You are on page 1of 12

TINJAUAN PUSTAKA RHODAMIN B

A. KEAMNAN PANGAN
Menurut Undang-undang Republik Indonesia no. 18/2012 tentang pangan, bahwa
keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan
dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, sehingga aman untuk dikonsumsi Pangan
yang tidak aman akan menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease, yaitu
segala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan atau
senyawa beracun atau organisme pathogen (UU No. 18. 2012. Undang-undang Nomor 18
Tahun

2012

Tentang

Pangan.

Republik

Indonesia.

Available

at

ppvt.setjen.pertanian.go.id/ppvtpp/files/61UU182012.pdf. diakses pada 24 April 2016)


B. BAHAN TAMBAHAN PANGAN
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 dan
No.1168/Menkes/PER/X/1999 pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) secara umum
adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang
dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan,

pengolahan,

penyiapan,

perlakuan,

pengepakan,

pengemasan,

dan

penyimpanan. Penggunaan bahan tambahan pangan bertujuan agar dapat meningkatkan


atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih
mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi. W.
(2009). Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua. Jakarta:
Bumi Aksara. Halaman 134)
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dak kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih
mudah dihidangkan serta mempermudah pereparasi bahan pangan. (Puspitasari, Luh,
2001. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan. Departemen Pendidikan
Nasional, Jakart )
C. RODAMIN B

Makanan jajanan (street food) telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan
jajanan diperkirakan akan terus meningkat, mengingat makin terbatasnya waktu anggota
keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah
dan mudah didapat, serta cita rasanya enak dan cocok dengan selera kebanyakan orang.
Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi makanan jajanan juga berisiko terhadap
kesehatan (Hidayati, D., Saparinto, C. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:
Kanisius )
Keberadaan bahan tambahan makanan adalah untuk membuat makanan tampak
lebih berkualitas, lebih menarik serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Zat-zat itu
ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun hasilnya memuaskan bagi konsumen dan
produsen (Afrianti, 2013). Sering tidak kita sadari bahwa dalam makanan yang kita
konsumsi sehari-hari ternyata mengandung zat-zat kimia yang bersifat racun, baik itu
sebagai pewarna, penyedap rasa dan bahan campuran lain. Zat-zat kimia ini berpengaruh
terhadap tubuh kita, sehingga kebanyakan kita akan mengetahui dampaknya dalam waktu
yang lama (Eka Reysa. 2013. Rahasia Mengetahui Makanan Berbahaya. Jakarta: Titik
Media Publisher).
Beberapa jenis bahan makanan yang diuji Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan
(BPOM) mengandung bahan berbahaya seperti pewarna tekstil, kertas, dan cat (rhodamin
b, methanyl yellow, dan amaranth. Pemakaian ini sangat berbahaya karena bisa memicu
terjadinya kanker serta merusak ginjal dan hati yang disebabkan oleh bahan-bahan yang
ditambahkan pada jajanan untuk anak-anak seperti es sirup atau cendol, minuman ringan
seperti limun, kue, gorengan, kerupuk, dan saus sambal (Julyana, T. S. 2013. Analisis
Pewarna Rhodamin B Dan Pengawet Natrium Benzoat Pada Saus Tomat X Dari Pasar
Tradisional R Di Kota Balikpapan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya,
(Online),

(2):

1-11

(http://journal.ubaya.ac.id/index.php/calyptra/article/viewFile/465/1378), (Balai Besar


POM. (2006). Intruksi Kerja : Penetapan Kadar Pewarna Rhodamin B Dalam Makanan.
Medan), (Balai POM. (2003). Bahan Tambahan Pangan. Direktorat SPKP, Deputi
III.Jakarta. Hal: 9)

Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai


pewarna tekstil. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.28, Tahun 2004, rhodamin B
merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk- produk
pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi
pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, gangguan hati dan dapat
menyebabkan kanker. Zat warna Rhodamin B walaupun telah dilarang penggunaanya
ternyata masih ada produsen yang sengaja menambahkan zat warna rhodamin B untuk
produknnya

