You are on page 1of 26

REFERAT

ILEUS

Disusun oleh:
Delviana Mustikaningsih
1102011073

Pembimbing:
dr. Aunurrafieq, Sp.B

SMF ILMU BEDAH RSUD PASAR REBO


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI

BAB I
PENDAHULUAN
Ileus berasal dari bahasa Yunani eileos yang berarti sumbatan pada usus.
Sumbatan pada usus halus merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada usus
halus. Sumbatan pada usus dapat dibagi menjadi ileus mekanikal dan ileus paralitik.
Obstruksi mekanikal disebabkan oleh hambatan ekstrinsik atau intrinsic yang
mencegah pasase isi usus. Obstruksi mekanial dapat sebagian atau seluruhnya.
Obstruksi simple hanya menyumbat bagian lumen sedangkan obstruksi strangulata
menyumbat aliran suplai darah dan dapat menyebabkan nekrosis pada dinding
abdomen. Ileus paralitik (adinamik) disebabkan oleh kegagalan saraf terhadap
peristaltic usus tanpa obstruksi mekanikal.
Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia, adalah hernia, baik
sebagai penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi
(63%). Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan
jaringan, sebagai akibat insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya.
Dari laporan terakhir pasien yang telah menjalani sedikitnya sekali operasi
intraabdomen, akan berkembang adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali.
Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di
negara

maju, adhesi intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya

obstruksi usus. Pada pasien digestif yang memerlukan tindakan reoperasi, 3041% disebabkan obstruksi usus akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus,
proporsi ini meningkat hingga 65-75%.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI

Gambar. 1.1 Anatomi sistem pencernaan


a. Usus Halus
Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270 cm
sampai 290 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum.
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang
jejenum 100-110 cm dan panjang ileum 150 -160 cm. Pemisahan duodenum dan
jejenum ditandai oleh Ligamentum Treitz. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium. Kira-kira dua per lima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga per lima bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai
vaskularisasi yang besar dimana lebih tebal dari ileum. Apendiks vermiformis
merupakan tabung buntu berukuran sekitar jari kelingking yang terletak pada daerah
ileosekal, yaitu pada apeks sekum.

1) Duodenum
3

Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada


jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz,
suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat
hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum.
Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung).
2) Jejenum dan Ileum
Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah
kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan.
Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura
ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior
abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang
dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek
melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen
sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua
ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar
dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua
lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Pada usus halus, arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di
bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum
yang sebagian atas duodenum adalah arteri pancreaticoduodenalis superior, suatu
cabang arteri gastroduodenalis. Sedangkan bagian bawah duodenum diperdarahi
oleh arteri pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica
superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini
beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian
ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan
lewat vena messenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk
vena porta.
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk
jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang
4

aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat


pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri,
sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf
intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach
yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan
submukosa.
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke
atas melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi limphatici soeliakus dan ke bawah
melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici mesenterikus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
b. Usus Besar
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter
usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci
(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileocaecal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum
menempati dekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecal
mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon
ascendens, transversum, descendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke
atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca
dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri,
membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura
koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai
daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura
lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada
pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia
tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon
sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian
posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan

berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar


pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai anus dalam perineum.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum)
dengan cabangnya yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra, a. kolika media, serta a.
pancreaticoduodenalis inferior dan arteria mesenterika inferior memperdarahi
bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid,
dan bagian proksimal rektum) melalui a. kolika sinistra, a. sigmoidalis, a.
hemoroidalis superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi limphatici
mesenterikus dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang
terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan
dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi
limphatici mesenterikus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal
kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici
mesenterikus inferior.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum,
appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesenterikus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesenterikus superior dan
inferior.
Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal
kolon transversum, sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis
dari pleksus saraf mesenterikus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus.
Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta
perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai
efek berlawanan.

Gambar 1.2. Anatomi Usus Halus dan Usus Besar


2. FISIOLOGI
Usus halus mempunyai dua
fungsi utama yaitu pencernaan dan
absorbsi bahan-bahan nutrisi, air,
elektrolit

dan

mineral.

