You are on page 1of 23

ACARA IV

MARSHMALLOW

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Acara IV Marshmallow antara lain sebagai
berikut:
1. Mengetahui fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
permen marshmallow baik dari pektin kulit pisang maupun gelatin.
2. Mengetahui proses pengolahan permen marsmallow.
3. Mengetahui pengaruh pektin kulit pisang dan gelatin terhadap karakteristik
sensori dari permen marshmallow yang dibuat.
B. Tinjauan Pustaka
Permen lunak merupakan campuran kristal-kristal sukrosa, sirup
glukosa, air dan penambahan bahan pembentuk gel (gelling agent) yang dapat
membentuk gel lunak dan meleleh pada saat dikunyah di mulut serta bahan
tambahan seperti flavour dan zat pewarna. Permen lunak mempunyai tekstur
yang lunak, dapat digigit dan tidak lengket digigi sewaktu dikunyah. Hal
penting dalam pembuatan permen lunak adalah pemilihan pati yang tepat
sebagai bahan pembentuk gel dalam usaha menghasilkan sifat kenyal pada
permen, ini dipengaruhi oleh pembentukan gel dari pati. Bila pati dipanaskan
pada suhu > 50oC, maka akan terjadi pembengkakan granula-granula pati.
Proses ini disebut gelatinisasi. Suhu saat granula pati mulai pecah disebut
suhu gelatinisasi. Saat gelatinisasi terjadi, viskositas suspensi pati meningkat.
Pada pendinginan viskositas makin meningkat dan akan terbentuk gel yang
kaku dan kuat (Sudaryati dkk, 2008).
Permen lunak (soft candy) merupakan permen yang dibuat dari gula,
air, penyedap citarasa dan bahan pembentuk gel. Tingkat kesukaan
penerimaan konsumen ditentukan oleh tekstur, tingkat kemanisan dan
aromanya. Aroma didapatkan dengan menambah bahan pembentuk aroma
tertentu, sedang kemanisan didapat dengan memberi bahan pemanis dari
golongan sakarida yaitu sukrosa atau maltosa. Sebagai makanan camilan

dengan bahan dasar gula, maka permen lunak memiliki kemanisan yang
tinggi. Pada pembuatan marshmallow, gelatin dilarutkkan dengan air dan
secara terpisah gula dicairkan dengan air panas hingga larut. Gula memiliki
sifat mengikat air dan bila dipanaskan akan cepat membentuk kristal
(Hardjanti, 2005)
Kembang gula lunak atau permen lunak adalah kembang gula / permen
yang bertekstur relatif lunak apabila dikunyah. Dapat dilapisi dengan pelapis
gula atau cokelat atau bahan lainnya. Karakteristik permen lunak adalah kadar
air tidak kurang dari 3,6% dan tidak lebih dari 7,5%. Marshmallow adalah
kembang

gula/permen

lunak

dan

beraerasi

yang

dibuat

dari

gelatin/pektin/agar/gom arab, albumin telur, gula, glukosa dan gula invert


(Badan POM, 2006).
Marshmallow adalah permen non kristal yang mengandung putih telur
dan bahan penstabil lainnya. Bahan penstabil dan putih telur tersebut
berfungsi mencegah pembentukan kristal sukrosa dan membentuk tekstur
yang halus tanpa perlu perlakuan pengadukan dan pendinginan yang khusus.
Marshmallow dibuat dengan menambahkan senyawa whipping agent seperti
albumin telur (putih telur), gelatin, hidrolisat protein susu, gum arab dan lainlain dalam sirup gula (sukrosa)/glukosa. Struktur yang diperoleh tergantung
pada senyawa whipping agent yang digunakan dan kadar air produk akhir,
yang biasanya berkisar antara 12 18 persen (Koswara, 2009).
Marshmallow merupakan salah satu produk makanan terproses, dibuat
dengan pemanasan tinggi dan pH rendah. Akibatnya, terjadi degradasi dan
hidrolisis enzim pada jenis produk terproses ini, sehingga membuat kualitas
DNA dalam produk terproses menjadi rendah. Bahan tambahan yang sering
digunakan dalam proses produksi makanan misalnya marshmallow ini adalah
gelatin. Penggunaan gelatin dalam industri pangan saat ini cukup luas, mulai
dari makanan emulsi, pasta, permen lunak, minuman hingga kapsul
(Sari dkk., 2013).
Marshmallow adalah produk confectionary hasil aerasi yang terbuat
dari larutan gula dan agen pengaerasi seperti albumin dan gelatin. Komposisi

