You are on page 1of 10

I.

PENDAHULUAN

A. Tujuan
1. Menntukan besarnya karbondioksida yang dihasilkan dalam respirasi
pada biji kacang hijau pada suhu 27 C dan 37 C dan mengetahui nilai
Q10
2. Mengukur kalor yang dilepaskan suatu proses respirasi pada biji
kacang hijau (Virgin radiata)

II.

METODE

A. Respirasi biji/ kecambah


Disiapkan dua botol gelap lalu, diisi 30ml NaOH 0,5 N tiap botol.
Biji kacang hijau yang telah direndam selama 24 jam ditimbang sebanyak
5 gram dan dibungkus dengan kain kassa. Biji kacang hijau dimasukkan
dan digantung dalam botol menggunakan benang dan ditutup dengan
alumunium foil. Botol pertama digunakan sebagai perlaukan suhu 27 C

dan botol kedua digunakan sebagai perlakuan suhu 37 C. Dibagi setiap


kelompok, kedua botol diisi dengan NaOH tanpa diberi kacang hijau,
digunakan sebagai kontrol. Botol pertama digunakan sebagai perlakuan
suhu 27 C dan botol kedua dengan suhu 37 C. Setelah 24 jam, 5 ml
NaOH dalam botol gelap diambil menggunakan propipet dan dimasukkan
dalam erlenmeyer sebanyak 25ml. Stelah itu, ditambahkan 3 tetes
indikator PP dan 2,5 ml BaCl 2 menggunakan pipet tetes dan propipet.
Kemudian di titrasi larutan dengan larutan HCl 0,1N menggunakan buret
dan diakhiri dengan warna merah muda. Titrasi diulang sebanyak 3 kali.
B. Penentuan kadar kalor yang dihasilkan pada respirasi
Biji kacang hijau diambil dan ditimbang menggunakan timbangan
digital sebanyak 15gram. Kapas dibasahi dengan air. Stelah itu, biji kacang
hijau dimasukkan ke dalam kapas lalu, dimasukkan ke dalam kantong
plastik bening, kemudian diikat. Dimasukkan plastik yang berisi kacang
hijau tadi ke tempat yang gelap selama 24 jam. Lalu diamati perubahan
suhu yang terjadi. Kemudian di catat hasil dan data kuantitatifnya.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Respirasi biji kecambah


Respirasi dilakukan dengan tujuan untuk membentuk tenaga atau
energi yang berupa ATP, selain itu juga dihasilkan CO 2 dan H2O. Respirasi
ada 2 macam, yaitu aerob dan anaerob. Repirasi aerob adalah proses
respirasi yang membutuhkan oksigen, sedangkan respirasi anaerob adalah
proses respirasi yang tidak membutuhkan oksigen. Respirasi dapat diukur
dengan menghitung CO2 yang dilepaskan selama respirasi berlangsung.
Pada perkecambahan yang merupakan tahap awal dari
perkembangan tumbuhan khususnya tumbuhan berbiji sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor disekitarnya. Proses respirasi akan berlangsung selama

benih masih hidup. Pada saat perkecambahan dapat terhambat bila


penggunaan oksigen terbatas. Selain itu, faktor suhu juga sangat
mempengaruhi perkecambahan. Dalam daur hidupnya, tiap spesies
memiliki suhu maksimum, minimum dan optimum. Suhu berpengaruh
pada kerja enzim dalam tubuh makhluk hidup. Kenaikan suhu dapat
mempengaruhi meningkatnya laju denaturasi enzim.
Pada praktikum kali ini digunakan biji kacang hijau (Vigna
radiata), yang akan diukur respirasinya dengan cara mengukur CO2 yang
akan dihasilkan. Pada proses respirasi kecambah pada suhu 27 C dan 37
C. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman adalah 30-40 C,
apabila suhu diatas 35 C maka akan menyebabkan penurunan respirasi
karena enzimnya rusak oleh temperatur dan mengakibatkan mekanisme
respirasi terganggu, contohnya timbul respirasi klimaterik.
Praktikum ini bermanfaat untuk mengetahui jumlah CO2 yang
dihasilkan ketika tanaman melakukan respirasi. Dimana selama ini yang
dipelajari adalah proses respirasi, reaksi respirasi. Maka saat ini aplikasi
pengukuran respirasi dilakukan serta dapat diketahui secara nyata faktorfaktor-faktor yang mempengaruhi respirasi bila diberi perlakuan berbagai
suhu.
Respirasi merupakan proses oksidasi bahan organik yang terjadi di
dalam sel, berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi
aerob, diperlukan adanya oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta
energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob, dimana ketersediaan oksigen
kurang atau bahkan tidak ada dan dihasilkn senyawa selain
karbondioksida, alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi
(Keeton, 1967).
Respirasi pada umumnya dilakukan pada tumbuhan secara aerob,
misalnya proses reaksi glukosa. Perkecambahan juga melakukan proses
respirasi yang akan digunakan untuk pertumbuhannya. Persamaan proses
respirasi adalah :
C6H12O6 + 6 O2

