aim to encourage PLCs to adopt higher standards and aspirations.
The Scorecard should be comprehensive in coverage, capturing the salient
elements of corporate governance.
The Scorecard should enable gaps in corporate governance practices among
ASEAN PLCs to be identified and should draw attention to good corporate
governance practices.
The Scorecard should be universal and applicable to different markets in
ASEAN.
The methodology should be robust to allow the accurate assessment of the
corporate governance of PLCs beyond minimum compliance and box ticking.
There should be extensive and robust quality assurance processes to ensure
the independence and reliability of the assessment.
Scorecard ini merupakan survey hasil penelitian yang dilakukan terhadap perusahaan
perusahaan di ASEAN yang berisi tentang seberapa baik penerapan prinsip OECD
dalam perusahaan di ASEAN, maka dari itu scorecard ini mewakili 5 area dari OECD
Principle, yaitu:
rights of shareholders;
equitable treatment of shareholders;
role of stakeholders;
disclosure and transparency; and
responsibilities of the board.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, kami merumuskan
perumusan masalah yaitu bagaimana penerapan CG dan instrumen praktek CG
berpengaruh akan keberlangsungan jalannya aktivitas bisnis suatu perusahaan. Serta
apa kaitannya dengan:
- ROSC CG Indonesia
-
BAB II
PEMBAHASAN
ROSC CG Indonesia
Indonesia terpukul cukup kuat pada tahun 1997-1998 dimana pada saat itu terjadi
krisis di Asia dan terjadinya ketidakstabilan politik, yang pada saat itu rakyat marah terhadap
pemerintahan dan ingin menggulingkan pemerintahan yang sedang berjalan. Perekonomian
Indonesia mulai mengalami perbaikan sekitar 5,2 % pada tahun 2000. Dalam negara-negara
di Asia, yang menjadi konsentrasi utama dari penerapan CG yaitu adanya kepemilikan saham
yang bersifat kuat dimiliki oleh keluarga yang seringkali menghasilkan keputusan-keputusan
yang dianggap hanya mementingkan kelompok tertentu khususnya pemegang saham
mayoritas. Peningkatan perekonomian Indonesia mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi
pada tahun 2005 sampai tahun 2008. Sampai pada tahun 2008 yang mengalami penurunan
sampai 50% dan mulai membaik pada tahun 2009.
Selanjutnya pasar yang semakin berkembang pada tahun 2005-2007 memiliki peran penting
dalam peningkatan GDP di Indonesia dan menurun drastis di tahun 2008, hal ini dikarenakan
adanya krisis global yang berdampak pada perekonomian di Indonesia, sebelum akhirnya
membaik kembali pada tahun 2009, hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini
Di Indonesia sendiri telah memiliki badan yang mengatur mengenai penerapan CG yang
diharuskan bagi perusahaan, badan ini adalah BAPEPAM. Dalam upaya menerapkan CG
pada perusahaan di Indonesia sendiri BAPEPAM telah membuat banyak peraturan terkait
penerapan CG yang harus dipatuhi oleh perusahaan, walaupun dalam perjalanannya masih
banyak perusahaan yang melanggar peraturan yang dibuat oleh BAPEPAM. Hal ini
dikarenakan memang penerapan dari CG yang membuat perusahaan tidak dapat berlaku
curang lagi yang tentu akan sangat mengganggu bagi perusahaan yang ingin berlaku curang.
Oleh karena itu banyak perusahaan yang harus menerima sanksi karena terbukti melanggar
peraturan. Sanksi yang diberikan oleh BAPEPAM termasuk cukup besar, dapat dilihat dalam
tabel berikut ini.
Penerapan CG di Indonesia juga tidak terlepas dari prinsip-prinsip OECD yang merupakan
akar dari penerapan CG di dunia, oleh karena itu ROSC juga menilai kesesuaian penerapan
CG pada perusahaan di Indonesia dengan prinsip-prinsip OECD dan sudah seberapa besar
unsur unsur dari prinsip ini terimplementasi pada perusahaan di Indonesia, berikut
penjelasannya:
1. Terkait CG Framework
10
dapat terlihat bahwa yang memiliki nilai yang cukup baik adalah terkait dengan
pertanggungjawaban yang jelas dari divisi regulasi, selain itu memiliki nilai yang
kurang memuaskan, dalam hal ini berarti pengimplemetasian dari CG Framework ini
hanya menyangkut sebagian saja dimana ini bukanlah hal yang dapat dianggap baik
bagi penerapan CG yang diharapkan untuk memberikan hasil yang maksimal bagi
2.
Dalam tabel terlihat bahwa beberapa bagian sudah terimplementasi oleh prinsip
OECD dengan sangat baik dimana hal ini ditunjukkan dengan angka 100 pada tabel.
