You are on page 1of 22

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1.
BAB 2. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
A.
B.
C.
D.
E.
F.

6
6

BAB II. PEMBAHASAN


Apa pengertian Alzheimer
Apa etiologi penyakit Alzheimer
Bagaimana patofisiologi penyakit Alzheimer
Apakah menifestasi klinis penyakit Alzheimer
Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit Alzheimer
Bagaimana proses keperawatan pada pasien Alzheimer

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran

7
7
7
9
13
14
16
28
28
28

DAFTAR PUSTAKA

29

BAB 1
PENGKAJIAN
Skenario 1
Kasus
Tn. B ( 72 tahun) mempumyai riwayat DM, kolesterol tinggi , saat ini merasa
mudah lupa, kesulitan bicara , Disorientasi waktu, tempat dan orang. Hasil pemeriksaan
terdapat penumpukan peptida 42-23 AA, protein s-100beta tinggi. Dokter memberikan
donepezil , rivastigmine, memantine, dan sebagai pencegahan dokter menganjurkan pasien
mengkonsumsi minyak ikan dan interaksi sosial.
Jawab
Metode : SEVEN JUMP

Dari kasus diatas, kami kelompok 1 menyimpulkan bahwa kasus tersebut adalah
penyakit Alzheimer., berdasarkan dari riwayat dan keluhan yang dialami oleh pasien itu
sendiri.
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mencari kata-kata sulit


Disorientasi waktu
Kolestrol tinggi
Peptide
Protein tinggi
Donepezil
Risuastigmine
Memantine

2. Mengartikan dari kata-kata sulit


1. Disoerientasi waktu adalah kehilangan, kadang bersifat temporer,dalam daya mengenal
lingkungan,ruang dan waktu.
2. Kolestrol tinggi adalah suatu stroel yang banyak di jumpai dalam jaringan hewan dan dalam
beberapa tumbuhan.
3. Peptide adalah suatu rantai yang panjang asam amino yang tak bercabang.
4. Protein tinngi adalah kelompok makanan yang di ambil dari sumber hewani dan nabati dan
merupakn dasar isi.
5.
Donepezil

6. Resuastigmine
7.
Mematine

Untuk mepertahankan daya ingat klien

3. Membuat pertanyaan
1. Berikan contoh dari disoerientasi waktu dan jelaskan bagaiman cara pencegahannya?
2.
Kenapa dokter mengajurkan
untuk mengkomsi minyak ikan sebagai
pencegahannya,dan apa fungsinya?
3. Jelaskan tumbuhan dan hewani apa saja yang mengandung lemak?
4. Bagaimana cara mencegah kolestrol tinggi?
5. Apa yang di maksud dengan penumpukan peptide?

cara

4. Menjawab pertanyaan
1. Klien tidak bisa membedakan waktu pagi, siang dan malam serta tempat disekelilingnya dan
cara pencegahannya kita harus memberi tahu keadaanya sekarang seperti tempat, waktu dan
orang dan memberikan kesibukan agar klien selalu mengingatnya.
2. Karna minyak ikan itu banyak mengandung vitamin makanya dokter menyur untuk banyak
mengkonsumsi minyak ikan pada klien yang mengalami alzheimer dan fungsi dari minyak itu
adalah untuk menperlambat atau mempertahankan penurunan daya ingat pada klien
alzheimer.
3. Senyawa ini dapat berada sebagai stroel bebas atau teresterifkaisi dengan asam lemak
beranati panjang.
4. Untuk mencegah kolestrol tinggi,harus sering berolah raga tidak mengkonsumsi yang
mengandung banyak lemak seperti daging.

5.

Peptide mengandung 2 asam amino,tripeptidatiga,dst.polipeptida mengandung lebih dari


sepuluh asam amino.peptida juga merupakan hasil pemecahan protein,miasalnya selama
pencernaaan.

