You are on page 1of 21

LAPORAN PRAKTIKUM

DSS UNTUK PEMBANGUNAN WILAYAH (GPW


0115)
ACARA 3
AHP DENGAN SOFTWARE EXPERT CHOICE (JILID
III)
Studi Kasus:
Sumberdaya
Kabupaten

Valuasi
Wilayah
Sleman

DISUSUN OLEH :
Nama

: Lilik Andriyani

NIM

: 13/348106/GE/07576

Jadwal Praktikum
11.00 WIB
Asisten

: Jumat, 09.00

: 1. Agus Setiawan
2. Fikri Intizhar

Rahmatullah

LABORATURIUM ANALISA DATA WILAYAH


FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA 3
AHP DENGAN SOFTWARE EXPERT CHOICE (JILID III)
Studi Kasus: Valuasi Sumberdaya Wilayah Kabupaten Sleman
I.

TUJUAN
1.
Memahami pemanfaatan fitur tool formula grid pada software
Expert Choice
2.
Melakukan valuasi sumberdaya wilayah Kabupaten Sleman

II.

III.

ALAT DAN BAHAN


Alat
1. Seperangkat komputer/laptop
2. Software Expert Choice 11
3. Modul praktikum dan alat tulis
Bahan
1. Data abiotik, biotik, ekonomi, dan sosial Kabupaten
Sleman

TINJAUAN PUSTAKA
Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli
matematika. Metode ini digunakan untuk mengambil keputusan
dengan
efektif
atas
persoalan
yang
kompleks
dengan
menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan
dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya,
menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki,
memberikan nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang
pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini
untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas
paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi
tersebut. Tahapan dalam AHP meliputi penyusunan hirarki,
pembuatan judgement, pengukuran konsitensi, dan sintesis atau
menghitung prioritas (Fibriyanti, 2010). Beberapa aplikasi AHP
menggunakan Expert Choice meliputi:

1. Resource Allocation (Alokasi sumber daya)


2. Vendor Selection (Vendor Seleksi)
3. Strategic Planning (Perencanaan Strategis)
4. HR Management (Manajemen SDM)
5. Risk Assessment
6. Project Management (Manajemen Proyek)
7. Benefit/Cost Analysis (Manfaat / Biaya Analisis)
Valuasi juga menjadi salah satu kemampuan dari AHP dengan
Expert Choice yang belum banyak diketahui. Nilai (value)
merupakan persepsi seseorang, yaitu harga yang diberikan oleh
seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu.
Kegunaan, kepuasaan, dan kesenangan merupakan istilah-istilah lain
yang diterima danberkonotasi nilai atau harga. Ukuran nilai atau
harga ditentukan oleh waktu, barang,atau uang yang akan
dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakanbarang
atau jasa yang diinginkannya (Johansson, 1987 dalam Gameissa, t.t).
Valuasi adalah kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan
konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa. Valuasi
merupakan suatu aktivitas yang berusaha untuk mencapai tujuan
dengan cara melakukan prediksi atas hasil yang akan didapat
(Turner, 2000 dalam Gameissa, t.t).
Proses valuasi dalam Expert Choice dapat dibantu oleh tool data
grid. Data Grid merupakan salah satu menu yang terdapat dalam
perangkat lunak Expert Choice untuk memudahkan pemilihan
alternatif dalam analisis AHP (Anonym, 2012). Data grid berisi
pilihan keputusan dengan signifikan memperhatikan pada hirarki
keputusan yang mencakup tujuan. Alternatif muncul pada barisan
data grid, sedangkan faktor-faktor dan variabel penilaian muncul di
bagian kolom. Setiap rumusan tujuan merubah data tentang pilihan
menjadi nilai/prioritas. Terdapat lima jenis rumusan berbeda yang
dapat digunakan dalam data grid, yaitu:
a. Ratings : rumusan/formula yang berupa data ordinal
b. Increasing utility curve : berupa angka yang mempunyai
hubungan positif dengan tujuan
c. Decreasing utility cuve : berupa angka yang mempunyai
hubungan negatif dengan tujuan
d. Step function : fungsi langka
e. Direct data entry : entri data langsung
IV.