Namun dalam hal ini juga terlihat adanya ketimpangan yang sangat parah yaitu pada
11
kolom pengungkapan kontrol yang tidak seimbang, dimana hal ini dikarenakan sifat
dari kepemilikan perusahaan di Indonesia yang masih banyak dimiliki oleh keluarga
yang menjadikan keputusan yang diambil tidak jarang merupakan keputusan yang
hanya dibuat oleh anggota keluarga atau kelompok yang mayoritas. Hal ini dianggap
buruk karena keputusan yang diambil biasanya bersifat menguntungkan sebagian
kelompok dan merugikan bagi pemegang saham minoritas.
3. Terkait Perlakuan terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan
12
Dalam hal perlakuan yang dilakukan terhadap pemegang saham dan pemangku
kepentingan, pengimplementasian prinsip OECD hanya dilakukan sebagian, hal ini
tidaklah bagus dan tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal dari penerapan CG
4. Terkait Pengungkapan dan Transparansi
13
Dalam tabel terlihat bahwa adanya nilai yang buruk pada Transparent board
nomination/election process, hal ini dikarenakan sifat dari kepemilikan yang biasanya
hanya dimiliki oleh kelompok atau keluarga, dimana dalam pemilihan board
terkadang hanya melibatkan pemilik saham mayoritas atau kelompok tertentu saja.
14
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa menurut survey yang
dilakukan oleh CLSA-ACGA perusahaan di Indonesia mendapatkan score yang rendah dalam
mewujudkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, bahkan peringkat Indonesia berada
dibawah Negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, dalam penilaian ini
terdapat tujuh aspek yang menjadi dasar penilaian CLSA yaitu transparansi, kedisiplinan
manajemen, kemandirian, akuntabilitas, tanggungjawab, keadilan dan kepedulian social dari
perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk
menigkatkan praktek GCG di Indonesia, berikut merupakan hal-hal yang harus ditingkatkan
dalam penerapan praktek GCG di Indonesia :
Perlu dilakukan edukasi kepada pelaku bisnis dan semua pihak yang terkait mengenai
penting-nya CG.
Pengungkapan mengenai transaksi dengan pihak berelasi harus lebih banyak lagi.
15
Daftar Pustaka
OECD. 2004. OECD Corporate Governance Principles.
Peraturan Bapepam-LK nomor VII.G.7
Peraturan Bapepam-LK nomor IX.C.1
Peraturan Bapepam-LK nomor IX.C.2
Peraturan Bapepam-LK nomor IX.C.3
Peraturan Bapepam-LK nomor X.K.6
Indonesia, R. (2007). Undang-undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas
Bank, The World. (2010). Report on the Observance of Standards and Codes (ROSC):
Corporate Governance Country Assessment.
Bank, The World. (2010). Report on the Observance of Standards and Codes (ROSC): Annex:
Corporate Governance Detailed Country Assesment (DCA).
Bapepam-LK. (2006). Studi PenerapanPrinsip-Prinsip OECD 2004 dalamPeraturan Bapepam
MengenaiCorporate Governance.
16
LAMPIRAN
a. Jelaskan metode pengukuran praktek CG dari ASEAN CG Scorecard.
ASEAN CG Scorecard menggunakan prinsip CG OECD sebagai benchmark. Scorecard
meliputi lima prinsip OECD yaitu hak pemegang saham, perlakuan yang sama atas pemegang
saham, peranan stakeholder, pengungkapan dan transparansi, serta tanggung jawab board.
Masing-masing prinsip tersebut memiliki bobot yang berbeda-beda berdasarkan kepetingan
secara relatif, dengan bobot terbesar ada pada tanggung jawab board. Scorecard kemudian
menggunakan dua tingkat penilaian. Tingkat 1 terdiri dari item-item yang merefleksikan
hukum, peraturan, dan regulasi yang ada di setiap negara anggota ASEAN serta ekspektasi
dari prinsip-prinsip OECD. Sedangkan tingkat 2 terdiri dari item bonus yang
merepresentasikan praktik yang baik melebihi standar minimum serta item penalti yang
merefleksikan tatakelola perusahaan yang buruk.
Setiap item pada tingkat 1 memiliki 1 poin serta opsi tidak dapat diaplikasikan juga
tersedia. Apabila suatu praktik diwajibkan oleh peraturan di suatu negara, maka perusahaan
diasumsikan telah mengadopsi tersebut kecuali ada bukti sebaliknya. Untuk mendapatkan
poin, perusahaan harus melakukan pengungkapan yang jelas dan lengkap. Level 2 terdiri dari
item-item bonus yang apabila dilakukan perusahaan akan menambahkan poinnya dan itemitem penalti yang mengakibatkan poin perusahaan berkurang. Poin untuk item-item bonus dan
penalti besarnya berbeda-beda. Tujuan dari penilaian item bonus dan penalti adalah untuk
meningkatkan robustness dari Scorecard dan menilai tingkat penerapan tatakelola perusahaan
yang baik
Selanjutnya, dilakukan proses validasi atas Scorecard (beta testing). Tes dilakukan
terhadap beberapa sampel perusahaan untuk mengecek pemahaman dan kemampuan aplikasi
dari item-item Scorecard. Selanjutnya, dilakukan peer review atas Scorecard untuk
meminimisasi disrepansi standar penilaian yang diaplikasikan.
