You are on page 1of 13

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN PERILAKU

BELAJAR TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN AKUNTANSI.


STUDI PADA MAHASISWA AKUNTANSI UNIVERSITAS
BRAWIJAYA.
Disusun sebagai salah satu syarat penyusunan skripsi
Oleh :
ABIDAH ARDININGSIH
125020301111048

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di zaman yang semakin maju seperti dewasa ini, setiap
individu dituntut untuk dapat memahami permasalahan dan
materi secara cepat dan tepat.hal tersebut berlaku pula untuk
makasiswa selaku kaum intelektual yang seyogyanya diwajibkan
untuk dapat memecahkan masalah dan memahami materi dan
permasalahan dengan baik khususnya dalam bidang akuntansi.
Namun, menurut beberapa pendapat pendidikan akuntansi saat
ini

kurang

dapat

melahirkan

calon-calon

akuntan

yang

professional dikarenakan mereka hanya diberikan materi dan


teori namun, kurangnya pendidikan keterampilan.
Perkembangan mengenai kualitas dari hasil pendidikan
akuntansi

kurang

dapat

membekali

mahasiswa

dengan

keterampilan professional yang mumpuni. Sundem (1993) dalam


Machfoedz (1998) mengkhawatirkan akan ketidakjelasan industri
akuntansi yang dihasilkan oleh pendidikan tinggi akuntansi.
Pendidikan

tinggi,

tidak

sanggup

membuat

anak

didiknya

menguasai dengan baik pengetahuan dan keterampilan hidup.

McClelland (1997) dalam Goleman (2000) menyatakan


bahwa kemampuan akademik bawaan, nilai rapor, dan prediksi
kelulusan pendidikan tinggi tidak memprediksi seberapa baik
kinerja seseorang sudah berkerja atau seberapa tinggi

sukses

yang dicapainya dalam hidup. Sebaliknya ia menyatakan bahwa


seperangkat kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan
inisiatif mampu membedakan orang sukses dari mereka yang
berprestasi biasa-biasa saja. Selain kecerdasaan kognisi yang
dapat mempengaruhi keberhasilan orang dalam bekerja. Faktor
ini dikenal sebagai kecerdasaan emosional. Goleman berusaha
mengubah pandangan tentang IQ yang menyatakan keberhasilan
ditentukan

oleh

intelektualitas

belaka.

Goleman

tidak

mempertentangkan IQ (kecerdasaan kognisi) dan EQ (kecerdasan


emosional), melainkan memperlihatkan adanya kecerdasaan
yang bersifat emosional, ia berusaha menemukan keseimbangan
cerdas

antara

menentukan

emosi

dan

seberapa

keterampilan-keterampilan

kognisi.

baik
yang

Kecerdasan

seseorang

emosional

menggunakan

dimilikinya,

termasuk

keterampilan intelektual.
Proses

belajar

mengajar

sangat

berkaitan

dengan

kecerdasan emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional ini


mampu melatih kemampuan mahasiswa, yaitu kemampuan
untuk mengelola perasaannya kemampuan untuk memotivasi
dirinya sendiri, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi

tekanan, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda


kepuasaan

sesaat,

mengatur

suasana

hati,

serta

mampu

berempati dan bekerja sama dengan orang lain.


Selain EQ, perilaku belajar juga mempengaruhi seberapa
baik seseorang dapat menyerap dan menguasai bahan materi
yang diberikan. Menurut Hamalik(1983:139) salah satu factor
yang bersumber dari diri sendiri adalah belajar, atau lebih
tepatnya perilaku belajar. Rampengan(1997) berpendapat bahwa
perilaku belajar merupakan kebiasaan belajar yang dilakukan
oleh individu secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis
atau berlangsung secara spontan. Hal ini tercipta karena terus
menerus dilakukan dengan kesadaran dan seluruh aspek yang
mendukung.
Dengan memperhatikan uraian diatas, peneliti tertarik
untuk meneliti pengaruh kecerdasan emosional dan perilaku
belajar mahasiswa akuntansi terhadap tingkat pemahaman
akuntansi. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan
pengaruh dan diharapkan dapat memberikan umpan balik bagi
perguruan tinggi untuk dapat menghasilkan para akuntan
berkaualitas. Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian Bulo (2002)
berkaitan dengan kecerdasan emosional dan Suwarjono (1999)
dalam hal memahamkan pengetahuan akuntansi. Bulo (2002)
meneliti