LANGKAH KERJA
1. Membuka perangkat lunak Expert Choice 11 hingga muncul
jendela sebagai berikut

Kemudian memilih Create New Model Structuring Ok


2. Menentukan lokasi penyimpanan file Expert Choice Ok

3. Menentukan tujuan perancangan model AHP yang akan


dilakukan, yaitu Valuasi Sumberdaya Wilayah Kabupaten
Sleman Ok

4. Mengubah tampilan pada Expert Choice menjadi Treeview Pane


dengan memilih tool Treeview Pane, kemudian menambah
hubungan faktor, indikator, dan variabel


5. Menambah alternatif berupa 17 kecamatan yang ada di
Kabupaten Sleman dengan memilih tool Add Alternative

6. Memberi bobot 1 pada seluruh faktor/indikator yang masih


memiliki kotak kuning dengan garis merah di dalamnya hingga
kotak menjadi kuning setelah diberi bobot

7. Membuka tool formula grid pada toolbox

8. Mengisi kriteria setiap variabel yang digunakan. Variabel yang


memiliki tingkatan menggunakan tipe Ratings dan mengatur
bagian priority dari masing-masing tingkatan, sedangkan
variabel yang memiliki nilai maksimal dan minimal
menggunakan tipe Increase atau Decrease dan mengatur High
X Value dan Low X Value.

9. Setelah semua variabel memiliki kriteria, maka tampilan


formula grid menjadi seperti berikut

10.
Setelah semua formula grid terisi, mengisikan nilai
setiap variabel untuk setiap kecamatan sesuai pada data
abiotik, biotik, ekonomi, dan sosial Kabupaten Sleman pada
Ms. Excel dengan cara memilih tool Data Grid

11.

Mengisi nilai seluruh variabel untuk setiap kecamatan

12.
Setelah seluruh variabel untuk setiap kecamatan
memiliki nilai, mengembalikan tampilan menjadi Treeview
Pane dan pada kotak dialog Extract Selected Alternatives
Yes

13.
Memastikan seluruh faktor, indikator, dan variabel
memiliki kotak yang berwarna hijau pada tampilan Treeview
Pane (artinya seluruh alternatif sudah memiliki nilai)

14.
Menampilkan hasil valuasi dengan mode Grafik Sintesis
(Goal, Ekologi, Sosek, Abiotik, Biotik, Sosial, dan Ekonomi),
Grafik dinamik, grafik performance, grafik gradien, grafik head
to head, dan grafik 2 dimensional

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analytical Hierarchical Process (AHP) adalah salah satu metode
yang efektif untuk dapat mencari pemecahan masalah atau
melakukan justifikasi terhadap beberapa pilihan alternatif meskipun
terdiri dari banyak kriteria dan banyak alternatif. Data grid
merupakan salah satu fasilitas dalam program Expert Choice yang
memiliki rumusan penting dalam menentukan peringkat alternatif,
yaitu ratings, increasing utility curve, decreasing utility curve, step
function, dan direct data entry. Rumus tersebut dapat langsung
mencerna penempatan hirarki dari alternatif yang sangat banyak
dengan tingkat akurasi yang tinggi. Salah satu contoh penerapan
data grid dalam AHP adalah untuk valuasi sumberdaya wilayah
Kabupaten Sleman. Setiap kecamatan yang ada di kabupaten
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga nilai
dan valuasi sumberdayanya pun berbeda-beda.
Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13
00 Bujur Timur dan 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan.
Wilayah Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Boyolali, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Klaten, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo
dan Kabupaten Magelang, dan sebelah selatan berbatasan dengan
Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunung Kidul.
Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau sekitar 18%
dari luas Propinsi D.I. Yogyakarta. Kabupaten Sleman secara
administratif terdiri 17 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Berbah,

Kecamatan
Kecamatan
Kecamatan
Kecamatan
Kecamatan
Kecamatan

Cangkringan, Kecamatan Depok, Kecamatan Gamping,


Godean, Kecamatan Kalasan, Kecamatan Minggir,
Mlati, Kecamatan Moyudan, Kecamatan Ngaglik,
Ngemplak, Kecamatan Pakem, Kecamatan Prambanan,
Sayegan, Kecamatan Sleman, Kecamatan Tempel, dan
Turi (BPS, 2015).

