Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
KELOMPOK 18
Desi Dwi Rahayu
NIM H0912035
NIM H0912038
Katut Kompi Y.
NIM H0912071
Mona Trahsuhita K.
NIM H0912077
Praditya Agustin W.
NIM N0912099
Rosyid Khoirul A.
NIM H0912115
Shafa Farrasanti
NIM H0912122
ACARA IV
PENGALENGAN WORTEL DAN NANAS
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Buah dan sayur termasuk produk hortikultura yang sangat
dibutuhkan oleh manusia untuk pemenuhan gizi yang seimbang. Buahbuahan dan sayuran yang telah dipanen umumnya akan mengalami proses
kerusakan yang cukup cepat yang disebabkan oleh beberapa faktor, mulai
dari reaksi kimia yang terjadi, reaksi pencoklatan enzimatis, hingga proses
pembusukan. Untuk mencegah kerusakan yang terjadi pada buah, maka
dilakukan usaha untuk menjaga keawetan buah dan sayur.
Pengalengan sudah mulai digunakan sejak tahun 1800-an di
Perancis,
termasuk
dengan
cara
pengalengan
atau
pembotolan.
Pengertian
pengalengan
bukan
hanya
terbatas
pada
proses
logam besar dengan tutup dipasang cukup dalam untuk menyesuaikan rak di
bagian bawah. Pada metode rawpacking, buah dimasukkan ke dalam jar
kemudian disiram dengan sirup panas, jus, atau air. Ditutup dengan rapat
karena buah segar dapat menyusut selama pemrosesan. Buah segar dengan
perlakuan raw packing akan terlihat mengambang. Sedangkan hot packing,
buah segar dimasukkan ke dalam air mendidih kemudian ditempatkan dalam
jar (Kendle, 2008).
Proses blanching merupakan perlakuan pendahuluan untuk beberapa
jenis sayuran dan buah-buahan dengan tujuan mendapatkan mutu produk yang
dikeringkan, dikalengkan, dan dibekukan dengan kualitas baik. Proses
blanching termasuk dalam proses thermal dan umumnya membutuhkan suhu
berkisar 75-95C selama 1-10 menit. Ada empat dasar metode blanching yaitu
blanching dengan air panas, blanching dengan uap air, blanching dengan
udara, dan blanching dengan gelombang mikro atau konduksi elektrik. Pada
dasarnya, proses blanching bertujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim
yang menyebabkan perubahan kualitas bahan pangan. Fungsi blanching yang
lain adalah mengurangi gas antar sel. Pengurangan kadar oksigen antar sel
penting dilakukan untuk mengurangi perubahan oksidatif dan mendapatkan
kondisi headspace yang vakum pada proses pengalengan (Estiasih, 2009).
Berbagai bahan tambahan pangan telah digunakan untuk memperbaiki
warna dan tekstur makanan kaleng. Gula seperti sukrosa pada konsentrasi
tinggi mencegah perkembangan mikroorganisme dengan mengurangi
aktivitas air. Pada konsentrasi rendah, seperti yang digunakan dalam makanan
kaleng
dapat
meningkatkan
warna,
memberikan
ketegasan
dan
200 tahun terakhir. Proses ini adalah metode yang penting dari pengawetan
makanan dalam pembuatan makanan kaleng dan telah menjadi landasan
industri makanan olahan selama lebih dari satu abad. Namun, pengolahan
yang berlebihan harus dihindari karena proses termal juga memiliki efek yang
merugikan pada kualitas (faktor gizi dan sensorik) dari makanan. Dalam
makanan berasam tinggi resistensi panas pada Lactobacilli, ragi, dan jamur
lebih rendah dibandingkan enzim yang tahan panas seperti peroksidase,
pektin, esterase, dan polifenol oksidase dalam makanan yang menyebabkan
perubahan
yang
tidak
diinginkan
kecuali
dinonaktifkan
Jar yang digunakan dalam praktikum kali ini dibuat dari bahan gelas
atau kaca. Kemasan ini didefinisikan sebagai suatu larutan silikat yang cocok
dibentuk dengan pemanasan dan fusi, dengan pendinginan untuk mencegah
terjadinya kristalisasi (Desrosier, 2008).
