You are on page 1of 18

ACARA VI

VITAMIN C
A. Tujuan
Tujuan praktikum Acara VI Vitamin C adalah sebagai berikut:
1. Memahami prinsip pengujian kadar vitamin C menggunakan metode titrasi
Iodometri.
2. Mengetahui kadar vitamin C pada sampel dengan menggunakan metode
titrasi Iodometri.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Vitamin C memiliki karakteristik berbrntuk kristal putih,
merupakan suatu asam organik dan terasa asam. Tetapi tidak berbau.
Didalam larutan, Vitamin C mudah rusak karena oksidasi oleh oksigen
dari udara, tetapi lebih stabil bila terdapat dalam bentuk kristal kering.

Gambar 6.1 Struktur Bangun Vitamin C (Sediaoetama, 1985).


Vitamin C (juga disebut sebagai asam L-askorbat) adalah
lakton2,3asamdienol-L glukonat. Vitamin C memiliki sifat fisis tidak
berbau, padatan berwarna putih dengan rumus kimia C6H8O6. Vitamin C
terutama ditemukan dalam buah-buahan dan sayur. Faktor-faktor yang
mempengaruhi vitamin C dari buah jeruk termasuk faktor produksi dan
kondisi iklim, tahap kematangan buah (spesies dan varietas), penanganan
dan
Vitamin C merupakan faktor penting dalam makanan. Asam Laskorbat dengan adanya enzim asam askorbatoksidase akan teroksidasi
menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam ini secara kimia juga sangat
labil dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam Ldiketogulonat yang tidak lagi memiliki keaktifan sebagai vitamin C.

Suasana basa menyebabkan asam L-diketogulonat teroksidasi menjadi


asam oksalat dan asam L-treonat. Sifat vitamin C adalah mudah berubah
akibat oksidasi namun stabil jika berupa kristal (murni). Penyimpanan
pada suhu rendah dapat mengurangi kegiatan respirasi dan metabolisme,
memperlambat proses penuaan, mencegah kehilangan air dan mencegah
kelayuan. Meskipun dalam keadaan temperatur rendah dan kelembaban
terpelihara, 50% vitamin C akan hilang dalam 3-5 bulan. Persentase
penurunan kadar vitamin Cdapat dihitung dengan rumus sbb:
% kadar vitamin C =Vol Iod x N Iod x 0,88 mg x 100
Beratslurry (mg) x 0,01 x vol sampel
(Safaryani, 2007).
Vitamin terdiri dua golongan yaitu vitamin yang larut air yaitu
vitamin B dan C serta vitamin yang larut lemak yang terdiri dari vitamin
A, D, E dan K. vitamin yang larut dalam air bergerak bebas dalam darah,
karena sifatnya yang larut dalam air. Vitamin C sebagai vitamin yang
larut air dapat memiliki bentuk awal sebagai asam L-askorbat dan asam
L-dehidroaskorbat, keduanya memiliki keaktifan sebagai vitamin C.
Asam askorbat mudah teroksidasi secara reversibel menjadi asam Ldehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan
dapat mengalami perubahan lanjut menjadi asam L-diketoglunat yang
memiliki keaktifan vitamin C. Vitamin C merupakan vitamin yang paling
mudah rusak. Disamping sangat larut air, vitamin C mudah teroksidasi
dan proses tersebut dipercepat dengan adanya panas, cahaya, alkali,
enzim, oksidator, serta katalis oleh tembaga atau besi. Oksidasi akan
terhambat apabila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam, atau pada
suhu rendah. Vitamin C memiliki sifat sebagai antioksidan dan berperan
dalam proses metabolisme yang berlangsung didalam jaringan tubuh.
Pembentukan kolagen intraseluler dalam tulang rawan, dentin, dan kulit
bagian dalam tulang. Dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan
tubuh melawan infeksi dan stress. Vitamin C juga berperan dalam
pembentukkan hormon steroid dari kolesterol (Winarno, 2008).