(Judawanto,

2009, Perilaku

Makan

Anak

Sekolah,

Jakarta,www.pdpersi.co.id diakses pada tanggal 24 April 2016), (peraturan Pemerintah


RI., 2004. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan, Jakarta)
Pewarna rhodamin B banyak digunakan pada produk makanan dan minuman
industri rumah tangga, antara lain terdapat pada kerupuk, makanan ringan, permen ,
sirup, minuman kemasan, es doger, dan manisan. Makanan yang diberi zat pewarna ini
biasanya berwarna lebih terang dan ditemukan pada makanan dan minuman jajanan anak
Sekolah Dasar (SD) (Mudjajanto, E.S. (2009). Pertanyaan H. Eddy Setyo Mudjajanto,
PengamatTeknologi Pangan dan Gizi. Diambil dari : www.jurnalbogor.com)
TINJAUAN PUSTAKA BORAKS
A. KEAMNAN PANGAN
Menurut Undang-undang Republik Indonesia no. 18/2012 tentang pangan, bahwa
keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan
dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, sehingga aman untuk dikonsumsi Pangan
yang tidak aman akan menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease, yaitu
segala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan atau
senyawa beracun atau organisme pathogen (UU No. 18. 2012. Undang-undang Nomor 18
Tahun

2012

Tentang

Pangan.

Republik

Indonesia.

Available

ppvt.setjen.pertanian.go.id/ppvtpp/files/61UU182012.pdf. diakses pada 24 April 2016)


B. BAHAN TAMBAHAN PANGAN

at

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 dan


No.1168/Menkes/PER/X/1999 pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) secara umum
adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang
dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan,

pengolahan,

penyiapan,

perlakuan,

pengepakan,

pengemasan,

dan

penyimpanan. Penggunaan bahan tambahan pangan bertujuan agar dapat meningkatkan


atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih
mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi. W.
(2009). Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua. Jakarta:
Bumi Aksara. Halaman 134)
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dak kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih
mudah dihidangkan serta mempermudah pereparasi bahan pangan. (Puspitasari, Luh,
2001. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan. Departemen Pendidikan
Nasional, Jakart )
C. BORAKS
Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7).
berbentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat
(H3BO3). Dengan demikian bahaya boraks identik dengan bahaya asam borat (Khamid,
1993)
Baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang
menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam
obat biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk
pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet
kayu dan antiseptik kayu (Khamid, I.R. (2006). Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta.
Penerbit Kompas)
Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai
pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai
makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit.
Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan
menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan (Silalahi, J, Immanuel

Meliala, Labora Panjaitan. 2010. Pemeriksaan Boraks di dalam Bakso di Medan.


Farmasi, 60 (11), hal 521-525)
Boraks ditambahkan ke dalam makanan untuk memperbaiki tekstur makanan
sehingga menghasilkan rupa yang bagus. Bakso mengandung boraks memiliki
kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging.
Bakso yang mengandung boraks sangat renyah dan disukai dan tahan lama (Anonim,
2009. Pengaruh Penggunaan Boraks pada Makanan Terhadap Kualitas Kesehatan
Manusia.

http://mysundaesunday.blogspot.com/2009/01/-pengaruh-penggunaan-boraks-

pada-Makanan.html. 24 Diakses tanggal 2016)


D. PENGARUH BORAKS BAGI KESEHATAN
Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi
susunan saraf pusat, ginjal dan hati. Jika tertkena dengan kulit dapat menimbulkan iritasi.
Dan jika tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal (Himpunan
Alumni Fateta. (2005). Manfaat Dan BahayaBahan Tambahan Pangan. Bogor)
Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh
tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai
pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh
dibandingkan dengan organ yang lain. Dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan
orang dewasa dan 5 gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan
kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa
dan kurang dari 5 gr/kg berat badan anak-anak (Saparinto, C. dan Hidayati, D.
2006. Bahan Tambahan Pangan. Cetakan I.Kanisius. Yogyakarta)
Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk,
namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan
testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui
kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikelurkan melalui air
kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu
enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria (Nasution,
Anisyah. 2009. Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong Di Kelurahan Padang Bulan
Kota Medan Tahun 2009. Skripsi Sarjana.Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Universitas Sumatera Utara)

