You are on page 1of 17

ACARA III

PEMINDANGAN IKAN KEMBUNG

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ikan merupakan produk perikanan yang berlimpah di Indonesia. Ikan
memiliki kandungan gizi yang sangat baik untuk pertumbuhan. Banyak
masyarakat yang suka mengkonsumsi ikan. Dijadikan lauk setiap hari,
makanan camilan, dan produk olahan lainnya. Semakin besarnya
permintaan konsumen membuat produsen berpikir keras untuk dapat
memenuhinya dengan keadaan ikan yang rentan terhadap kerusakan.
Selama 20 tahun terakhir, produksi ikan yang diolah baru sekitar 2347%,
dan dari jumlah tersebut, sebagian besar merupakan jenis pengolahan
tradisional. Ditinjau dari hasil olahan ikan, sebesar 75% ikan masih diolah
secara tradisional. Pengolahan dilakukan dengan skala usaha rumah
tangga kecil yang secara kualitas maupun kuantitasnya masih sangat
minim, sehingga mempunyai nilai jual yang rendah (Anisah, 2007).
Ikan pindang merupakan salah satu produk olahan ikan tradisional
yang sangat populer dan banyak disukai oleh masyarakat Indonesia.
Berdasarkan urutan disposisi dalam pengolahan tradisional, produk
pindang menduduki posisi ke 2 setelah produk ikan asin (Ariyani, 2008).
Pemindangan ikan merupakan salah satu pengolahan ikan, yang juga dapat
memperpanjang umur simpan. Pemindangan merupakan salah satu cara
pengawetan yang dilakukan oleh masyarakat, tetapi ikan pindang hanya
memiliki umur simpan yang singkat sekitar 2-4 hari. Perebusan dalam
larutan garam dalam waktu tertentu akan mematikan bakteri pembusuk.
Ikan pindang merupakan salah satu makanan yang disukai masyarakat
Indonesia. Dengan rasa yang khas ikan pindang, kenampakan yang baik,
dan harga yang ekonomis semakin menarik perhatian konsumen. Mutu
ikan pindang harus diperbaiki dan ditingkatkan. Dapat dilakukan dengan

mengatur suhu perebusan, konsentrasi larutan garam, bahan tambahan,


kondisi penyimpanan, dan kebersihan. Kebersihan bahan baku dan
lingkungan mempengaruhi kualitas ikan pindang yang dihasilkan. Semakin
baik kualitas ikan pindang akan semakin lama umur simpan yang dimiliki.
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana pemindangan ikan dapat memperpanjang umur simpan ikan
kembung?
b. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan garam terhadap kualitas ikan
pindang?
c. Bagaimana penggunaan konsentrasi terbaik untuk pemindangan ikan
kembung?
3. Tujuan
Tujuan praktikum acara III Pemindangan Ikan Kembung adalah:
a. Mengetahui pemindangan ikan dapat memperpanjang umur simpan
ikan kembung.
b. Mengetahui pengaruh konsentrasi larutan garam terhadap kualitas ikan
pindang.
c. Mengetahui penggunaan konsentrasi terbaik untuk pemindangan ikan
kembung.
B. Tinjauan Pustaka
Ikan banyak dikonsumsi di banyak bagian dunia oleh manusia karena
memiliki kandungan protein, lemak jenuh rendah dan juga asam lemak
omega konten dikenal untuk mendukung kesehatan yang baik. Makanan laut
merupakan sumber yang sangat kaya komponen mineral. Kontribusi global
ikan sebagai sumber protein yang tinggi, mulai dari 10% sampai 15% dari
keranjang makanan manusia di seluruh dunia. Ikan yang paling sumber
penting dari daging yang mungkin memainkan peran yang cukup dalam
memecahkan masalah pangan di dunia terutama di negara-negara
berkembang. Ikan dan produk perikanan sangat bergizi, selain persentase
tinggi protein hewani, mereka menyediakan beberapa nutrisi lain seperti
vitamin A dan B terutama di hati, dan E dan vitamin K, dan mereka
merupakan sumber yang baik dari beberapa mineral seperti Kalsium , Fosfor
dan Besi (Bakhiet, 2013).

