You are on page 1of 9

ACFTA adalah suatu kawasan perdagangan bebas di antara

anggota-anggota ASEAN dan Cina. Kerangka kerjasama


kesepakatan ini ditandatangani di Phnom Penh, Cambodia, 4
November 2002, dan ditujukan bagi pembentukan kawasan
perdagangan bebas pada tahun 2010, tepatnya 1 Januari 2010.
Setelah pembentukannya ini ia menjadi kawasan perdagangan
bebas terbesar sedunia dalam ukuran jumlah penduduk dan
ketiga terbesar dalam ukuran volume perdagangan, setelah
Kawasan Perekonomian Eropa dan NAFTA.
Usulan pembentukan kawasan ini dicetuskan Cina pada
bulan November 2000. Pada saat itu Cina memprediksi akan
menggeser Amerika Serikat pada posisi mitra dagang utama
ketiga ASEAN, setelah Jepang dan Uni Eropa. Pada rentang waktu
antara 2003 dan 2008, volume perdagangannya dengan ASEAN
tumbuh dari US$59.6 milyar menjadi US$192.5 milyar. Cina juga
diprediksi menjadi negara eksporter dunia terbesar pada tahun
2010.

Incoterms menjelaskan hak dan kewajiban pembeli dan penjual yang berhubungan
dengan pengiriman barang: pengiriman barang, penanggung jawab proses eksporimpor, penanggung biaya yang timbul dan penanggung resiko bila terjadi
perubahan kondisi barang yang terjadi akibat proses pengiriman.
Tujuan
Tujuan dari Satuan Belajar ini adalah untuk memahami: Tanggung jawab
dari Eksportir dan Importir di bawah Incoterms 2000. Bagaimana Incoterms
digunakan dalam transaksi Perdagangan Internasional.
Incoterms 2010. Jumlah aturan Incoterms telah dikurangi 13-11. Baru Incoterms:
DAT dan DAP. Diganti Incoterms: DAF, DES, DEQ dan DDU:
A) Incoterms untuk Transportasi laut dan perairan:
FAS - FOB - CFR - CIF
B) Incoterms untuk setiap cara Transportasi (Multimoda / unimodal)
EXW - FCA - CPT - CIP - DAT - DAP - DDP
Incoterms Disampaikan pada Asal: EXW, FCA, FAS, FOB, CPT, CFR, CIP, CIF
Incoterms Disampaikan pada Tujuan: HST, DAP, DDP
DAP (DISEDIAKAN DI TEMPAT)
Dapat digunakan untuk semua moda angkutan. Penjual memberikan pada saat
barang, setelah dibongkar dari sarana Transportasi tiba, ditempatkan di
pembuangan pembeli di terminal bernama di pelabuhan bernama atau tempat
tujuan.
"Terminal" meliputi dermaga, gudang, lapangan penumpukan atau jalan, kereta api
atau terminal udara. Kedua belah pihak harus menyetujui terminal dan jika mungkin
titik di dalam terminal di mana titik risiko yang akan mentransfer dari penjual
kepada pembeli barang. Jika dimaksudkan bahwa penjual menanggung semua
biaya dan tanggung jawab dari terminal ke jalur DAP atau DDP mungkin berlaku.
DAT (DISEDIAKAN PADA TERMINAL)
dapat digunakan untuk semua moda angkutan. Penjual memberikan barang ketika
mereka ditempatkan di pembuangan pembeli pada sarana Transportasi tiba siap
untuk bongkar di tempat yang bernama tujuan.
Pihak disarankan untuk menentukan sejelas mungkin titik di tempat tujuan yang
disepakati, karena risiko pemindahan pada titik ini dari penjual kepada pembeli. Jika
penjual bertanggung jawab untuk membersihkan barang, membayar bea dll
pertimbangan harus diberikan untuk menggunakan istilah DDP.

Incoterms dikeluarkan oleh Kamar Dagang Internasional (ICC), versi terakhir yang
dikeluarkan pada tanggal 2000