TINJAUAN PUSTAKA FORMALIN


A. KEAMNAN PANGAN
Menurut Undang-undang Republik Indonesia no. 18/2012 tentang pangan, bahwa
keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan
dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, sehingga aman untuk dikonsumsi Pangan
yang tidak aman akan menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease, yaitu
segala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan atau
senyawa beracun atau organisme pathogen (UU No. 18. 2012. Undang-undang Nomor 18
Tahun

2012

Tentang

Pangan.

Republik

Indonesia.

Available

at

ppvt.setjen.pertanian.go.id/ppvtpp/files/61UU182012.pdf. diakses pada 24 April 2016)


B. BAHAN TAMBAHAN PANGAN
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 dan
No.1168/Menkes/PER/X/1999 pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) secara umum
adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang
dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan,

pengolahan,

penyiapan,

perlakuan,

pengepakan,

pengemasan,

dan

penyimpanan. Penggunaan bahan tambahan pangan bertujuan agar dapat meningkatkan


atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih
mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi. W.
(2009). Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua. Jakarta:
Bumi Aksara. Halaman 134)
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dak kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih
mudah dihidangkan serta mempermudah pereparasi bahan pangan. (Puspitasari, Luh,
2001. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan. Departemen Pendidikan
Nasional, Jakart )
C. FORMALIN

Larutan formalin mengandung formaldehida dan metanol sebagai stabilisator,


dengan kadar formaldehida tidak kurang dari 34,0% dan tidak lebih dari 38,0%. Formalin
merupakan cairan jernih tidak berwarna atau hampir tidak berwarna, bau menusuk, uap
merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan. Formalin larut dalam air dan dengan
etanol 95% (Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta. Hal:712)
Penggunaan formalin untuk mengawetkan makanan sesungguhnya telah dilarang
sejak tahun 1982. Pemerintah juga telah mengeluarkan dua peraturan untuk mengatur
penggunaan bahan kimia ini. Yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472 Tahun 1996
tentang Pengamanan Bahan Berbahaya bagi Kesehatan, dan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254 Tahun 2000 tentang Tata Niaga Impor dan
Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu. Formalin dan rodamin termasuk dalam kategori
bahan berbahaya tersebut yang penggunaannya harus diawasi secara ketat (Suara
Merdeka,

2007.

Dikhawatirkan

Formalin. http://www.suaramerdeka.com [

Daging
22

Ayam
Januari

Potong
2008]),

Mengandung
(Menkes

RI.

(1996).Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang


Pengamanan

Bahan

Berbahaya

Bagi

Kesehatan,

Jakarta:

Depkes),

(Menteri

Perindustrian dan Perdagangan nomor 254 TENTANG TATA NIAGA IMPOR DAN
PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA TERTENTU. 2000)
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika
kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara cepat dengan hampir semua zat
di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel. Selain itu
kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi,
bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (perubahan fungsi sel)
serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing
bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah
(Cahyadi, W., 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.Bumi
Aksara, Jakarta)
Setelah menggunakan formalin, efek sampingnya tidak akan secara langsung
terlihat. Efek ini hanya terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami
keracunan formalin dengan dosis tinggi (Saparinto, C. dan Hidayati, D. 2006. Bahan
Tambahan Pangan. Cetakan I.Kanisius. Yogyakarta). Jumlah formaldehida yang masih

boleh diterima manusia per hari tanpa akibiat negatif pada kesehatan (Acceptable Daily
Intake/ ADI) adalah 0,2 mg per kilogram berat badan (Widmer, P. & Frick, H., 2007. Hak
Konsumen dan Ekolabel. Yogyakarta:Kanisius, 42-43). Formalin dapat menyebabkan
kematian pada manusia bila dikonsumsi melebihi dosis 30 ml. Setelah mengonsumsi
formalin dalam dosis fatal, seseorang mungkin hanya mampu bertahan selama 48 jam
(Khomsan & Anwar, 2008) dalam (Anonymous.2009.Mengenal Formalin dan
Bahayanya.