Ikan merupakan salah satu makanan yang paling mudah rusak dan
pengawetan biasanya dilakukan dengan kombinasi teknik yang berbeda.
Kontaminasi mikroba pembusuk hampir tidak dapat dihindari karena ikan
merupakan media kultur yang sangat baik. Oleh karena itu, teknik
pengawetan ikan yang baik harus mencegah pembusukan mikroba ikan tanpa
mempengaruhi kualitas dan nilai gizi. Pembusukan ikan dapat disebabkan
autolisis cepat oleh enzim ikan, dan karena reaksi asam kurang dari daging
ikan yang nikmat pertumbuhan mikroba. Ikan, secara umum, biasanya
merusak lebih cepat dari makanan otot lain; proses pembusukan (Rigor
mortis) akan dimulai dalam waktu 12 jam dari tangkapan mereka di suhu
lingkungan yang tinggi tropis. Metode pengawetan ikan meliputi,
penggaraman, pengeringan, dingin, merokok dan beku. Penggaraman
merupakan salah satu perawatan tertua dalam memperluas umur simpan.
Garam

menurunkan

aktivitas

air

dan

menyebabkan

plasmolisis

(Gandotra, 2013).
Pengawetan makanan adalah proses perlakuan dan penanganan
makanan untuk menghentikan atau memperlambat pembusukan sangat
(kehilangan kualitas, sifat dpt dimakan atau nilai gizi) yang disebabkan atau
diperparah

oleh

mikroorganisme.

Beberapa

metode,

bagaimanapun,

menggunakan bakteri tidak berbahaya, ragi atau jamur untuk menambah


kualitas tertentu dan untuk mengawetkan makanan (misalnya keju, anggur).
Mempertahankan atau menciptakan nilai gizi, tekstur dan rasa penting dalam
melestarikan nilai sebagai makanan. Ini tergantung budaya, seperti apa yang
memenuhi syarat sebagai makanan yang cocok untuk manusia dalam satu
budaya mungkin tidak memenuhi syarat dalam budaya lain. Pelestarian
biasanya

melibatkan

mikroorganisme

mencegah

lainnya,

pertumbuhan

serta memperlambat

bakteri,

jamur,

dan

oksidasi lemak yang

menyebabkan tengik. Ini juga mencakup proses yang digunakan untuk


menghambat penuaan alami dan perubahan warna yang dapat terjadi selama
persiapan makanan seperti kecoklatan reaksi enzimatik dalam apel setelah
mereka dipotong (Abdulmumeen, 2012).

Penggaraman adalah prosedur populer untuk mengawetkan ikan.


Metode Penggaraman sederhana dan melibatkan kristal garam atau air garam.
Ada tiga jenis pengasinan ikan: penggaraman kering, penggaraman basah dan
kombinasi dari dua metode. Panjang periode serta konsentrasi garam
penggaraman tergantung pada produk akhir yang diharapkan. Dalam ikan
asin, di mana konsentrasi garam mencapai 20%, kekuatan ion yang tinggi
menyebabkan kontraksi miofibril dan dehidrasi protein. Juga, pH medium
dan jenis garam yang digunakan untuk pengasinan dapat mempengaruhi
tingkat denaturasi protein. Penggaraman ikan kemungkinan akan tetap
diminati baik oleh mereka yang nilai tradisi dan rasa tetapi juga telah
memperoleh penerimaan di produk-produk inovatif yang memberikan
kemudahan (Unlusayin, 2010).
Pada dasarnya, pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan
sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan
pemanasan.

Pengolahan

tersebut

dilakukan

dengan

merebus

atau

memanaskan ikan dalam suasana beragam selama waktu tertentu di dalam


wadah (besek, reyeng, naya, dll). Wadah ini digunakan sebagai tempat ikan
selama perebusan/pemanasan dan sekaligus digunakan sebagai kemasan
selama transportasi dan pemanasan. Daya simpan ikan pindang antara lain
tergantung pada jumlah garam yang dipakai dan lama perebusan. Jenis garam
yang digunakan adalah garam krosok. Jumlah garam yang dibutuhkan
disesuaikan dengan selera rasa asin. Umumnya dalam pengolahan ikan
pindang, garam yang dibutuhkan sekitar 20% dari berat ikan. Garam dapur
merupakan bahan yang umum digunakan. Hal ini disebabkan garam dapur
memiliki sifat dapat menyebabkan berkurangnya jumlah air yang terkandung
dalam daging ikan, sehingga kadar air dalam daging berkurang dan
menyebabkan akivitas mikroorganisme terhambat (Anisah, 2007).
Pemindangan yang dilakukan dengan cara menyusun ikan pada sebuah
wadah kedap air, secara berlapis-lapis antara ikan dan garam, wadah yang
digunakan untuk memasak pindang diberi air sedikit, kemudian dipanaskan di
atas nyala api, dalam jangka waktu tertentu. Pemindangan air garam yaitu

