Professional Documents
Culture Documents
Sesuai dengan namanya, neutrino merupakan suatu partikel yang tidak bermuatan
listrik alias netral. Partikel ini diusulkan oleh Pauli pada tahun 1930. Ketika itu Pauli dan
para fisikawan sedang pusing tujuh keliling karena tidak dapat menjelaskan energi yang
hilang dalam peristiwa peluruhan beta (beta decay) yang mengubah netron menjadi
proton dan elektron. Mereka bingung kenapa ada energi yang hilang? Apakah energi itu
tidak kekal? Apakah itu berarti energi bisa dimusnahkan? Pauli kemudian mengambil
inisiatif dan mengusulkan bahwa energi yang hilang ini sebenarnya dipakai oleh suatu
partikel yang tidak bermassa, tidak terlihat dan bergerak dengan kecepatan cahaya.
Empat tahun kemudian, Enrico Fermi menamakan partikel ini, neutrino (artinya little
neutral one). Tahun 1956 Reines dan Cowan menemukan neutrino dalam eksperimen
di dalam reaktor nuklir (Reines meraih hadiah nobel fisika tahun 1995).
Neutrino banyak dihasilkan dalam reaksi-reaksi fusi baik di Matahari maupun bintangbintang lain. Matahari menghasilkan sekitar dua ratus triliun triliun triliun netrino setiap
detik (nah hitung sendiri deh nolnya). Sedangkan pada supernova (bintang yang
meledak di akhir hidupnya) dapat menghasilkan neutrino 1000 kali lebih banyak dari
neutrino di Matahari.
Neutrino tidak berinteraksi dengan materi sehingga mereka bisa tembus berbagai
benda termasuk tubuh kita. Sekitar 65 miliar neutrino dari matahari tiap cm kuadratnya
tiap detik datang ke bumi
Bagaimana sih mendeteksi neutrino ini? Davis, menggunakan sebuah tangki berisi 100
ton tetrakloroetilena, semacam cairan pembersih. Neutrino mampu mengubah klor di
dalam cairan ini menjadi radioaktif argon. Nah Argon ini kemudian akan meluruh lagi
menjadi klor dengan memancarkan elektron. Elektron inilah yang diamati oleh detektor
(alat pendeteksi). Detektor yang digunakan oleh Davis di Homestake mines, South
Dakota, mencatat bahwa energi neutrino yang datang sekitar 0.81 megaelektronvolt
Kenapa orang mempelajari neutrino yang berasal dari Matahari (solar neutrino) ini?
Dengan mempelajari neutrino orang akan tahu berapa laju reaksi fusi yang terjadi
dibintang-bintang. Hasil ini akan membantu menjelaskan bagaimana terjadinya evolusi
bintang, berapa umur bintang dan bagaimana matahari itu bersinar? Disamping itu
dengan meneliti neutrino ini maka kita bisa tahu apakah neutrino itu sungguh-sungguh
tidak punya massa atau ada jenis neutrino yang mempunyai massa. Ini penting untuk
menguji kebenaran dari teori fisika standard model yang memprediksi bahwa neutrino
itu tidak bermassa.
Wusss lebih cepat dari kilat, neutrino menyusuri lorong bawah tanah sejauh 730
kilometer hingga sampai di Laboratori Nazionali del Gran Sasso (LNGS), yang terletak
di Italia. Partikel itu menumbuk emulsi film di laboratorium ini. Puluhan ilmuwan di dua
laboratorium milik European Organization for Nuclear R e s e a r c h (CERN) terus m e
m p e r h a t i k a n perjalanan partikel neutrino. Rombongan partikel yang membentuk
lingkaran sepanjang 6,9 kilometer itu ditembakkan dari laboratorium yang terletak di
barat laut kota Jenewa, perbatasan Swiss dan Prancis.
Jumat pekan lalu, mereka mengumumkan penelitian yang merupakan bagian dari
eksperimen Opera (Oscillation Project with EmulsionTracking Apparatus). Eksperimen
yang dirintis sejak 2008 dan melibatkan puluhan ilmuwan negara maju itu bertujuan
mempelajari sifat partikel elementer bernama neutrino. Alih-alih memperdalam
pengetahuan mengenai neutrino, mereka justru menemukan kenyataan bahwa partikel
ini bergerak lebih cepat dari cahaya. Seandainya cahaya dan neutrino dilepas
bersamaan dari Jenewa, neutrino akan menjadi pemenang, meninggalkan cahaya 20
meter di belakangnya. Hal ini berarti neutrino bisa ngebut 8 kilometer per detik lebih
cepat dari cahaya. Alhasil, temuan ini menghancurkan pemikiran Albert Einstein.