Prinsip titrasi iodimetri menurut merupakan metode pengukuran


konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi yaitu suatu penambahan
indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi dengan larutan
yang merupakan kebalikan sifat larutan yang diuji. Pengukuran kadar
Vitamin C dengan reaksi redoks yaitu menggunakan larutan iodin (I 2)
sebagai titran dan larutan kanji sebagai indikator. Pada proses titrasi,
setelah semua vitamin C bereaksi dengan Iodin, maka kelebihan iodin
akan dideteksi oleh kanji yang menjadikan larutan berwarna biru gelap.
Reaksi Vitamin C dengan iodin adalah sebagai berikut : C 6H8O6 + I2
C6H6O6 + 2I- + 2H+. Selain metode titrasi iodometri terdapat beberapa
metode titrasi lainnya dan metode spektrofotometri dalam analisis
penentuan kadar vitamin C (Pratama, 2007).
Selain metode titrasi iodometri terdapat beberapa metode titrasi
lainnya dan metode spektrofotometri dalam analisis penentuan kadar
vitamin C. Metode titrasi antara lain titrasi 2,6 D (Dichcloroindophenol),
metode ini menggunakan 2,6 D yang menghasilkan hasil yang lebih
spesifik dibandingkan dengan titrasi iodium. Pada titrasi ini persiapan
sampel ditambahkan dengan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga
mencegah logam katalis lain mengoksidasi Vitamin C. Selanjutnya
adalah titrasi asam basa, titrasi ini merupakan contoh analisis volumetri,
yaitu suatu cara atau metode yang menggunakan larutan yang disebut
titran dan dilepas dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan
yang diuji bersifat basa makan titran harus bersifat asam begitu
sebaliknya. Untuk menghitung kadar Vitamin C dengan metode adalah
dengan mol NaOH = mol asam askorbat. Metode lainya adalah metode
spektrofotometri, pada metode ini larutan sampel (vitamin C) diletakkan
pada

sebuah kuvet yang disinari oleh cahaya UV dengan panjang

gelombang yang sama dengan molekul vitamin C yaitu 269 nm. Analisis
dengan metode ini akan mendapatkan hasil yang lebih akurat (Ika, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi vitamin C adalah faktor
produksi dan kondisi iklim, tahap kematangan buah (spesies dan

varietas), penanganan dan penyimpanan, serta jenis kontainer. Vitamin C


dapat hilang karena beberapa hal, diantaranya adalah pemanasan yang
menyebabkan rusaknya atau berbahayanya struktur dari vitamin C
tersebut. Pencucian sayuran yang telah dipotong terlebih dahulu, adanya
alkali atau suasana basa selama pengolahan dan dengan membuka tempat
yang berisi vitamin C yang menyebabkan oksidasi tidak reversibel juga
dapat

menyebabkan

hilangnya

vitamin

dari

bahan

pangan

(Njoku, 2011).
Kadar Vitamin C dipengaruhi oleh temperatur, lama waktu proses
terkena panas, cahaya, dan udara sekitar yang menyebabkan oksidasi.
Penyimpanan buah berpengaruh terhadap kadar vitamin C yang akan
mengalami penurunan terus menerus hingga menjadi rusak. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya proses respirasi dan oksidasi vitamin C
menjadi asam L-dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih lanjut
menjadi asam Ldiketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C.
Penyimpanan vitamin C pada suhu kamar, dapat menyebabkan
penurunan kadar vitamin C, karena pada suhu kamar kondisi lingkungan
tidak

dapat

dikendalikan

seperti

adanya

panas

dan

oksigen

(Rahayu, 2009).
Beberapa langkah untuk meminimalisir kehilangan vitamin dalam
bahan pangan perlu dilakukan tindakan seperti menyajikan buah atau
sayur dalam kondisi masih segar, meminimalkan uap ketika merebus
bahan makanan, memasak beberapa jenis umbi-umbian berserta kulitnya,
menyimpan jus tidak lebih dari tiga hari serta menyimpannya dalam
kondisi digin, menyimpan potongan buah-buahan mentah dan sayuran
dalam wadah kedap udara, dalam kondisi dingin, dengan perendaman
atau menyimpannya dalam air (Izuagie, 2007).
Fortifikasi Vitamin C kedalam bahan dan produk pangan
dilakukan untuk tujuan menambah sumber Vitamin C dalam produk
karena Vitamin C merupakan suatu antioksidan yang dapat menangkap
radikal bebas dan senyawa esensial yang berperan dalam fungsi