pemindangan yang dilakukan dengan cara menyusun ikan berlapis-lapis


dengan garam pada wadah yang tembus air seperti besek. Kemudian direbus
pada

bak

atau

dandang

perebusan

yang

berisi

larutan

garam

(Purnomowati, 2007).
Sebelum dimulai proses pemindangan, sebaiknya sisik, insang dan isi
perut ikan dibersihkan agar jumlah bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan
berkurang. Mutu garam akan mempengaruhi kecepatan penetrasi garam ke
dalam tubuh ikan. Kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan sangat
tergantung pada kadar NaCl yang dikandungnya. Semakin tinggi kadar NaCl
yang dikandung, semakin cepat pula penetrasi berlangsung. Penetrasi garam
juga dipengaruhi ukuran partikel (butiran) garam. Semakin halus butiran
garam yang digunakan, semakin cepat pula penetrasi. Agar ikan pindang yang
dihasilkan bermutu baik dan mempunyai daya awet tinggi, faktor-faktor
sanitasi harus diperhatikan. Proses pemindangan, ikan diawetkan dengan cara
mengukus atau merebus dalam lingkungan yang mengandung garam pada
konsentrasi agak tinggi (10-25%) dan bertekanan normal, dengan tujuan
menghambat aktivitas atau membunuh bakteri pembusuk maupun aktivitas
enzim (Afrianto, 1989).
Tujuan pemindangan adalah menghambat kegiatan bakteri atau
membunuh bakteri pembusuk. Garam merupakan faktor utama dalam proses
penggaraman ikan. Kemurnian garam mempengaruhi mutu ikan pindang
yang dihasilkan. Garam yang mengandung Ca dan Mg menyebabkan ikan
menjadi higroskopis, sehingga menimbulkan masalah dalam penyimpanan.
Sebaiknya digunakan garam murni yang mengandung NaCl tinggi (95%).
Nilai gizi ikan pindang relatif masih tinggi, yaitu protein 20%, lemak 5%, abu
5%, dan air 10% (Santoso, 1998).
Karena kadar garamnya relatif kecil dan kadar airnya yang masih cukup
tinggi, daya tahan pindang naya sangat pendek yaitu berkisar 13 hari atau
27 hari tergantung pada jenis ikannya. Kondisi ini sering menyebabkan
terjadinya kerusakan pindang karena basi ataupun tumbuhnya jamur.
Pemindangan