bahan dipacu untuk mengembang saat pencampuran. Dimana kehadiran udara


meningkatan

volume

saat

pencampuran

dan

memberikan

tekstur

marshmallow yang berbusa. Banyak sekali pilihan agen pengaerasi diberbagai


pengolahan tetapi komponen paling dominan adalah gula. Faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pembuatan marshmallow terutama ditentukan
saat pendinginan, yang terjadi karena banyak kemungkinan reaksi yang
terjadi seperti kristalisasi gula dan pertumbuhan keberadaan hubungan crosslink. Jadi kristalisasi gula pada marshmallow, berhubungan dengan hilangnya
kelembaban, dimana kekerasan gula meningkat dengan semakin banyaknya
kadar air yang hilang (Fanek et al., 2012).
Pembuatan marshmallow diawali dengan merendam gelatin dengan air
dingin hingga larut selama 10 menit. Kemudian selama menunggu gelatin
hingga larut, panaskan air, gula dan sorbitol hingga mendidih selama 5 menit.
Kemudian campurkan gelatin dan campuran gula dalam wadah kemudian
mixer hingga mengembang. Adonan marshmallow kemudian dicetak dalam
loyang yang telah ditaburi campuran gula halus dan tepung jagung.
Marshmallow kemudian didiamkan dalam suhu ruang selama beberapa jam.
Setelah mengeras, marshmallow dapat dipotong (Jalasena, 2015).
Metode yang dapat digunakan dalam pembuatan marshmallow yaitu
metode batch dan metode continuous manufacture. Pada metode batch ,gula,
sirup glukosa, dan gula invert lainnya dididihkan sampai suhu 100C.
Kemudian campuran didinginkan dan larutan gelling agent ditambahkan.
Campuran dari keduanya dikocok seperlunya sampai agak mengental dan
kemudian dicetak dalam bubuk pati. Sedangkan metode continuous
manufacture yaitu campuran gula, sirup glukosa, dan gula invert harus
dididihkan sebelum didinginkan (66C), gelling dan whipping agent
ditambahkan dan campuran tersebut kemudian dimasukkan ke mesin
continuous whipping dimana produk akan diaerasi, diwarnai, dan ditambah
flavor (Edward, 2000).
Marshmallow dalam bentuk krim pada wadah tertutup dapat bertahan
selama tiga sampai 4 bulan jika disimpan dalam suhu 70 oF. Jika telah dibuka

dapat dimpan dalam refrigeran atau disimpan dalam suhu ruang dengan
menutupnya serapat mungkin. Sedangkan marshmallow sendiri dapat
bertahan selama dua sampai empat bulan pada suhu 70 0C dengan
penyimpanan pada wadah yang baik (McCurdy dkk, 2013).
Pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan
oleh ikatan 1,4 glikosidik. Pektin diperoleh dari dinding sel tumbuhan
daratan. Wujud pektin yang diekstrak adalah bubuk putih hingga coklat
terang. Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin mengalami esterifikasi
dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksil. Senyawa ini disebut sebagai
asam pektinat atau pektin. Asam pektinat ini bersama gula dan asam pada
suhu tinggi akan membentuk gel seperti yang terjadi pada pembuatan selai.
Derajat metilasi atau jumlah gugus karboksil yang teresterifikasi dengan metil
menentukan suhu pembentukan gel. Semakin tinggi derajat metilasi semakin
tinggi suhu pembentukan gel. Pektin pada tanaman banyak terdapat pada
lapisan kulit pada buah. Pektin dapat membentuk gel dengan bantuan adanya
asam dan gula. Penggunaannya yang paling umum adalah sebagai bahan
perekat/pengental (gelling agent) pada selai dan jelly. Pemanfaatannya
sekarang meluas sebagai bahan pengisi, komponen permen, serta sebagai
stabiliser emulsi untuk jus buah dan minuman dari susu, juga sebagai sumber
serat dalam makanan (Satria, 2013).
Pektin secara umum terdapat di dalam dinding sel primer tanaman,
khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa. Pektin biasanya
digunakan pada produk pangan dan industri obat yang banyak digunakan.
Pektin mengandung asam galakturonat yang dihubungkan dengan ikatan
glukosida. Asam galakturonat merupakan tutunan dari galaktosa. Pektin
mempunyai sifat terdispersi dalam air dan juga dapat membentuk garam
pektinat. Dalam bentuk garam pektinat ini pektin berfungsi dalam pembuatan
jeli dengan gula dan asam (May, 1990).
Pektin biasanya digunakan untuk pengolahan produk seperti biskuit,
pengisi biskuit, coklat dan permen keras, permen aerasi seperti marshmallow
dan zefir. Pektin berbasis jeli untuk permen dapat diproduksi dengan efisien

dan spesifik sesuai dengan formulasi dan parameter produksi. Pektin dapat
menstabilkan kekuatan gelling, dimana pektin memiliki sifat larutan yang
rapat

dan

tahan

terhadap

panas

walaupun

dengan

pH

rendah

(Herbtreith dan Fox, 2004).


Gelatin merupakan hidrokoloid yang penting dan diaplikasikan secara
luas pada produk makanan dan pharmaceutical. Gelatin banyak digunakan
karena dapat membentuk busa, gel, atau memadat dan dapat meleleh dalam
mulut. Gelatin biasa dibuat dari bovine atau porcine, yang mana 90% gelatin
dibuat dari bahan dasar porcine. Gelatin secara luas digunakan sebagai bahan
pembuatan permen lunak dan kebanyakan gelatin dibuat dari lemak babi
(Raraswati dkk., 2012).
Gelatin dianggap sebagai bahan baku penting dalam berbagai industri
seperti fotografi, farmasi dan kosmetik. Dalam industri makanan, gelatin
digunakan secara luas dalam produk seperti permen, makanan penutup,
daging kental, produk roti, susu dan es krim. Gelatin diperoleh dari kolagen,
oleh karena itu sifat dari gelatin yang diekstraksi tergantung pada jenis dan
sumber kolagen. Biasanya, gelatin telah diproduksi dari kulit porcines, serta
tulang dan kulit bovines (Ardekani, 2013).
Gelatin tidak larut dalam air dingin, tetapi hanya akan mengembang.
Gelatin larut dalam air panas. Setelah pendinginan sampai 35-45 oC, gelatin
akan membentuk gel. Pada suhu 40oC akan membentuk sol. Jadi apabila
dicampur dengan gula, gula yang bersifat higroskopis akan menyerap air
sehingga menurunkan kelarutan gelatin pada air panas sehingga akan
menghambat pembentukan sol saat pendinginan (Aprina, 2012).
Kerusakan pada produk permen bisa disebabkan oleh mikroorganisme.
Misalnya kapang yang tumbuh jika terjadi pengembunan air pada permen
karena perubahan suhu yang besar. Bentuk kerusakan permen yang lain yaitu
graining atau kristalisasi dengan disertai berkurangnya mutu rupa dan tekstur.
Kerusakan lainnya yang mungkin timbul adalah ketengikan oksidatif atau
hidrolitik dari komponen lemak pada permen (Buckle et al, 2010).

