You are on page 1of 25

CORPORATE GOVERNANCE

Praktek CG dan Instrumen Pengukuran Praktek CG


Kasus : Hasil Penilaian Bank Dunia ROSC
Terhadap Corporate Governance di Negara-negara ASEAN

Disusun Oleh :
Daniel Harrie Jefrico
Lilik Adik K.
Wildan Afrizal
Yohanes Dwiki

1406645140
1406645645
1406646162
1406646206

PROGRAM EKSTENSI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS INDONESIA
2015

STATEMENT OF AUTHORSHIP
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah
murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan
untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa
kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menyatakan menggunakannya. Kami memahami
bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk
tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Nama
: Daniel Harrie Jefrico
NPM
: 1406645140
Tanda tangan :

Nama
: Lilik Adik K.
NPM
: 1406645645
Tanda tangan :

Nama
: Wildan Afrizal
NPM
: 1406646162
Tandatangan :

Nama
: Yohanes Dwiki
NPM
: 1406646206
Tandatangan :

DAFTAR ISI
Statement Of Authorship
Daftar Isi
Kata Pengantar
Bab I
Pendahuluan
Landasan Teori
Bab II
Pembahasan
Bab III
Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran

1
2
3
4
5
8
15
16

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Praktek CG dan Instrumen Pengukuran
Praktek CG (Kasus : Hasil Penilaian Bank Dunia ROSC). Penulisan makalah ini dibuat
sebagai tugas dari mata kuliah Tata Kelola Perusahaan.
Bahan penulisan makalah ini diambil dari beberapa sumber pendukung. Kami
menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak, maka penulisan makalah
ini tidak akan berjalan lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin sampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Siti Nuryanah, selaku dosen mata kuliah Tata Kelola Perusahaan.
2. Teman-teman Program Ekstensi FEB UI.
3. Dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan di masa yang akan datang. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Depok, 09 December 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penerapan Corporate Governance sudah merupakan isu yang semakin marak
terdengar dan erat kaitannya dengan perusahaan dimana hal ini merupakan hal yang
sudah digembar-gemborkan sejak beberapa tahun silam. Penerapan corporate
governance sendiri merupakan hasil pengembangan dari kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan, penerapan ini terkait dengan efisiensi dan efektifitas
dalam kegiatan perusahaan sehari-hari.
Isu tentang corporate governance sendiri awalnya berasal dari negara-negara
di Eropa yang awalnya telah unggul dalam pengelolaan perusahaan, dengan semakin
berkembangnya zaman, penerapan corporate governance dianggap semakin penting
untuk ada di setiap perusahaan, hal ini juga dipicu dengan adanya perusahaan
perusahaan yang sanggup bertahan dari terpaan krisis global dengan menerapkan
corporate governance yang baik dan benar.
Sekarang ini penerapan corporate governance tidak hanya bagi perusahaan
namun juga sudah ke pemerintahan, dan bagi perusahaan sudah banyak negara yang
memberlakukan hukum yang wajib untuk menerapkan corporate governance. Dengan
penerapan yang baik maka diharapkan akan adanya iklim bisnis yang baik dan sehat.
Namun dengan hukum yang telah ada juga masih banyak perusahaan yang tidak patuh
dan membuat iklim bisnis menjadi tidak sehat, hal ini dapat dilihat dari adanya kasuskasus besar yang melibatkan perusahaan perusahaan berskala besar seperti pada kasus
Enron, Parmalat, dan Satyam. Dimana dari ketiga perusahaan ini ketiganya mengaku
bahwa perusahaannya telah menerapkan corporate governance yang baik dan benar.
Penerapan corporate governance juga telah merambah ke negara-negara di
Asia, banyak negara Asia yang telah sadar dengan pentingnya menerapkan corporate
governance bagi perusahaan perusahaannya. Dari sinilah timbul penelitian tentang
seberapa besar penerapan corporate governance di negara-negara Asia dan negara
manakah yang penerapannya telah masuk kedalam kategori yang baik. Penelitian ini
dilakukan oleh Bank Dunia yaitu ROSC. Selain dari tingkat penerapannya ada juga
penelitian tentang instrumen-instrumen yang digunakan untuk corporate governance.