5. Membedakan kata-kata yang jalas dan tidak jelas


Kata-kata yang jelas
1. Disorientasi waktu
2. Kolestrol tinggi
3. Peptide
4. Protein tinngi
Kata-kata yang tidak jelas
1. Donepezil
2. Risuastigmine
3. Memantine
6. Menentukan tujuan sasaran pembelajaran
Tujuannya adalah ALZHEIMER
a. Pengerian
b. Penyebap
c. Potofisiologi
d. Tanda dan gejala
e. Pnatalaksanaan medis
f. Pemberian asuhan keprawatan.
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit degeneratif otak yang progresif,
dimana sel-sel otak rusak dan mati sehingga mengakibatkan gangguan mental berupa
kepikunan (demensia) yaitu terganggunya fungsi-fungsi memori (daya ingat), berbahasa,
berpikir dan berperilaku. Sebagian besar demensia disebabkan oleh penyakit Alzheimer
(60%). Demensia adalah suatu penyakit yang dapat ditatalaksana, dan demensia bukan
merupakan bagian normal dari proses penuaan peningkatan jumlah kasus pada kelompok usia
yang lebih muda (sekitar 40 - 50 tahun).
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli
psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita
berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui
kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak
koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan
simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan
degenerasi neurofibrillary.
Hal-hal yang dianggap dapat melindungi seseorang dari Alzheimer adalah gen
APO E2&3, pendidikan tinggi (aktivitas otak tinggi), pemakaian Estrogen, dan penggunaan

obat anti inflamasi. Meskipun penyebab belum diketahui, namun gangguan mental demensia
(kepikunan) ini telah dapat ditatalaksana dengan baik melalui berbagai upaya.
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi alzheimer?
b.
penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa mengetahui definisi alzheimer,
etiologi,

manifestasi

klinis, patofisiologi,

pemeriksaan

diagnostik

dari

alzheimer,

penatalaksanaan medis dan asuhan keperawatan klien dengan alzheimer.


agaimana patofisiologi dari alzheimer?
e. Bagaimana penatalaksanaan medis dari alzheimer? Bagaimana etiologi alzheimer?
c. Bagaimana menifestasi klinis dari alzheimer?
d. B
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan
belajar-mengajar

jurusan

keperawatan

khususnya

pada

mata

kuliah

keperawatan

Neurobehavior tentang asuhan keperawatan klien dengan penyakit alzheimer.


2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus
f. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan alzheimer?
D. Manfaat

Bagi penulis yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan penampilan penyusunan dan

menerapkan askep terhadap pasien yang mengalami penyakit alzheimer.


Sebagai bahan masukkan dan pengembangan pengetahuan bagi institusi pendidikan
Sebagai penambah wawasan dan pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan
pada pasien yang mengalami penyakit alzheimer.

BAB III
PEMBAHASAN
ALZHEIMER
A. Pengertian
Penyakit Alzheimer adalah : penyakit degenerasi neouron kolinergik yang merusak
dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang di atas 63 tahun. Penyakit
ini di tandai dengan hilangnya ingatan dan fungsi kognitif secara progresif.
B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang
telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament,
predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi
neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi
kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor
pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan
sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium
intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat
produksi protein abnormal yang non spesifik.
Penyebab degenerasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui.
Sampai sekarang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga faktor utama
mengenai penyebabnya, yaitu:
1. Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer (meskipun belum terbukti) adalah yang
berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun
sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral
ditandai oleh perubahan patologis yang menyerupai plak senilis pada penyakit alzheimer.
2. Proses autoimun
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi
reaktif terhadap otak pada penderita penyakit alzheimer. Ada dua tipe amigaloid (suatu
kempleks protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaankeadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya terdiri atas rantai-rantai IgG dan lainnya
tidak diketahui. Teori ini menyatakab bahwa kompleks antigen-antibodi dikatabolisir oleh
fagosit dan fragmen-fragmen imunoglobulin dihancurkan didalam lisosom, sehingga
terbentuk deposit amigaliod ekstraseluler.
3. Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat
neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit
aluminium telah diidentifikasi pada beberapa klien dengan penyakit alzheimer, tetapi
beberapa perubahan patologis yang meyerupai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada
keracunan aluminium. Kebanyakan penyelidik menyakini dengan alasan utama aluminium
merupakan logam yang terbanyak dalam kerak bumi dan sistem pencernaan manusia tidak
dapat mencernanya.
Prediposisi genetik juga ikut berperan dalam perkembangan penyakit alzheimer. Di
perkirakan 10%- 30% dari klien alzheimer yang menunjukan tipe yang di wariskan dan di
nyatakan sebagai penyakit alzheimer familia (familia alzheimer disease- FAD).
Di pihak lain, benzodiazepin di uktikan gangguan fungsi kognitif selain
memilikinefek antiansietas, mungkin melalui reseptor GABA yang menghambat lepas