Proses

pencernaan dimulai dalam mulut dan


lambung oleh kerja ptialin, asam
klorida dan pepsin terhadap makanan
yang masuk. Proses dilanjutkan di
dalam duodenum terutama oleh kerja
enzim-enzim

pankreas

yang

menghidrolisis karbohidrat, lemak,


dan protein menjadi zat-zat yang
lebih sederhana. Adanya bikarbonat
dalam sekret pankreas membantu
menetralkan asam dan memberikan
pH optimal untuk kerja enzim-enzim.
Gambarempedu
2.1. Fisiologi
Gastrointestinal
Tract pencernaan dengan mengemulsikan
Sekresi
dari hati
membantu proses
lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
7

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus


(sukus enterikus). Banyak di antara enzim enzim ini terdapat pada brush border vili
dan mencernakan zat zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus
halus akan mencampur zat zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar
dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke
ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai
kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan
karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe
untuk digunakan oleh sel sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga
diabsorbsi
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang
terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang
terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot
longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan
berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1
4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi,
segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus
berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus
sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan
hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbs.
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat
yang merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses
kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar
7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan
menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian
proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah
dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan
refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon
gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus.
Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan usus halus.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan
di dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter
ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga
8

memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau pada
appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan
mengalami paralisis sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.
3. DEFINISI
Ileus berasal dari bahasa Yunani eileos yang berarti sumbatan pada usus.
Sumbatan pada usus halus merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada usus
halus. Sumbatan pada usus dapat dibagi menjadi ileus mekanikal dan ileus paralitik.
Obstruksi mekanikal disebabkan oleh hambatan ekstrinsik atau intrinsic yang
mencegah pasase isi usus. Obstruksi mekanial dapat sebagian atau seluruhnya.
Obstruksi simple hanya menyumbat bagian lumen sedangkan obstruksi strangulata
menyumbat aliran suplai darah dan dapat menyebabkan nekrosis pada dinding
abdomen. Ileus paralitik (adinamik) disebabkan oleh kegagalan saraf terhadap
peristaltic usus tanpa obstruksi mekanikal.
4. EPIDEMIOLOGI
Penyebab tersering obstruksi usus di indonesia, adalah hernia, baik
sebagai penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi
(63%). Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan
jaringan, sebagai akibat insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya.
Dari laporan terakhir pasien yang telah menjalani sedikitnya sekali operasi
intraabdomen, akan berkembang adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali.
Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di
negara

maju, adhesi intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya

obstruksi usus. Pada pasien digestif yang memerlukan tindakan reoperasi, 3041% disebabkan obstruksi usus akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus,
proporsi ini meningkat hingga 65-75%.
5. KLASIFIKASI
a. Ileus mekanik
1) Berdasarkan lokasi obstruksi

Letak tinggi

: bila mengenai usus halus (gaster-ileum terminal)


9

Letak rendah

: bila mengenai usus besar (ileum terminal-anus)

2) Berdasarkan sifat sumbatan

Partial obstruction

: terjadi sumbatan sebagian lumen

Simple obstruction

: terjadi sumbatan total yang tidak disertai

terjepitnya pembuluh darah. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang


disebabkan oleh tumor atau askariasis.

Strangulated obstruction: terjadi penjepitan pembuluh darah sehingga


terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang
ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan
oleh hernia, invaginasi, adhesi dan volvulus.

3) Berdasarkan kecepatan timbul

Akut

Kronik : dalam hitungan minggu

Kronik dengan serangan akut

: dalam hitungan jam

b. Ileus neurogenik
1) Adinamik/ileus paralitik

: ileus timbul karena adanya lesi saraf (terjepit,

peritonitis umum) sehingga terjadi paralisis yang berakibat ileus paralitik.


2) Dinamik/ileus spastika

ileus

terjadi

karena

rangsangan

saraf,

keracunan, histeri, neurasteni, sehingga timbul kenaikan rangsang terlalu


kuat, saraf parasimpatik di tunika muskularis yang berkotraksi bersamaan
dimana normalnya bergantian yang berakibat spasme dan makanan tidak
bisa menuju distal.

10

c. Ileus vascular
Ileus yang berhubungan dengan penyakit jantung, karena adanya
trombus/embolus pada pembuluh darah sehingga timbul iskemik, gangren,
nekrosis, bisa juga perforasi.