Pada produk confectionary yang memerlukan pengocokan, seperti foam


jelly dan marshmallow, pembentukan lapisan protein pada permukaan sangat
diperlukan untuk membentuk kestabilan foam. Karena perlu kestabilan
larutan atau campuran antara udara pada wujud gel atau foam, sehingga dapat
mengembang dan tidak mengempis. Penambahan protein seperti gelatin, akan
menstabilkan gelembung udara yang diperangkap dan juga membentuk gel
antar foam atau gelembung (Talbot, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas permen lunak antara lain
pemilihan bahan, penambahan gula, pemasakan, penambahan gelatin,
pendinginan, dan pengemasan. Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan
permen lunak harus memiliki kualitas yang baik, misalnya gula yang
digunakan yang bersih dan berwarna putih agar tidak mempengaruhi warna
akhir produk. Penambahan gula pada produk permen akan menghambat
terbentuknya

kristal.

Penggunaan

gula

yang

terlalu

banyak

dapat

menyebabkan tekstur permen yang keras. Apabila penggunaan gula lebih


sedikit maka tekstur permen akan menjadi lebih lembek. Pemanasan gula
pada pembuatan marshmallow harus dijaga tidak terlalu tinggi, sebab jika
suhu yang digunakan terlalu tinggi mengakibatkan merusak tekstur dan
kenampakan hasil akhir, juga akan mempengaruhi rasa dan warna.
Penambahan gelatin yang kurang akan menghasilkan marsmallow yang lebih
lembek, sedangkan penambahan gelatin yang lebih dari 12% permen akan
menjadi keras. Pengemasan marshmallow akan mencegah kerusakan yang
terjadi pada produk (Septiani, 2015).
C. Metode Penelitian
1. Bahan
a. Aquades
b. Asam sitrat
c. Essens stroberi
d. Icing sugar
e. Gelatin
f. Gula
g. Kulit pisang
h. Tepung maizena
i. Sorbitol
j. Air

2. Alat
a. Baskom
b. Blender
c. Corong kaca
d. Erlenmeyer
e. Gelas beker
f. Gelas ukur 100 ml
g. Kain saring
h. Kertas roti
i. Kompor
j. Loyang
k. Mixer
l. Panci
m. Pisau
n. Sendok
o. Solet
p. Spatula
q. Magnetic Stirrer
r. Termometer
s. Timbangan analitik
t. Propipet
u. Pipet volume
v. Cabinet dryer

3. Cara Kerja
a. Flowchart
1) Pembuatan pektin dari kulit pisang
Kulit pisang

Pemotongan

Pengukusan 20 menit

Pengeringan dengan cabinet dryer selama 12 jam suhu 550C

Penghancuran dengan blender hingga menjadi tepung kulit pisang


25 gr tepung kulit pisang, 350 ml aquades, 1/2 sdt asam sitrat

Pencampuran

Pemanasan hingga suhu 900C

Penyaringan dengan kertas saring dengan kain saring

Filtrat

Gambar 4.1 Diagram Alir Pembuatan Larutan Pektin Kulit Pisang

2) Pembuatan Marshmallow
Gelatin dan air dingin
Pencampuran
Pendiaman 10 menit (tahap 1)

Pemanasan hingga mendidih dan berbuih selama 5 menit (tahap 2

Air,gula, sorbitol
Pemanasan hingga mendidih dan berbuih selama 5 menit (tahap 2

Hasil dari tahap 1 dan tahap 2


Pencampuran pada baskom

larutan pektin kulit pisang


Penambahan

Pemixeran hingga terbentuk foam ( selama 1 jam)


essens strawberry,
Pemasukkan
Pemixeran terus selama 15 menit
Penuangan
pada loyang yang telah dilapisi kertas roti dan ditaburi icing sugar
Marshmallow

Penaburan permukaan bagian atas marshmallow dengan icing sugar dan

Pendiaman 10-12 jam

b. Formulasi
Tabel 4.1 Formulasi Bahan pada Pembuatan Marshmallow
Bahan
Gula
Sorbitol
Gelatin
Pektin
Essens
stroberi

F1 (317/279)
30 gr
200 ml
21 gr (100%)
0 (0%)

F2 (960/503)
30 gr
200 ml
15,75 gr (75%)
5,25 gr (25%)

F3 (425/841)
30 gr
200 ml
10,5 gr (50%)
10,5 gr (50%)

1 sdt

1 sdt

1 sdt

Sumber: Laporan Sementara

D. Hasil dan Pembahasan


Menurut Sudaryati dkk (2008), permen lunak merupakan campuran
kristal-kristal sukrosa, sirup glukosa, air dan penambahan bahan pembentuk
gel (gelling agent) yang dapat membentuk gel lunak dan meleleh pada saat
dikunyah di mulut serta bahan tambahan seperti flavour dan zat pewarna.
Permen lunak mempunyai tekstur yang lunak, dapat digigit dan tidak lengket
digigi sewaktu dikunyah. Menurut Koswara (2009), marshmallow adalah
permen non kristal yang mengandung putih telur dan bahan penstabil lainnya.
Bahan penstabil dan putih telur tersebut berfungsi mencegah pembentukan
kristal sukrosa dan membentuk tekstur yang halus tanpa perlu perlakuan
pengadukan dan pendinginan yang khusus.
Menurut SNI No. 3557.2-2008 tentang syarat mutu permen lunak
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 SNI No. 3557.2-2008 tentang Syarat Mutu Permen Lunak
No.