muatan neuron-neuron kolinergik di nekleus basilis. Terhadap bukti-bukti awal bahwa obat
yang menghambat reseptor GABA memperbaiki ingatan.

C. Patofisiologi
Faktor prediposisi: Virus lambat, proses autoimun,
Keracunan aluminium, dan genetik

Penurunan metabolisme dan aliran darah


Di korteks parietalis superior

Generasi neuron kolinergik

Kerusakan neurofibrilar yang difus

Hilangnya serat saraf

kolinergik
Di korteks serebrum

Terjadi plak sinalis


kolinergik

Kelainan Hilangnya sel neuron

a, apatis

Neurotransmiter

Yang berproyeksi ke hipokampus


Dan amigdala

Asetikolin pada otak

Dimensia

Perubahan kempuan
Merawat diri sendiri

kehilangan kemampuan menyelesaikan


masalah, perubahan mengawasi

Tingkah laku aneh


dan kacau,

dan
Perubahan mengawasi keadaan yang
1.Defisit perawat diri
(makan ,minum,berpakaian,
danhigiene)
Komleks dan berpikir abstrak, emosi
dorongan melakukan kekerasan

7. perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

cenderung menge

mbara. mempunya

3. Perubahan proses pikir


4. Kekurangan interraksi sosial
5. Kerusakan komunikasi verbal
6. Koping tidak efektif

2. Risiko tinggi
trauma

PATOGENESIS
1. Faktor Genetik
Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan
melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita
Alzheimer mempunyai resiko menderita dimension 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok
control normal pemeriksaan genetika DNA pada penderitaan Alzheimer dengan familial earli

onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21, diregio proksimal log arm, sedangkan pada
familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita
down sindrom mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat
neurofibrillary tangles (NFT), senile plague dan penurunan market kolinegik pada jaringan
otaknya yang mengambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer .Hasil
penelitian penyakit Alzheimer terdapat anak kembar menunjukan 40-50 adalah monozygote
dan 50 adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetic berperan dalam
penyakit Alzheimer. Pada sporadic non familial (50-70), beberapa penderitanya ditemukan
kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan bahwa kemungkunan faktor lingkungan
menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer.

a.
b.
c.
d.
e.

2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang
dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif. Infeksi
virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik dan
remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga berhubungan
dengan penyakit Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
Manifestasi klinik yang sama.
Tidak adanya respon imun yang spesifik.
Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat.
Timbulnya gejala mioklonus.
Adanya gambaran spongioform.
3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam
patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury,
zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan
neurofibrilary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat
dijelaskan secara pasti, apakah keberadaannya aluminium adalah penyebab degenerasi
neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga
ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,sodium, dengan patogenesa
yang belum jelas.Ada dugaan bahwa asam amino glutamate akan menyebabkan depolarisasi
melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (cairaninfluks) dan menyebabkan kerusakan metabolism energy seluler dengan akibat kerusakan dan
kematian neuron.
4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer
didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan
protein, anti typsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan
terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita tiroid.
Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita
muda karena peranan faktor immunitas.
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer dengan trauma
kepala. Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita demensia pugilistic, dimana pada
otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

a.