Gambar 3.1 Peta Kabupaten Sleman (http://www.slemankab.go.id/profilkabupaten-sleman/)

Faktor yang digunakan untuk mecapai tujuan dalam valuasi


sumberdaya wilayah di Kabupaten Sleman yaitu ekologi dan sosek.
Faktor ekologi pun memiliki beberapa variabel penilaian lainnya,
yaitu abiotik yang terdiri dari air bersih (curah hujan dan air tanah),
bencana alam (kejadian bencana alam), dan bentang lahan (lereng,
tanah, dan topografi), serta biotik yang terdiri dari penggunaan
lahan (hutan, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, kebun,
dan tegalan). Faktor sosek terbagi menjadi dua bagian yaitu sosial
dan ekonomi. Faktor sosial terdiri dari variabel kemiskinan (tingkat
kesejahteraan dan pemegang KMS), permukiman (kepadatan
permukiman), kesehatan (sarana kesehatan), pendidikan (sarana
pendidikan), dan demografi (penduduk). Faktor ekonomi memiliki
variabel pembangunan ekonomi (industri, pariwisata, dan fasilitas
pelayanan umum). Seluruh faktor tersebut dinilai dalam proses
valuasi sumberdaya dengan metode AHP dan menghasilkan pilihan
alternatif kecamatan yang memiliki valuasi sumberdaya tertinggi.
Hasil grafik sintesis ideal ditunjukkan oleh Gambar 3.2 hingga
Gambar 3.8. Grafik sintesis ideal sangat cocok untuk memilih satu
alternatif dari banyak pilihan alternatif. Grafik sintesis ideal dengan
tujuan valuasi sumberdaya wilayah Kabupaten Sleman menunjukkan
bahwa kecamatan yang memiliki valuasi sumberdaya tertinggi
adalah Kecamatan Depok dengan nilai 0,94 sedangkan Kecamatan
Prambanan hanya bernilai 0,37. Bila dilihat lebih jauh dengan

menggunakan grafik sintesis indeal tiap faktor yang tertuang dalam


Gambar 3.3 hingga Gambar 3.8, Kecamatan Depok sangat unggul
pada faktor sosek baik sosial maupun ekonominya, namun
kecamatan tersebut tidak unggul pada faktor ekologi baik abiotik
maupun biotiknya. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh asosiasi
spasial Kecamatan Depok dengan Kota Yogyakarta. Kedua daerah
tersebut sangat berdekatan sehingga Kota Yogyakarta membawa
pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan sosial dan ekonomi
dari Kecamatan Depok.
Jumlah sarana kesehatan dan pendidikan yang dimiliki
Kecamatan Depok sangat banyak. Kecamatan Depok pun sangat
berkembang disektor ekonomi pariwisata dan fasilitas pelayanan
ekonominya pun tinggi. Sektor industri kurang mendominasi
Kecamatan Depok, karena kecamatan tersebut berdekatan dengan
Kota Yogyakarta maka perekonomiannya sudah lebih berkembang
dan
menginjak
sektor
pelayanan/jasa.
Namun
dekimian,
perkembangan Kecamatan Depok yang pesat menyebabkan
kepadatan penduduknya adalah yang tertinggi. Kepadatan penduduk
yang tinggi pun berdampak secara otomatis terhdap kepadatan
permukiman yang tinggi pula. Sifat kekotaan yang dibawa oleh Kota
Yogyakarta dengan meningkatnya sektor jasa, kepadatan penduduk,
dan kepadatan permukiman secara langsung berdampak cukup
banyak bagi kondisi ekologi kecamatan tersebut.
Kondisi ekologi Kecamatan Depok dapat dilihat dari abiotik
maupun biotiknya. Kecamatan Depok berada pada kemiringan lereng
0-2% dan topografi 19-129 meter di atas permukaan laut. Hal
tersebut menandakan bahwa kecamatan tersebut berada pada
wilayah dataran dengan ketinggian yang rendah bila dibanding
kecamatan lainnya di Kabupaten Sleman. Berada pada wilayah
dataran menyebabkan pembangunan di Kecamatan Depok lebih
mudah, sehingga akan meningkatkan kondisi sosial ekonominya,
ditambah lagi dengan frekuensi kejadian bencana alam di
Kecamatan Depok sangatlah kecil. Kecamatan Depok berada jauh
dari Gunungapi Merapi sehingga dampak bencana gunungapi tidak
terlalu besar. Bencana yang mungkin terjadi di kecamatan tersebut
lebih didominasi oleh banjir atau genangan karena berada pada
dataran rendah dan curah hujan yang sedang (1500-2000 mm/thn).
Penggunaan lahan berupa hutan, pertanian lahan basah dan kering,
kebun, dan tegalan di Kecamatan Depok pun rendah karena lebih
didominasi oleh lahan terbangun. Hal tersebut dapat berdampak
buruk bagi ketersediaan air tanahnya karena lahan resapan yang
semakin berkurang.

