Professional Documents
Culture Documents
flauressen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam basa
terletak pada titik ekivalen ukuran pH, zat indikator dapat berupa asam atau basa, larut,
stabil dan menunjukkan perubahan yang kuat serta biasanya adalah zat organik.
Perubahan warna disebabkan oleh reonansi isomer elektron. Berbagai indikator
mempunyai tetapan ionisaasi yang berbeda-beda dan akibatnya mereka akan
menunjukkan perubahan warna pada range pH yang berbeda (Rivai, 2006: 101).
Indikator fenolftalein adalah indikator dari golongan ftalein yang banyak
digunakan dalam praktikum pemeriksaan kurva. Fenolftalein merupakan asam diprotik
dan tidak berwarna, berbentuk senyawa hablur putih yang mempunyai kerangka lakton.
Indikator ini sukar larut dalam air tetapi dapat larut atau berinteraksi sehingga cincin
laktonnya terbuka dahulu menjadi bentuk tidak berwana dan kemudian dengan hilangnya
proton kedua, menjadi ion konjugat menghasilkan warna merah. Metil orange, indikator
lainnya yang banyak digunakan merupakan basa dan berwarna kuning dalam bentuk
molekulnya. Metil orange tidak larut dalam air dan perubahan warnanya terjadi terjadi
pada larutan asam kuat (Underwood, 2001: 141).
Senyawa - O - fenilazo - 2 - naftol dan metil jingga dapat digunakan sebagai
indikator pada titrasi asam kuat (HCl) 0,1 N dan basa lemah 0,1 N karena pKH in dari 0fenilazo-2-naftol dan metil jingga mendekati pH titik ekivalen dari titrasi tersebut yaitu
pada pH + 5. Pada titrasi ini HCl digunakan sebagai titran yang sebelumnya sudah
dilakukan dengan larutan NaOH (Suita, 2010).
Natrium hidroksida (NaOH) lebih dikenal sebagai kaustik soda dan alkali adalah
kaustik logam dasar. Natrium hidroksida murni adalah padatan putih tersedia dalam
bentuk pellet, serpih, butir dan sebagian besar larutan jenuh, zat ini adalah higroskopis
dan mudah menyerap air dari udara, sehingga harus disimpan dalam keadaan kedap
udara, zat ini sangat mudah larut dalam air, etanol dan metanol (Nurrahman, 2011).
Seperti yang telah diketahui, bahwa larutan sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Kebutuhan akan larutan itu sendiri bermacam-macam konsentrasinya,
terlebih dalam pengujian yang menggunakan reaksi kimia, maka keralidar konsentrasi
sangat penting. Dalam percobaan kali ini perlu melakukan standarisasi untuk mengetahui
konsentrasi sebenarnya dari larutan yang dihasilkan. Larutan standar selanjutnya
digunakan untuk proses analisis kimia dengan titrasi asam basa (MR, 2008).
Hasil
Dimasukkan dalam Erlenmeyer
+ 3 tetes indikator Mo
Hasil
3. Penentuan kadar NaOH dan Na3CO3 dalam sampel
25 mL larutan sampel
Dimasukkan dalam Erlenmeyer
+3 tetes indikator PP
Hasil
Dititrasi dengan HCl (standar) sampai
warnanya agak pudar
Hasil (V HCl yang berkurang = a. mL)
+ 3 tetes indikator Mo
Hasil
Dititrasi kembali sampai warnanya lebih
pekat
Hasil (V HCl yang berkurang = b. mL)
E. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel pengamatan perubahan warna
Prosedur
a. Standarisasi larutan HCl 0,1 N
Hasil Pengamatan
hingga 50 mL
Mo 3 tetes
indikator Mo
Hasil Pengamatan
dengan V = 28,7 mL
0,1N
Na2B4O7 . 10H2O
b. Penentuan Kadar NaOH dan Na2CO3
Va = 26,6 mL
Vb = 15,6 mL
F. ANALISIS DATA
1. Persamaan Reaksi
a. HCl pekat (aq) + H2O(l)
Na2B4O7 . 11H2O(aq)
2NaCl(aq) + H2B4O7 . 10H2O(aq)
NaCl(aq) + H2O(l)
e. Na2CO3(aq) + HCl(aq)
NaCl(aq) +NaHCO3(aq)
f. NaHCO3(aq) + HCl
2. Perhitungan
a. Pembuatan larutan HCl 0,1 N 100 mL
Diketahui:
Mr HCl = 36,5 gr/mol
V HCl
= 100 mL
= 37 %
= 0,37
= 1,19 gr/mol
Ditanyakan :
V HCl pekat. ?
Jawab:
lk
0,37 Mr
119
36,5
0,01206 mol
12,0630 mol
mL
V HCl pekat
b. Normalita
s
HCl
standar
Diketahui
Mg Na 2 B4O7 0,4 gram
400mg
V Na2B4O7 . 10H2O = 50 mL
Valensi V Na2B4O7 . 10H2O = 2
Ditanya:
N HCl ......?