17
World Bank-ROSC
Penilaian World Bank dalam ROSC tahun 2010 menggunakan metodologi yang
berbeda dengan ROSC sebelumnya, sehingga hasilnya tidak dapat langsung dibandingkan.
Namun, dalam ROSC metodologi tersebut tidak dielaborasi lebih lanjut. Yang dapat kita
ketahui adalah ROSC menggunakan prinsip OECD sebagai benchmark dan menerapkan
range-range nilai tertentu yang berkorelasi dengan persentase implementasi prinsip-prinsip
tersebut secara luas.
18
CLSA
Penilaian tatakelola perusahaan dalam CLSA meliputi 30 isu utama, di antaranya 5
area core yaitu disiplin, transparansi, independensi, tanggung jawab, dan keadilan (fairness).
Studi yang dilakukan ACGA ini meliputi 864 perusahaan di Asia Pasifik termasuk Australia.
ACGA menggunakan kuesioner dalam survei market ranking, yang meliputi pertanyaanpertanyaan berkaitan dengan lima area core. Masing-masing area memiliki bobot 18%.
anggota
dan
Dewan
Direksi
Kelemahan
- Sedikitnya
harus
minutes
dari
RUPS
Perubahan
pada
(fundamental)
anggaran
dasar
RUPS
perusahaan
pada
sebagian
besar
mengungkapkan
saham
kebijakan
pemegang
yang
ada
tidaknya
nengizinkan
19
UU
Perseroan
yang
Kelemahan
- Pengumuman RUPS Tahunan jarang
mengandung
konflik
Tahunan
seringkali
tidak
Kebanyakan
perusahaan
mengungkapkan
wholly-owned subsidiary
ada
tidak
tidaknya
tiga
hari
kerja
setelah
perusahaan
tidak
terjadinya transaksi
Kebanyakan
mengungkapkan
ada
tidaknya
transaksi
afiliasi
yang
kepentingan
perusahaan
Kelemahan
20
Telah
diimplementasikannya
Telah
diimplementasikannya
kebijakan
berkaitan
kesehatan,
keamanan,
Telah
anti-korupsi
dengan
dan
kesejahteraan karyawan
Kurangnya
mekanisme
whistleblowing
diimplementasikannya
dan
pengembangan
dan
(training
Adanya
bagian
menjelaskan
tentang
khusus
yang
CSR
dalam
pengungkapan
Kelemahan
- Kegagalan
perusahaan
kepatuhan
perusahaan
Diwajibkannya
keuangan
publikasi
triwulan
dan
laporan
setelah
berakhirnya
laporan
tahun
Kegagalan
mengungkapkan
perusahaan
apakah
anggota
21
finansial
board
perusahaan
juga
menjabat
Diwajibkannya
penerbitan
laporan
di-download, serta
laporan
Kegagalan
perusahaan
persyaratan
salah
Kelemahan
satu
- Kurangnya pengungkapan berkaitan
dengan
pengalaman
board
kerja
dalam
industri
proses
nominasi
anggota
Kurangnya
Komite Audit
anggotanya
Pengungkapan
komposisi,
mengenai
jumlah
rapar,
tugas,
dan
mencukupi
Pengungkapan
prosedur
kontrol
22
World Bank-ROSC:
Prinsip OECD 1:Kerangka Tatakelola Perusahaan
-
sebagian
Transparansi dan penegakan kerangka hukum: telah diimplementasikan secara
sebagian
Pemisahan tanggung jawab regulator yang jelas: telah diimplementasikan secara luas
Otoritas, integritas, dan sumber daya regulator telah diimplementasikan secara
sebagian
Di antara enam negara yang diamati, Indonesia menempati posisi ketiga dengan nilai 72.
Prinsip ini secara umum telah diimplementasikan secara sebagian.
Prinsip OECD 2: Hak-hak Pemegang Saham
-
Di antara enam negara yang diamati, Indonesia menempati posisi keempat dengan
nilai 77. Prinsip ini secara umum telah diimplementasikan secara luas
Skor Indonesia mengalami kenaikan dari ROSC sebelumnya pada tahun 2004
sebanyak 21 poin (56 menjadi 77). Telah terjadi peningkatan dalam implementasi
prinsip ini
Di antara enam negara yang diamati, Indonesia menempati posisi keempat dengan
Di antara enam negara yang diamati, Indonesia menempati posisi keempat dengan
23
Di antara enam negara yang diamati, Indonesia menempati posisi keempat dengan
lima tahun)
Menerapkan praktik terbaik dalam mengadakan RUPS, seperti voting dengan poll
24