pengaruh

pendidikan

tinggi

akuntansi

terhadap

kecerdasan emosional mahasiswa, variabel independen adalah


pengalaman mengikuti pendidikan tinggi, kualitas pendidikan
tinggi, dan lama waktu mengikuti pendidikan tinggi, variabel
dependen adalah kecerdasan emosional yang diukur melalui lima
komponen. Untuk sampel yang digunakan adalah mahasiswa
UGM, UAJ, USD, dan alat analisis yang digunakan adalah uji t.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Apakah perilaku belajar berpengaruh terhadap tingkat
pemahaman akuntansi mahasiswa jurusan akuntansi?
b. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap
tingkat

pemahaman

akuntansi?
c. Manakah yang

lebih

akuntansi

mahasiswa

berpengaruh

terhadap

jurusan
tingkat

pemahaman akuntansi mahasiswa jurusan akuntansi?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


a. Mengetahui pengaruh perilaku belajar terhadap tingkat
pemahaman akuntansi pada mahasiswa jurusan akuntansi.
b. Mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap
tingkat pemahaman akuntansi pada mahasiswa jurusan
akuntansi.

c. Mengetahui manakah yang lebih berpengaruh terhadap


tingkat pemahaman akuntansi pada mahasiswa jurusan
akuntansi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1

Kecerdasan Emosional
Kamus

Bahasa

Indonesia

kontemporer

mendefinisikan

emosi sebagai keadaan yang keras yang timbul dari hati,


perasaan jiwa yang kuat seperti sedih, luapan perasaan yang
berkembang dan surut dalam waktu cepat. Emosi merujuk pada
suatu perasan dan pikiran-pikiran yang khasnya, suatu keadaan
yang biologis dan psikologis serta serangkaian kecendrungan
untuk bertindak. Emosional adalah hal-hal yang berhubungan
dengan emosi.
Menurut Goleman (2000), kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain
untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik
di dalam diri kita dan hubungan kita. Kemampuan ini saling
berbeda dan melengkapi dengan kemampuan akademik murni,
yaitu kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ.
Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf (1998), kecerdasan
emosional

adalah kemampuan mengindra, memahami dan

dengan efektif menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi


sebagai sumber energi, informasi dan pengaruh.

2.2 Komponen kecerdasan emosional


Steiner (1997) dalam Kukila (2001) menyatakan bahwa
kecerdasan emosional mencakup 5 komponen, yaitu mengetahui

perasaan sendiri, memiliki empati, belajar mengatur emosi-emosi


sendiri,

memperbaiki

kerusakan

sosial,

dan

interaktivitas

emosional. Cooper dan Sawaf (1998) merumuskan kecerdasan


emosional sebagai sebuah titik awal model empat batu penjuru,
yang terdiri dari kesadaran emosi, kebugaran emosi, kedalaman
emosi, dan alkimia emosi.
Goleman dalam William Bulo (2002) secara garis besar
membagi dua kecerdasan emosional yaitu kompetensi personal
yang meliputi pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri
dan kompetensi sosial yang terdiri dari empati dan keterampilan
sosial. Goleman, mengadaptasi lima hal yang tercakup dalam
kecerdasan emosional dari model Salovely dan Mayer, yang
kemudian diadaptasi lagi oleh Bulo (2002) yaitu pengenalan diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan kemampuan sosial.

2.3 Tujuan, Perilaku dan Prestasi Belajar.


Belajar

merupakan

aktivitas

yang

memili

berbagai

pengertian, tergantung dari sudut pandang mana seseorang


melihatnya.

MenurutAli(1992)

Belajar

merupakan

proses

perubahan perilaku akibat interaksi antara individu dengan


lingkungannya,

sedangkan

menurut

Ahmadi

(1993)

belajar

adalah perubahan dari diri manusia, sehingga apaila setelah


be;ajar tidak terjadi perubahan dalam diri manusia, maka

tidaklah dapat dinyatakan padanya telah berlangsung proses


belajar. Dari pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa belajar merupakan aktivitas dan tindakan yang kompleks
dimana terdapat usaha untuk ingin berubah menjadi lebih baik
dengan berinteraksi dengan lingkungannya.
Kebiasaan

belajar

mahasiswa

erat

kaitannya

dengan

penggunaan waktu, baik untuk belajar maupun kegiatan lain


yang menunjang belajar.