Gambar 3.2 Grafik Sintesis Ideal


Tujuan: Valuasi Sumberdaya
Wilayah Kabupaten Sleman

Gambar 3.3 Grafik Sintesis Ideal


Tujuan: Valuasi Sumberdaya Ekologi

Gambar 3.4 Grafik Sintesis Ideal


Tujuan: Valuasi Sumberdaya Sosek

Gambar 3.5 Grafik Sintesis Ideal


Tujuan: Valuasi Sumberdaya Abiotik

Gambar 3.6 Grafik Sintesis Ideal


Tujuan: Valuasi Sumberdaya Biotik

Gambar 3.7 Grafik Sintesis Ideal


Tujuan: Valuasi Sumberdaya Sosial

Gambar 3.8 Grafik Sintesis Ideal Tujuan: Valuasi Sumberdaya Ekonomi

Penyajian hasil analisis valuasi sumberdaya wilayah Kabupaten


Sleman dengan metode AHP juga dapat berupa grafik sensitivitas
yang terdiri dari lima jenis, yaitu dinamik, performa, gradien, head
to head, dan dua dimensional. Grafik analisis sensitivitas dinamik
ditunjukkan pada Gambar 3.9. Grafik besaran faktor yang
berpengaruh dalam valuasi sumberdaya tidak memperlihatkan
adanya dominasi oleh faktor tertentu baik ekologi maupun sosek
karena nilai dari kedua faktor adalah sama, yaitu 50,0%. Hasil grafik
prioritas alternatif yang tertinggi menunjukkan hasil yang sama
dengan grafik sintesis ideal, bahwa Kecamatan Depok menjadi
prioritas utama dengan nilai sebesar 9,4%, sedangkan Kecamatan
Prambanan hanya sebesar 3,7%.

Gambar 3.9 Grafik Analisis Sensitivitas Dinamik

Grafik sensitivitas performa ditunjukkan pada Gambar 3.10.


Grafik tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Depok memiliki nilai
valuasi sumberdaya wilayah tertinggi. Kecamatan Depok awalnya
berada di posisi yang cukup rendah dalam penilaian faktor
ekologinya, namun Kecamatan Depok sangat jauh lebih unggul
dibanding kecamatan lainnya dalam faktor sosek. Gambar 3.10 pun
menunjukkan bahwa secara keseluruhan (overall) Kecamatan Depok
jauh lebih tinggi dibanding kecamatan lainnya. Kecamatan
Prambanan masih menjadi kecamatan yang terendah dalam grafik
sensitivitas performa, baik dalam hal ekologi, maupun sosek.