Jawab:
Mr
Valensi
382
191 50
0,0419 N
V Na 2 B 4 .10H 2 O
28,7
0,0729 N
kan kadar NaOH dan Na3CO3
N HCl
Diketahui:
Mr NaOH
= 40 gr/mol
Mr Na2CO3
= 106 gr/mol
A (V HCl)
= 26,6 mL
B (V HCl)
= 15,6 mL
Ditanya:
c. M
en
en
tu
M
ek
Na
C
O3 = Mek HCl
Mg Na2CO3 = N HCl . V HCl
Be Na2CO3
mg Na2CO3 N HCl V HCl (2b)
0,0729 2 15,6
Mr Na2CO3
valensi Na2CO3
106
2
0,0729 31,2 53
120,5474 mg
mg NaOH
kadar NaOH
100%
mg NaOH mg Na2CO3
G. PEMBAHASAN
a. Kada
r
NaOH
b. Kadar
32,076 mg
Na2CO3
100%
32,076 120,5474 mg
mg Na2CO3
kadar Na2CO3
100%
32,076mg
100%
mg NaOH mg Na2CO3
152,6234mg
120,5474 mg
21,0164%
100%
32,076 120,5474 mg
120,5474mg
100%
152,6234mg
78,9835%
Titrasi merupakan suatu prOses atau prosedru dalam analisis volumentri dimana
suatu titran atau larutan standar (yang telah diketahui konsentrasinya) diteteskan melalui
buret ke larutan lain yang dapat bereaksi dengannya (belum diketahui konsentrasinya).
Pada praktikum kali ini, berkaitan dengan salah satu jenis titrasi yang didasarkan pada
reaksi penetralan, dimana ketika asam bereaksi dengan basa akan menjadi setimbang
atau netral (pH = 7) apabila jumlah asam setara dengan jumlah basa. Tujuan dari
praktikum ini yaitu dapat membuat larutan HCl 0,1 N, dapat melakukan standarisasi
larutan HCl dengan natrium tetraborat dan dapat menentukan kadar NaOH dan Na2CO3
dalam sampe dengan titrasi.
Pada percobaan pertama yaitu pembuatan larutan HCl 0,1 N dengan
mengencerkan terlebih dahulu larutan HCL pekat menggunakan aquades sampai dengan
volume 100 mL. Kemudian larutan HCl dijadikan sebagai larutan standar. Larutan
standar/larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui. Larutan standar
biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan di buret, yang sekaligus
berfungsi sebagai alat ukur volume larutan standar. Larutan yang akan ditentukan
konsentrasinya atau kadarnya, diukur volumenya dengan menggunakan pipet volumetri
dan ditempatkan ke erlenmeyer. Larutan standar dibagi menjadi dua yaitu larutan standar
primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan yang
mengandung zat padat murni yang konsentrasi larutannya diketahui secara tepat melalui
metode gravimetri (perhitungan massa), dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi
larutan lain yang belum diketahui. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan
sederhana setelah dilakukan penimbangan teliti dari zat pereaksi tersebut dan dilarutkan
dalam volume tertentu. Syarat-syarat larutan standar primer yaitu zat harus mudah
diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin), dan disimpan dalam keadaan murni
(syarat ini biasanya tak dapat dipenuhi oleh zat-zat terhidrasi karena sukar untuk
menghilangkan air permukaan dengan lengkap tanpa menimbulkan penguraian parsial),
zat harus tidak berubah berat dalam penimbangan di udara, kondisi ini menunjukkan
bahwa zat tak boleh higroskopik, tidak pula dioksidasi oleh udara atau dipengaruhi
karbondioksida, zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif, zat
tersebut mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, zat tersebut harus
mudah larut dalam pelarut yang dipilih, dan reaksi yagn berlangsung dengan pereaksi
harus bersifat stoikiometri dan langsung. Pada percobaan ini digunakan Natrium
tetraborat (Na2B4O7 . 10H2O) sebagai larutan standar primer. Sedangkan larutan standar
sekunder merupakan larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan
tepat karena berasal dari zat yang tidak murni. Konsentrasinya larutan ini ditentukan
dengan pembakuan menggunakan larutan standar primer, biasanya melalui metode
titrimetri, syarat-syarat larutan sekunder yaitu derajat kemurnian lebih rendah dari pada
lautan standar primer, mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk memperkecil
kesalahan penimbangan dan larutannya relatif stabil dalam penyimpanan. Dalam
percobaan ini digunakan HCl sebagai larutan standar sekunder, alasan digunakan HCl
karena telah memenuhi kriteria sebagai standar refrensi permanen untuk basa. Karena
kriteria tersebut antara lain karena HCl merupakan asam kuat, HCl terdisasosiasi
sempurna, merupakan asam yang tidak mudah menguap bersifat stabil serta garamgaramnya mudah larut. Selain itu, asam klorida (HCl) yang digunakan bukan merupakan
pengoksidator kuat yang akan menghancurkan senyawa organik (indikator). Pada
pembuatan larutan HCl 0,1 N ini, berdasarkan perhitungan diperoleh nilai dari volume
HCl pekat yang dibutuhkan sebesar 0,8 mL.