6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan
yang sangat penting seperti :
Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter
dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer didapatkan
penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta
penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya deficit presinaptik kolinergik ini bersifat simetris
pada korteks frontalis, temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan
neurotransmitter asetilkolin merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis
neurotransmitter lainnya pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy selalu
didapatkan kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine
pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat
mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.

b.

Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak
penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat
yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal
noradrenergik. Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak
penderita Alzheimer menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks.
Palmer et al (1987),Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik
pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.

c.

Dopamine
Sparks etal (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter region
hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine pada penderita
Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan karena histopatologi
region hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.

d.

Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acil pada
biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio
hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan
pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal
serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT
pada nucleus rephe dorsalis.

e.

MAO (manoamin oksidase)


Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas normal MAO
A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil dopamine, sedangakan MAOB untuk deaminasi terutama dopamine. Pada penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan
MAO A pada hipotalamus dan frontalis sedangakan MAO-B pada daerah temporal dan
menurun pada nucleus basalis dari meynert.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer s Association (2003), dibagi menjadi 3
tahap, yaitu:
a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari.

Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik.


Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin.
Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah tersinggung,mudah
menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidak setia
lagi/selingkuh.

b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)


Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari hari seperti makan dan mandi.
Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi.
Mengalami gangguan tidur.
Keluyuran.
Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah
orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah
sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui).
c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan.
Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh.
Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C,
dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar
asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian
obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk
penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan
thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase
(45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin
hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan
bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi
dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita
Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
1. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2

reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang
kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
2. Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki
gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti
depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan
enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas
asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1
tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat
progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

F. Asuhan keperawatan
A. pengkajian
a. Anamnesis pada penyakit alzheimer meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial
b. Identitas klien
Meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, 50% populasi berusia lebih 85
tahun), jenis kelamin, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
registrasi, dan diagnosa medis.
c. Riwayat kesehatan klien
a. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta bantuan kesehatan adalah
penurunan daya ingat, perubahan kognetif, dan kelumpuhan gerak ekstermitas
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada anamnesis kelien mengeluhkan sering lupa dan hilang ingatan yang baru. Pada beberapa
kasus, keluarga klien sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah aneh dan
kacau serta sering keluar rumah sendiri tampa mengatakan pada anggota keluarga yang lain
sehingga sangat merasakan anak-anak menjadi klien.

Pada tahap lanjut dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien menjadi tidak
dapat mengatur buang air, tidak dapat menggurus keperluan dasar sehari-hari atau
mengendalui anggota keluarga.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi. Diabetes melitus,
penyakit jantung, penggunaan obat-obatan anti-ansietas (benzodiazepin), penggunaan obatobat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama, dan riwayat sindrom Down yang pada
suatu saat kemudian menderita penyakit alzheimer pada usia empat puluhan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Penyebab penyakit alzheimer ditemukan memilki hubungan genetik yang jelas. Diperkirakan
10-30% klien alzheimer familiar (FAD). Pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang
menderita hipertensi dan diabetes melitus diperlukan untuk melihat adanya komplikasi
penyakit lain yang dapat mempercepatt progresifnya penyakit.
d. pengkajian psikososiospiritual
pengkajian mekanisme koping yang di gunakan klien berfungsi untuk menilai repon emosi
klien terhadap penyakit yang di deritanya dan perubahan peran klien dalam keluargadan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
kelurga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasih akibat gangguan bicara. Pola persepsi dalam
konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,dan tidak
kooperatif. Perubahan terpenting pada klien dengan penyakit alzheimer adalah penurunan
kognitif dan penurunan memori(ingatan).
e. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Klien dengan penyakit alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan
degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada TTV, meliputi
bradikardia, hipotensi, dan dan penurunan frekuensi pernafasan.
b. B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernapasan: berkaitan denganhipoventilasi, inaktevitas, aspirasi makanan
atau saliva, dan derkurangnya fungsi pembersihan jalan nafas .