6 CO2 + 6 H2O, Ag : 686 kkal

(Loveless, 1991).
Menurut Salisbury dan Ross (2009), proses respirasi menghasilkan
energi dan ATP harus melalui beberapa tahapan. Tahap pertama adalah
glikolisis. Tahapan ini merupakan proses dimana glukosa berubah menjadi
dua molekul asam. Tahapan ini berlangsung di sitosol. Dua molekul asam
tersebut, nantinya akan digunakan dalam proses dekarboksilasi oksidatif.

Selain itu juga glikolisis dapat menghasilkan dua molekul NADPH dan
energi dalam bentuk ATP.
Tahapan kedua adalah dekarboksilasi oksidatif. Tahapan ini juga
berlangsung di sitosol. Dalam proses ini, asam piruvat yang beratom C3
berubah menjadi asetil yang beratom C2 dengan melepaskan CO2. Asetil
tersebut yang nantinya akan digunakan pula dalam siklus asam sitrat.
Kemudian, hasil lain dalam bentuk NADPH digunakan dalam transport
elektron (Salisbury dan Ross, 2009).
Selanjutnya yaitu tahapan ketiga adalah siklus asam sitrat. Tahapan
ini terjadi pada membran dan matriks dalam mitokondria. Pada tahapan
ini, asetil diolah dengan senyawa asam sitrat. Ada beberapa senyawa yang
dapat dihasilkan pada proses ini, salah satunya adalah 1 molekul ATP, 2
molekul CO2, serta FADH dan NADPH yang akan di proses dalam transfer
elektron (Salisbury dan Ross, 2009).
Tahapan yang terakhir adalah transfer elektron. Proses ini
berlangsung pada membran dalam mitonkondria. Pada prosesnya, elektron
akan di transfer oleh enzim quinon, sitokrom, flavoprotein dan piridoksin.
Reaksi ini dapat menghasilkan H2O (Salisbury dan Ross, 2009).
Menurut Dwijoseputro (1978), Faktor faktor yang mempengaruhi
respirasi aerob yaitu :
1. Ketersediaan jumlah dan jenis substrat
2. Ketersediaan oksigen sebagai sumber energi yang digunakan
oleh mitokondria dalam lintasan elektron untuk membentuk
ATP
Reaksi respirasi berjalan secara enzimatis selalu memiliki kisaran suhu
aktif tertentu. Semakin tinggi suhu akan meningkatkan laju respirasi.
Namun pada batas tertentu suhu akan menurunkan laju respirasi. Biji
melakukan respirasi aktif pada saat berkecambah.
Dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat pada
keping biji, kecambah akan tumbuh besar dan sel-selnya akan aktif
membelah dan memanjang. Pengukuran CO2 per satuan waktu per berat
basah kecambah yang dihasilkan selama proses respirasi, dapat diukur
secara asidimetri pada larutan NaOH yang diletakkan dalam ruang tertutup
bersama biji yang sedang aktif berkecambah. Sestem respirasi, jumlah
oksigen yang diambil melalui udara pernafasan tergantung pada kebutuhan
dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis bahan makanan yang
dimakan (Dwijoseputro, 1978).
Pengaruh suhu terhadap laju respirasi berkaitan dengan faktoe Q 10.
Pada saat itu, suhu dan laju reaksi respirasi berubah secara bersamaan
yaitu setiap kali suhu naik sebesar 10 C, maka laju respirasi juga akan

meningkat. Demikian juga pada suhu 0 C, laju respirasi sangat rendah.


