You are on page 1of 12

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PASCA PANEN


(TPT 3007)
ACARA I
EQUILIBRIUM MOISTURE CONTENT (EMC)

DISUSUN OLEH:
Nama

: Mohammad Taufik H

NIM

: 12/333272/TP/10497

GOL

: Kamis B

CO. ASS

: 1. Hafiz Fajrin Aditama


2. Catarina Aprilia A.

LABORATORIUM TEKNIK PANGAN DAN PASCAPANEN


JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kadar air dalam bahan makanan mempunyai peranan penting. Kadar
air seimbang (EMC) penting dalam proses pengolahan makanan, karena
terkait dengan interaksi antara bahan dan lingkungan. Fungsi dari EMC
adalah untuk mengendalikan kualitas, stabilitas dan umur simpan serta untuk
parameter minimal dalam proses pengeringan produk pertanian.
Equilibrium Moisture Content (EMC) merupakan kandungan lengas
yang tercapai pada saat tekanan uap pada bahan sama dengan tekanan uap
pada lingkungan sekitarmya. EMC banyak digunakan untuk teknologi
pengeringan dan penyimpanan bahan pertanian. Perbedaan nilai kelembaban
setimbang (EMC) yang didapatkan tergantung apakah bahan tersebut basah
sehingga cenderung desorpsi atau bahan tersebut kering sehingga menyerap
lengas dengan adsorpsi.
Penentuan EMC yang relatif mudah dan paling sering digunakan
adalah dengan cara isotermis, yaitu kondisi termodinamik dari udara yang
dijaga konstan. Cara ini menggunakan garam lewat jenuh untuk
mengkondisikan kelembaban relatif. Mahasiswa teknik pertanian perlu
mengerti cara menentukan EMC dari hasil pertanian karena mahasiswa juga
mempelajari pengeringan dan penyimpanan. Oleh karena itu, pemahaman dan
praktek penentuan EMC dilakukan agar dapat memberikan pengetahuan akan
faktor penting dalam pengeringan dan penyimpanan.
B. Tujuan
1. Mengetahui cara menentukan Equilibrium Moisture Content (EMC) bahan
hasil pertanian terutama biji-bijian.
2. Menghitung EMC biji-bijian pada

berbagai

menggunakan berbagai model EMC.


BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan

kelembaban

relatif

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu:


1. Thermohigrometer
2. Desikator
3. Inkubator
4. Cawan
5. Timbangan analitis
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
1. Gabah
2. Air
3. Garam MgNO3, KNO2, LiCl, KCl dan NaCl
B. Cara Kerja dan Skema Alat
1. Cara Kerja
a. Persiapan larutan garam jenuh
Pertama-tama, larutan garam jenuh dibuat dengan cara garam
murni berlebih dilarutkan ke dalam air destilasi. Kelebihan garam
digunakan untuk menjaga kejenuhan larutan sehingga kelembaban
relatif yang dihasilkan akan tetap dan tidak dipengaruhi oleh
terjadinya adsorpsi dan desorpsi. Volume larutan garam jenuh minimal
setara dengan 1/20 volume desikator.
b. Persiapan dan pengamatan sampel
Sampel ditimbang 5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
cawan. Sampel dalam cawan ini dimasukkan ke dalam desikator yang
telah berisi larutan garam lewat jenuh. Desikator disimpan dalam dua
kondisi, yaitu lingkungan dengan suhu ruang dan suhu inkubator.
Pengamatan dilakukan selama 8 hari (hari pertama adalah hari
persiapan sampel). Data yang diambil selama pengamatan adalah suhu
dan RH di dalam desikator dan di luar desikator serta berat sampel.
Suhu dan RH diukur menggunakan thermohigrometer.
2. Skema Alat

C. Cara Analisa Data


1. Menghitung Nilai EMC atau kadar air setelah mencapai kondisi setimbang
M=

BsBkm
x 100
BkmBc

M
Bs
Bkm
Bc

= Equilibrium Moisture Content (EMC)


= Berat Setimbang (gram)
= Berat Kering Mutlak (gram)
= Berat Cawan (gram)