metabolisme dalam tubuh. Contoh aplikasinya yaitu dalam Keju Cottage


yang difortifikasi dengan Vitamin C. Keju Cottage yang beredar
dipasaran memiliki hampir semua kebaikkan susu, namun kandungan
Vitamin C-nya sangat rendah. Hal tersebut dikarenakan proses
pengolahan susu yang mengalami memanasan yang menyebabkan
Vitamin C rusak akibat teroksidasi. Sedangkan Vitamin C dalam produk
olahan susu berguna sebagai antioksidan untuk mencegah kerusakan
produk. Maka dari itu fortifikasi perlu dilakukan untuk meningkatkan
kandungan Vitamin C yang telah mengalami kerusakan selama
pemrosesan (Supriyanti dan Pipi, 2014).
2. Tinjauan Alat dan Bahan
Tabel 6.2 Daftar bahan makanan sumber Vitamin C (mg Vit. c/100 g
bahan)
Sayur
Asparagus
33
Kacang-kacangan 19
Brussels sprout
94
Sawi
50
Kol kembang
69
Salada air
77
Cabe hijau
120
Bayam segar
59
Tomat
23
Sumber: (Sediaoetama, 1985).
Iodium merupakan salah

Buah
Jambu batu
Jeruk lemon
Jeruk nipis
Jeruk orange
Mangga
Nanas
Peaches

302
50
27
49
41
24
26

satu faktor nutrisi esensial yang memiliki

fungsi biokimia yang penting seperti halnya perkembangan mental, dan


metabolism dasar. Iodat atau iodide umumnya dipergunakan untuk
proses iodisasi. Prosedur titrasi iodometri digunakan untuk memantau
jumlah iodium, baik dalam bentuk iodida atau iodat yang ditambahkan
dalam garam. Metode ini melibatkan indikasi amilum sebagai indikasi
titik akhir (Mequanint, 2012).
Indikator kanji atau larutan amilum merupakan suatu indikator
redoks yang digunakan sebagai petunjuk telah terjadi titik eqivalen pada
titrasi iodimetri. Suatu larutan dari kanji lebih umum digunakan, karena

warna biru gelap dari kompleks iodin-kanjiyang bertindak sebagai suatu


tes sensitif untuk iodin. Mekanisme pembentukan kompleks yaitu
molekul iodin terperangkap di permukaan beta amilose, suatu konstituen
dari kanji. Larutan kanji mudah dikomposisi oleh bakteri, sehingga
ditambah

oleh

asam

borat

sebagai

bahan

pengawet

(Day dan Underwood, 2002).


Jeruk merupakan bahan nutrasetikal dan bahan pengobatan. Jeruk
menggandung senyawa fitokimia yang disebut dengan hesperidin yang
berfungsi sebagai antioksidan. Jeruk juga sebagai sumber pektin yang
berfungsi menurunkan tekanan darah. Jeruk merupakan sumber Vitamin
C dan folat yang baik bagi tubuh. Jeruk sebagai bahan utama pembuatan
sari buah yang cukup populer saat ini (Millind, 2012).
Leci merupakan tanaman yang sangat populer di Hawaii, karena
dikenal dengan buah yang enak. Leci memiliki nama latih yaitu Litchi
chinensis yang berasal dari China. Tanaman leci sangat besar, daya hidup
relatif lama, tumbuh didaerah subtropikal, dan pohon leci berbuah dari
bulan Mei sampai Agustus (Zee, et. al., 1999).
Buah sirsak dan seluruh pabrik sirsak dikaitkan dengan banyak
manfaat kesehatan yang meliputi pembunuhan sel kanker pada pasien
kanker. Pengobatan kanker dengan sirsak telah dilaporkan disertai
dengan risiko penyakit Parkinson sementara jus sirsak dianggap aman
untuk dikonsumsi. Buah telah dikaitkan dengan pra pemanenan dan
pascapanen kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme dan ini
mengurangi total produksi buah sirsak. Proses penurunan sedang disertai
dengan produksi sel dinding menurunkan enzim yang memiliki
keuntungan yang digunakan untuk keperluan industri. Salah satu yang
penting penggunaan enzim ini adalah dalam klarifikasi jus buah, enzim
mikroba penting untuk klarifikasi jus sirsak untuk meningkatkan hasil,
rasa, dan warna (Ajayi, et. al., 2015).
Nutrisari merupakan suatu minuman serbuk instan dengan banyak
varian rasa buah antara lain jeruk nipis, leci, dan sirsak. Minuman ini
mengandung kadar Vitamin C yaitu 90mg dalam tiap 11 gram serbuk