Apabila suhu tersebut naik sampai 35 C-45 C maka perlajuan respirasi
sangat cepat, akan tetapi, temperatur yang terlalu panas akan
menurunkannya. Hal ini disebabkan oleh enzim-enzim yang mengalami
denaturasi pada suhu diatas 45 C (Mulyani, 2008).
Faktor lain juga dapat mempengaruhi laju respirasi yaitu tipe dan
umur tumbuhan. Karena proses metabolisme semua jenis spesies
tumbuhan berbeda-beda maka, respirasi yang dibutuhkan oleh tumbuhan
juga berbeda-beda, tergantung pada spesiesnya. Laju respirasi yang
terdapat pada tumbuhan muda atau jaringan muda lebih tinggi jika
dibandingkan dengan yang sudah tua. Begitu pula jaringan yang masih
dalam saat perkembangan, respirasinya lebih kuat daripada jaringan yang
sudah matang (Giyatmi dkk., 2008).
Pada suhu inkubator, keadaan suhu cenderung dibuat konstan
(stabil), dimana pada suhu konstan kerja enzimn akan lebih optimal tanpa
mengalami kerusakan. Seperti yang diketahui bahwa proses respirasi
melibatkan kerja berbagai enzim. Karena enzim tidak mengalami
kerusakan maka enzim akan mempercepat pengubahan glukosa menjadi
karbondioksida. Oleh karena itu, CO 2 dilepaskan dari respirasi kecambah
lebih besar (Dwijoseputro, 1978).
Faktor percepatan Q10 adalah kecepatan reaksi pada suhu T+10,
dibagi dengan kecepatan reaksi pada suhu T Jadi :
Rate pada T + 10
Q10 =
rate padaT
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan
faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk
setiap kenaikan suhu sebesar 10 C, namun hal ini tergantung pada
masing-masing spesies (Labuza, 1984).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil
sebagi berikut :
Tabel 1. Volume titran yang dibutuhkan
Banyak HCl untuk titrasi (ml)
Suhu inkubator
Suhu kamar (27
Parameter
(37 C)
C)
Kontrol
24,53
24,76
Perlakuan
18,13
16,1
Respirasi adalah proses metabolisme yang menggunakan O2 dan
pemecahan senyawa makromolekul, CO2, air, dan cahaya. Proses respirasi
terdiri dari 3 tahap yaitu glikolisis, siklus krebs, dan transpor elektron.

Pada percobaan digunakan kacang hijau karena kecambah yang sedang


tumbuh membutuhkan energi untuk pertumbuhan dengan memanfaatkan
cadangan makanan serta belum dapat melakukan proses fotosintesis. Oleh
karena itu, respirasi menjadi metabolisme yang utama yang dialami
kecambah sehingga pengamatan respirasi lebih akurat.
Biji kacang hijau dibungkus dengan kain kasa berpori-pori agar
proses respirasi berjalan tanpa terganggu. Kemudian, digantung di dalam
botol agar tidak terendam dan proses terus berjalan. Biji kecambah
digantung dalam botol gelap yang berisi NaOH maka larutan tersebut
memiliki fungsi sebagai pengikat CO 2 hasil respirasi. Botol gelap
digunakan agar mencegah terjadinya proses fotosintesis pada
perkecambahan. Botol gelap dapat mencegah masuknya cahaya dan
menyerap cahaya dan sebagian dipantulkan. Serta memiliki fungsi dalam
mengontrol dan menstabilkan suhu dan supaya larutan kimia (NaOH)
tidak rusak akibat terkena cahaya.
Reaksi-reaksi yang terjadi pada saat dilakukan penambahan larutan
NaOH untuk menangkan CO2 hasil respirasi kecambah adalah :
2 NaOH + CO2
Na2CO3 + H2O
Penambahan larutan BaCl untuk mengendapkan CO2, kemudian berubah
menjadi BaCO3 setelah bereaksi dengan Na2CO3, reaksinya adalah :
Na2CO3 + 2 BaCl2
BaCO3 + 2 NaCl
Penambahan HCl dilakukan untuk mengikat endapan BaCO 3. Reaksi yang
terjadi adalah :
BaCO3 + 2 HCl
Bacl3 + H2CO3
Kemudian H2CO3 dapat dipecah menjadi CO2 dan H2O.
Apabila keempat reaksi tersebutg digabungkan maka, reaksi yang terjadi
adalah :
2 NaOH + CO2
Na2CO3 + H2O
Na2CO3 + 2 BaCl2
2 NaCl + BaCO3
BaCO3 + 2 HCl
Bacl3 + H2CO3
H2CO3
CO2 + H2O
2 NaOH + 2 HCl