Kriteria Uji

1
1.1
1.2

Keadaan
Bau
Rasa

Kadar air

Kadar abu

4
5

Gula reduksi (dihitung sebagai


gula inversi)
Sakarosa

6
6.1
6.2
6.3
6.4
7
8
8.1
8.2
8.3
8.4
8.5
8.6

Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Timah (Sn)
Raksa (Hg)
Cemaran Arsen (As)
Cemaran mikroba
Angka lempeng total
Bakteri coliform
E. Coli
Staphylococcus aureus
Salmonella
Kapang/khamir

Satuan
-

Persyaratan
Bukan Jelly
Jelly
Normal
Normal (sesuai
label)
Maks. 7.5

Normal
Normal
(sesuai label)
Maks. 20.0

Maks. 2.0

Maks. 3.0

Maks. 20.0

Maks. 25.0

Min. 35.0

Min. 27.0

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

Maks. 2.0
Maks. 2.0
Maks. 40.0
Maks. 0.03
Maks. 1.0

Maks. 2.0
Maks. 2.0
Maks. 40.0
Maks. 0.03
Maks. 1.0

Koloni/g
APM/g
APM/g
Koloni/g

Maks. 5 x 104
Maks. 2.0
<3
Maks. 1 x 102
Negatif/25 g
Maks. 1 x 102

Maks. 5 x 104
Maks. 2.0
<3
Maks. 1 x 102
Negatif/25 g
Maks. 1 x 102

% fraksi
massa
% fraksi
massa
% fraksi
massa
% fraksi
massa

Koloni/g

Sumber: Badan Standar Nasional (2008)

Pada praktikum pembuatan marshmallow ini terdapat 2 cara yaitu


menggunakan pektin dari kulit pisang dan menggunakan gelatin. Pada
pembuatan marshmallow yang menggunakan pektin dari kulit pisang diawali
dengan membuat larutan pektin terlebih dahulu. Prosesnya yaitu dengan
memotong kulit pisang. Kemudian mengukusnya selama 20 menit. Setelah itu
dikeringkan menggunakan cabinet dryer sampai kering selama 12 jam dengan
suhu 550C. Setelah itu kulit pisang yang sudah kering dihancurkan
menggunakan blender sampai menjadi tepung. Kemudian tepung kulit pisang
sebanyak 25 gram ditambahkan 200 ml aquades dan setengah sendok teh
asam sitrat. Kemudian dipanaskan hingga suhu 90 0C dan disaring hingga
didapatkan filtrat. Kemudian untuk pembuatan marshmallow dilakukan
dengan cara mencampurkan 60 ml air dingin dan gelatin sampai larut. Setelah
itu didiamkan selama 10 menit. Pada wadah lain dilakukan pencampuran 200
ml sorbitol dengan 30 gram gula. Kemudian dipanaskan hingga mendidih dan
berbuih selama 5 menit. Setelah itu larutan gula yang didapat dimasukkan
dalam wadah gelatin bersama dengan larutan pektin. Lalu dilalukan proses
pencampuran dengan mixer sampai terbentuk foam. Selama proses
pencampuran dengan mixer dilakukan penambahan 1 sendok teh essens
stoberi. Setelah adonan terbentuk, dilanjutkan penuangan ke dalam loyang
yang sudah dilapisi kertas roti serta campuran icing sugar dan maizena
sampai rata. Pada permukaan adonan juga ditaburi icing sugar dan maizena
dan selanjutnya didiamkan selama 10-12 jam.
Pada proses pembuatan marshmallow menggunakan gelatin diawali
dengan mencampurkan 120 ml air dingin dengan 21 gram gelatin sampai larut
dan didiamkan selama 10 menit. Lalu pada tempat terpisah panaskan 60 ml
air, 30 gram gula, dan 200 ml sorbitol hingga mendidih dan berbuih selama 5
menit. Selanjutnya gelatin dan campuran gula dicampur pada baskom dan
dilakukan pengadukan dengan mixer hingga terbentuk foam. Selama proses
pencampuran dengan mixer dilakukan penambahan 1 sendok teh essens
stoberi. Setelah adonan terbentuk, dilanjutkan penuangan ke dalam loyang
yang sudah dilapisi kertas roti serta campuran icing sugar dan maizena