Inspeksi. Didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum,sesak nafas dan penggunaan otot batuk napas.
Palpasi. Taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi. Adanya suara resonan pada saluran lapangan paru.
Aukultasi. Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering di dapatkan
pada klien dengan inaktivitas.

c. B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada
pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonam.
d. B3 (Brain)
pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di
bandingkan pengkajian pada sistem lainya.
Inspeksi umum, di dapatkan berbagai menifestasi akibat perubahan tingkah laku.
Pengkajian tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung
pada perubahan status kognitif klien.

Pengkajian fungsi serebral. Status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan
dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka
pendekmaupun memori jangka panjang.
Pengkajian saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII.
Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzheimer tidak ada kelainan dan fungsi penciuman.
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia
lanjut biasanya klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan ketajaman
penglihatan.
Saraf III,IV dan VI pada beberapa kasus penyakit alzheimer biasanya tidak di temukan adanya
kelainan pada saraf ini.
Saraf V. Wajah simestris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta
penurunan aliran darah regional.
Saraf IX dan X. Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan status
kognitif.
Saraf XII. Tidak ada atrofil otot sternoklidomastoideus dan trapezeus.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.

Pengkajian sistem motorik. Inspeksi umum, pada tahap lanjut klien akan mengalami
perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
Tonus otot . didapatkan meningkat
Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalamin gangguan karena adanya perubahan
status kognitif dan ketidak kooperatif klien dengan metode pemeriksaan.
Pengkajian reflek. Pada tahap lanjutan, penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan
reflek posturak, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan
berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputardan hilangnya
keseimbangan (salah satunya kedepan atau ke belakang) dapat menyebapkan klien sering
jatuh.
Pengkajian sistim sensorik. Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer
mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif penurunan sensorik yang
ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang di hubungkan dengan disfungsi kognitif dan
persepsi klien secara umum.
e. B4 (Bladder)
pada tahap lanjut, beberapa klien sering mengalami inkontinensia urine, biasanya
berhubungan dengan penurunan status kognitif dari klien alzheimer.penurunan refleks
kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urine,
ketidak mampu mengominikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan untuk menggunakan
urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Selama periode ini, di lakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
f. B5 (Bowel)
perubahan nutrisi berkurang berhubungan dengan inteke nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas umum klien sering
mengalami konstipasi.
g. B6 (Bone)
pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan
umum dan penurunan status kognitif menyebapkan masalah pola dan aktivitas sehari-hari.

Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan pergerakan karena


perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada seluruh gerakan memberikan resiko pada
trauma fisik jika melakukan aktivitas.
h. pemeriksaan diagnostik
Diagnostik penyakit alzheimer rumit karena adanya uji definitif. Pemeriksaan rutin yang
bisanya di lakukan meliputi hitungan seldarah lengkap dan pemeriksaan elektrolit serum.
CT scan mungkin memperhatikan pelebaran ventrikel dan atrofil korteks serta memastikan
tidak terdapatnya tumor, abses otak, atau hematoma sabdural kronik yang dapat di atasi.
B. Diagnosa keperawatan
a. Kurang perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene) yang berhubungan dengan
b.

perubahan proses pikir.


Perubahan nutrisi:kurang daari kebutuhan yang berhubungan dengan intake tidak adekuat,

perubahan proses pikir


c. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan perubahan proses pikir dan
disfungsi karena perkembangan penyakit.
d. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan perubahan proses pikir

C. Perencanaan
DX 1 : Kurang perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene) yang
berhubungan dengan perubahan proses pikir.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2x24 jam terdapat perilaku peningkatan dalam
pemenuhan perawatan diri.
Kriteria hasil :
Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri dan
mngidentifikasi personal/keluarga yang dapat membantu.
..

Intervensi
Rasional
a. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan
a.
Membantu

dalam

mengantisipasi

dan

dalam melakukan ADL.


merencanakan
pertemuan
kebutuhan
b. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien
individual.
dan bantu bila perlu.
b. Klien dalam keadan cemas dan tergantung.
Hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi
c. Ajarkan dan dukung klien selama aktivitas.
c.

dan harga diri klien.