http://netverum.blogspot.com/2009/03/mengenal-formalin-dan-

bahayanya.html.). Dampak akut formalin terhadap kesehatan terjadi akibat paparan


formalin dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat. Efeknya berupa iritasi,
alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut, pusing, bersin,
radang tonsil, radang tenggorokan, sakit dada yang berlebihan, lelah, jantung berdebar,
sakit kepala, diare dan pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.
Dampak kronik dari formalin terlihat setelah terkena paparan formalin berulang dalam
jangka waktu yang lama dan biasanya formalin dikonsumsi dalam jumlah kecil dan
terakumulasi dalam jaringan. Gejalanya berupa mata berair, gangguan pada: pencernaan,
hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat, menstruasi dan pada hewan percobaan dapat
menyebabkan kanker, sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen (Yuliarti, N.,
2007. Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Edisi pertama.Yogyakarta: Penerbit
Andi, 7-8, 31-44)

TINJAUAN PUSTAKA ISOLASI, INOKULASI, MORFOLOGI dan PEWARNAAN


BAKTERI
A. BAKTERI
Bakteri adalah domain yang terdiri dari makhluk hidup yang tidak memiliki
membran inti (prokariota). Bakteri dulu terbagi menjadi Bacteria dan Archaebacteria,
namun sekarang Archaebakteria memiliki domain sendiri yang disebut Archaea. Bakteri
memiliki ciri-ciri antara lain tidak memiliki membran inti, tidak memiliki organel

bermembran, memiliki dinding sel peptidoglikan, dan materi asam nukleatnya berupa
plasmid (Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart and Winston.
Texas).
Bakteri berkembang biak membelah diri dan karena begitu kecil maka hanya
dapat dilihat menggunakan mikroskop. Bakteri mempunyai beberapa organel yang dapat
melaksanakan beberapa fungsi hidup.
B. ISOLASI BAKTERI
Isolasi bakteri adalah proses mengambil bakteri dari medium atau lingkungan
asalnya dan menumbuhkannya di medium buatan sehingga diperoleh biakan yang murni.
Bakteri dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya harus menggunakan prosedur
aseptik. Aseptik berarti bebas dari sepsis, yaitu kondisi terkontaminasi karena
mikroorganisme lain. Teknik aseptik ini sangat penting bila bekerja dengan bakteri.
Beberapa alat yang digunakan untuk menjalankan prosedur ini adalah bunsen
dan laminar air flow. Bila tidak dijalankan dengan tepat, ada kemungkinan kontaminasi
oleh miroorganisme lain sehingga akan mengganggu hasil yang diharapkan. Teknik
aseptik juga melindungi laboran dari kontaminasi bakteri (Singleton,P.andD.Sainsbury.
2006.Dictionary of Microbiology and Molecular Biology 3 Edition.England: John
rd

WileyandSons.Ltd)
Teknik kultur untuk mendapatkan biakan murni, terbagi menjadi 3 macam teknik,
yaitu:
1. Cara penuangan
Isolasi bakteri dengan penuangan bertujuan untuk menentukan jumlah bakteri
yang hidup dalam suatu cairan. Hasil perhitungan jumlah bakteri pada cara penuangan
dinyatakan dalam koloni (Irianto, K.2006. Mikrobiologi.Yrama Widya : Bandung).
2. Cara penggoresan
Isolasi bakteri dengan pengoresan bertujuan agar bakteri dapat tumbuh menyebar
pada medium sehingga medium dapat dimanfaatkan lebih optimal. Cara penggoresan
dilakukan dengan terlebih dahulu medium agar pada cawan petri steril. Jarum ose yang
akan digunakan dipanaskan terlebih dahulu hingga memijar, setelah itu sentuhkan pada
koloni bakteri yang akan diisolasi, kemudian digoreskan pada medium yang tersedia.
Inkubasi biakan dilakukan selama 2x24 jam pada suhu ruang, lalu dilakukan pengamatan
(Barrow, G.I., and R. K. A. Feltham. 1993.Cowan and Steels Manual for

theIdentification of Medical Bacteria Third Edition. Syndicate of the University of