Gambar 3.10 Grafik Analisis Sensitivitas Performa

Hasil penyajian grafik sensitivitas gradien ditunjukkan pada


Gambar 3.11 dan Gambar 3.12. Tampilan dan penyajian grafik
tersebut dapat diubah menurut faktornya yang terdapat pada menu
X Axis. Gambar 3.11 menunjukkan grafik sensitivitas gradien
berdasarkan faktor ekologi dan Gambar 3.12 berdasarkan faktor
sosek. Gambar 3.11 menunjukkan bahwa Kecamatan Cangkringan
lebih unggul, namun pada Gambar 3.12 menunjukkan bahwa
Kecamatan Depok lebih unggul. Kecamatan Cangkringan dapat lebih
unggul dalam aspek ekologi dibanding Kecamatan Depok karena
memiliki kedalaman air tanah yang lebih tinggi dibanding
Kecamatan Depok, sehingga cadangan air tanahnya lebih banyak.
Penggunaan lahan hutan, pertanian lahan basah, kebun, dan tegalan
pun masih mendominasi Kecamatan Cangkringan, sehingga
meskipun curah hujannya sangat tinggi, tidak membawa dampak
buruk dan justru air yang meresap ke dalam tanah lebih cepat dan
lebih banyak.
Kecamatan Cangkringan tidak unggul dalam faktor sosek.
Ketidakunggulan tersebut juga dapat dipengaruhi dari faktor
ekologinya. Kecamatan Cangkringan memiliki frekuensi kejadian
bencana yang cukup tinggi, terutama karena lokasinya yang sangat
dekat dengan Gunungapi Merapi. Kemiringan lereng dan
topografinya pun sangat tinggi sehingga pembangunan sangat sulit
dilakukan di kecamatan tersebut. Jumlah sarana kesehatan dan
pendidikan pun masih terbatas karena cukup sulit dijangkau.
Kepadatan penduduk dan kepadatan permukiman pun tidak terjadi
di kecamatan ini karena frekuensi bencana alam yang tinggi dan
sangat berbahaya bagi manusia. Kegiatan ekonomi industri,
pariwisata, dan fasilitas pelayanan ekonomi pun tidak banyak
terdapat di Kecamatan Cangkringan karena masih didominasi sektor
pertanian.

Gambar 3.11 Grafik Analisis Sensitivitas Gradien (Aspek Ekologi)

Gambar 3.12 Grafik Analisis Sensitivitas Gradien (Aspek Sosek)

Grafik sensitivitas head to head ditunjukkan oleh Gambar 3.13


dan 3.14. Grafik sensitivitas head to head kurang cocok untuk
valuasi sumberdaya wilayah Kabupaten Sleman, karena alternatif
kecamatan di Kabupaten Sleman sangat banyak.. Gambar 3.13
menunjukkan perbandingan antara dua kecamatan yaitu Kecamatan
Depok dan Kecamatan Prambanan. Kedua kecamatan tersebut
terpilih karena dalam beberapa gambar sebelumnya menunjukkan
posisi Kecamatan Depok sangat unggul dan Kecamatan Prambanan
berada pada urutan terbawah. Grafik head to head pun dapat
menunjukkan perbandingan langsung dari kedua kecamatan
tersebut
berdasarkn
faktor
ekologi
dan
sosek.
Hasilnya
menunjukkan bahwa Kecamatan Depok memang lebih unggul secara
keseluruhan (overall), sedangkan Kecamatan Prambanan tidak
unggul dalam hal apapun bula dibandingkan Kecamatan Depok. Nilai
keunggulan dari Kecamatan Depok pun hampir mendekati nilai
maksimal, sehingga terbukti Kecamatan Depok lebih unggul.
Namun, pada Gambar 3.14 yang membandingkan Kecamatan Depok
dengan Kecamatan Cangkringan menunjukkan secara langsung

bahwa meskipun Kecamatan Depok lebih unggul secara keseluruhan,


dalam faktor ekologi Kecamatan Cangkringan lebih unggul
dibanding Kecamatan Depok.