ikan

layang

segar

diawali

dengan

disiangi

untuk

menghilangkan isi perut, kemudian dicuci dengan air bersih untuk


menghilangkan kotoran dan sisa darah yang masih menempel pada ikan. Ikan
layang yang telah bersih disusun dalam naya, diatasnya ditaburi garam
sebanyak 78% dari bobot ikan kemudian naya yang berisi ikan dicelupkan
ke dalam air garam mendidih dengan konsentrasi 15% selama 15 menit.
Selesai pencelupan,naya berisi ikan diangkat dan ditiriskan (Ariyani, 2008).
Pemanasan dan penggaraman dalam pengolahan berfungsi untuk
menginaktifkan enzim, membunuh mikroba pathogen, mengubah sifat fisik,
sehingga mudah dicerna serta memperbaiki citarasa dan tekstur. Umumnya
konsentrasi garam yang digunakan dalam pengolahan pindang tidak terlalu
tinggi atau kurang dari 5% sehingga produk ini lebih disukai dibandingkan
ikan asin. Kadar protein pindang dipengaruhi oleh spesies ikan yang
digunakan sebagai bahan baku. Pindang ikan lele mengandung kadar protein
yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan layang (26,52%). Semakin
besar konsentrasi garam yang diberikan sehingga semakin banyak protein
yang terlarut. Garam dapat menurunkan air bebas dan meningkatkan daya
ikat air oleh daging ikan sehingga mempengaruhi tingkat kekerasan produk
(Suryaningrum, 2013).
Dengan pemindangan, umur simpan ikan dapat lebih panjang sehingga
ikan dapat didistribusikan ke daerah yang jauh tanpa dikhawatirkan busuk.
Salah satu alternatif meningkatkan harga ikan pindang adalah dengan
mengolahnya lebih lanjut menjadi produk abon. Abon yang terbuat dari ikan
pindang tidak memiliki rasa terlalu asin dan memiliki daya simpan yang lebih
lama. Ikan pindang sebaiknya dipilihkan ikan yang berdaging tebal dan
berduri sedikit, misalnya ikan kembung (Fachruddin, 1997).
Garam adalah mineral terutama terdiri dari natrium klorida yang sangat
penting bagi kehidupan hewan, tapi racun bagi kebanyakan tanaman darat.
Rasa Garam adalah salah satu rasa dasar, dan garam adalah makanan bumbu
paling populer. Garam juga merupakan pengawet penting.

Garam untuk

konsumsi manusia diproduksi dalam bentuk yang berbeda: garam dimurnikan


(seperti garam laut), garam halus (garam meja), dan garam beryodium. Ini

merupakan padat putih, merah muda pucat kristal atau abu-abu terang dalam
warna, biasanya diperoleh dari air laut atau batu endapan. Garam dianggap
antibakteri karena membatasi pertumbuhan bakteri dalam banyak makanan.
Menyimpan makanan dengan menurunkan jumlah "bebas" molekul air dalam
makanan. Bakteri membutuhkan kelembaban untuk tumbuh subur, tanpa
cukup air bebas, mereka tidak bisa tumbuh dengan baik di makanan yang
mengandung garam (Shee, 2010).
Deskrispi ikan pindang yang mempunyai kualitas baik adalah:
a. Warna dan kenampakan : Ikan utuh tidak patah, mulus, tidak luka atau
lecet, bersih, tidak terdapat benda asing, tidak ada endapan lemak, garam,
atau kotoran lain. Warna spesifik untuk tiap jenis (putih keabu-abuan),
tidak kusam, tidak berjamur, dan tidak berlendir.
b. Bau : Bau spesifik pindang atau seperti bau ikan rebus, gurih, segar, tanpa
bau tengik, masam, basi, atau busuk.
c. Rasa : Gurih spesifik pindang, enak, tidak terlalu asin, rasa asin merata,
dan tidak ada rasa asing. Flavour yang menunjukkan kesegaran pindang.
d. Tekstur : Daging pindang kompak, padat, cukup kering dan tidak berair
atau tidak basah (kesat) (Himawati, 2010).
C. METODOLOGI PENELITIAN
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Praktikum acara III Pemindangan Ikan Kembung dilaksanakan
pada hari Rabu, 19 November 2014 pada pukul 10.00-12.00 WIB.
Praktikum dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat
a. Baskom
b. Besek
c. Panci
d. Tutup panci
e. Timbangan
f. Lap kain (serbet)
g. Kompor
h. Tabung gas
3. Bahan

a.
b.
c.
d.

Ikan kembung
Garam (25 gram)
Larutan garam konsentrasi 10%, 15%, 25% dan 35%
Air

4. Cara Kerja
Ikan kembung

Pencucian
Garam
(25 gram)

Penaburan

Penataan pada besek

Larutan garam
(10%, 15%, 25% dan
35%)

Pemasakan sampai
mendidih
Perebusan selama 15
menit
Penirisan

Penyiraman air sisa


perebusan

Ikan pindang cue

Pengamatan hari ke 0, 1, 2, dan 3


(warna, bau, rasa, dan tekstur)
5. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada praktikum acara III
Pemindangan Ikan Kembung adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap)
pada ikan kembung dengan variasi perlakuan perebusan dalam larutan
garam (10%, 15%, 25% dan 35%) yang diamati kenampakan warna, bau,
rasa, dan tekturnya pada hari ke 0, 1, 2, dan 3.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3.1 Deskripsi Mutu Ikan Pindang
Kel