B. Landasan Teori
World Bank - ROSC CG Indonesia 2010
Menurut laporan yang dilakukan oleh bank dunia terhadap penerapan
corporate governance di Indonesia, mengapa perlu adanya corporate governance bagi
perusahaan di Indonesia adalah sebagai proses dan struktur untuk arah dan kontrol dari
perusahaan itu sendiri. Corporate governance berfokus pada hubungan antara
manajemen, dewan direksi, pemegang saham pengendali, pemegang saham minoritas
dan pemegang saham lain. GCG berkontribusi dalam ketahanan perekonomian
perusahaan dengan cara memperkuat performa perusahaan dan meningkatkan akses
kepada pemodal luar.
ROSC merupakan program yang dibuat oleh bank dunia yang merupakan
penelitian mengenai penerapan corporate governance, yang dalam jurnal ini terkhusus
kepada negara Indonesia. ROSC khususnya mengidentifikasi kelemahan yang memiliki
kontribusi pada kerentanan keuangan dan ekonomi negara.
ROSC mengidentifikasi penerapan corporate governance pada negara-negara
di dunia, dengan melakukan identifikasi kesesuaian penerapan CG dengan prinsipprinsip yang sudah diatur dalam OECD yang merupakan acuan penerapan CG bagi
seluruh perusahaan di dunia.
ACGA CLSA 2012
CLSA merupakan suatu penilaian/survey yang dilakukan kepada negaranegara Asia yang dilakukan oleh ACGA atau Asian Corporate Governance Association
yang merupakan perusahaan non-profit yang dibentuk untuk peningkatan penerapan CG
pada perusahaan perusahaan yang ada di negara di wilayah Asia. Dimana dalam
melakukan survey, ACGA memberikan beberapa poin penting terkait dengan penilaian
yang dilakukan, yaitu :
1. Discipline (berbobot 18%)
2. Transparency (berbobot 18%)
3. Independence (berbobot 18%)
4. Responsibility (berbobot 18%)
5. Fairness (berbobot 18%)

CLSA juga berisi tentang survey peringkat pasar yang dilakukan terhadap
perusahaan di Asia, beberapa poin penting terkait survey ini adalah :
1. CG Rules and Practices
2. Enforcement
3. Political and Regulatory Environtment
4. IGAAP (or Accounting and Auditing)
5. CG Culture

ASEAN CG Scorecard
Penerapan penilaian ASEAN CG scorecard ini dipandu oleh beberapa prinsip
yang mempengaruhi, yaitu
The Scorecard should reflect global principles and internationally recognized
good practices in corporate governance applicable to PLCs and, in some
instances, may exceed the requirement and standards recommended in
national legislation.
The Scorecard should not be based on the lowest common denominator, but
should aim to encourage PLCs to adopt higher standards and aspirations.
The Scorecard should be comprehensive in coverage, capturing the salient
elements of corporate governance.
The Scorecard should enable gaps in corporate governance practices among
ASEAN PLCs to be identified and should draw attention to good corporate
governance practices.
The Scorecard should be universal and applicable to different markets in
ASEAN.
The methodology should be robust to allow the accurate assessment of the
corporate governance of PLCs beyond minimum compliance and box ticking.
There should be extensive and robust quality assurance processes to ensure
the independence and reliability of the assessment.
Scorecard ini merupakan survey hasil penelitian yang dilakukan terhadap perusahaan
perusahaan di ASEAN yang berisi tentang seberapa baik penerapan prinsip OECD

dalam perusahaan di ASEAN, maka dari itu scorecard ini mewakili 5 area dari OECD
Principle, yaitu:
rights of shareholders;
equitable treatment of shareholders;
role of stakeholders;
disclosure and transparency; and
responsibilities of the board.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, kami merumuskan
perumusan masalah yaitu bagaimana penerapan CG dan instrumen praktek CG
berpengaruh akan keberlangsungan jalannya aktivitas bisnis suatu perusahaan. Serta
apa kaitannya dengan:
- ROSC CG Indonesia
-