Dukungan pada klien selama aktivitas
kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan

d. Rencanakan tindakan untuk defisit motorik perawatan diri.


d. Klien akan mampu melakukan aktivitas
seperti tempatkan makanan dan peralatan
sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya.
didekat klien agar mampu sendiri
e. Modifikasi lingkungan diperlukan untuk
mengambilnya
mengompensasi ketidakmampuan fungsi.
e. Modifikasi lingkungan.
f. Gunakan pagar di sekeliling tempat tidur
f. Gunakan pagar di sekeliling tempat tidur.
baik tempat tidur di rumah sakit dan dirumah,
atau sebuah tali yang diikatkan pada kaki
tempat tidur untuk memberi bantuan dalam
mendorong diri untuk bangun tanpa bantuan
orang lain serta mencegah klien mengalami
g. Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK.

trauma.
Kemampuan menggunakan urinal, pispot.
g. Ketidakmampuan berkomunikasi dengan
Antarkan ke kamar mandi billa kondisi perawat

dapat

menimbulkan

masalah

memungkinkan.
pengosongan kandung kemih oleh karena
h. Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan
masalah neurogenik.
minum dan meningkatkan aktivitas.
h.
Meningkatkan latihan dan menolong
i.
Kolaborasi Pemberian supositoria dan
mencegah konstipasi
pelumas feses/pencahar.
i. Pertolongan pertama pada fingsi usus atau
defekasi.

j. Konsul ke dokter terapi okupasi.


j.

Untuk

mengembangkan

terapi

dan

melengkapi kebutuhan khusus


DX II : Perubahan nutrisi:kurang daari kebutuhan yang berhubungan dengan
intake tidak adekuat, perubahan proses pikir

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai
dengan pemeriksaan laboratorium
Intervensi
Evaluasi kemampuan makan klien.

Rasional

Klien

mengalami

kesulitan

dalam

mempertahankan berat badan mereka. Mulut


mereka

kering

mengalami

akibat

kesulitan

obat-obatan

dan

mengunyah

dan

menelan. Klien berisiko terjadi aspirasi


Observasi/timbang

berat

badan

memungkinkan.

jika penurunan refleks batuk.

Tanda kehilangan berat badan (7-10%) dan


kekurangan intake nutrisi menunjang
terjadinya masalah katabolisme, kandungan
glikogen dalam otot, dan kepekaan terhadap
pemasangan ventilator.

Manajemen mencapai kemampuan menelan.

Meningkaatkan kemapuan klien dalam


menelan daan dapat membantu pemenuhan
nutrisi klien via oral. Tujuan lain adalah
mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan
masuknya makanan, mencegah gangguan

Memonitor pemakaian alat bantu.

pada laambung.
Pemanasan elektrik

digunakan

untuk

menjaga makanan tetap hangat dan klien


diizinkan untuk istirahat selama waktu yang
ditetapkan untuk makan, alat-alat khusus juga
membantu makan. Penggunaan piring yang
stabil, cangkir yang tidak pecah bila jatuh,
dan alat-alat makan dapat digenggam sendiri
digunakan sebagai alat bantu.

Fungsi sistem gastrointestinal sangat penting

Kaji fungsi sistem gastrointestinal yang untuk

memasukkan

makanan.

Vetilator

meliputi suara bising usus, catat terjadi daapat menyebabkan kembung lambung dan
perubahan dalam lambung seperti mual, perdarahan lambung.
muntah. Observasi perubahan pergerakan
usus misalnya diare, konstipasi.

Anjurkan pemberian cairan 2500cc/hari

Lakukan pemeriksaan laboratorium yang


diindikasikan

seperti

serum,

terjadinya

dehidrasi

akibat

penggunaan ventilator selama tidak sadar

selama tidak terjadi gangguan jantung.

Mencegah

terjadinya konstipasi.
Memberikan informasi yang tepat tentang
keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien.

transferin,

BUN/creatine dan glukosa.