1-2

Perlakuan Hari
Parameter
(Konsentrasi KeKenampakan- Bau Rasa
Tekstur
Garam %)
warna
10
0
++
+
++
++
1

++

++

++

3-4

5-6

7-8

9-10

11-12

13-14

15-16

15

25

35

10

15

25

35

+++

+++

++

++

+++

+++

++

++

+++

++

+++

+++

++

++

++

++

++

++

++

++

+++

++

++

++

+++

++

++

++

+++

+++

++

++

++

++

++

++

+++

+++

++

+++

+++

+++

++

++

++

++

++

++

+++

++

+++

+++

++

++

++

++

++

++

++

++

++

++

+++

+++

++

++

+++

17-18

19-20

21-22

23-24

Keterangan:
Kenampakan
+ : kurang pucat
++ : pucat
+++: kurang pucat
Rasa
+ : sangat asin
++ : asin
+++: kurang asin

10

15

25

35

++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

++

+++

++

++

++

++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

++

+++

++

++

++

++

+++

+++

+++

+++

++

++

++

++

++

++

++

++

+++

++

++

+++

++

++

++

++

+++

++

++

+++

+++

++

++

+++

+++

Bau
+
: sangat amis
++ : amis
+++ : kurang amis
Tekstur
+
: sangat kompak
++ : kompak
+++ : kurang kompak

Sumber : Laporan sementara

Anisah (2007) menjelaskan bahwa pemindangan ikan merupakan upaya


pengawetan

sekaligus

pengolahan

ikan

yang

menggunakan

teknik

penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan


merebus atau memanaskan ikan dalam suasana beragam selama waktu
tertentu di dalam wadah. Sebelum dimulai proses pemindangan, sebaiknya
sisik, insang dan isi perut ikan dibersihkan agar jumlah bakteri yang terdapat
di dalam tubuh ikan berkurang (Afrianto, 1989). Pemindangan merupakan
salah satu cara pengolahan pasca panen ikan. Dengan pemindangan, umur
simpan ikan dapat lebih lama daripada ikan kembung biasa. Pengolahan ikan
pindang ini dapat meningkatkan nilai ekonomis ikan.
Proses pemindangan menurut Ariyani (2008) yaitu ikan yang telah
bersih disusun dalam besek, diatasnya ditaburi garam sebanyak 78% dari
bobot ikan kemudian besek yang berisi ikan dicelupkan ke dalam air garam
mendidih

dengan

konsentrasi

15%

selama

15

menit.

Selesai

pencelupan,naya berisi ikan diangkat dan ditiriskan. Hal ini sesuai dengan
praktikum yang telah dilaksanakan, namun untuk perebusan ikan dalam besek
pada praktikum digunakan beberapa variasi konsentrasi garam yaitu 10%,
15%, 25% dan 35%.
Pemindangan ikan kembung diawali dengan membersihkan ikan dari
organ bagian dalamnya, dan dilakukan pencucian pada air mengalir. Ikan
yang sudah bersih dilumuri dengan garam 25 gram. Kemudian ikan kembung
yang sudah diletakkan didalam besek direbus dengan larutan garam yang
telah mendidih selama 15 menit. Variasi konsentrasi larutan garam yaitu
10%, 15%, 25% dan 35%. Larutan garam sisa perebusan disiramkan pada
ikan. Ikan pindang kembung yang sudah jadi diamati pada hari ke 0,1, 2, dan
3. Pengamatan dilakukan pada produk ikan pindang kembung dengan
parameter kenampakan warna, bau, rasa, dan tekstur.
Pemanasan dan penggaraman yang dilakukan pada proses pemindangan
ikan kembung ini bertujuan untuk dapat mengawetkan ikan. Dengan
perebusan ikan kembung dalam larutan garam, akan dapat terjadi penetrasi