minuman kemasan. Selain Vitamin C, Nutrisari juga mengandung


karbohidrat, natrium, Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B3, Vitamin B6,
Asam Folat, Vitamin C, Vitamin E, dan Kalsium. Minuman ini memiliki
jumlah energi total 40 kkal (Nutrition fact).
C. Metodologi
1. Alat
a. Buret 50 ml
b. Erlenmeyer
c. Labu takar 100 ml
d. Pipet ukur 1 ml
e. Pipet volume 25 ml
f. Propipet
g. Statif
h. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Aquadest
b. Indikator amilum 1%
c. Larutan iodin 0.01 N
d. Nutrisari rasa jeruk nipis
e. Nutrisari rasa leci
f. Nutrisari rasa sirsak

3. Cara Kerja
Sampel (Nutrisari rasa Sirsak, Jeruk nipis, dan Leci)

Penimbangan sebanyak 0,5 atau 1 gram


Pemasukkan dalam labu takar 100 ml
Penambahan aquadest hingga tanda tera
Penggojokkan hingga homogen

Pengambilan 25 ml, pemasukkan ke dalam erlenmeyer


1ml Amilum 1%

Penambahan

Pentitrasian dengan Larutan Iod 0,01 N


Pengamatan perubahan warna yang terjadi
Penghitungan kadar vitamin C pada sampel

D. Pembahasan
Tabel 6.1 Data Kadar Vitamin C
Kel.

Sampel

1
Nutrisari Sirsak
2
Nutrisari Jeruk nipis
3
Nutrisari Leci
4
Nutrisari Sirsak
5
Nutrisari Jeruk nipis
6
Nutrisari Leci
7
Nutrisari Sirsak
8
Nutrisari Jeruk nipis
9
Nutrisari Leci
10
Nutrisari Sirsak
11
Nutrisari Sirsak
12
Nutrisari Leci
13
Nutrisari Leci
14
Nutrisari Jeruk nipis
Sumber : Laporan Sementara

Berast sampel
(gr)

Volume Iod
(ml)

Kadar vitamin
C (%)

0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5

1,05
1,30
2,8
1,5
3
1,6
2,5
2
2,9
3,5
3,8
2,6
3,1
2,9

0,739
0,915
1,971
1,056
2,112
1,126
1,760
1,408
2,042
1,232
1,337
0,915
1,091
1,021

Vitamin C memiliki karakteristik berbrntuk kristal putih, merupakan


suatu asam organik dan terasa asam. Tetapi tidak berbau. Didalam larutan,
Vitamin C mudah rusak karena oksidasi oleh oksigen dari udara, tetapi lebih
stabil bila terdapat dalam bentuk kristal kering.

Gambar 6.1 Struktur Bangun Vitamin C (Sediaoetama, 1985).


Vitamin C memiliki sifat sebagai antioksidan dan berperan dalam
proses metabolisme yang berlangsung didalam jaringan tubuh. Pembentukan
kolagen intraseluler dalam tulang rawan, dentin, dan kulit bagian dalam
tulang. Dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan tubuh melawan
infeksi dan stress. Vitamin C juga berperan dalam pembentukkan hormon
steroid dari kolesterol (Winarno, 2008).
Tabel 6.2 Daftar bahan makanan sumber Vitamin C (mg Vit. c/100 g bahan)

Sayur
Asparagus
33
Kacang-kacangan 19
Brussels sprout
94
Sawi
50
Kol kembang
69
Salada air
77
Cabe hijau
120
Bayam segar
59
Tomat
23
Sumber: (Sediaoetama, 1985).