DX III : Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan perubahan


proses pikir dan disfungsi karena perkembangan penyakit.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 2x24 jam koping individu menjadi efektif.
Kriteria hasil :
Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi,
mengakui dan mengabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa
harga diri yang negatif.
Intervensi
Rasional
a. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dana. Menentukan bantuan individual dalam
hubungan dengan derajat ketidak mampuan.
b. Dukung kemampuan koping.

menyusun rencana perawatan atau pemilihan


intervensi.
b. Kepatuhan terhadap program latihan dan
berjalan membantu memperlambat kemajuan
penyakit. Dukungan dan sumber bantuan
dapat diberikan melalui ketekunan berdoa

c.

Catat ketika klien menyatakan terpengaruh


seperti

sekarat

atau

mengingkari

menyatakan inilah kematian.

dan
c.

dan penekanan keluar terhadap aktivitas


dengan mempertahankan partisipasi aktif.
Mendukung penolakan terhadap bagian

d.

Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh

atau

perasaan

negatif

terhadap

tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian gambaran tubuh dan kemampuan yang
tentang

realitas

bahwa

masih

dapat menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta

menggunakan sisi yang sakit dan belajar dukungan emosional.


d. Membantu klien untuk melihat bahwa
mengontrol sisi yang sehat.
perawat menerima kedua bagian sebagai
bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan klien
untuk merasakan adanya harapan dan mulai
menerima situasi baru. Klien alzheimer
sering merasa malu, apatis, tidak adekuat,
bosan dan merasaa sendiri. Persaan ini dapat
disebabkan akibat keadaan fisik yang lambat
dan upaya yang besar dibutuhkan terhadap
e.

Beri

dukungan

psikologis

secara tugas-tugas

menyeluruh.

kecil.

Klien

dibantu

dan

didukung untuk mencapai tujuan yang


ditetapkan (seperti meningkatkan mobilitas).
e. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan
hari untuk mencegah waktu tidur yang terlalu
banyak yang dapat mengarah pada ada tidak
adanya keinginan daan apatis. Setiap upaya
dibuat untuk mendukung klien keluar dari

f.

Bentuk program aktivitas pada keseluruhan tugas-tugas yang termasuk koping dengan
hari.

kebutuhan mereka setiap hari dan untuk


membantu klien mandiri. Apapun yang

g.

Anjurkan orang yang terdekat untuk dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu
mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk mencapai

h.

dirinya semaksimal mungkin


kemampuan koping
Dukung perilaku/usaha seperti peningkatanf.
Menghidupkan
minat

dengan

meningkatnya

kembali

perasaan

atau partisipasi dalam aktivitas kemandirian dan membantu perkembangan

rehabilitasi
i.

tujuan

Monitor

harga
gangguan

tidur

peningkatan
g.
kesulitan kosentrasi, letargi, dan witdhrawal.
j. Kolaborasi:
Rujuk pada ahli neuropsikologi dan
h.
konseling bila ada indikasi

diri

serta

mempengaruhi

proses

rehabilitasi.
Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan
dan pengertian tentang peran individu masa
mendatang.
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi

umumnya terjadi sebagai pengaruh dari


stroke dimana memerlukan memerlukan
i.

intervensi dam evaluasi lebuh lanjut


Dapat memfasilitasi perubahn peran yang
penting

untuk

perkembangan

perasaan.

Kerjasama fisioterapy, psikoteraphy obatobatan, dan dukungan partisipasi kelompok


dapat menolong mengurangi depresi yang
juga sering muncul pada keadaan ini.
DX IV : Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan perubahan
proses pikir
Tujuan :
Dalam waktu 2x24 jam terjadi peniingkatan dalam perilaku berkomunikasi yang efektif
sesuai dengan kondisi dan keadaan klien.
Kriteria hasil :
Membuat teknik/metode komuunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
Intervensi
Rasional
a. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi.a. . Gangguan berbicara ada pada banyak klien
yang mengalami penyakit alzheimer. Bicara
mereka

yang

lemah,

menoton,

halus

menuntuk kesadaran berupaya untuk bicara


dengan lambat dengan penekanan perhatian
b.