Kerusakan produk dalam kaleng memang sukar terlihat, tetapi dapat
terdeteksi dengan adanya kerusakan pada badan kaleng itu sendiri.
Penyimpangan pada kaleng misalnya adalah berkarat. Kaleng yang berkarat
dapat menandakan waktu penyimpanan yang lama, selain itu kondisi
penyimpanannya juga mungkin tidak sesuai, misalnya udara yang terlalu
lembab. Kaleng yang berkarat pada bagian luarnya mungkin juga telah
berkarat bagian dalamnya. Reaksinya secara umum menghasilkan perubahan
warna pada bahan pangan. Kaleng yang gembung menandakan adanya
potensi bahaya mikrobiologis (Astawan, 2012).
Selain terjadi proses penurunan keasaman atau pH, bahan yang
dikalengkan dengan cara raw packing terbentuk mikrobia-mikrobia
pembusuk yang ditandai dengan bau yang tidak sedap. Pada makanan hasil
pengalengan, terutama bahan makanan yang bersifat asam rendah, mikrobia
yang sering muncul adalah Clostridium botulinum yang merupakan mikrobia
mesofil anaerob pembentuk spora. Sedangkan untuk bahan makanan
berbentuk sayuran, seperti wortel, mikrobia yang sering muncul selain C.
botulinum, Penicillium, Rhizopus, Lactobacilli, Bacilli, Achromobacter,
Pseudomonas dan Flavobacterium (Desrosier, 2008).
Buah-buahan dan sayur-sayuran biasanya rentan terhadap infeksi oleh
bakteri, cendawan, dan virus. Beberapa mikroorganisme menyerang ke dalam
jaringan tanaman sehingga terjadi pada berbagai stadia perkembangan buah
dan sayuran tersebut, dan bergantung kepada luasnya jaringan yang terserang,
maka kemungkinan terjadinya kerusakan akan bertambah. Faktor kedua yang
memungkinkan terjadinya pencemaran oleh mikroba ialah penanganannya
setelah panen (Irianto, 2002).
Jar
Raw Packing
Hot Packing
Penutupan
Panci
Pemanasan awal sampai suhu air 82C untuk hot
packing dan 62C untuk raw packing
Gelas berisi sayur dan buah
4. Rancangan percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan menggunakan tiga faktor yaitu, metode blanching dan filling,
pengalengan
bukan
hanya
terbatas
pada
proses
Tabel 4.1 Pengaruh Pengalengan Wortel dengan Metode Raw Packing dan
Hot Packing terhadap Kekeruhan, pH, Warna, Tekstur dan
Mikrobia yang Tumbuh
Ke
l
1
Har
i
ke0
Sampe
l
Perlakuan
Kekeruha
n
pH
Warna
Tekstu
r
Wortel
Rawpackin
g 15 menit
5,5
2
Jingga
benin
g
++
Mikrobi
a yang
tumbuh
-
Rawpackin
g 30 menit
5,4
7
Hotpacking
15 menit
5,5
1
10
Hotpacking
30 menit
5,4
6
Rawpackin
g 15 menit
Rawpackin
g 30 menit
Hotpacking
15 menit
Hotpacking
30 menit
Rawpackin
g 15 menit
Rawpackin
g 30 menit
Hotpacking
15 menit
Hotpacking
30 menit
+++
5,6
9
5,4
2
5,5
0
5,7
7
4,8
3
4,2
2
5,1
3
5,1
2
5
8
11
3
6
9
12
+++
+++
+++
+++
+++
+++
+++
Jingga
benin
g
Jingga
benin
g
Jingga
benin
g
Jingga
keruh
Jingga
keruh
Jingga
keruh
Jingga
keruh
Jingga
keruh
Jingga
keruh
Jingga
keruh
Jingga
keruh
++
++
++
+++
+++
+++
+++
++
++
++
+++
++++
++
Keterangan tekstur
+
: keras
++
: sedikit keras
+++
: lembek
++++ : sangat lembek
Diketahui pada sampel wortel pada Tabel 4.1 pada hari ke-6 untuk