Buah
Jambu batu
Jeruk lemon
Jeruk nipis
Jeruk orange
Mangga
Nanas
Peaches

302
50
27
49
41
24
26

Dalam praktikum ini menggunakan sampel minuman serbuk Nutrisari


dengan varian rasa sirsak, jeruk nipis, dan leci. Karakteristik sampel berupa
serbuk yang memiliki warna sesuai varian rasa. Sampel dikemas dalam
kemasan sachet dari plastik.
Prinsip titrasi iodimetri menurut merupakan metode pengukuran
konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi yaitu suatu penambahan
indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi dengan larutan
yang merupakan kebalikan sifat larutan yang diuji. Pengukuran kadar Vitamin
C dengan reaksi redoks yaitu menggunakan larutan iodin (I 2) sebagai titran
dan larutan kanji sebagai indikator. Pada proses titrasi, setelah semua vitamin
C bereaksi dengan Iodin, maka kelebihan iodin akan dideteksi oleh kanji yang
menjadikan larutan berwarna biru gelap. Reaksi Vitamin C dengan iodin
adalah sebagai berikut : C6H8O6 + I2 C6H6O6 + 2I- + 2H+. Selain metode
titrasi iodometri terdapat beberapa metode titrasi lainnya dan metode
spektrofotometri dalam analisis penentuan kadar vitamin C (Pratama, 2007).
Selain metode titrasi iodometri terdapat beberapa metode titrasi
lainnya dan metode spektrofotometri dalam analisis penentuan kadar vitamin
C. Metode titrasi antara lain titrasi 2,6 D (Dichcloroindophenol), metode ini
menggunakan 2,6 D yang menghasilkan hasil yang lebih spesifik
dibandingkan dengan titrasi iodium. Pada titrasi ini persiapan sampel
ditambahkan dengan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah
logam katalis lain mengoksidasi Vitamin C. Selanjutnya adalah titrasi asam

basa, titrasi ini merupakan contoh analisis volumetri, yaitu suatu cara atau
metode yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepas dari
perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan yang diuji bersifat basa
makan titran harus bersifat asam begitu sebaliknya. Untuk menghitung kadar
Vitamin C dengan metode adalah dengan mol NaOH = mol asam askorbat.
Metode lainya adalah metode spektrofotometri, pada metode ini larutan
sampel (vitamin C) diletakkan pada sebuah kuvet yang disinari oleh cahaya
UV dengan panjang gelombang yang sama dengan molekul vitamin C yaitu
269 nm. Analisis dengan metode ini akan mendapatkan hasil yang lebih
akurat (Ika, 2009).
Selain memahami prinsip titrasi tujuan dari praktikum ini adalah
mengetahui kadar vitamin C pada sampel dengan menggunakan metode titrasi
iodometri. Kadar vitamin C dapat dihitung denga persamaan:
kadar vitamin C ( )=

ml iod x N iod x BM vitaminC


x fp x 100
2 x berat sampel x 1000

Dari Tabel 6.1 diperoleh data hasil pengamatan kadar vitamin C dari
sampel Nutrisari sirsak, Nutrisari jeruk nipis, dan Nutrisari leci. Kadar
Vitamin C pada Nutrisari sirsak kelompok 1, 4, 7, 10, dan 11 yaitu 0,739%,
1,056%, 1,76%, 1,232%, 1,3376%, sehingga memiliki rata-rata kadar Vitamin
C yaitu 1,224%. Menurut Nutrition Fact pada kemasan Nutrisari sirsak yaitu
90mg/11gr serbuk nutrisari atau setara dengan 0,818%, jadi hasil praktikum
tidak sesuai dengan Nutrition Fact pada kemasan Nutrisari sirsak. Sampel
Nutrisari jeruk nipis memiliki kadar Vitamin C menurut praktikum kelompok
2, 5, 8, dan 14 yaitu 0,915%, 2,112%, 1,408%, dan 1,0208%, sehingga
memiliki kadar rata-rata Vitamin C sebesar 1,364% . Menurut Nutrition Fact
pada kemasan Nutrisari jeruk nipis yaitu 90mg/11gr serbuk nutrisari atau
setara dengan 0,818%, jadi hasil praktikum tidak sesuai dengan Nutrition
Fact pada kemasan Nutrisari jeruk nipis. Sampel Nutrisari leci memiliki
kadar Vitamin C menurut praktikum kelompok 3, 6, 9, 12, dan 13 yaitu
1,971%, 1,126%, 2,042%, 0,915%, dan 1,0912%, sehingga memiliki kadar