2 NaCl + 2 H2O

Jika masuk sistem transport, maka ATP yang dihasilkan melalui


proses respirasi dengan glukosa sebagai substrat adalah :
Glukosa
2 piruvat

2 piruvat + 2 ATP + 2 NaOH


2 asetil KoA + 2 CO2 + 2 NaOH

2 asetil KoA
12 NADP + CO2

4 CO2 + B NADH
36 ATP

Q10 adalah perbandingan selisih volume CO2 perlakuan pada suhu


37C dengan volume CO2 perlakuan pada suhu 27 C, dinyatakan sebagai
X1 dan X2. Q10 adalah hasil kenaikan 10 C akan menyebabkan
meningkatnya derajat respirasi. Setelah dilakukan perhitungan dengan
pertukaran data kelompok maka akan di dapatkan Q10 adalah positif. Nilai
Q10 negatif berarti ada tekanan 10 C menimbulkan reaksi sebesar 2x lipat,
tatpin jika suhu terlalu tinggi diatyas 35 C, maka enzim akan rusak dan
dapat terjadi penurunan respirasi. Menurut Bidwell (1979), Indeks Q10
tidak melebihi 1, tetapi terjadi peningkatan respirasi tetapi tidak mencapai
2x lipat.
Hasil yang diperoleh dari percobaan Q10 adalah 1,71, hasil
menunjukkan terjadi respirasi peningkatan berarti tidak ada enzim yang
mengalami kerusakan sehingga mempercepat pengubahan glukosa
menjadi CO2. Oleh karena itu, CO2 dilepaskan dari respirasi kecambah
lebih besar. Hasil yang diperoleh sesuai dengan teori dimana Q10 diperoleh
lebih dari 1 yang menunjukan bahwa terjadi peningkatan respirasi 1,71 x
lipat.
Berdasarkan hasil pengukuran volume respirasi CO2, pada
kecambah perlakuan suhu 27 C sebesar 0,07 dan pada perlakuan
kecambah suhu 37 C sebesar 0,05. Dari hasil tersebut, menunjukkan
bahwa hasil sesuai dengan teori. Karena menurut teori, kecepatan respirasi
akan berlangsung maksimum pada suhu optimum, sedangkan kecepatan
respirasi akan berlangsung lambat pada suhu tunggi. Seharusnya enzim
rusak pada suhu tinggi dan kecepatan respirasi menurun. Hal ini berarti
kecambah terus melakukan respirasi dan tidak rusak pada suhu 37 C
karena masih termasuk suhu optimum.
Pengaruh suhu pada respirasi berhubungan dengan enzim karena
respirasi adalah reaksi enzimatik. Adanya kaitan erat dengan Q 10 karena
kenaikan suhu 10 C akan meningkatkan kecepatan reaksi. Tetapi kenaikan
suhu mencapai titik tertentu bila melewati batas tersebut maka suhu tinggi
akan merusak enzim dan terjadi penurunan kecepatan respirasi. Karena
hampir semua organ respirasi dipengaruhi oleh enzim maka konsentrasi
dan keberadaan enzim mempengaruhi laju kecepatan respirasi.
B. Penentuan Kalor yang dihasilkan pada respirasi
Proses respirasi mendapatkan hasil
energi/kalor/panas. Energi/kalor/panas yang