raw packing 15 menit, diketahui bahwa tingkat kekeruhannya berada pada
level keruh, pH sebesar 4,83 dan berwarna jingga keruh, dimana teksturnya
sedikit keras namun tidak terdapat mikrobia. Kemudian untuk raw packing 30
menit tingkat kekeruhannya berada pada level keruh, nilai pH 4,22 kemudian
warnanya juga jingga keruh lalu teksturnya sedikit keras dan terdapat banyak
mikrobia. Sedangkan pada sampel wortel pada hari ke-6 untuk hot packing 15
menit, diketahui bahwa kekeruhannya juga berada pada level keruh, pH
sebesar 5,13, berwarna jingga keruh, dan teksturnya lembek dan tidak terdapat
mikrobia. Kemudian untuk hot packing 30 menit cukup keruh tingkat
kekeruhannya, pH 5,12 kemudian warnanya juga jingga keruh, teksturnya
sangat lembek dan terdapat sedikit mikrobia.
Warna pada wortel yang dikalengkan baik dengan perlakuan raw
packing maupun hot packing, warnanya berubah menjadi lebih gelap yaitu
dari jingga bening menjadi jingga keruh setelah 6 hari penyimpanan. Hal ini
dikarenakan adanya perubahan pigmen warna pada sampel wortel seperti yang
disampaikan Estiasih dan Ahmadi (2009), bahwa kombinasi suhu dan lama
sterilisasi pada sayur dan buah-buahan yang dikalengkan akan mengubah
klorofil menjadi faeofitin, karotenoid berisomerisasi dari 5,6 epoksida menjadi
5,8 epoksida yang mempunyai intensitas warna lebih rendah, serta antosianin
didegradasi menjadi berwarna coklat. Selain itu, tekstur sampel juga berubah
menadi lebih lembek. Perubahan tekstur dan viskositas pada sayur dan buah
yang dikalengkan menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), dikarenakan
terjadinya pelunakan yang disebabkan oleh hidrolisis senyawa-senyawa
pektin, gelatinisasi, pelarutan parsial hemiselulosa yang dikombinasikan
dengan penurunan turgor sel.
Tabel 4.2 Pengaruh Pengalengan Nanas dengan Metode Raw Packing dan
Hot Packing terhadap Kekeruhan, pH, Warna, Tekstur dan
Mikrobia yang Tumbuh
Ke
l
13
Har
i
ke0
Sampe
l
Perlakuan
Kekeruha
n
pH
Warna
Tekstu
r
Nanas
Rawpackin
4,1
Kuning
++
Mikrobi
a yang
tumbuh
-
16
22
19
14
17
23
20
15
g 15 menit
Rawpackin
g 30 menit
Hotpackin
g 15 menit
Hotpackin
g 30 menit
Rawpackin
g 15 menit
Rawpackin
g 30 menit
Hotpackin
g 15 menit
Hotpackin
g 30 menit
Rawpackin
g 15 menit
++
++
++
+
+
+
+++
+
4
4,0
2
4,1
3
4,2
8
4,2
3
4,2
0
4,2
0
4,2
8
4,2
5
18
Rawpackin
g 30 menit
4,1
6
24
Hotpackin
g 15 menit
++
4,3
0
21
Hotpackin
g 30 menit
++
4,2
4
Kuning
++
Kuning
++
Kuning
muda
Kuning
bening
Kuning
bening
Kuning
bening
Kuning
bening
Kuning
kecoklata
n
Kuning
kecoklata
n
Kuning
kecoklata
n
Kuning
kecoklata
n
++
+++
+++
++
++
+++
++
+++
++
+++
Pada sampel nanas dalam Tabel 4.2 untuk raw packing 15 menit pada
hari ke 6 tingkat kekeruhannya tidak keruh, nilai pH sebesar 4,25 dengan
warna kuning kecoklatan dengan tekstur lembek dan sedikit mikrobia. Lalu
pada raw packing 30 menit hasilnya tidak keruh, lalu pH sebesar 4,16 dengan
warna kuning kecoklatan bertekstur lembek namun tidak terdapat mikrobia.