Vitamin C rata-rata sebesar 1,429%. Menurut Nutrition Fact pada kemasan


Nutrisari leci yaitu 90mg/11gr serbuk nutrisari atau setara dengan 0,818%,
jadi hasil praktikum tidak sesuai dengan Nutrition Fact pada kemasan
Nutrisari leci.
Dari hasil praktikum didapatkan urutan sampel kadar Vitamin C dari
tinggi ke rendah yaitu Nutrisari Leci, Nutrisari Jeruk nipis, dan Nutrisari
Sirsak. Sedangkan menurut Nutrition Fact yang tertera pada kemasan kadar
Vitamin C pada Nutrisari Leci, Nutrisari Jeruk nipis, dan Nutrisari Sirsak
adalah sama yaitu 90mg Vitamin C dalam 11 gram bubuk minuman kemasan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi vitamin C adalah faktor produksi
dan kondisi iklim, tahap kematangan buah (spesies dan varietas), penanganan
dan penyimpanan, serta jenis kontainer. Vitamin C dapat hilang karena
beberapa hal, diantaranya adalah pemanasan yang menyebabkan rusaknya
atau berbahayanya struktur dari vitamin C tersebut. Pencucian sayuran yang
telah dipotong terlebih dahulu, adanya alkali atau suasana basa selama
pengolahan dan dengan membuka tempat yang berisi vitamin C yang
menyebabkan oksidasi tidak reversibel juga dapat menyebabkan hilangnya
vitamin C dari bahan pangan (Njoku, 2011).
Sedangkan menurut Rahayu (2010) kadar Vitamin C dipengaruhi oleh
temperatur, lama waktu proses terkena panas, cahaya, dan udara sekitar yang
menyebabkan oksidasi. Penyimpanan buah berpengaruh terhadap kadar
vitamin C yang akan mengalami penurunan terus menerus hingga menjadi
rusak. Hal ini disebabkan oleh terjadinya proses respirasi dan oksidasi
vitamin C menjadi asam L-dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih
lanjut menjadi asam Ldiketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin
C. Penyimpanan vitamin C pada suhu kamar, dapat menyebabkan penurunan
kadar vitamin C, karena pada suhu kamar kondisi lingkungan tidak dapat
dikendalikan seperti adanya panas dan oksigen.
Beberapa langkah untuk meminimalisir kehilangan vitamin dalam
bahan pangan perlu dilakukan tindakan seperti menyajikan buah atau sayur
dalam kondisi masih segar, meminimalkan uap ketika merebus bahan

makanan, memasak beberapa jenis umbi-umbian berserta kulitnya,


menyimpan jus tidak lebih dari tiga hari serta menyimpannya dalam kondisi
digin, menyimpan potongan buah-buahan mentah dan sayuran dalam wadah
kedap udara, dalam kondisi dingin, dengan perendaman atau menyimpannya
dalam air (Izuagie, 2007).
Fortifikasi Vitamin C kedalam bahan dan produk pangan dilakukan
untuk tujuan menambah sumber Vitamin C dalam produk karena Vitamin C
merupakan suatu antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas dan
senyawa esensial yang berperan dalam fungsi metabolisme dalam tubuh.
Contoh aplikasinya yaitu dalam Keju Cottage yang difortifikasi dengan
Vitamin C. Keju Cottage yang beredar dipasaran memiliki hampir semua
kebaikkan susu, namun kandungan Vitamin C-nya sangat rendah. Hal
tersebut dikarenakan proses pengolahan susu yang mengalami memanasan
yang menyebabkan Vitamin C rusak akibat teroksidasi. Sedangkan Vitamin
C dalam produk olahan susu berguna sebagai antioksidan untuk mencegah
kerusakan produk. Maka dari itu fortifikasi perlu dilakukan untuk
meningkatkan kandungan Vitamin C yang telah mengalami kerusakan
selama pemrosesan (Supriyanti dan Pipit, 2014).