Awalnya, riset ini menjadi desasdesus di kalangan peneliti CERN. Selama lebih
dari satu abad, seluruh fisikawan di dunia memegang teguh prinsip Albert
Einstein yang menyatakan cahaya sebagai pemilik kecepatan tertinggi di alam
semesta. Prinsip ini menjadi fondasi sekaligus tiang penopang seluruh
pengetahuan fisika modern. Mulai teori penciptaan alam semesta, pembuatan
bom atom, hingga persamaan kesetaraan massa dan energi E=mc yang terkenal
itu.
Jika neutrino lebih cepat dari cahaya, fisikawan harus berkutat menyusun ulang
sebagian besar ilmu fisika. Namun peraih anugerah Nobel Fisika, Steven Weinberg,
buru-buru menyatakan keraguannya. Ia meminta penjelasan ilmiah akan temuan ini.
Maklum saja, penelitian neutrino membutuhkan tingkat ketepatan amat tinggi dan
semua harus dibeberkan lebih jelas. Klaim tanpa penjelasan sama saja dengan
seseorang yang mengaku memelihara peri di bawah tamannya tapi hanya bisa terlihat
di malam gelap yang berkabut,ujar dia.
Fisikawan teori dari Arizona State University, Lawrence Krauss, menyebut tak ada
alasan untuk tidak menyertakan penjelasan ilmiah saat mengumumkan sebuah temuan.
Melanggar prinsip kecepatan absolut cahaya bagaikan upaya bunuh diri jika tak
mempunyai bukti kuat. Fisikawan Opera, Dario Autiero, membantah semua
tuduhan. Menurut dia, peralatan yang dipakai dalam eksperimen ini sangat
memadai. Hal ini dibuktikan dengan kecilnya tingkat kesalahan yang mungkin
dihasilkan dalam eksperimen.
Waktu kedatangan neutrino yang lebih cepat 60 nanodetik dari kecepatan cahaya
memiliki tingkat ketidakpastian hanya sebesar 10 nanodetik. Begitu pula proses
pengukuran waktu yang melibatkan satelit GPS akurasi tinggi, sehingga meningkatkan
ketepatan.
Namun ia tak buru-buru mengklaim telah mengalahkan pemikiran Einstein. Karena itu,
ia bersama fisikawan Opera lainnya menyebut temuan ini sebagai anomali. Selama 6
bulan terakhir, kelompoknya berupaya mencari penjelasan penyimpangan ini namun
tidak berhasil. Kami hanya menyodorkan fakta, fisikawan lain silakan melakukan
interpretasi. Juga upaya mengulang eksperimen ini sangat kami dukung,Autireo
menjelaskan.
Profesor fisika partikel dan kosmologi dari Harvard University, Lisa Randall, menilai
temuan partikel yang lebih cepat dari cahaya bukan berarti mengacaukan teori Einstein.
Menurut dia, anomali ini bisa dijelaskan menggunakan teori dawai (string theory), yang
mengungkapkan keberadaan dimensi lain selain tiga dimensi ruang. Dalam teori dawai,
neutrino mungkin saja menembus dimensi lain untuk mencari jarak tempuh tersingkat.
Hasilnya, ketika dihitung dalam dimensi manusia, neutrino seolah-olah bergerak
melampaui kecepatan cahaya. Meski teori dawai bisa menjelaskan fenomena ini,
Randall berharap eksperimen neutrino harus diulang agar hasilnya meyakinkan.
Sementara itu, komunitas fisika masih ramai memperbincangkan neutrino pelanggar
aturan, kelompok fisikawan dari Fermilab milik Amerika Serikat, yang mulai menyusun
eksperimen baru menggunakan peralatan Main Injector Neutrino Oscillation Search
(MINOS). Pada 2007, eksperimen MINOS juga mengendus keberadaan neutrino yang
bergerak melampaui kecepatan cahaya. Namun temuan itu cepat dibantah karena
tingkat akurasi peralatan yang belum akurat. Sejak itu, tingkat ketepatan MINOS terus
diperbaiki agar bisa menyamai kecanggihan Opera dan diperkirakan bisa menguji
kesahihan neutrino lebih cepat dari cahaya saat beroperasi pada 2013.