CLSA yang dibuat oleh ACGA


ASEAN CG Scorecard
Hasil penilaian Bank Dunia ROSC terhadap CG di negara ASEAN

BAB II
PEMBAHASAN

ROSC CG Indonesia
Indonesia terpukul cukup kuat pada tahun 1997-1998 dimana pada saat itu terjadi
krisis di Asia dan terjadinya ketidakstabilan politik, yang pada saat itu rakyat marah terhadap
pemerintahan dan ingin menggulingkan pemerintahan yang sedang berjalan. Perekonomian
Indonesia mulai mengalami perbaikan sekitar 5,2 % pada tahun 2000. Dalam negara-negara
di Asia, yang menjadi konsentrasi utama dari penerapan CG yaitu adanya kepemilikan saham
yang bersifat kuat dimiliki oleh keluarga yang seringkali menghasilkan keputusan-keputusan
yang dianggap hanya mementingkan kelompok tertentu khususnya pemegang saham
mayoritas. Peningkatan perekonomian Indonesia mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi
pada tahun 2005 sampai tahun 2008. Sampai pada tahun 2008 yang mengalami penurunan
sampai 50% dan mulai membaik pada tahun 2009.

Selanjutnya pasar yang semakin berkembang pada tahun 2005-2007 memiliki peran penting
dalam peningkatan GDP di Indonesia dan menurun drastis di tahun 2008, hal ini dikarenakan
adanya krisis global yang berdampak pada perekonomian di Indonesia, sebelum akhirnya
membaik kembali pada tahun 2009, hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini

Di Indonesia sendiri telah memiliki badan yang mengatur mengenai penerapan CG yang
diharuskan bagi perusahaan, badan ini adalah BAPEPAM. Dalam upaya menerapkan CG
pada perusahaan di Indonesia sendiri BAPEPAM telah membuat banyak peraturan terkait
penerapan CG yang harus dipatuhi oleh perusahaan, walaupun dalam perjalanannya masih
banyak perusahaan yang melanggar peraturan yang dibuat oleh BAPEPAM. Hal ini

dikarenakan memang penerapan dari CG yang membuat perusahaan tidak dapat berlaku
curang lagi yang tentu akan sangat mengganggu bagi perusahaan yang ingin berlaku curang.
Oleh karena itu banyak perusahaan yang harus menerima sanksi karena terbukti melanggar
peraturan. Sanksi yang diberikan oleh BAPEPAM termasuk cukup besar, dapat dilihat dalam
tabel berikut ini.

Penerapan CG di Indonesia juga tidak terlepas dari prinsip-prinsip OECD yang merupakan
akar dari penerapan CG di dunia, oleh karena itu ROSC juga menilai kesesuaian penerapan
CG pada perusahaan di Indonesia dengan prinsip-prinsip OECD dan sudah seberapa besar
unsur unsur dari prinsip ini terimplementasi pada perusahaan di Indonesia, berikut
penjelasannya:

1. Terkait CG Framework

10

dapat terlihat bahwa yang memiliki nilai yang cukup baik adalah terkait dengan
pertanggungjawaban yang jelas dari divisi regulasi, selain itu memiliki nilai yang
kurang memuaskan, dalam hal ini berarti pengimplemetasian dari CG Framework ini
hanya menyangkut sebagian saja dimana ini bukanlah hal yang dapat dianggap baik
bagi penerapan CG yang diharapkan untuk memberikan hasil yang maksimal bagi
2.

para pemangku kepentingan.


Terkait dengan hak dari pemegang saham

Dalam tabel terlihat bahwa beberapa bagian sudah terimplementasi oleh prinsip
OECD dengan sangat baik dimana hal ini ditunjukkan dengan angka 100 pada tabel.
Namun dalam hal ini juga terlihat adanya ketimpangan yang sangat parah yaitu pada

11

kolom pengungkapan kontrol yang tidak seimbang, dimana hal ini dikarenakan sifat
dari kepemilikan perusahaan di Indonesia yang masih banyak dimiliki oleh keluarga
yang menjadikan keputusan yang diambil tidak jarang merupakan keputusan yang
hanya dibuat oleh anggota keluarga atau kelompok yang mayoritas. Hal ini dianggap
buruk karena keputusan yang diambil biasanya bersifat menguntungkan sebagian
kelompok dan merugikan bagi pemegang saham minoritas.
3. Terkait Perlakuan terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan

12

Dalam hal perlakuan yang dilakukan terhadap pemegang saham dan pemangku
kepentingan, pengimplementasian prinsip OECD hanya dilakukan sebagian, hal ini
tidaklah bagus dan tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal dari penerapan CG
4. Terkait Pengungkapan dan Transparansi

13

Terkait dengan transparansi dan pengungkapan di beberapa bagian menunjukkan nilai


yang sangat baik dan sebagian lagi termasuk cukup baik, hal ini dapat terjadi karena
perusahaan di Indonesia yang memiliki sifat yang dimiliki keluarga atau kelompok,
dimana dalam pengungkapan dan transparansi hanya membutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan kelompok saja.
5. Terkait Tanggungjawab Dewan

Dalam tabel terlihat bahwa adanya nilai yang buruk pada Transparent board
nomination/election process, hal ini dikarenakan sifat dari kepemilikan yang biasanya
hanya dimiliki oleh kelompok atau keluarga, dimana dalam pemilihan board
terkadang hanya melibatkan pemilik saham mayoritas atau kelompok tertentu saja.

14

BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa menurut survey yang
dilakukan oleh CLSA-ACGA perusahaan di Indonesia mendapatkan score yang rendah dalam
mewujudkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, bahkan peringkat Indonesia berada
dibawah Negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, dalam penilaian ini
terdapat tujuh aspek yang menjadi dasar penilaian CLSA yaitu transparansi, kedisiplinan
manajemen, kemandirian, akuntabilitas, tanggungjawab, keadilan dan kepedulian social dari
perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk
menigkatkan praktek GCG di Indonesia, berikut merupakan hal-hal yang harus ditingkatkan
dalam penerapan praktek GCG di Indonesia :

Perlu dilakukan edukasi kepada pelaku bisnis dan semua pihak yang terkait mengenai

penting-nya CG.
Pengungkapan mengenai transaksi dengan pihak berelasi harus lebih banyak lagi.

Sehingga tidak terjadi lagi asimetri informasi.


Meningkatkan sumber daya manusia dan finansial bagi Bapepam-LK yang berfungsi
sebagai investigator.
Perlindungan kepada pemegang saham minoritas harus ditingkatkan karena untuk
melakukan praktik CG yang baik adalah bagaimana agar pemilik saham minoritas
tidak menjadi korban dan tetap mendapatkan perlakuan yang adil.
CG code of conduct di Indonesia seharusnya bisa diperbaiki. Pihak berwenang di BI
dan IDX juga seharusnya masih terus berusaha mengembangkan dan meningkatkan
kualitas peraturan yang sudah ada saat ini.
Badan pengawas harus bertindak lebih keras lagi dan menjalankan juga fungsi-nya
sebagai badan pemaksa (enforcement body).

15

Daftar Pustaka
OECD. 2004. OECD Corporate Governance Principles.
Peraturan Bapepam-LK nomor VII.G.7
Peraturan Bapepam-LK nomor IX.C.1
Peraturan Bapepam-LK nomor IX.C.2
Peraturan Bapepam-LK nomor IX.C.3
Peraturan Bapepam-LK nomor X.K.6
Indonesia, R. (2007). Undang-undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas
Bank, The World. (2010). Report on the Observance of Standards and Codes (ROSC):
Corporate Governance Country Assessment.
Bank, The World. (2010). Report on the Observance of Standards and Codes (ROSC): Annex:
Corporate Governance Detailed Country Assesment (DCA).
Bapepam-LK. (2006). Studi PenerapanPrinsip-Prinsip OECD 2004 dalamPeraturan Bapepam
MengenaiCorporate Governance.

16

LAMPIRAN
a. Jelaskan metode pengukuran praktek CG dari ASEAN CG Scorecard.
ASEAN CG Scorecard menggunakan prinsip CG OECD sebagai benchmark. Scorecard
meliputi lima prinsip OECD yaitu hak pemegang saham, perlakuan yang sama atas pemegang
saham, peranan stakeholder, pengungkapan dan transparansi, serta tanggung jawab board.
Masing-masing prinsip tersebut memiliki bobot yang berbeda-beda berdasarkan kepetingan
secara relatif, dengan bobot terbesar ada pada tanggung jawab board. Scorecard kemudian
menggunakan dua tingkat penilaian. Tingkat 1 terdiri dari item-item yang merefleksikan
hukum, peraturan, dan regulasi yang ada di setiap negara anggota ASEAN serta ekspektasi
dari prinsip-prinsip OECD. Sedangkan tingkat 2 terdiri dari item bonus yang
merepresentasikan praktik yang baik melebihi standar minimum serta item penalti yang
merefleksikan tatakelola perusahaan yang buruk.