Warna buah nanas yang dikalengkan, warnanya berubah menjadi lebih gelap
yaitu dari kuning menjadi kuning kecoklatan setelah 6 hari penyimpanan. Hal
ini dikarenakan adanya perubahan pigmen warna pada buah seperti yang
disampaikan Estiasih dan Ahmadi (2009), bahwa kombinasi suhu dan lama
sterilisasi pada sayur dan buah-buahan yang dikalengkan akan mengubah
klorofil menjadi faeofitin, karotenoid berisomerisasi dari 5,6 epoksida menjadi
5,8 epoksida yang mempunyai intensitas warna lebih rendah, serta antosianin
didegradasi menjadi berwarna coklat.
Kemudian pada sampel nanas dalam Tabel 4.2 untuk hot packing 15
menit pada pengamtan hari ke 6, tingkat kekeruhannya sedikit keruh, nilai pH
sebesar 4,30 dengan warna kuning kecoklatan, tekstur sedikit keras dan
terdapat sedikit mikrobia. Lalu pada hot packing 30 menit hasilnya sedikit
keruh, pH sebesar 4,24 dengan warna kuning kecoklatan, bertekstur lembek
dan tidak terdapat mikrobia. Perubahan tekstur buah nanas yang dikalengkan
pada hari ke 6 baik dengan pamasan 15 menit dan 30 menit mengalami
perubahan tekstur menjadi lebih lembek. Perubahan tekstur pada perlakuan
pemanasan 30 menit lebih lembek dibandingkan dengan perlakuan pemanasan
15 menit. Perubahan tekstur dan viskositas pada sayur dan buah menurut
Estiasih dan Ahmadi (2009) dikarenakan terjadinya pelunakan yang
disebabkan oleh hidrolisis senyawa-senyawa pektin, gelatinisasi, pelarutan
parsial hemiselulosa yang dikombinasikan dengan penurunan turgor sel.
Semakin lama proses pemanasan, maka akan semakin lunak bahan yang
dipanaskan.
Perubahan warna pada sampel wortel maupun nanas dengan metode
hot packing menghasilkan ketahan warna yang lebih baik dibandingkan
dengan metode raw packing. Hal ini sesuai dengan Landry (2012), yang
menyatakan bahwa, warna bahan makanan dengan metode hot packing pada
awalnya mungkin tidak lebih baik dari raw packing, tapi dalam jangka waktu
penyimpanan yang pendek, baik warna dan rasa makanan hot packing akan
lebih baik dari raw packing. Tingkat pencemaran mikrobia yang tumbuh pada
raw packing maupun hot packing baik pada sampel nanas maupun wortel
menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemanasan atau sterilisasi, mikrobia
yang tumbuh semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan Estiasih dan Ahmadi
(2009) yang menyatakan bahwa sterilisasi dapat mempengaruhi umur simpan
karena jika waktu yang diberikan tidak cukup, masih akan memungkinkan
adanya pertumbuhan mikroba pada produk yang dikalengkan.