akhir yang berupa


dihasilkan kemudian

digunakan untuk proses pertumbuhan, pengangkutan mineral,


pembentukan protein, proses fotosintesis, dan masih banyak lagi. Kalor
merupakan bentuk energi yang berpindah dari benda yang suhunya lebih
tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah ketika benda tersebut
bersentuhan. Pada praktikum kali ini akan dibahas penentuan kalor yang
dihasilkan pada respirasi.
Respirasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan produk
CO2 dan H2O dan pelepasan energi (Ria dkk., 2007). Proses respirasi
merupakan suatu proses mengubah energi kima yang tersimpan dalam
bentuk karbohidrat untuk digunakan menggerakan proses-proses
metabolisme. Proses respirasi terdapat pada jaringan baik yang tidak
berwarna hijau maupun yang berwarna hijau. Bahan baku proses respirasi
adalah protein, asam lemak, dan karbohidrat. Proses respirasi dapat
menghasilkanm CO2 dan energi dalam bentuk ATP. Reaksi proses ini dapat
ditulis sebagai berikut :
C6H12O6
6 CO2 + H2O + Energi
(Campbell, 2006).
Menurut Bidwell (1979), faktor-faktor yang mempengaruhi
respirasi yaitu :
1. Substrat-respirasi
2. Unsur dan tipe jaringan
3. Suhu
4. Oksigen
5. Karbondioksida (CO2)
6. Garam-garam
Berdasarkan percobaan pengujian kualitatif kalor maka diperoleh
hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Pengujian kualitatif Kalor
Jenis biji
Berat (g)
Kalor yang dihasilkan
Kacang hijau (Kapas)
10 gram
+
Kacang hijau (Kapas)
15 gram
++
Keterangan :
+++ = sangat panas
++ = sedang
+ = sedikit panas
- = tidak panas
Biji kacang hijau dimasukkan di dalam kapas yang telah dibasahi
dengan air kran agar menjadi lembab. Biji kacang hijau dalam kapas
kemudian di masukkan kedalam kantong plastik bening dengan tujuan
supaya terlindung dari udara luar yang kemudian diikat agar dudara dari

luar tidak dapat masuk. Kapas yang telah dibasahi dengan air juga untuk
menutup kacang agar CO2 tidak keluar dan dalam penutupan tidak boleh
terlalu rapat agar kacang tidak terlalu lembab dan tidak rusak. Kemudian
diletakkan pada tempat gelap agar mencegah masuknya cahaya yang dapat
menyebabkan terjadinya fotosintesis serta untuk mengontrol dan
menstabilkan suhu.
Berdasarkan pengujian kualitatif kalor, diperoleh hasil biji kacang
hijau sebanyak 10 gram dan kalor yang dihasilkan sedikit panas.
Sedangkan biji kacang hijau sebanyak 15 gram dan kalor yang dihasilkan
adalah panasnya sedang. Semakin sedikit kacang hijau maka kalor atau
panas yang dihasilkan semakin sedikit, begitu pula sebaliknya. Waktu juga
dapat mempengaruhi kalor, pada praktikum kali ini digunakan waktu 24
jam agar respirasi dapat berlangsung sempurna.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah dilakukan praktikum respirasi biji dan penentuan kadar


kalor didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada percobaan respirasi biji/ kecambah diperoleh karbondioksida
pada biji kacang hijau suhu 27 C sebesar 0,05 L dan pada suhu 37 C
sebesar 0,07 L. Hasil yang didapatkan dalam perhitungan Q10 sebesar
0,71
2. Pada percobaan penentuan kadar kalor biji kacang hijau sebanayk 10
gram kalor yang dihasilkan sedikit panas. Sedangkan pada kacang
hijau 15 gram kalor yang dihasilkan panasnya sedang.

DAFTAR PUSTAKA
Bidwell, K.G.S.1979. Plant physiology. Mac. Milan Publishing. Co Inc, New
york.
Campbell, R. M. 2006. Biologi Jilid 2 Edisi 5. Erlangga, Surabaya.
Dwijaseputro. 1978. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia, Jakarta.
Giyatmi, W.L., Solichatun, Sugiyanto. 2008. Pertumbuhan, kandungan klorofil
dan Laju Respirasi Tanaman Garut (Maranata arundinaceae L.) setelah
pemberian asam Giberelat (GA3). Jurnal Bioteknologi. 1(3) :1-9.
Keeton, W.T. 1967. Biological Science. Norton Company INC, New york.
Labuza, T.P.1984. Open shelf Life Dating ofn Food. OTA Publishing, USA.
Loveless, A.R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik.
Gramedia, Jakarta.
Mulyani, S. 2008. Anatomi Tumbuhan. Kanisius, Surabaya.
Ria, A.T.N., Subagyo., dan Rosanti, E. 2007. Pengaruh Kadar Air terhadap Laju
Respirasi Tanah Tambak pada Penggunaan Katul Padi sebagai Priming
Agent. Jurnal Ilmu Kelautan. 12 (2) : 67-72.
Sallisbury, F.B. dan Ross,C.W.2009. Plant Physiology. Wadsworth Pub,
California.

You might also like