Pemahaman INCOTERMS 2000 Dan Kaitannya Dengan Pengertian Penyerahan Di


Luar Daerah Pabean
RustonTambunan,Ak.,M.Si.,M.Int.Tax
Citas Konsultan Global (CITASCO)
Salah satu syarat penyerahan barang yang dikenakan PPN menurut penjelasan pasal 4 huruf a UU
Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah
bahwa penyerahan dilakukan di daerah pabean. Pengertian daerah pabean tercantum dalam pasal 1
angka 1 yaitu wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara
diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Definisi tersebut menekankan batas-batas
wilayah Indonesia yang menjadi daerah pabean. Sementara itu UU PPN sendiri tidak mengatur secara
khusus mengenai saat terjadinya penyerahan atas suatu transaksi perdagangan internasional.
Penentuan saat terjadinya penyerahan (point of delivery) demikian dirasakan penting dalam kaitannya
dengan penentuan apakah penyerahan dilakukan di dalam atau di luar daerah pabean yang pada
akhirnya akan turut menentukan apakah atas transaksi tersebut memenuhi syarat untuk dikenakan PPN
atau tidak.
Incoterms_2000
Secara umum penyerahan dianggap telah terjadi ketika perusahaan penjual telah memindahkan risiko
secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada perusahaan pembeli.
Untuk menentukanpoint of delivery dalam perdagangan internasional perlu memahami Incoterms yaitu
singkatan dari International Commercial Terms yang merupakan definisi standard perdagangan
internasional yang diterbitkan olehInternational Chamber of Commerce (ICC) atau Kamar Dagang
Internasional yang berkedudukan di Paris. Incoterms menetapkan secara jelas tanggungjawab dan risiko
serta hak dan kewajiban bagi pihak pembeli maupun pihak penjual. Incoterms telah dianut oleh
kebanyakan negara dalam pembuatan kontrak penjualan (sales contract) atas transaksi ekspor- impor
sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1936 hingga terbitan terakhir yaituIncoterms 2000.
Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor P-01/BC/2007 tentang Perubahan Kelima Atas
Keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor KEP-81/BC/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk juga mengacu pada definisi dalam Incoterms. Sementara
itu dalam menghitung pajak-pajak sehubungan dengan impor, ketentuan perpajakan mendasarkan pada
Nilai Impor yang menjadi dasar perhitungan bea masuk sesuai perundang-undangan Pabean (UU Nomor
18 Tahun 2000 pasal 1 angka 20).
Incoterms memudahkan pemahaman atau interpretasi yang sama antar para trader dari berbagai negara
terhadap syarat-syarat perdagangan internasional. Incoterms berlaku untuk berbagai jenis transportasi
darat, laut dan udara . Berikut ini disajikan contoh Incoterms dengan moda transportasi laut dalam
bentuk chart.

Sumber : H.M. Noch Idris Ronosentono, Pengetahuan


Dasar Tatalaksana Freight Forwarding (Jakarta:
CV.Infomedika, 2006), hal 324
Chart di atas menggambarkan risiko
bagi Seller (Penjual) maupun Buyer (pembeli)
serta point of delivery pada masing-masing trade
terms yang secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
EXW = Ex Works (...nama tempat)
Penjual menyerahkan barang di tempat penjual, misalnya di pabrik, gudang atau tempat lainnya. Dalam
hal ini dokumen ekspor belum di urus. Risiko dan biaya-biaya terkait dengan pengambilan barang
tersebut di tempat penjual menjadi tanggungjawab pembeli. Dibelakang terminologi Ex Works
dicantumkan nama tempat penjual menyerahkan barangnya kepada pembeli. Misalnya Ex Works JurongWarehouse. Ini berarti barang di serahkan oleh penjual di gudang penjual yang berlokasi di Jurong
Singapore).
FCA = Free Carrier (... nama tempat)
Penjual menyerahkan barang-barang kepada perusahaan angkutan yang ditunjuk pembeli di tempat yang
telah ditentukan. Dalam hal ini dokumen ekspor di urus oleh pihak penjual. Risiko dan biaya-biaya bagi
pihak penjual hanya sampai pada saat penyerahan barang kepada perusahaan angkutan, selebihnya
menjadi tangungjawab pembeli. Nama tempat penyerahan tersebut dicantumkan di belakang terms FCA.
Misalnya FCA Kuala Lumpur. Kuala Lumpur dalam hal ini adalah nama kota dalam negara pihak penjual
melakukan penyerahan barang tetapi masih berada di wilayah negara yang bersangkutan.
FAS = Free Alongside Ship (nama pelabuhan pengapalan)
Dalam hal ini penjual menyerahkan barang di samping kapal bersandar pada pelabuhan pengapalan
yang ditentukan. Pembeli bertanggung jawab atas segala risiko dan biaya-biaya sejak barang diserahkan
oleh penjual di samping kapal. Dokumen ekspor diurus oleh pihak penjual. Nama pelabuhan pengapalan
dicantumkan di belakang terms FAS. Misalnya FAS Narita. Artinya penyerahan dilakukan di samping
kapal yang bersandar di pelabuhan Narita Jepang.
FOB = Free On Board (nama pelabuhan pengapalan)
Penjual melakukan penyerahan barang di atas kapal (melewati pagar kapal) yang tertambat di pelabuhan
pengapalan. Sejak dari titik penyerahan tersebut pembeli bertanggungjawab atas risiko atas barang dan
biaya-biaya yang terjadi. Semua dokumen dan biaya-biaya yang berkaitan dengan ekspor merupakan