Menentukan cara-cara komunikasi seperti pada apa yang mereka katakan


b. Memperhatikan kontak mata akan membuat
mempertahankan kontak mata, pertanyaan
klien tertarik selama komunikasi, jika klien
dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan
dapat menggerakkan kepala, mengedipkan
kertas dan pensil/bolpoin, gambar, ataupun
mata, atau senang dengan isyarat-isyarat
papan tulis; bahan isyarat, perjelas arti dari
sederhana, lebih baik dengan menggunakan
komunikasi yang disampaikan.
pertanyan ya atau tidak. Kemampuan menulis
kadang-kadang melelahkan klien, selain itu
dapat mengakibatkan frustasi dalam upaya
memenuhi kebutuhan komunikasi. Keluarga
dapat

c.

Letakkan bel atau lampu panggilan ditempat

bekerjasama

untuk

memenuhi kebutuhan klien.

membantu

yang

mudah

dijangkau

dan

berikanc. Ketergantungan klien pada ventilator akan

penjelasan cara menggunakannya.


lebih baik, rileks, perasaan aman, dan
Jawab panggilan tersebut dengan segera.
mengerti bahwa selama menggunakan
Penuhi kebutuhan klien. Katakan kepada
ventilator, perawat akan memenuhi segala
klien bahwa perawat siap membantu jika
kebutuhannya.
dibutuhkan.
d. Buatlah catatan dikantor perawat tentang
keadaan klien yang tak dapat berbicara
e. Buat rekaman pembicaraan klien
d. Mengingatkan staf perawat untuk berespon
dengan klien selama memberikan perawatan.
e. Rekaman pembicaraan klien dalam pita kaset
secara periodik, hal ini dibutuhkan dalam
memantau perkembangan klien. Amplifier
f.

Anjurkan keluarga atau orang lain yang


dekat denga klien untuk berbicara dengan
f.
klien, memberikan informasi tentang
keluraganya

dan keadaan

yang sedang

terjadi.

kecil

membantu

bila

klien

mengalami

kesultan mendengar
Keluarga dapat merasakaan akrab dengan
berada dekat klien selama berbicara, dengan
pengalaman

ini

mempertahankan

dapat
kontak

membantu
nyata

atau
seperti

merasakan kehadiran anggota keluarga yang


g. Kolaborasi dengan ahli bicara bahasa.

dapat mengurangi perasaan kaku


g. Ahli terapi bicara bahasa dapat membantu
dalam

membentuk

peningkatan

latihan

percakapan dan membantu petugas kesehatan


untuk mengembangkan metode komunikasi
untuk memenuhi kebutuhan klien.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

D.Evaluasi
Mempertahankan fungsi ingatan yang optimal
Memperlihatkan penurunan dalam prilaku yang bingung
Dapat bergerak bebas dan mandiri disekitar rumah
Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindung
Mengungkapkan perasaan ketenangan dan kepuasan diri
Menunjukkkan peningkatan kemampuan untuk memahami pesan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit Alzheimer adalah : penyakit degenerasi neouron kolinergik yang merusak dan
menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang di atas 63 tahun. Penyakit ini di
tandai dengan hilangnya ingatan dan fungsi kognitif secara progresif.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron.
Gejala Alzheimer, dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun),
Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun), Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun).

B. Saran
Demikian makalah ini kami susun sebagaimana mestinya semoga bermanfaat bagi kita
semua khususnya bagi tim penyusun dan semua mahasiswa dan mahasiswi kesehatan pada
umumnya. Saran kami, lebih banyak membaca untuk meningkatkan pengetahuan.
Kami sebagai penyusun menyadari akan keterbatasan kemampuan yang menyebabkan
kekurangsempurnaan dalam makalah ini, baik dari segi isi maupun materi, bahasa dan lain
sebagainya. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya agar makalah selanjutnya dapat lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

You might also like