Setiap item pada tingkat 1 memiliki 1 poin serta opsi tidak dapat diaplikasikan juga
tersedia. Apabila suatu praktik diwajibkan oleh peraturan di suatu negara, maka perusahaan
diasumsikan telah mengadopsi tersebut kecuali ada bukti sebaliknya. Untuk mendapatkan
poin, perusahaan harus melakukan pengungkapan yang jelas dan lengkap. Level 2 terdiri dari
item-item bonus yang apabila dilakukan perusahaan akan menambahkan poinnya dan itemitem penalti yang mengakibatkan poin perusahaan berkurang. Poin untuk item-item bonus dan
penalti besarnya berbeda-beda. Tujuan dari penilaian item bonus dan penalti adalah untuk
meningkatkan robustness dari Scorecard dan menilai tingkat penerapan tatakelola perusahaan
yang baik

Selanjutnya, dilakukan proses validasi atas Scorecard (beta testing). Tes dilakukan
terhadap beberapa sampel perusahaan untuk mengecek pemahaman dan kemampuan aplikasi
dari item-item Scorecard. Selanjutnya, dilakukan peer review atas Scorecard untuk
meminimisasi disrepansi standar penilaian yang diaplikasikan.

17

b. Bandingkan metode pengukuran praktek CG dari ASEAN CG Scorecard, Bank Dunia


ROSC, dan CLSA.
ASEAN CG Scorecard:
ACMF memilih para ahli (expert) di bidang CG di masing masing negara partisipan
untuk menjaga independensi. Kemudian para expert inilah yang selanjutnya merancang
model dan memberikan penilaian. Metode penilaian dibagi menjadi dua tahapan scoring.
Level pertama mendeskripsikan indikator yang berkaitan dengan hukum, regulasi,
persyaratan untuk setiap anggota ASEAN, serta ekspektasi dasar terhadap perturan OECD.
Sedangkan level kedua terdiri atas komponen bonus yang merefleksikan praktik CG yang
baik serta menganalisis apakah terdapat komponen penalti yang merefleksikan tindakan yang
mengindikasikan adanya CG yang buruk.

Gambar 2. 1 The Two Levels of the ASEAN Corporate Governance Scorecard

World Bank-ROSC
Penilaian World Bank dalam ROSC tahun 2010 menggunakan metodologi yang
berbeda dengan ROSC sebelumnya, sehingga hasilnya tidak dapat langsung dibandingkan.
Namun, dalam ROSC metodologi tersebut tidak dielaborasi lebih lanjut. Yang dapat kita
ketahui adalah ROSC menggunakan prinsip OECD sebagai benchmark dan menerapkan
range-range nilai tertentu yang berkorelasi dengan persentase implementasi prinsip-prinsip
tersebut secara luas.

18

CLSA
Penilaian tatakelola perusahaan dalam CLSA meliputi 30 isu utama, di antaranya 5
area core yaitu disiplin, transparansi, independensi, tanggung jawab, dan keadilan (fairness).
Studi yang dilakukan ACGA ini meliputi 864 perusahaan di Asia Pasifik termasuk Australia.
ACGA menggunakan kuesioner dalam survei market ranking, yang meliputi pertanyaanpertanyaan berkaitan dengan lima area core. Masing-masing area memiliki bobot 18%.