sampai rata. Pada permukaan adonan juga ditaburi icing sugar dan maizena
dan selanjutnya didiamkan selama 10-12 jam.
Proses pembuatan marsmallow menurut Koswara (2009), yaitu
dengan melarutkan gelatin dengan air atau albumin telur dengan air melalui
proses pemanasan. Sementara itu juga membuat larutan lain yang terdiri dari
gula, sirup glukosa dan air dengan cara memanaskan sampai mendidih (suhu
1120C). Setelah larut ditambahkan gula invert dan didinginkan sampai suhu
710C. Setelah itu dicampur dengan larutan gelatin atau telur dan diaduk
sampai menghasilkan densitas yang diinginkan. Setelah suhu turun
menjadikira-kira 490C, adonan dituang ke dalam pati yang berkadar air 4-6%
dan dibiarkan dingin selama 16-24 jam pada suhu kamar.
Menurut Edwards (2000), metode yang digunakan dalam pembuatan
marshmallow ada dua yaitu Batch Method dan Continuous Manufacture. Pada
Batch Method, marshmallow dilakukan dengan cara merebus campuran gula
lalu didinginkan. Kemudian, larutan gula dimasukkan dalam larutan gelling
agent. Adonan kemudian dikocok seperlunya dan kemudian dicetak dan
disimpan. Pembuatan marshmallow dengan metode Continuous Manufacture
dilakukan dengan cara merebus campuran gula lalu didinginkan. Kemudian,
gelling agent dan whipping agent ditambahkan. Lalu, campuran tersebut
dikocok menggunakan mixer yang menghasilkan produk aerasi pada tekanan
atmosper. Produk aerasi tersebut kemudian diberi pewarna dan flavour.
Campuran lalu diekstruksi pada tekanan atmosper agar mengembang. Untaian
produk lalu diletakkan pada belt conveyor, didinginkan, lalu dipotong. Pada
praktikum yang telah dilaksanakan, marshmallow dibuat dengan metode
batch.
Fungsi bahan-bahan dalam pembuatan marshmallow menurut
Koswara (2009) diantaranya gelatin berfungsi sebagai pembentuk gel,
pemantap emulsi, pengental, penjernih, pengikat air, pelapis dan pengemulsi.
Dalam fungsinya sebagai pembentuk gel yaitu mengubah cairan menjadi
padatan yang elastis, atau mengubah bentuk sol menjadi gel, gelatin
mempunyai sifat reversibel yaitu jika gel dipanaskan akan membentuk sol

dan bila didinginkan akan membentuk gel kembali. Keadaan ini yang
membedakan gelatin dari bahan pengental lain seperti pektin, pati, low
methoxy pektin, akginat, albumen telur dan protein susu yang bentuk gelnya
tidak reversible. Bahan pelapis berupa campuran tepung maizena dan tepung
gula berfungsi untuk membuat permen tidak melekat satu sama lain dan juga
menambah rasa sehingga bertambah manis. Umumnya permen dari gelatin
dilapisi dengan tepung pati kering untuk membentuk lapisan luar yang tahan
lama, dan menghasilkan bentuk gel yang baik. Asam sitrat berfungsi sebagai
pemberi rasa asam dan mencegah kristalisasi gula. Selain itu asam sitrat juga
berfungsi sebagai katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama
penyimpanan serta sebagai penjernih gel yang dihasilkan. Menurut Satria
(2013) pektin dapat membentuk gel dengan bantuan adanya asam dan gula.
Penggunaannya yang paling umum adalah sebagai bahan perekat/pengental
(gelling agent) pada selai dan jelly. Menurut Oktaviana (2012), sorbitol
memiliki efek pendingin dan memiliki beberapa keunggulandibandingkan
gula lainnya, yaitu rasanya cukup manis tetapi tidak merusak gigi. Air
berfungsi sebagai pelarut sukrosa sehingga dihasilkan gula cair yang dapat
tercampur dengan sempurna.
Tabel 4.3 Hasil Uji Organoleptik pada Marshmallow Shift 1
Formulasi
Warna
2,29a
2,88a
2,88a

317
960
425

Aroma
3,00a
2,58a
2,92a

Parameter
Rasa
3,04b
2,25a
3,21b

Tekstur
2,92a
2,46a
3,75b

Overall
2,88b
2,46a
3,38c

Sumber: Laporan Sementara


Keterangan :
Skala nilai: (1) Sangat suka, (2) Suka, (3) Biasa, (4) Tidak suka, (1) Sangat tidak suka. Angka
yang diikuti huruf yang sama pada tiap kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf
=0,05.
Formulasi 1(317) = Gelatin 100%
Formulasi 2 (960) = Gelatin 75% + Pektin 25%
Formulasi 3 (425) = Gelatin 50% + Pektin 50%

Berdasarkan hasil praktikum pada Tabel 4.3 untuk parameter


warna, marshmallow yang paling disukai adalah sampel dengan kode 960 dan

425 lalu sampel dengan kode 317 kurang disukai oleh panelis. Berdasarkan
hasil analisis organoleptik maka ketiga sampel memiliki warna yang tidak
berbeda nyata. Penggunaan gelatin 75% + pektin 25% dan formulasi gelatin
50% + pektin 50% merupakan formulasi yang disukai panelis. Sedangkan
untuk penggunaan gelatin 100% kurang disukai oleh panelis.
Untuk parameter aroma, pada Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa
urutan formulasi yang disukai panelis adalah sampel dengan kode 960, 425,
dan 317. Berdasarkan hasil organoleptik tersebut penggunaan formulasi yang
berbeda tidak berpengaruh secara nyata terhadap aroma marshmallow.
Penggunaan gelatin 75% + pektin 25% merupakan formulasi yang paling
disukai oleh panelis. Kode formulasi 425 yang menggunakan 505 gelatin +
50% pektin lebih disukai dari kode formulasi 317 yang menggunakan 100%
gelatin.
Untuk parameter rasa, pada Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa urutan
formulasi yang disukai panelis adalah sampel dengan kode 960, 317, dan 425.
Berdasarkan hasil organolpetik sampel dengan kode 960 memiliki perbedaan
yang nyata terhadap sampel dengan kode 317 dan 425 dalam parameter rasa.
Penggunaan formulasi yang berbeda pada pembuatan marshmallow
mempengaruhi secara nyata rasa yang dihasilkan. Kode formulasi 960 yang
menggunakan 75% gelatin + 25% pektin merupakan formulasi yang paling
disukai panelis, kemudian kode formulasi 317 yang menggunakan 100%
gelatin, dan yang terakhir formulasi dengan kode 425 yang menggunakan
50% gelatin + 50% pektin.
Untuk parameter tekstur, pada Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa urutan
formulasi yang disukai panelis adalah kode 960, 317, dan 425. Berdasarkan
hasil organolpetik sampel dengan kode 425 memiliki perbedaan yang nyata
terhadap sampel dengan kode 317 dan 960 dalam parameter tekstur.
Penggunaan formulasi yang berbeda memengaruhi secara nyata tekstur
marshmallow yang dihasilkan. Kode formulasi 960 yang menggunakan 75%
gelatin + 25% pektin merupakan formulasi yang paling disukai panelis,
kemudian kode formulasi 317 yang menggunakan 100% gelatin, dan yang