tanggungjawab penjual. Sama seperti FAS, nama pelabuhan pengapalan dicantumkan


dibelakang terms FOB. Misalnya FOB Singapore.
CFR= Cost and Freight (nama pelabuhan tujuan)
CFR yang sebelumnya juga disebut sebagai C&F perlakuannya sama dengan FOB, hanya dalam hal ini
penjual wajib membayar biaya-biaya dan ongkos angkut sampai ke pelabuhan tujuan yang ditentukan.
Meskipun demikian, risiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang sejak penyerahan melewati
pagar kapal berada pada pihak pembeli. Nama pelabuhan tujuan dicantumkan di belakang terms CFR,
misalnya CFR Tanjung Perak yang dalam hal ini merupakan pelabuhan tujuan.
CIF = Cost Insurance and Freight (nama pelabuhan tujuan)
Perlakuannya sama dengan CFR, hanya saja penjual wajib menutup asuransi angkutan laut terhadap
risiko kerugian pembeli terhadap kerusakan atau kehilangan barang yang mungkin terjadi selama dalam
perjalanan. Meskipun penjual yang menutup asuransi, risiko atas barang telah berpindah dari pihak
penjual kepada pembeli sejak penyerahan barang di atas kapal di pelabuhan pengapalan. Sama seperti
CFR, nama pelabuhan tujuan dicantumkan dibelakang terms CIF, misalnya CIF Tanjung Priok.
DES = Delivered Ex Ship (nama pelabuhan tujuan)
Dalam hal ini penjual dianggap menyerahkan barang kepada pembeli di atas kapal (barang belum di
bongkar) pada saat kapal tiba di pelabuhan tujuan. Semua biaya dan risiko terkait dengan pengangkutan
barang sampai ke pelabuhan tujuan masih merupakan tanggungjawab penjual. Pada kondisi ini dokumen
impor di pelabuhan tujuan belum diurus. Terms DES Tanjung Priok menunjukkan bahwa barang
diserahkan penjual kepada pembeli di atas kapal di pelabuhan Tanjung Priok.
DEQ = Delivered Ex Quay - Duty Unpaid (nama pelabuhan tujuan)
Sama seperti DES namun penjual menanggung biaya bongkar barang tersebut ke atas dermaga. Dalam
DEQ - Duty Unpaid pembeli wajib mengurus dokumen impor dan membayar semua bea masuk serta
pajak-pajak sehubungan dengan impor tersebut.
DEQ = Delivered Ex Quay Duty Paid (... nama pelabuhan tujuan)
Selain bertanggungjawab membongkar barang tersebut dari kapal ke atas dermaga, penjual juga
bertanggungjawab atas pengurusan dokumen impor serta pembayaran bea masuk dan pajak-pajak
terkait dengan impor tersebut di negara tujuan.
Dari penjelasan chart Incoterms di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam perdagangan internasional
(ekspor - impor), apabila sales contract mencantumkan terms EXW, FCA, FOB, CFR serta CIF maka
penyerahan telah terjadi di negara asal barang (country of origin) karena risiko atas barang (kehilangan
atau kerugian) telah berpindah dari penjual ke pembeli di negara asal barang tersebut. Dengan demikian
misalnya dalam hal PT.A mengimpor barang dari S Pte Ltd Singapore dengan terms CIF Tanjung Priok,