c. Berdasarkan ASEAN CG Scorecard dan penilaian ROSC Bank Dunia, jelaskan


kekuatan dan kelemahan prakteknya di Indonesia untuk masing-masing prinsip CG
OECD.
Berdasarkan ASEAN CG Scorecard:
Prinsip 1: Hak-hak Pemegang Saham
Kekuatan
- Remunerasi
Komisaris

anggota
dan

Dewan

Direksi

Kelemahan
- Sedikitnya

harus

minutes

dari

RUPS

Tahunan yang dipublikasikan

memerlukan persetujuan pemegang


saham

Publikasi dari hasil RUPS Tahunan


lebih dari sehari setelah diadakannya

Perubahan

pada

(fundamental)

anggaran

dasar

RUPS

perusahaan

pada

sebagian

besar

perusahaan. Perusahaan juga tidak

memerlukan persetujuan pemegang

mengungkapkan

saham

kebijakan
pemegang

yang

ada

tidaknya
nengizinkan

saham untuk memilih

anggota DK atau Direksi secara


individual

Sebagian besar perusahaan membayar


dividen lebih dari 30 hari sejak
deklarasi dividen

19

Prinsip 2: Perlakuan yang Sama atas Pemegang Saham


Kekuatan
- Adanya

UU

Perseroan

yang

Kelemahan
- Pengumuman RUPS Tahunan jarang

mensyaratkan agar anggota board

diterbitkan dalam Bahasa Inggris

abstain dari diskusi mengenai agenda


yang

mengandung

konflik

kepentingan bagi anggota board


-

Informasi tambahan mengenai agenda


RUPS

Tahunan

seringkali

tidak

disediakan atau sulit diakses

Hanya beberapa transaksi terafiliasi


yang dilakukan (merupakan bentuk
financial assistance) dengan selain

Kebanyakan

perusahaan

mengungkapkan

wholly-owned subsidiary

ada

tidak
tidaknya

kebijakan yang mensyaratkan anggota


board untuk melaporkan transaksi
saham perusahaan yang dilakukannya
dalam

tiga

hari

kerja

setelah

perusahaan

tidak

terjadinya transaksi

Kebanyakan
mengungkapkan

ada

tidaknya

kebijakan yang mensyaratkan adanya


sebuah komite independen untuk
menelaah

transaksi

afiliasi

yang

material serta menentukan apakah


transaksi tersebut dilakukan dengan
mengutamakan

kepentingan

perusahaan

Prinsip 3: Peranan Stakeholder


Kekuatan

Kelemahan

20

Telah

diimplementasikannya

kebijakan dan program Corporate

Kebijakan dan program pemilihan


supplier yang belum mencukupi

Social Responsibility (CSR)