terakhir formulasi dengan kode 425 yang menggunakan 50% gelatin + 50%
pektin.
Untuk parameter overall, pada Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa
urutan kode formulasi yang disukai panelis adalah sampel dengan kode 960,
317, dan 425. Pengunaan formulasi yang berbeda memiliki perbedaan yang
nyata dalam parameter overall. Kode formulasi 960 yang menggunakan 75%
gelatin + 25% pektin merupakan formulasi yang paling disukai panelis,
kemudian kode formulasi 317 yang menggunakan 100% gelatin, dan yang
terakhir formulasi dengan kode 425 yang menggunakan 50% gelatin + 50%
pektin.
Tabel 4.4 Hasil Uji Organoleptik pada Marshmallow Shift 2
Formulasi
Formula 1
Formula 2
Formula 3

Warna
2,48ab
2,04a
2,80b

Aroma
2,60a
2,52a
2,96a

Parameter
Rasa
2,80a
2,60a
2,92a

Tekstur
3,96b
2,72a
2,80a

Overall
3,16b
2,48a
3,00b

Sumber: Laporan Sementara


Keterangan :
Skala nilai: (1) Sangat suka, (2) Suka, (3) Biasa, (4) Tidak suka, (1) Sangat tidak suka. Angka
yang diikuti huruf yang sama pada tiap kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf
=0,05.
Formulasi 1(279) = Gelatin 100%
Formulasi 2 (503) = Gelatin 75% + Pektin 25%
Formulasi 3 (841) = Gelatin 50% + Pektin 50%

Berdasarkan hasil praktikum pada Tabel 4.4 untuk parameter


warna, urutan formulasi yang disukai panelis adalah sampel dengan kode 503,
279, dan 841. Sampel dengan kode 279 memiliki pebedaan yang nyata
terhadap sampel dengan kode 503 dan 841 dalam parameter warna.
Penggunaan formulasi yang berbeda memengaruhi secara nyata warna
marshmallow. Sampel dengan kode 503 yang menggunakan 75% gelatin +
25% pektin merupakan sampel yang paling disukai panelis, kemudian sampel
dengan kode formulasi 279 yang mengunakan 100% gelatin, dan yang
terakhir sampel dengan kode formulasi 841 yang menggunakan 50% gelatin +
50% pektin.

Untuk parameter aroma, pada Tabel 4.4 dapat diketahui urutan


kode formulasi yang disukai panelis adalah formulasi dengan kode 503, 279,
dan 841. Ketiga kode formulasi memiliki aroma yang tidak berbeda nyata.
Penggunaan formulasi yang berbeda pada pembuatan marshmallow tidak
memengaruhi secara nyata aroma yang dihasilkan. Formulasi dengan kode
503 yang menggunakan 75% gelatin + 25% pektin merupakan formulasi yang
paling disukai panelis, kemudian sampel dengan kode formulasi 279 yang
mengunakan 100% gelatin, dan yang terakhir sampel dengan kode formulasi
841 yang menggunakan 50% gelatin + 50% pektin.
Untuk parameter rasa, pada Tabel 4.4, dapat diketahui urutan kode
formulasi yang disukai panelis adalah formulasi dengan kode 503, 279, dan
841. Ketiga kode formulasi memiliki rasa yang tidak berbeda nyata.
Penggunaan formulasi yang berbeda pada pembuatan marshmallow tidak
memengaruhi secara nyata rasa yang dihasilkan. Formulasi dengan kode 503
yang menggunakan 75% gelatin + 25% pektin merupakan formulasi yang
paling disukai panelis, kemudian sampel dengan kode formulasi 279 yang
mengunakan 100% gelatin, dan yang terakhir sampel dengan kode formulasi
841 yang menggunakan 50% gelatin + 50% pektin.
Untuk parameter tekstur, pada Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa
urutan kode formulasi yang disukai panelis adalah formulasi dengan kode
503, 841, dan 279. Sampel dengan kode 279 memiliki tekstur yang berbeda
nyata dengan sampel dengan kode 503 dan 841. Penggunaan formulasi yang
berbeda pada pembuatan marshmallow memengaruhi secara nyata tekstur
yang dihasilkan. Formulasi dengan kode 503 yang menggunakan 75% gelatin
+ 25% pektin merupakan formulasi yang paling disukai panelis, kemudian
formulasi dengan kode 841 yang menggunakan 50% gelatin + 50% pektin,
dan yang terakhir formulasi dengan kode 279 yang menggunakan 100%
gelatin.
Untuk parameter overall, pada Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa
urutan kode formulasi yang disukai panelis adalah formulasi dengan kode
503, 841, dan 279. Ssampel dengan kode 503 memiliki perbedaan yang nyata
dalam parameter overall terhadap formulasi dengan kode 279 dan 841.