Gambar 3.13 Grafik Head to Head Kecamatan Depok vs Kecamatan


Prambanan

Gambar 3.14 Grafik Head to Head Kecamatan Depok vs Kecamatan


Cangkringan

Hasil penyajian analisis valuasi sumberdaya wilayah terakhir


dengan teknik AHP adalah grafik dua dimensional pada Gambar
3.15. Grafik ini terbagi menjadi empat kuadran. Kecamatan Depok
tampak berada pada kuadran kiri atas, sedangkan 16 kecamatan
lainnya berada ada kuadran kiri bawah. Hal tersebut menunjukkan
bahwa Kecamatan Depok unggul dibanding kecamatan lainnya.
Kecamatan Depok masih berada pada kuadran kiri atas dan bukan
berada di kuadran kanan atas sebagai kuadran terbaik karena
secara faktor ekologi, Kecamatan Depok tidak unggul.

Gambar 3.15 Grafik Dua Dimensional

Kecamatan Prambanan menjadi kecamatan yang hampir tidak


memiliki nilai valuasi sumberdaya yang tinggi baik dalam ekologi
maupun sosek. Kecamatan Prambanan berada pada kemiringan
lereng yang tinggi dan topografi yang cukup tinggi pula. Frekuensi
bencana alamnya pun adalah yang tertinggi dan biasanya didominasi
oleh bencana longsor karena kemiringan lerengnya yang tinggi.
Curah hujannya cenderung rendah dengan kedalaman air tanah
yang tidak terlalu besar. Penggunaan lahannya pun didominasi oleh
tegalan dan menandakan bahwa tingkat kesuburan tanahnya yang
rendah dan cukup gersang. Kegiatan ekonomi industri dan
keberadaan fasilitas pelayanan ekonomi pun tidak tinggi, namun
justru sektor pariwisata yang cukup mendominasi. Hal tersebut
dikarenakan banyaknya jumlah candi di kecamatan tersebut. Jumlah
KK Pra Sejahtera dan Sejahtera 1 termasuk sangat tinggi di
Kecamatan Prambanan. Hal tersebut dapat menggambarkan bahwa
tingkat kesejahteraan di Kecamatan Prambanan masih rendah.
Intensifikasi lahan tegalan dapat menjadi solusi bagi Kecamatan
Prambanan untuk meningkatkan valuasi sumberdaya wilayahnya.
Intensifikasi tegalan dapat berdampak sedikit demi sedikit dalam
peningkatan produktivitas tegalan. Produktivitas yang meningkat
dapat meningkatkan pula pendapatan warganya yang bekerja di
lahan tegalan. Kecamatan Depok meskipun menjadi kecamatan yang
paling unggul secara keseluruhan dalam valuasi sumberdayanya,
harus berbenah dalam faktor ekologi. Pengendalian jumlah
penduduk dan kepadatan permukiman dapat menjadi solusi bagi
kecamatan tersebut. Pembangunan yang terus menerus dan tidak
terkendali dapat merusak kondisi lingkungan hidup. Kondisi
lingkungan hidup yang semakin rusak menandakan bahwa
pembangunan yang dilakukan tidak berkelanjutan dan dapat
mengancam kehidupan masyarakat di Kecamatan Depok.

VI.

KESIMPULAN
1. Fitur formula grid dalam Expert Choice sangat berguna
karena memiliki rumusan penting dalam menentukan
peringkat alternatif yang dapat langsung mencerna
penempatan hirarki dari alternatif yang sangat banyak
dengan tingkat akurasi yang tinggi.
2. Hasil valuasi sumberdaya wilayah Kabupaten Sleman
menunjukkan Kecamatan Depok menjadi kecamatan yang
memiliki valuasi paling tinggi dan Kecamatan Prambanan
memiliki valuasi yang paling rendah secara keseluruhan,
namun dalam faktor ekologi, Kecamatan Depok masih lebih
rendah dibandingkan dengan Kecamatan Cangkringan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2012. Petunjuk Praktikum DSS untuk Pembangunan
Wilayah Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
BPS Kabupaten Sleman. 2015. Kabupaten Sleman dalam Angka
2015. Kabupaten Sleman: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Sleman.
Fibriyanti, Amirta. 2010. AHP Expert Choice. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Gameissa, Mutiara Windika. t.t. Metode Valuasi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
http://www.slemankab.go.id/profil-kabupaten-sleman diakses pada 27
April 2016 pukul 23:26

You might also like