Profesor Terry Mart, ahli fisika partikel dari Universitas Indonesia, terus mengikuti
eksperimen neutrino. Di kalangan ahli fisika internasional, Terry, yang lahir di
Palembang 46 tahun lalu, terkenal karena risetnya tentang partikel kaon. Berikut ini
Koran Tempo dengan Terry, yang lulus dari Jurusan Fisika UI dan doktor dari Institut
fuer Kernphysik, Univer sitaet Mainz, Jerman, pada 1996.
Selain mengukur osilasi neutrino, peralatan pada eksperimen ini mampu menghitung
waktu kedatangannya. Tingkat ketelitian pengukuran waktu mereka mencapai 10
nanodetik dan ketelitian pengukuran jarak mencapai 20 sentimeter untuk jarak 730
kilometer. Karena itu, kesalahan statistiknya sangat kecil.
Jika neutrino lebih cepat daripada cahaya, apakah teori Einstein runtuh?
Tidak juga. Fisikawan adalah orang yang kreatif. Teoriteori lain bisa dipakai untuk
menjelaskan partikel bergerak lebih cepat daripada cahaya.
Temuan neutrino memancarT kan sirene bahaya pada du nia fisika. Kesimpulan ini
disampaikan Profesor Freddy Permana Zen, yang saat ini menjabat Deputi Menteri
Riset dan Teknologi Bidang Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Freddy
adalah pakar dua teori besar dalam fisika modern: teori relativitas dan teori kuantum.
Setelah mendapatkan gelar doktor dari Hiroshima University pada 1994, ia menjadi
dosen fisika di Institut Teknologi Bandung. Berikut wawancara Koran Tempo dengan
Freddy Permana Zen.
pengamat, artinya sebab-akibat jadi terbalik. Analoginya, mobil lebih dulu melintasi kita,
baru kemudian kita melihat mobil itu.
Konsekuensi ?
Usia alam semesta berubah. Menurut teori kosmologi standar, alam semesta berusia
13,7 miliar tahun. Tapi neutrino yang bergerak lebih cepat daripada cahaya
mempengaruhi pembentukan alam semesta. Usia alam semesta menjadi lebih tua.
Kesalahan neutrino
Temuan ini menimbulkan perdebatan karena bertentangan dengan hukum fisika yang
diyakini lebih dari satu abad terakhir: tak ada partikel yang bergerak melebihi kecepatan
cahaya. Dari eksperimen ulang, tim peneliti pada proyekOPERA itu menduga
kemungkinan kesalahan itu berasal dari tanda waktu dan koneksi serat optic yang
digunakan. Masalah tanda waktu bersumber darioscillator yang menentukan interval
penanda waktu ketika diselaraskan dengan peralatan sistem penentuan posisi global
(GPS). Penanda waktu untuk menentukan kapan dan di mana titik awal dan akhir
pengukuran dilakukan serta menentukan jarak jarak tepat yang ditempuh neutrino.
Kesalahan penanda waktu ini membuat waktu yang menandakan gerak neutrino
bertambah dan mengurangi waktu yang ditempuh cahaya. Persoalan koneksi serat
optic antara sinyal GPS dan penanda waktu yang digunakan selama eksperimen
membuat kecepatan gerak neutrino bertambah. Pengukuran ini butuh ketelitian
supertinggi hingga ukuran nanodetik atau sepermilyar detik.
Eksperimen lebih lanjut, Mei 2012 (mungkin yang dimaksud 2011?), memastikan efek
kesalahan yang diperkirakan itu terhadap pengukuran kecepatan. Tim OPERA sudah
menguji persoalan ini tiga tahun lalu. Sebelum memublikasikan, mereka berulang kali
mengecek kemungkinan kesalahan pengukuran. Meskipun semua sudah diperiksa,
kemungkinan kesalahan detil dalam analisa masih bias terjadi, ujar ahli fisika partikel
dari Universitas Oxford, Alfons Weber, yang teribat dalam proyek MINOS, untuk
mengukur kecepatan neutrino, kepada BBC, Kamis 23/2 2012.