2. Menghitung Nilai aw teori dan observasi


Nilai ERH teori diperoleh dari tabel Suhu dan RH pada buku panduan
praktikum berdasarkan nilai rerata suhu pengamatan selama 7 hari tiap
garamnya.Nilai ErH observasi diperoleh dari rerata pengukuran RH tiap
garam dengan termohigrometer.
Aw=

Aw
ERH

ERH
100
= aktivitas air (water activity)
= Equilibrium Relative Humidity larutan garam

3. Mencari nilai Moprediksi berdasarkan metode BET


Nilai Aw yang digunakan adalah nilai Aw teori

M=

Mo .C . aw
(1aw)(1+ ( C1 ) aw)

Dibuat grafik hubungan

Aw
M (1Aw)

vs Aw

Aw
1
C1
=
+
x Aw
M (1Aw) C . Mo C . Mo

ya

Nilai C dan Mo diperoleh dari regresi linier dengan rumus subtitusi.


b
C= +1
a

Mo=

1
a .C

Setelah diperoleh nilai Mo Prediksi dibuat grafik Mo vs Aw prediksi dan


Observasi

observasi

Prediksi
Mo

Aw

4. Mencari Nilai Mo prediksi dengan Metode GAB (Gauggenheim,


Anderson, de Broer)
M=

Mo . K . C . aw
(1K . aw )(1 K . aw+ C . K . aw)

Dibuat grafik

aw
M

vs aw

Aw/ M

Aw

Dibuat grafik polynomial, add trendline pilih polynomial


aw K 1
=
( 1) aw2 +
M Mo C

Ax2 B x

A=

K 1
( 1)
Mo C

B=

1
c
1
Mo
2

C=

1
Mo . K . C

1
c
(1 ) aw +
Mo
2

1
Mo . K . C

( )

Setelah diperoleh nilai Mo Prediksi dibuat grafik Mo vs Aw prediksi dan


observasi
Observasi
Mo
Prediksi

Aw

Dibuat grafik Mo prediksi vs Mo observasi untuk menguji kesesuaian nilai


yang diperoleh dari prediksi dan observasi
Mo prediksi

R2

Mo observasi

5. Mencari nilai Mo prediksi berdasarkan metode Henderson


Aw = 1 exp (-kTMn)
1 Aw = exp (-kTMn)
ln(1-aw) = -kTMn
Dibuat Grafik ln M vs ln (-ln(1-aw))
ln (-ln(1-aw)) = -ln(kT) + n(ln M)
y
B
A
x
dimana T dalam Kelvin, lalu dengan cara substitusi
tentukan nilai n dan C
n = 1/b
C = exp (-a/b)
6. Mengukur Ka Awal
Ka (wb) =

(ab)
x 100
a

a = Berat sampel
b = berat konstan sampel setelah dioven pada selama 22 atau 24 jam
Ka ( wb )1 + Ka(wb)2+ Ka(wb)3
Sehingga Ka (wb)rerata =
3

7. Mengukur KA setelah mencapai kondisi setimbang :

Ka( wb)

( Bs Bkm)
x100%
Bs Bc

Keterangan:
Ka (s)

= kadar air setelah mencapai kondisi setimbang (%)

Bs

= berat setimbang (gram)

Bkm

= berat kering mutlak (gram)

Bc

= berat cawan (gram)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Aktivitas air pada bahan dipengaruhi sifat produk, kondisi lingkungan,
suhu, kelembaban relatif dan metode pengeringan. Fenomena penyerapan dan
pelepasan uap air bahan disebut sorpsi lembab. Keadaan setimbang dapat
dikatakan bahwa bahan dan udara berada pada tingkat potensial kimia air yang
sama. Jika kondisi sistem tersebut diberlakukan secara isothermal maka aktivitas
air bahan maupun udara akan konsatan (Labuza,1984).
Salah satu penanganan bahan pertanian yang berhubungan dengan EMC
adalah pengeringan. Pengeringan adalah metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian aiar dari suatu bahan dengan cara menguapkannya
hingga kadar air kesetimbangan dengan kondisi udara normal atau kadar air yang
setara dengan nilai aktivitas air (Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis,
enzimatis, dan kimiawi. Sedangkan dehidrasi adalah proses pengeluaran atau
penghilangan air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air
yang sangat rendah mendekati nol (Susanto, 1994).
Moisture content pada suatu bahan tergantung pada suhu dan kelembaban
di lingkungannya. Jika suhu dan kelembaban tersebut dijaga konstan, maka nilai
moisture content akan konstan dan sering disebut dengan equilibrium moisture
content (EMC). Nilai EMC akan meningkat siring dengan meningkatnya
kelembaban serta menurunnya suhu (Simpson, 1998).
Aktivitas air pada bahan dipengaruhi sifat produk, kondisi lingkungan,
suhu, kelembaban relatif dan metode pengeringan. Fenomena penyerapan dan