Dalam

proses

belajar

diperlukan

perilaku belajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan, dimana


dengan perilaku belajar tersebut tujuan pendidikan dapat dicapai
dengan efektif dan efisien. Perilaku belajar sering disebut
kebiasaan belajar, merupakan aktivitas yang dilakukan individu
secara berulang sehingga menjadi spontanitas.
Proses belajar selalu diawali dengan adanya motivasi dan
tujuan,

yang

dimaksudkan

untuk

memberikan

arah

bagi

pencapaian yang diinginkan dalam rentang waktu tertentu.


Proses belajar yang baik dibuktingan dengan pencapaian prestasi
yang memuaskan. Nasution, dkk. (1986) menyatakan bahwa
prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang
dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan
baik apabila memenuhi aspek kognitif, afektif dan psikomotoris.
Kegiatan
dipengaruhi

belajar

oleh

mengajar

beberapa

factor

dalam
yakni

keberhasilannya
(1)

factor

yang

bersumber dari individu sendiri, (2) factor yang bersumber dari


lingkungan belajar, (3) factor yang bersumber dari lingkungan
keluarga, dan (4) factor yang bersumber dari masyarakat.

2.4

Pemahaman Akuntansi

Pengertian Akuntansi
Suwardjono
seperangkat

(1991)

menyatakan

pengetahuan

yang

luas

akuntansi
dan

merupakan

komplek.

Cara

termudah untuk menjelaskan pengertian akuntansi dapat dimulai


dengan mendefinisikannya. Akan tetapi, pendekatan semacam
ini mengandung kelemahan. Kesalahan dalam pendefinisian
akuntansi

dapat

menyebabkan

kesalahan

pemahaman

arti

sebenarnya akuntansi. Akuntansi sering diartikan terlalu sempit


sebagai proses pencatatan yang bersifat teknis dan prosedural
dan bukan sebagi perangkat pengetahun yang melibatkan
penalaran dalam menciptakan prinsip, prosedur, teknis, dan
metoda tertentu.
Pendidikan

tinggi

mengadakan

program

pendidikan

mengacu pola link dan match. Pengertian link and match yang
dimaksud adalah keterkaitan antara produktifitas pendidikan baik
mencakup

kuantitas,

kualitas,

kualifikasi

yang

dibutuhkan

dengan kebutuhan pembangunan, dunia industri, masyarakat


maupun individu lulusan perguruan tinggi yang bersangkutan.

Kenyataannya

pasar

kerja

dan

dunia

kerja,

tidak

hanya

membutuhkan lulusan perguruan tinggi yang semata-mata


memiliki penguasaan akan ilmu pengetahun, tetapi dibutuhkan
juga sejumlah kompensasi lain yang tidak berhubungan dengan
ilmu pengetahuan secara langsung.

2.5 HIPOTESIS
H1= pengenalan diri berpengaruh terhadap tingkat pemahaman
akuntansi
H2=

pengendalian

diri

berpengaruh

terhadap

tingkat

pemahaman akuntansi
H3= motivasi diri berpengaruh terhadap tingkat pemahaman
akuntansi
H4=

empati

berpengaruh

terhadap

tingkat

pemahaman

akuntansi
H5=

kemampuan

social

berpengaruh

terhadap

tingkat

pemahaman akuntansi
H6= perilaku belajar berpengaruh terhadap tingkat pemahaman
akuntansi

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif

dapat

diartikan

sebagai

metode

penelitian

yang

digunakan atau meneliti populasi atau sampel tertentu, teknik


pengambilan sampek dilakukan secara random, pengumpulan
data menggunakan instrument penelitian analisis data bersifat
kualitatif atau statistic dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan. Penelitian ini menggunakan kuiesioner
sebagai alat pengumpulan data dengan menggunakan enam
skala linkert.
3.2 Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah
mahasiswa

akuntansi

Universitas

Brawijaya

yang

telah

menempuh mata kuliah pengantar akuntransi 1, pengantar


akuntansi 2, akuntansi keuangan 1, kuntansi keuangan 2,
akuntansi keuangan lanjutan , akuntansi biaya , akuntansi
manajemen, auditing 1, auditing 2, dan teori akuntansi.
3.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data


primer, yang mana merupakan data yang langsung diperoleh
peneliti dari subyek yang akan diteliti. Data primer diperoleh dari
pembagian

kuesioner

yang

kemudian

pertanyaan

pernyataan yang ada akan dijawab oleh subyek.

maupun

You might also like