Cambridge:UnitedKingdom).
3. Cara penyebaran
Tujuan dari isolasi bakteri dengan penyebaran serupa dengan isolasi bakteri cara
penuangan. Hal yang membedakan kedua teknik tersebut adalah teknik penuangan
suspensi sampel dan medium. Isolasi cara penyebaran diawali dengan pengenceran
sampel. Pengenceran sampel dilakukan sampel dilakukan dilakukan sama seperti pada
cara penuangan. Medium yang telah dipersiapkan dituangkan kedalam cawan petri steril,
setelah itu suspensi sampel dituangkan di atas permukaan agar. Penyebaran suspense
sampel dilakukan dengan memutar cawan tersebut (Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi
Umum. Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang.).
C. INOKULASI
inokulasi adalah pekerjaan memindahkan bakteri dari medium yang lama ke
medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Untuk melakukan
penanaman bakteri (inokulasi) terlebih dahulu diusakan agar semua alat yang ada dalam
hubungannya dengan medium agar tetap steril, hal ini agar menghindari terjadinya
kontaminasi (Dwidjoseputro,D.1990.Dasar-Dasar Mikrobiologi.Djambatan.jakarta)
Teknik yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme pada media agar
memungkinkannya tumbuh dengan agak berjauhan dari sesamanya, juga memungkinkan
setiap selnya berhimpun membentuk koloni, yaitu sekelompok massa sel yang dapat
dilihat dengan mata telanjang. Bahan yang diinokulasikan pada medium disebut
inokulum, dengan menginokulasi medium agar nutrien (nutrien agar) dengan metode agar
tuang atau media agar sebar, sel-sel mikroorganisme akan terpisah sendiri-sendiri. Setelah
inkubasi, sel-sel mikroba individu memperbanyak diri secara cepat sehingga dalam waktu
18 sampai 24 jam terbentuklah massa sel yang dapat dilihat dan dinamakan koloni.
Koloni dapat terlihat oleh mata telanjang. Setiap koloni merupakan biakan murni satu
macam mikroorganisme (Pelczar dan Chan. 2007. Analisis Mikroba pada Inokulasi .
Edisi Kelima.Erlangga: Jakarta

Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassr :

Makasar).
Suatu jenis koloni mikroba yang terpisah dari koloni campurannya akan lebih
mudah untuk diamati. Selain itu teknik untuk memisahkan dan mendapatkan koloni
tunggal serta pemeliharannya terdapat beberapa jenis. Teknik-teknik tersebut memiliki

kelebihan dan kelemahan. Beberapa cara dapat dilakukan untuk menentukan jumlah
bakteri yang terdapat pada bahan pemeriksaan. Cara yang paling sering digunakan adalah
cara penghitungan koloni pada lempeng pembiakan (plate count) atau juga dapat
dilakukan penghitungan langsung secara mikroskopis (Burrows, 2004. Prinsip-prinsip
Fisiologi Mikoba. Biologi FMIPA ITB : Bandung).
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan suatu hal
yang penting untuk diketahui. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba sangat penting di dalam mengendalikan mikroba. Berikut ini
faktor-faktor

penting

yang

mempengaruhi pertumbuhan mikroba, suplai

energi, suhu/temperatur, keasaman atau kebasaan (ph), ketersediaan oksigen (Suriawiria,