Penggunaan formulasi yang berbeda pada pembuatan marshmallow


memengaruhi secara nyata parameter overall. Formulasi dengan kode 503
yang menggunakan 75% gelatin + 25% pektin merupakan formulasi yang
paling disukai panelis, kemudian formulasi dengan kode 841 yang
menggunakan 50% gelatin + 50% pektin, dan yang terakhir formulasi dengan
kode 279 yang menggunakan 100% gelatin.
Berdasarkan hasil uji organoleptik marshmallow pada kedua shift
menunjukkan bahwa penggunaan formulasi 75% gelatin + 25% pektin
merupakan formulasi yang paling disukai secara overall. Untuk shift 1 dalam
parameter overall formulasi yang disukai selanjutnya adalah yang
menggunakan 100% gelatin dan yang terakhir adalah yang menggunakan
75% gelatin + 25% pektin. Untuk shift 2 dalam parameter overall formulasi
yang paling disukai selanjutnya adalah yang menggunakan 50% gelatin +
50% pektin dan yang terakhir adalah yang menggunakan 100% gelatin. Hal
ini disebabkan karena pektin dapat menstabilkan kekuatan gelling, dimana
pektin memiliki sifat larutan yang rapat dan tahan terhadap panas walaupun
dengan pH rendah (Herbtreith dan Fox, 2004).
Menurut Aprina (2012), karakteristik marshmallow yang baik adalah
bertekstur seperti busa yang lembut, ringan, kenyal dapat dalam berbagai
bentuk, aroma rasa dan warna. Sedangkan marshmallow hasil praktikum,
beberapa diantaranya memiliki tekstur yang terlalu lengket dan lembek juga
aroma dari essen stroberi tidak terasa. Dan berdasarkan analisis sensoris
belum memenuhi kriteria marshmallow yang baik. Menurut Septiani (2015),
penggunaan gula yang terlalu banyak dapat menyebabkan tekstur permen
yang keras. Apabila penggunaan gula lebih sedikit maka tekstur permen akan
menjadi lebih lembek. Pemanasan gula pada pembuatan marshmallow harus
dijaga tidak terlalu tinggi, sebab jika suhu yang digunakan terlalu tinggi
mengakibatkan merusak tekstur dan kenampakan hasil akhir, juga akan
mempengaruhi rasa dan warna. Penambahan gelatin yang kurang akan
menghasilkan marsmallow yang lebih lembek, sedangkan penambahan
gelatin yang lebih dari 12% permen akan menjadi keras.

Pada pembuatan marsmallow gula dan gelatin tidak dipanaskan secara


bersamaan. Pada pembuatan marshmallow gelatin dilarutkkan dengan air dan
secara terpisah gula dicairkan dengan air panas hingga larut. Gula memiliki
sifat mengikat air dan bila dipanaskan akan cepat membentuk kristal
(Hardjanti, 2005). Jika gula ditambahkan dalam campuran gelatin dan air,
maka gelatin tidak dapat mengembang karena air telah terkristal bersama
dengan gula.Pengembangan gelatin ini diperlukan untuk membentuk tektur
permen yang lunak dan kenyal. Jika dilakukan penambahan gula maka tekstur
produk akan keras. Gelatin tidak dapat terdispersi sempurna dalam larutan
gula atau sirup yang dipanaskan (J. Lakshmi, 2012). Jika gelatin dan gula
dipanaskan bersamaan maka fungsi gelatin sebagai gelling agent tidak dapat
tercapai.
Menurut Fanek et al (2012), faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pembuatan marshmallow terutama ditentukan saat pendinginan, yang terjadi
karena banyak kemungkinan reaksi yang terjadi seperti kristalisasi gula dan
pertumbuhan keberadaan hubungan cross-link. Jadi kristalisasi gula pada
marshmallow, berhubungan dengan hilangnya kelembaban, dimana kekerasan
gula meningkat dengan semakin banyaknyakadar air yang hilang.
Menurut Buckle et al (1985), kerusakan pada produk permen bisa
disebabkan oleh mikroorganisme. Misalnya kapang yang tumbuh jika terjadi
pengembunan air pada permen karena perubahan suhu yang besar. Bentuk
kerusakan permen yang lain yaitu graining atau kristalisasi dengan disertai
berkurangnya mutu rupa dan tekstur. Kerusakan lainnya yang mungkin timbul
adalah ketengikan oksidatif atau hidrolitik dari komponen lemak pada
permen. Sedangkan menurut Koswara (2009) Kerusakan yang dapat terjadi
pada produk marshmallow dan produk permen lain adalah: (a) Kerusakan
mikrobiologis yang disebabkan khamir atau ragi yang tahan konsentrasi gula
tinggi. Hal ini dapat terjadi pada permen yang kandungan padatannya kurang
dari 75 persen. (b) Kontaminasi kapang juga dapat terjadi karena
pengembunan air disebabkan perubahan suhu yang besar. Kerusakan berupa
graining atau terbentuknya kristal yang tidak dikehendaki (misalnya kasar

dan ukurannya besar-besar), yang disertai dengan penurunan mutu dan


tekstur. Penyebabnya antara lain : kurangnya senyawa pencegah kristalisasi
yang ditambahkan, kondisi penyimpanan yang kurang baik, menyebabkan
terjadinya penyerapan air oleh permen (terutama permen keras) hal ini
menyebabkan permen menjadi lengket dan juga dapat menimbulkan
pembentukan kristal, kerusakan lapisan pelindung. (c) Kerusakan karena
ketengikan oksidatif atau hidrolitik dari komponen lemak dalam permen.
F. Kesimpulan
Berdasarkan

praktikum

yang

telah

dilakukan

dapat

diambil

kesimpulan sebagai berikut:


1. Fungsi pektin dan gelatin pada pembuatan marshmallow yaitu sebagai
bahan perekat/pengental (gelling agent) dan memperbaiki kekuatan
gelling. Fungsi tepung maizena dan icing sugar pada pembuatan
marshmallow untuk membuat permen tidak melekat satu sama lain dan
menambah rasa. Fungsi sorbitol adalah sebagai pemanis yang tidak
merusak gigi.
2. Proses pengolahan permen marshmallow dilakukan menggunakan metode
batch dengan teknik aerasi yaitu memasukkan sebanyak-banyaknya udara
agar adonan mengembang.
3. Penambahan pektin dan gelatin pada pembuatan marshmallow dapat
memperbaiki tekstur gel marshmallow dan menambah tingkat kesukaan
panelis/konsumen.
4. Urutan formulasi yang disukai menurut panelis pada shift 1 adalah 75%
gelatin + 25% pektin, 100% gelatin, dan 50% gelatin + 50% gelatin.
Sedangkan untuk shift 2 adalah 75% gelatin + 25% pektin, 50% gelatin +
50% pektin, dan 100% gelatin.

DAFTAR PUSTAKA
Aprina, Hesty Priska. 2012. Analisis Komposisi Asam Amino Gelatin Sap dan
Gelatin Babi Pada Marshallow Menggunakan Teknik Kombinasi HPLC
(High Performance Liquid Chromatography) dan PCA (Principant
Componenen Analysis). Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ardekani, V. Sanaei, F. Mahmoodani, S.F. See, S.M. Yusop& A.S. Babji. 2013.
Processing Optimization and Characterization of Gelatin from Catfish
(Clarias gariepinus) Skin. Sains Malaysiana 42(12).
Badan POM RI. Surat Keputusan No. HK.00.05.52.4040. 9 Oktober 2006 tentang
Kategori Pangan.
Buckle, KA., RE Edwars., GH Fleet dan M Wooton. 1985. Ilmu Pangan. UI Press.
Jakarta.
Edwards, W. P. 2000. The Science of Sugar and Confectionery.The Royal Society
of Chemistry. Cambridge.
Fanek, Fava dan Huang. 2012. Determination of Effective Difussion Coessiciet of
Water in Marshmalliw FromDrying Data Using Finite Difference Method.
Internatioan; Food Research Journal. Vol 19 (4) : 1351-1352.
Hardjanti, Sri dan Chatarina Wariyah. 2005. Penggunaan Ekstrak Teh Hijau pada
Pembuatan Permen Lunak sebagai Makanan Fungsional.Prosiding Seminar
Puslitbang Teknologi Maju Batan.Yogyakarta.
Herbtreith dan Fox. 2004. Confectionery Gum and Jelly Products. Herbtreith and
Fox KG. Germany.
J. Lakshmi. 2012. Theory Study Material : Bakery and Confectionary Products.
E-book B. Tech. Acharya N. G. Ranga Agricultural University.
Jalasena, Rizka Akbar. 2015. Aktivitas Antioksidan, Sifat Fisik, dan Tingkat
Penerimaan Permen Marshmallow dengan Penambahan Brokoli.
Universitas Diponegoro
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pembuatan Permen. Ebookpangan.com
May, Colin D. 1990. Industrial Pektins: Sources, Production and Applications.
Journal Carbohydrate Polymers Vol 12.
McCurdy, Sandara, Joey Peutz dan Grace Wittman. 2013. Storing Food for Safety
and Quality.Ebook of University of Idaho Washington State
Raraswati, Mita Amalia, Kuwat Triyana, dan Abdul rohman. 2012. Differentiation
of Bovine and Porcine Gelatins in Soft Candy Based on Amino Acid Profiles
and Chemometrics. Journal of Food and Pharmaceuricals Sciences, 2: 1-6.
Sari, Hefi Kurnia., Marlina, Mutalib,S.A, Islami, S.N, Fitria,A. 2013. Identifikasi
Gen Babi Pada Marshmallow Menggunakan Kit Olipro dalam Teknik Pcr

dan Southern Hybridization Pada Chip.Prosiding Seminar Nasional


Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik
Satria, Berry dan Yusuf Ahda. 2013. Pengolahan Limbah Kulit Pisang menjadi
Pektin dengan Metode Ekstraksi.E-Journal Universitas Diponegoro.
Septiani. 2015. Pengaruh Umur Daun Lidah Buaya (Aloe vera barbadensis
Miller) dan Perlakuan Blanching terhadap Karaktteristik Inderawi Permen
Jelly Daun Lidah Buaya. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Sudayarti, Latifah dan Yapro Lukita Sari.2008. Kajian Pati Jagung dan Bunga
Rosela pada Kualitas Permen Lunak.Fakultas Teknologi Pangan UPN
Veteran Jawa Timur.
Talbot, Geoff. 2006. Science and Technology of Enrobed and Filled Chocolate,
Confectionery and Bakery Products. CRC press: New York.

LAMPIRAN

Gambar 4.5 Gula yang sudah dipanaskan

Gambar 4.6 Proses mixing

Gambar 4.7 Proses pembentukan Adonan

You might also like