E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum Analisa Pangan Kadar Vitamin C
didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Titrasi Iodimetri adalah metode pengukuran kadar Vitamin C dengan
reaksi redoks yaitu menggunakan larutan iodin (I2) sebagai titran dan
larutan amilum sebagai indikator. Pada proses titrasi, setelah semua
vitamin C diaddisi dengan Iodin, maka kelebihan iodin akan bereaksi oleh
amilum membentuk komples berwarna biru.
2. Kadar Vitamin C pada sampel Nutrisari sirsak sebesar 1,224%, Nutrsari
jeruk nipis sebesar 1,364%, dan Nutrisari leci sebesar 1,429%. Sehingga
pada hasil praktikum didapatkan urutan sampel kadar Vitamin C dari
tinggi ke rendah yaitu Nutrisari Leci, Nutrisari Jeruk nipis, dan Nutrisari
Sirsak.

DAFTAR PUSTAKA

Ajayi A. A., Peter A., and Adedeji O. M. 2015. Modification of Cell Wall
Degrading Enzyme from Soursop (Annona muricata) Fruit Deterioration
for Improved Commercial Development Clarified Soursop Juice. Review
Medical and Aromatic Plants.
Day, R. A. dan A. L. Underwood. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat.
Erlangga. Jakarta.
Ika, Dani. 2009. Alat Otolatisasi Pengukuran Kadar Vitamin C dengan Metode
Titrasi Asam Basa. Jurnal Neutrino Vol. 1,No.2.
Izuagie, A.A dan F.O. Izuagie.2007. Iodimetric Determination of Ascorbic Acid
(Vitamin C) in Citrus Fruits.Journal of Agriculture and Biological
Sciences, 3(5).
Mequanint, Tiruworkdkk. 2012. All-Solid-State Iodide Selective Electrode for
Iodometry of Iodozed Salts and Vitamin C.Oriental Journal of
Chemistry.Vol.28,No.4.
Milind, P. And C. Dev. 2012. Orange: Range of Benefits. International Research
Journal of Pharmacy, Vol. 3, No. 7 (59).
Njoku, P.C. dkk.2011. Temperature Effects on Vitamin C Contens in Citrus Fruits.
Pakistan Journal of Nutrition 10 (12).
Pratama, Anggi, Darjat dan Iwan Setiawan. 2007. Aplikasi LabView Sebagai
Pengukur Kadar Vitamin C dalam Larutan Menggunakan Metode Titrasi
Iodimetri. Jurnal Teknik Elektro.
Rahayu, E.S, R. Susanti dan Putik Pribadi. Perbandingan Kadar Vitamin dan
Mineral dalam Buah Segar dan Manisan Basah Karika Dieng (Carica
pubescens Lenne & K.Koch). Jurnal Biosaintifika, Vol 2, No.2.
Safaryani, N, Sri H. dan Endah D.H. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama
Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica
oleracea L).Jurnal Anatomi dan Fisiologi, Vol. XV, No. 02.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 1985. Ilmu Gizi. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
Supriyanti, F. M. T. dan Pipit Fajar F. 2014. Fortifikasi Lemon pada Produksi
Keju Cottage serta Analisis Kandungan Gizinya. Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Pendidikan Sains IX, Fakultas MIPA, UKSW Vol. 5,
No. 1 (530).
Winarno, FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Zee F., Mike N., Melvin N., and Andrew K. Growing Lychee in Hawaii. Journal
CTAHR (1).

LAMPIRAN PERHITUNGAN
Analisis data kelompok 1
Perhitungan kadar Vitamin C:
M Iodin x N Iodin x BM Vitamin C x fp
Kadar Vitamin C ( )=
x 100
2 x Berat Sampel ( gr ) x 1000
Sampel Nutrisari Sirsak
1,05 x 0,01 x 176 x 4
Kadar Vitamin C=
x 100
2 x 0,5 x 1000

Kadar Vitamin C = 0,739 %

LAMPIRAN FOTO

Gambar 6.2 Penimbangan sampel

Gambar 6.4 Pengambilan filtrat

Gambar 6.3 Penambahan aquades

Gambar 6.5 Titrasi dengan Iod 0,01N

Gambar 6.6 Setelah dititrasi dengan iodin

Gambar 6.7 Nutrisari Jeruk Nipis

Gambar 6.8 Nutrisari Sirsak

Gambar 6.9 Nutrisari Leci

You might also like