maka dalam hal ini penyerahan terjadi di Singapura yaitu di luar daerah pabean Indonesia sehingga tidak
memenuhi syarat untuk dikenakan PPN. Pada saat PT. A memasukkan barang tersebut ke wilayah
pabean Indonesia baru kemudian dikenakan PPN impor. Begitu juga misalnya apabila PT.X yang
berkedudukan di Jakarta melakukan penjualan ke PT.Y yang bekedudukan di Surabayaterms CIF
Tanjung Perak. Barang berasal dari sebuah perusahaan pabrik di Singapura di mana PT. X merupakan
agen tunggalnya di Indonesia.. PT.X akan membeli barang dari vendornya di Singapore misalnya
dengan terms Ex Work Warehouse Singapore. Selanjutnya PT.X menjual barang ke PT.Y
dengan terms CIF Tanjung Perak. Mengacu pada Incoterms 2000, penyerahan dari PT.X ke PT. Y
merupakan penyerahan di luar daerah pabean yaitu di Singapore (bukan di Tanjung Perak Surabaya),
sehingga PT. X tidak wajib mengenakan PPN ke PT.Y. Selanjutnya PT.Y akan mengurus dokumen impor
atas nama perusahaannya sendiri. Kontrak penjualan seperti ini bisa terjadi antara lain dalam hal PT.Y
memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk (master list) atau dalam hal adanya pembatasan atau
ketentuan pemerintah yang tidak membolehkan PT.X (misalnya perusahaan yang bergerak di bidang
migas) melakukan impor langsung dari luar negeri melainkan harus melakukan pembelian dari
perusahaan lokal.
Pertanyaan mungkin timbul dalam hal penggunaan trade terms DES atau DEQ - Duty Unpaid dalam
transaksi perdagangan internasional, apakah penyerahan dianggap terjadi di luar daerah pabean atau di
dalam daerah pabean? Dalam kedua terms tersebut risiko atas barang (kehilangan atau kerusakan) baru
berpindah kepada pembeli setelah barang tiba di daerah pabean Indonesia. Pada DES penyerahan
terjadi di atas kapal sedangkan pada DEQ - Duty Unpaid di sisi dermaga setelah barang dibongkar dari
kapal. Sedikit benang merah mungkin dapat ditarik adalah bahwa dalam kedua terms tersebut dokumen
impor wajib diurus sendiri oleh pembeli (importir) atas namanya sehingga Bea Masuk, PPh pasal 22 dan
PPN dibayar oleh pembeli tersebut. Dengan demikian transaksi tersebut dapat dianggap seperti kegiatan
impor biasa. Hal ini .berbeda dengan terms DEQ - Duty Paid, di mana pihak penjual yang mengurus dan
membayar sendiri bea masuk dan pajak-pajak terkait atas namanya sehingga seolah-olah pihak penjual
bertindak juga sebagai importir yang kemudian menjualnya kepada pembeli di daerah pabean.
Perpindahan risiko atas barang ke pihak pembeli terjadi setelah pihak penjual menyelesaikan pengurusan
dokumen impor. Meskipun terms tersebut jarang dipakai dalam sales contract ekspor-impor, hal ini dapat
dikategorikan sebagai penyerahan dalam daerah pabean yang merupakan salah satu syarat
dikenakannya PPN.

Pengelompokan barang ekspor - Commodity


classification
A. BARANG YANG DIATUR EKSPORNYA
Adalah barang ekspor yang hanya dapat diekspor oleh eksportir terdaftar : Contoh :
Kopi
Tekstil dan Produk tekstil, khusus untuk tujuan negara yang menerapkan kuota (Amerika Serikat,
Uni Eropa, Kanada, Norwegia dan Turki)
Lembaran kayu venir dan lembaran kayu lapis (disambungkan maupun tidak) dengan ketebalan
tidak melebihi 6m
Kayu lapis, panil lapisan kayu dan kayu berlapis semacam itu
Kayu cendana dalam segala bentuk

B. BARANG YANG DIAWASI EKSPORNYA


Adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau Pejabat yang
ditunjuk. Contoh :
Binatang jenis lembu, hidup (bibit sapi, sapi bukan bibit, kerbau)
Ikan dalam keadaan hidup (anak ikan Napoleon Wrasse, ikan Napoleon Wrasse, Nener)
Inti kelapa sawit
Minyak dan Gas Bumi
Pupuk Urea
Kulit Buaya dalam bentuk Wet Blue
Binatang liar dan tumbuhan alam yang tidak dilindungi termasuk dalam Appedix II CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species)
Perak tidak ditempa atau dalam bentuk setengah jadi atau dalam bentuk bubuk, bukan tempa,
setengah jadi.
Emas bukan tempa atau dalam bentuk bubuk
Lombah dan Skrap Fero, ingot hasil peleburan skrap besi atau baja (khusus yang berasal dari
wilayah Pulau Batam)
Limbah dan skrap dari baja stainless, tembaga, kuningan dan aluminium.

C. BARANG YANG DILARANG EKSPORNYA


Adalah barang yang tidak boleh diekspor. Contoh :
Jenis hasil Perikanan dalam keadaan hidup :
Anak ikan Arwana
Ikan Arwana
Benih ikan sidat dibawah ukuran 5 mm
Ikan hias air tawar jenis boti macracanthus ukuran 15 cm ke atas.
Udang galah (udang air tawar) dibawah ukuran 8 cm
Karet bongkah
Kulit mentah, pickled dan wet blue dari binatang melata/reptil (kecuali kulit buaya dalam bentuk wet
blue)
Limbah dari skrap fero, ingot hasil peleburan besi atau baja (kecuali yang berasal dari wilayah Pulau

Batam) :
Limbah dan skrap dari timah, / baja paduan lainnya
Limbah dan skrap baja lainnya berbentuk gram, serutan dan lain-lainnya
Binatang liar dan tumbuhan alam yang dilindungi dan atau yang termasuk dalam Appendix I dan III
CITES, dalam keadaan hidup, mati, bagian-bagian daripadanya, hasil-hasil daripadanya ataupun
dalam bentuk barang yang dibuat daripadanya.
Barang kuno yang bernilai kebudayaan.

D. BARANG YANG BEBAS EKSPORNYA


Adalah yang tidak termasuk dari kategori di atas.

You might also like