Menurut Landry (2012), dengan cara metode raw packing, makanan
seperti buah, akan mengapung dalam gelas. Udara terperangkap di dalam dan
sekitar makanan sehingga dapat menyebabkan perubahan warna dalam waktu
2 sampai 3 bulan penyimpanan. Raw packing lebih cocok untuk
mengalengkan makanan yang diproses dengan bantuan tekanan. Sebagai
contoh produk makanan yang dikalengkan dengan menggunakan metode raw
packing adalah bahan pangan yang tidak memerlukan proses pemanasan yang
berlebihan, sebagai contoh adalah buah-buahan atau jus tomat. Selain terjadi
proses penurunan keasaman atau pH, bahan yang dikalengkan dengan cara
raw packing terbentuk mikrobia-mikrobia pembusuk yang ditandai dengan
bau yang tidak sedap. Pada makanan hasil pengalengan, terutama bahan
makanan yang bersifat asam rendah, mikrobia yang sering muncul adalah
Clostridium botulinum yang merupakan mikrobia mesofil anaerob pembentuk
spora. Mikrobia yang sering muncul selain C. botulinum menurut Desrosier
(2008), adalah Penicillium, Rhizopus, Lactobacilli, Bacilli, Achromobacter,
Pseudomonas dan Flavobacterium. Selain itu, pada raw packing tingkat
kekeruhan pada jar sangatlah tinggi. Sehingga, menurut Landry (2012) hot
packing adalah cara terbaik untuk menghilangkan udara dan merupakan
metode pengalengan makanan dengan cara pemanasan. Pada awalnya, warna
bahan makanan mungkin tidak lebih baik dari raw packing, tapi dalam jangka
waktu penyimpanan yang pendek, baik warna dan rasa makanan hot packing
akan lebih baik.
Produk kaleng harus disimpan di tempat yang sejuk dan kering dengan
suhu antara 500F sampai 700F maka produk kaleng akan bertahan selama satu
merupakan
salah
satu
metode
untuk
mematikan
alat
tersebut
merupakan
alat
yang
digunakan
untuk
berpengaruh
terhadap
karakteristik
produk
pangan
Rahmawati
mudah mengalami
kerusakan. Buah mengandung air dalam jumlah yang banyak dan nutrisi
yang
pertumbuhan dan
perkembangan
produk
tersebut
masih
di
sedangkan pada
sayur-sayuran
lebih banyak
(kurang
dari
dari 5. Mikroorganisme
(penyebab penyakit
busuk
lunak)
pada
sayuran
mampu
ditemukan
termasuk
genus Acetobacter
dan
Gluconobacter.
pada
DAFTAR PUSTAKA
Andress, E. 2011. Preserving Food: Using Boiling Water Canners. Athens,
GA: University of Georgia, Cooperative Extension.
Astawan, Made. 2012. Jangan Takut Makan Enak. Jakarta: Penerbit
Kompas.
Astuti, Sri Mulya. 2006. Teknik Pelaksanaan Percobaan Pengaruh
Konsentrasi Garam dan Blanching Terhadap Mutu Acar Buncis.
Landry, Warren L., et al. 2012. Home Canning, Guide 1 Principles of Home
Canning. United States Departement of Agriculture. National Institude
of Food and Agriculture.
Lean, Michael J., 2013. Ilmu Pangan, Gizi dan Kesehatan Edisi ke-7.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moryadee, A. and W. Pathorn-Aree. 2008. Isolation of Thermotolerant
Acetic Acid Bacteria From Fruits For Vinegar Production.
Research Journal of Microbiology: 3(3): 209-212.
Nugraha, Aditya Putra. 2008. Kuliah: Buah Sayur Gula.
http://sudarmantosastro.wordpress.com/. Diakses pada 29 November
2014.
Rahmawati, Anna. 2013. Mikroorganisme Kontaminan Pada Buah. Jurdik
Biologi FMIPA UNY.
Rickman, Joy C, Diane M Barrett And Christine M Bruhn. Review :
Nutritional Comparison Of Fresh, Frozen And Canned Fruits And
Vegetables. Part 1 Vitamins C And B And Phenolic Compounds.
Journal Of The Science Of Food And Agriculture 00225142 (2007).
USDA. 1994. Home Canning Guide 1. Principles of Home Canning. United
States Department of Agriculture.
Utami, Rahma. 2012. Karakteristik Pemanasan Pada Proses Pengalengan
Gel Cincau Hitam (Mesona Palustris). Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 2004. Sterilisasi Pangan. Bogor: M-Brio Press.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PRAKTIKUM