pelepasan uap air bahan disebut sorpsi lembab. Keadaan setimbang dapat
dikatakan bahwa bahan dan udara berada pada tingkat potensial kimia air yang
sama. Jika kondisi sistem tersebut diberlakukan secara isothermal maka aktivitas
air bahan maupun udara akan konsatan (Labuza,1984).
Proses penyerapan dan pelepasan uap air dapat mempengaruhi struktur
dalam bahan pangan. Perubahan tersebut penting dipelajari mengingat faktorfaktor lingkungan seperti RH dan suhu pada lingkungan penyimpanan yang
berbeda akan memberikan pengaruh signifikan terhadap karakteristik sorpsi
bahan. Isoterm sorpsi lengas (ISL) bahan menjadi dasar untuk merancang tahap
pengolahan bahan maupun memprediksi umur simpan (Ajisegiri, 2007).
Kelembaban perlu dipantau dalam mengontrol dan menjaga perusakan
oleh mikroorganisme. Tindakan yang diperlukan untuk memelihara kandungan air
pada batas yang masih dapat diterima adalah formulasi pada bahan makanan,
kontrol dari beberapa kondisi (seperti suhu dan RH) pada saat pengemasan,
kandungan garam atau gula untuk mengontrol aktivitas air, dan pemilihan bahan
kemasan dan desain kemasan itu sendiri dalam meminimalis kehilangan atau
peningkatan kelembaban di dalam kemasan (Suyitno, 1988).

DAFTAR PUSTAKA
Ajisegiri, et. al. 2007. Moisture Sorption of Locally Parboiled Rice. AU J.T. 11:
86-90.
Labuza, 1984. Moisture Sorption: Parctical Aspect of Isoterm Measurement and
Use. The American Association of Cereal Chemist. Minnesota: St Paul.
Simpson, William T. 1998. Equilibrium Moisture Content of Wood in Outdoor
Locations in the United States and Worldwide. United States
Departement of Agriculture. Forest Service, Forest Laboratory
Research.
Susanto, Tri. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya: Bina Ilmu
Suyitno. 1988. Pengujian Sifat Fisik Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Yogyakarta: UGM.

BAB V
PEMBAHASAN

BAB VI
KESIMPULAN
1. Penentuan nilai EMC dapat menggunakan metode statis ataupun dinamis. Pada
praktikum ini digunakan metode statis, yaitu dengan produk dihadapkan pada
udara lembab yang berada dalam keadaan statis. Prinsip dari metode ini yaitu
dengan pengaturan suhu udara secara termostatis dan penggunaan garam lewat
jenus sebagai pengaturan kelembaban relatif udara.
2. Penghitungan nilai EMC secara matematis dapat dihitung dengan beberapa
metode, yaitu metode BET, GAB dan Henderson.
3. Hasil EMC dengan metode BET pada penyimpanan suhu lingkungan pada
larutan garam jenuh LiCl, Mg(NO3)2, NaCl, KCl dan KNO3 berturut-turut yaitu
6,829579; 16,85099; 11,59692; 26,38221; dan -5,0876 dalam satuan persen.
Kemudian pada penyimpanan suhu inkubator yaitu 6,545684; 15,60212;
10,89956; 28,26002; dan -3,53378 dalam satuan persen.

LAMPIRAN

You might also like