larutan garam ke dalam tubuh ikan. Larutan garam yang masuk akan
mengurangi kadar air dalam ikan, sehingga pertumbuhan mikroba dalam ikan
pindang kembung dapat dicegah. Garam yang masuk dalam produk ikan juga
dapat mendenaturasi protein. Denaturasi protein ini mengakibatkan enzim
tidak aktif dan mikroorganisme tidak tumbuh.
Pada praktikum yang telah dilaksanakan diketahui bahwa ikan pindang
dengan konsentrasi 10% dan 15% memiliki mutu yang bagus rata-rata pada
hari ke 0, 1. Larutan garam 25% untuk perebusan menghasilkan ikan pindang
yang bagus rata-rata pada hari ke 0, 1, dan 2. Terdapat ikan pindang dengan
perebusan larutan garam 25% pada pengamatan hari ke 2 terdapat belatung.
Hal ini mungkin disebabkan karena kebersihan yang kurang pada saat
penanganan bahan. Sedangkan ikan pindang dengan perebusan larutan garam
35% memiliki kualitas yang bagus selama 4 hari pengamatan, yaitu hari ke 0,
1, 2, dan 3.
Perebusan dengan larutan garam konsentrasi tinggi akan mempunyai
umur simpan yang lebih lama pada produk ikan kembung. Semakin besar
konsentrasi larutan garam akan membuat tekstur ikan menjadi lebih kompak,
lebih awet, dan cita rasa asin menjadi lebih kuat. Tekstur yang kompak
menandakan bahwa kadar air pada ikan pindang cenderung sedikit. Pada
kadar air yang rendah, mikroba juga cenderung tidak dapat tumbuh.
Ikan pindang paling bagus yaitu dengan perebusan larutan garam 35%.
Ikan pindang pada pengamatan hari ke 3 kelompok 23-24 mempunyai warna
pucat, bau amis, rasa sangat asin asin, dan tekstur sangat kompak. Hal ini
sesuai dengan teori yaitu merebus dalam lingkungan yang mengandung
garam pada konsentrasi agak tinggi dan bertekanan normal, dengan tujuan
menghambat aktivitas atau membunuh bakteri pembusuk maupun aktivitas
enzim (Afrianto, 1989).
Kualitas dan umur simpan produk ikan pindang dipengaruhi oleh faktor
bahan yang digunakan, sanitasi, penyimpanan, lama perebusan. Faktor bahan
yang digunakan yaitu kesegaran ikan, jumlah garam, jenis garam. Sedangkan
faktor sanitasi yaitu kebersihan pekerja, kebersihan bahan baku dan alat. Ikan

segar dan sanitasi yang baik juga akan menghasilkan kualitas ikan pindang
kembung yang baik. Penyimpanan yang tidak tepat dapat memperpendek
umur simpan umur ikan pindang. Ikan kembung selama penyimpanan akan
mengalami penurunan. Dengan oksidasi lemak yang terjadi dalam ikan
kembung, akan mempercepat pembusukan ikan. Lama perebusan akan
mempengaruhi kualitas ikan pindang yang dihasilkan. Semakin lama
perebusan akan membuat cita rasa asin terhadap ikan pindang semakin kuat.
Jenis garam berpengaruh pada umur simpan dan kualitas ikan, garam
yang mengandung Ca dan Mg akan membuat ikan menjadi higroskopis.
Sehingga mengurangi kualitas ikan dan menurunkan umur simpannya. Ikan
pindang biasanya mempunyai daya simpan 2-3 hari. Paling baik digunakan
garam NaCl dengan kemurnian yang tinggi. Ukuran butiraan garam yang
digunakan dalam penaburan ikan juga akan mempengaruhi penetrasi garam
ke dalam tubuh ikan. Ukuran garam yang lebih kecil akan mudah
berpenetrasi. Garam yang digunakan akan mempengaruhi tekstur ikan
pindang, dengan penggunaan garam yang baik dan pengolahan yang tepat
akan membentuk tekstur ikan pindang kembung yang semakin kompak dan
tahan lama.
Karakteristik ikan pindang yang mempunyai kualitas baik dan disukai
konsumen dideskripsikan Himawati (2010) sebagai berikut:
a. Warna dan kenampakan : Ikan utuh tidak patah, mulus, tidak luka atau
lecet, bersih, tidak terdapat benda asing, tidak ada endapan lemak, garam,
atau kotoran lain. Warna spesifik untuk tiap jenis (putih keabu-abuan),
tidak kusam, tidak berjamur, dan tidak berlendir.
b. Bau : Bau spesifik pindang atau seperti bau ikan rebus, gurih, segar, tanpa
bau tengik, masam, basi, atau busuk.
c. Rasa : Gurih spesifik pindang, enak, tidak terlalu asin, rasa asin merata,
dan tidak ada rasa asing. Flavour yang menunjukkan kesegaran pindang.
d. Tekstur : Daging pindang kompak, padat, cukup kering dan tidak berair
atau tidak basah (kesat).

E. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum acara III Pemindangan Ikan Kembung
yang telah dilaksanakan dalam disimpulkan sebagai berikut:
a. Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan
ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan.
b. Pada praktikum yang telah dilaksanakan diketahui bahwa ikan pindang
dengan konsentrasi 10% dan 15% memiliki mutu yang bagus rata-rata
pada hari ke 0, 1. Larutan garam 25% untuk perebusan menghasilkan
ikan pindang yang bagus rata-rata pada hari ke 0, 1, dan 2. Ikan
pindang dengan perebusan larutan garam 35% memiliki kualitas yang
bagus selama 4 hari pengamatan, yaitu hari ke 0, 1, 2, dan 3.
c. Ikan pindang paling bagus yaitu dengan perebusan larutan garam 35%.
Ikan pindang pada pengamatan hari ke 3 kelompok 23-24 mempunyai
warna pucat, bau amis, rasa sangat asin asin, dan tekstur sangat
kompak.
2. Saran
Praktikum pemindangan ikan lebih baik dilaksanakan pada pagi hari.
Karena praktikum yang dilaksanakan pada siang hari akan mengurangi
kenyamanan pelaksanaan praktikum, dengan kondisi laboratorium yang
ada. Untuk meningkatkan hasil praktikum yang lebih maksimal, peralatan
praktikum dalam laboratorium perlu dilengkapi. Kesadaran para praktikan
dalam hal kebersihan harus ditingkatkan, untuk menghasilkan produk sehat
dan aman dikonsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulmumeen HA, Risikat AN, Sururah AR. 2012. Food: Its preservatives,
additives and applications. Journal of Chemical and Biochemical Sciences,
Vol. 1 (1): 36-47.
Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Yogyakarta: Kanisius.
Anisah, Rifka Nur dan Indah Susiliwati. 2007. Kajian Manajemen Pemasaran
Ikan Pindang Layang di Kota Tegal. Jurnal Pasir Laut, Vol.3 (1): 1-18.
Ariyani, Farida dan Yusma Yennie. 2008. Pengawetan Pindang Ikan Layang
(Decapterus Russelli)Menggunakan Kitosan. Jurnal Pascapanen dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Vol. 3 (2): 139-140.
Bakhiet HHA, Khogalie FAE. 2013. Effect of Different Salt Concentration on
Total Bacterial Count and Heavy Metal Composition of the Fish
Hydrocynus spp. Journal of Animal and Feed Research, Vol. 3 (2): 87-90.
Fachruddin, Lisdiana. 1997. Membuat Aneka Abon. Yogyakarta: Kanisius.
Gandotra R, Gupta S et al. 2013. Nutritional and Microbial Quality Changes in
Raw and Brined Frozen Muscle of Cyprinus carpio (Linn.). Journal of
Science and Technology, Vol. 4 (6): 12-15.
Himawati, Endah. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa
Destilasi dan Redestilasi terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Sensoris
Ikan Pindang Layang (Decapterus Spp) Selama Penyimpanan. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
Purnomowati, Ida dkk. 2007. Ragam Olahan Bandeng. Yogyakarta: Kanisius.
Santoso, Hieronymus Budi. 1998. Teknologi Tepat Guna Ikan Pindang.
Yogyakarta: Kanisius.

Shee AK, Raja RB, Sethi D et al. 2010. Studies on the antibacterial activity
potential of commonly used food preservatives. Journal of Engineering
Science and Technology, Vol. 2(3): 264-269.
Suryaningrum, Theresia Dwi dkk. 2013. Penggunaan berbagai Garam dan
Bumbu pada Pengolahan Pindang Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus).
Jurnal Kelautan dan Perikanan, Vol. 8 (1): 23-34.
Unlusayin M, Erdilal R et al. 2010. The Effects of Different Salting Methods on
Extract Loss from Rainbow Trout. Journal of Pakistan Veterinary Journal,
Vol. 30 (3): 131-134.

You might also like