6. ETIOLOGI
Ekstraluminal
Intrinsik
Adhesi
Invaginasi
Hernia inkarserata
Penyakit Crohn
Neoplasma
Kongenital (volvulus)
Abses, hematoma
Striktur
Tabel 6.1. Klasifikasi ileus berdasarkan etiologi

Intraluminal
Batu empedu

Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh:


1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif,
sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi
intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi
yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang
mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga
dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif,
dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat
operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan
hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.

11

3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,


sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan
obstruksi melalui kompresi eksternal.
4. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma,

intususepsi, atau

penumpukan cairan.
5. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian
usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus
mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
6. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
7. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti
malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
8. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia
Littre.
9. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang
besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau
katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
10. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi.

A. Hernia
inkarserata
B. Invaginasi
C. Adesi
D. Volvulus
E. Tumor usus
F. Askaris

Gambar 6.2. Etiologi obstruksi usus


12

Ileus paralitik dapat disebabkan oleh:


a. Trauma abdomen
b. Pembedahan abdomen (laparotomy) dan saluran cerna
c. Serum elektolit abnormal (hipokalemia, hiponatremia,

hipomagnesemia,

hipermagnesemia)
d. Infeksi, inflamasi
Intrathorak (pneumonia)
Intrapelvic (penyakit radang panggul)
Rongga perut (peritonitis, appendicitis, diverticulitis, nefrolitiasis, kolesistisis,
pankreatitis, perforasi ulkus duodenus)
e. Iskemia usus (mesenterika emboli, trombosis iskemia)
f. Atoni usus dan peregangan gas sering timbul menyertai berbagai kondisi
traumatik (fraktur costae, fraktur tulang belakang, trauma medula spinalis)
g. Obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (narkotika, fenotiazin, diltiazem
atau verapamil, clozapine, obat antikolinergik)
h. Infark miokard
7. PATOFISIOLOGI
Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik
yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan
atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus
terganggu. Sehingga terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan
pada bagian proksimal tempat penyumbatan yang menyebabkan pelebaran dinding
usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intraluminal sehingga terjadi hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian
akumulasi cairan dan gas semakin bertambah sehingga menyebabkan distensi usus
sebelah proksimal sumbatan. Selain hipersekresi meningkat, kemampuan absorbsi
usus pun menurun, sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan
progresif. Hal ini dapat menyebabkan tejadinya syok hipovolemik.
Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat sebagai
kompensasi adanya sumbatan atau hambatan. Bila obstruksi terus berlanjut dan
terjadi peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak akan
berkontraksi dengan baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang.
Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi menyebabkan gangguan
vaskuler terutama stasis vena. Dinding usus menjadi udem dan terjadi translokasi
bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang disebabkan oleh adanya translokasi
13

bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek lokal peregangan usus adalah
iskemik akibat nekrosis disertai absorbsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik. Hal ini biasanya terjadi pada obstruksi usus
dengan strangulasi. Bahaya umum dari keadaan ini adalah sepsis.
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi usus
dan udara akan berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit.
Bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi
sekresi dan absorbsi membran mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi
edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat dengan sendirinya secara terus
menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa serta
meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi, iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan
kematian.

14

Gambar 7.1. patofisiologi obstruksi usus


8. MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya
terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka
gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi.
Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa
mengalami diare. Kadang kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi
15

pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding
obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir
pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi.
Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah yang
terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan. Usus
didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika obstruksi di
distal di dalam usus halus atau kolon, maka muntah timbul lambat dan setelah
muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil
pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnansi.
Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik
turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
(jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap.

Gambar 8.1. Manifestasi klinis dari obstruksi usus halus berdasarkan tinggi
obstruksi.
9. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan
di sekitar umbilikus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan
di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna
kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama

16

Nyeri (Kolik)

Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus

Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.

Muntah

Stenosis Pilorus : Encer dan asam

Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan

Obstruksi kolon : onset muntah lama.

Perut Kembung (distensi)

Konstipasi

Tidak ada defekasi

Tidak ada flatus

Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh
riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya dapat
menjurus pada adanya adhesi usus serta onset keluhan yang berlangsung cepat dapat
dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada
ileus letak rendah.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi

Abdomen tampak distensi


17

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup


kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.

Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran usus) dan Darm Steifung


(gambaran gerakan usus)

Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis

Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi


dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.

Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi.

Gambar 9.1. Gerakan peristaltik usus


b. Auskultasi
Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum)
menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada fase lanjut bising usus
dan peristaltik melemah sampai hilang. Pada ileus obstruktif pada auskultasi
terdengar kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora
(rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan
penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga

18

juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus
bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata.

c. Perkusi
Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen. Pada
obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.
d. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup defans muscular involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal. Kadang teraba massa seperti pada
tumor, invaginasi, hernia. Dan pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat
ditemukan ascites.
Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri
abdomen yang hebat dan bersifat menetap makin lama makin hebat, demam,
takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan abdomen tampak distensi, didapatkan ascites dan peristaltik
meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut di mana obstruksi terus
berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah
pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan
intususepsi

Rectal Toucher

Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease

Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

Feses yang mengeras : skibala

Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi

19

Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi

Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

e. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang
normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai
elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.10
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi
pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi
non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain
itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
Radiologi
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid level
pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Foto Polos Abdomen
Dapat ditemukan gambaran step ladder dan air fluid level terutama pada
obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mucosa
yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Pelebaran udara usus halus
atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level. Penggunaan
kontras dikontraindikasikan jika adanya perforasi-peritonitis. Barium enema

20

diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan


volvulus.

Gambar 9.2. Radiologi dari Ileus obstruktif


10. TATALAKSANA
1. Pre-operatif
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa
obstruksi ileus secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang
baik, obstruksinya berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita
meliputi
a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai
pencapaian tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau
dengan mengamati pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan
vena sentral dan pemeriksaan laboratorium berurutan.
b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan
intralumen dengan tujuan untuk dekompresi lambung sehingga memperkecil
kesempatan aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya udara yang ditelan ke
dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa
menyebabkan peningkatan tekanan intalumen.
c) Pemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
d) Dipasang kateter urin untuk menghitung cairan.
2. Operatif
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
21

Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.


Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat

obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.


Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus
yang ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah
1% pada 24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujungujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulate dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian
hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
3. Pasca Operasi
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus
yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang
terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan
tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca
bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar
bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien,
sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare
pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
22

keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca
bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi,
monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah.
Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran
kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian
antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman
sangatlah penting

11. DIAGNOSIS BANDING

Appendicitis akut

Kolesistitis, kolelitiasis, dan kolik bilier

Konstipasi

Dysmenorrhea, endometriosis dan torsio ovarium

Gastroenteritis aku dan inflammatory bowel disease

Pankreatitis akut

12. KOMPLIKASI

Nekrosis usus

Perforasi usus

Sepsis

Syok-dehidrasi

Abses
23

Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi

Pneumonia aspirasi dari proses muntah

Gangguan elektrolit

13. PROGNOSIS
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka
kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut
usia. Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian
sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya
gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. Pada obstruksi
usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 1530 %. Perforasi sekum
merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan.

24

BAB III
KESIMPULAN

Ileus dibedakan menjadi beberapa macam, ileus obstruktif, ileus paralitik dan
ileus vaskuler, Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus
besar.Penyebab terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi, kemudian diikuti
Hernia, keganasan, dan Volvulus.
Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu nyeri
abdomen (kolik abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik
akan ditemukan takikardia, demam, nyeri tekan abdomen, nyeri lokal pada perut, dan
distensi perut.Salah satu pemeriksaan penunjang pada illeus adalah pemeriksaan
radiologi, gambaran radiologi berupa pengumpulan gas dalam lumen usus yang
melebar (dilatasi)dinding usus menebal membentuk gambaran heering bone
appearance dan terdapat gambaran Air fluid level.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri, bila
penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.
Prognosis ileus baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2010. p. 623-31.
2. Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya,
Caroline, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. p. 437-59.
3. Sabiston DC. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam: Andrianto P, Oswari J,
editors. Buku Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta: EGC; 2005.
4. Manif Niko, Kartadinata. 2008. Obstruksi Ileus . Cermin Dunia Kedokteran
o.29.http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf .
5. Schwartzs. Principles of Surgery. 10th ed. 2014. The McGraw-Hill Companies.
6. Current. Diagnosis and treatment surgery. 13ed 2011. The McGraw-Hill
Companies.

26

You might also like