-

Telah

diimplementasikannya

kebijakan

berkaitan

kesehatan,

keamanan,

Telah

anti-korupsi

dengan
dan

kesejahteraan karyawan

Kurangnya kebijakan dan aktivitas

Kurangnya

mekanisme

whistleblowing

diimplementasikannya

kebijakan program pelatihan

dan

pengembangan

dan

(training

development) bagi karyawan

Adanya

bagian

menjelaskan

tentang

khusus

yang

CSR

dalam

laporan tahunan perusahaan


Prinsip 4: Pengungkapan dan Transparansi
Kekuatan
- Diwajibkannya

pengungkapan

Kelemahan
- Kegagalan

indikator kinerja finansial

perusahaan

mengungkapkan kepemilikan tidak


langsung dari pemilik perusahaan

Diwajibkannya pengungkapan pihakpihak terafiliasi serta nature dan

value dari transaksi afiliasi

Kurangnya pengungkapan berkaitan


dengan

kepatuhan

perusahaan

terhadap kode tatakelola perusahaan


-

Diwajibkannya
keuangan

publikasi

triwulan

dan

laporan

keuangan yang telah diaudit dalam 90


hari

setelah

berakhirnya

dalam laporan tahunan

laporan

tahun

Kegagalan
mengungkapkan

perusahaan
apakah

anggota

21

finansial

board

perusahaan

juga

menjabat

sebagai direktur di perusahaan lain


-

Diwajibkannya

penerbitan

yang terdaftar di bursa

laporan

keuangan dan laporan tahunan yang


dapat

di-download, serta

laporan

operasi bisnis, di website perusahaan

Kegagalan

perusahaan

mengungkapkan fee yang dibayarkan


untuk kegiatan audit dan non-audit

Informasi yang disediakan berkaitan


dengan remunerasi anggota board
tidak mencukupi

Prinsip 5: Tanggung Jawab dari Board


Kekuatan
- Adanya

persyaratan

salah

Kelemahan
satu
- Kurangnya pengungkapan berkaitan

anggota Dewan Komisaris memiliki

dengan

pengalaman

board

kerja

dalam

industri

proses

nominasi

anggota

tempat perusahaan beroperasi


-

Kurangnya

penilaian kinerja atas

Independensi penuh dari anggota

board, komite-komite, dan anggota-

Komite Audit

anggotanya

Pengungkapan
komposisi,

mengenai

jumlah

rapar,

tugas,

Kurangnya peraturan yang membatasi

dan

masa jabatan komisioner independen

kehadiran rapat Komite Audit yang

dan jumlah posisi dalam board di

mencukupi

berbagai perusahaan yang dijabat


anggota Dewan Komisaris

Pengungkapan

prosedur

kontrol

internal dan sistem manajemen risiko


yang mencukupi

Kegagalan mengungkapkan frekuensi


rapat Dewan Komisaris dan tingkat
kehadirannya

22

World Bank-ROSC:
Prinsip OECD 1:Kerangka Tatakelola Perusahaan
-

Kerangka tatakelola perusahaan keseluruhan: telah diimplementasikan secara

sebagian
Transparansi dan penegakan kerangka hukum: telah diimplementasikan secara

sebagian
Pemisahan tanggung jawab regulator yang jelas: telah diimplementasikan secara luas
Otoritas, integritas, dan sumber daya regulator telah diimplementasikan secara
sebagian

Di antara enam negara yang diamati, Indonesia menempati posisi ketiga dengan nilai 72.
Prinsip ini secara umum telah diimplementasikan secara sebagian.
Prinsip OECD 2: Hak-hak Pemegang Saham
-

Di antara enam negara yang diamati, Indonesia menempati posisi keempat dengan

nilai 77. Prinsip ini secara umum telah diimplementasikan secara luas
Skor Indonesia mengalami kenaikan dari ROSC sebelumnya pada tahun 2004
sebanyak 21 poin (56 menjadi 77). Telah terjadi peningkatan dalam implementasi
prinsip ini

Prinsip 3 OECD: Perlakuan yang Sama atas Pemegang Saham


-

Di antara enam negara yang diamati, Indonesia menempati posisi keempat dengan

nilai 70. Prinsip ini secara umum telah diimplementasikan sebagian


Skor Indonesia mengalami kenaikan dari ROSC sebelumnya pada tahun 2004
sebanyak 10 poin (60 menjadi 70). Telah terjadi peningkatan dalam implementasi
prinsip ini, tetapi dalam enam tahun prinsip ini belum diterapkan secara luas

Prinsip 4 OECD: Pengungkapan dan Transparansi


-

Di antara enam negara yang diamati, Indonesia menempati posisi keempat dengan

nilai 73. Prinsip ini secara umum telah diimplementasikan sebagian


Skor Indonesia mengalami kenaikan dari ROSC sebelumnya pada tahun 2004
sebanyak 13 poin (60 menjadi 73). Telah terjadi peningkatan dalam implementasi
prinsip ini, tetapi dalam enam tahun prinsip ini belum diterapkan secara luas

23

Prinsip 5 OECD: Tanggung Jawab Dewan


-

Di antara enam negara yang diamati, Indonesia menempati posisi keempat dengan

nilai 66. Prinsip ini secara umum telah diimplementasikan sebagian


Skor Indonesia mengalami kenaikan dari ROSC sebelumnya pada tahun 2004
sebanyak 6 poin (60 menjadi 66). Telah terjadi peningkatan dalam implementasi
prinsip ini, tetapi dalam enam tahun prinsip ini belum diterapkan secara luas

d. Berdasarkan hasil penilaian CLSA-ACGA, jelaskan hal-hal apa yang harus


dilaksanakan untuk meningkatkan praktek CG di Indonesia?
- Meningkatkan kualitas website Bapepam dengan menambahkan informasi terkini
-

dalam bahasa Inggris


Data berkaitan dengan penegakan peraturan yang lebih mendetail dari regulator
Arsip dokumen dan press release perusahaan di IDX yang lebih mendalam (minimal

lima tahun)
Menerapkan praktik terbaik dalam mengadakan RUPS, seperti voting dengan poll

24

You might also like