U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti, Jakarta)
Ada beberapa teknik / metode dalam proses inokulasai yaitu:
a. Metode gores, metode ini lebih menguntungkan jika dilihat dari sudut ekonomi dan
waktu tetapi memerlukan keterampilan-keterampilan yan di peroleh dengan latihan
b. Metode tebar, Inokulasi itu disebarkan dalam medium batang yang sama untuk dapat
menjamin penyebaran bakteri yang merata dengan baik.
c. Metode tuang, metode ini bekerja dengan cara menuangkan inokulum dan media
pada cawan petri secara bersamaan.
d. Metode tusuk, Metode tusuk yaitu dengan dengan cara meneteskan atau menusukan
ujung jarum ose yang didalamnya terdapat inokolum, kemudian dimasukkan ke
dalam media.
D. PEWARNAAN

sebagian besar mikroorganisme tidak berwarna, maka untuk dapat melakukan


pengamatan di bawah mikroskop cahaya diperlukan pewarnaan mikroorgansime dengan
menggunakan pewarna. Pewarnaan mikroorganisme pada dasarnya adalah prosedur
mewarnai mikroorganisme menggunakan zat warna yang dapat menonjolkan struktur
tertentu dari mikroorganisme yang ingin kita amati. Sebelum mikroorganisme dapat
diwarnai mikroorganisme tersebut harus terlebih dahulu difiksasi agar terikat pada kaca
objek. Tanpa adanya fiksasi, maka pemberian zat warna pada mikroorganisme yang
dilanjutkan dengan prosedur pencucian zat warna dengan air mengalir dapat
menyebabkan mikroorganisme ikut tercuci (Brown, M.R., C.A. Thompson, CA, and F.M.
Mohamed. 2005. Systemic candidiasis in an apparently immunocompetent .J.Vet.Diagn.Invest.
17(3):2726)

Pewarna merupakan garam-garam yang tersusun atas ion positif dan ion negatif,
yang salah satunya berwarna dan disebut kromofor. Bila kromofor berada pada ion
positif, disebut sebagai pewarna basa dan bila kromofor berada pada ion negatif disebut
sebagai pewarna asam. Bakteri akan bermuatan negatif pada pH 7, sehingga pewarnaan
basa akan terikat pada muatan negatif sel bakteri. Yang termasuk pewarna basa adalah
kristal ungu, metilen biru, malasit hijau dan safranin. Pewarna asam seperti eosin dan
fuchsin acid, tidak terikat sel bakteri karena muatan keduanya saling bertolak belakang,
sehingga pewarna asam ini hanya mewarnai bagian latar belakang spesimen. Prosedur
pewarnaan dimana sel bakteri yang tidak berwarna diamati dengan latar belakang
pewarna negatif disebut pewarnaan negatif. Pewarnaan negatif ini umumnya digunakan
untuk mengamati kapsul bakteri. Kapsul bakteri tidak menyerap zat warna sehingga
dalam pewarnaan negatif akan terlihat sebagai daerah jernih disekeliling sel bakteri
dengan latar belakang gelap (BrooksGF,ButelJS,MorseSA.Streptokokus.ElferiaRN,
Ramadhani D,KarolinaS,Indriyani F,Rianti SSP,Yulia P.Mikrobiologikedokteran
Jawetz,Melnick,&Adelberg.Edisi23.Jakarta:EGC.2008.23350)
Ada tiga prosedur pewarnaan yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial,
dan pewarnaan khusus. Pada pewarnaan sederhana hanya digunakan satu macam
pewarna dan bertujuan mewarnai seluruh sel mikroorganisme sehingga bentuk seluler
dan struktur dasarnya dapat terlihat. Biasanya suatu bahan kimia ditambahkan ke dalam
larutan pewarna untuk mengintensifkan warna dengan cara meningkatkan afinitas
pewarna pada spesien biologi. Bahan kimia ini disebut mordant (Pratiwi, S. T.
2008.MikrobioligiFarmasi.Erlangga,Jakarta)

E. MORFOLOGI

TINJAUAN PUSTAKA PENGENALAN ALAT DAN TEKNIK PENGAMBILAN


SAMPLING SECARA ASEPTIK

You might also like