Pada percobaan yang kedua yaitu standarisasi larutan HCl 0,1 N dengan
Na2B4O7 . 10H2O. Standarisasi ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan HCl
pasti. Karena HCl merupakan larutan standar sekunder, konsentrasinya ditentukan
berdasarkan standarisasi degnan cara titrasi terhadap larutan standar primer atau dalam
hal ini digunakan Na2B4O7 . 10 H2O. Natrium tertraborat (Na2B4O7 . 10H2O) atua dengan
nama dagang boraks merupakan garam yang terbentuk dari proses disasosiasi yang
sempurna antara basa kuat atau NaOH dengan Na 2B4O7 atau asam lemah. Natrium
tetraborat merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah
larut dalam air. Boraks berbentuk serbuk kristal putih, tidak berbau, tidak larut dalam
alkohol pH sekitar 9,5, sehingga untuk memperoleh larutan yang sedikit asam harus
menggunakan indikator. Indikator asam-basa adalah petunjuk tentang perubahan pH dari
suatu larutan asam atau basa. Indikator bekerja berdasarkan perubahan warna indikator
pada rentang pH tertentu. Indikator asam basa umumnya berupa molekul organik yang
bersifat asam lemah dengan rumus HIn. Indikator memberikan warna tertentu ketika ion
H+ dan larutan asam terikat pada molekul HIn dan berbeda warna ketika ion H +
dilepaskan dari molekul HIn menjadi In-. Indikator yang digunakan pada percobaan ini
yaitu metil orange (Mo), metil orange adalah senyawa organik dengan rumus
C14H14N3NaO3 5 dan biasanya digunakan sebagai indikator dalam titrasi asam basa.
Rentang pH Mo yakni 3,1 - 4,4. Indikator Mo ini berubah warna dari merah pada pH 3,1
dan menjadi kuning pada pH di atas 4,4 jadi warna titrasinya adalah orange. Dalam hal
ini penambahan indikator sangat penting dalam menentukan titik ekivalen titrasi.
Indikator harus dapat menunjukkan perubahan yang nyata. Pada saat reaksi antara
larutan yang dititrasi dan penitrasi sudah sempurna. Perubahan nyata yang ditunjukkan
indikator disebut sebagai titik akhir titirasi dengan adanya perubahan warna yang jelas
dari indikator. Dalam percobaan ini setelah ditetesi dengan indikator Mo warna larutan
Na2B4O7 . 10H2O berubah menjadi orange dari yang semula bening, kemudian setelah
dititrasi warna larutannya berubah menjadi orange pekat. Perubahan warna inilah yang
disebut titik akhir titrasi. Titik akhir titirasi ditentukan berdasarkan perubahan pH pada
titik ekivalen. Ketajaman perubahan pH pada titik ekivalen merupakan suatu keadaan
dimana jumlah mol penitrasi tepat habis bereaksi dengan jumlah mol yang dititrasi.
Secara ideal, titik akhir harus sama dengan titik ekivalen. Pada kenyatannya keadaan ini
sulit dicapai karena pasti ada perbedaan antara kedua titik tersebut. Perbedaan titik akhir
titrasi dengan titik ekivalen disebut kesalahan titirasi. Oleh karena itu kesalahan dalam
melakukan titrasi harus dibuat sekecil mungkin.
Dari analisis data, diperoleh hasil bahwa normalitas HCl yang didapatkan adalah
0,0729 N dengan volume titrasi 28,7 mL. Nilai normalitas yang didapatkan sedikit
berbeda dengan nilai HCl yang sebenarnya yaitu 0,1 N. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh kurang telitinya praktikan pada saat melakukan titrasi dan melihat perubahan warna
yang terjadi. Dari hasil standarisasi yang telah dilakukan diperoleh reaksi:
N2B4O7 . 10H2O(aq) + 2HCl(aq)
Pada percobaan terakhir yaitu penentuan kadar NaOH dan Na2CO3 dalam sampel.
Pada percobaan ini digunakan dua indikator yang berbeda yakni Metil orange dengan
trayek pH 2,1 - 4,4 dan fenolftalein (PP) dengan trayek pH 8,3 - 10. Pada percobaan ini
dilakukan dua kali titrasi. Pertama digunakan indikator PP karena indikator ini akan
memberikan perubahan warna yang mencolok pada larutan yang bersifat basa (NaOH
dan Na2CO3) yang memberikan perubahan warna dari bening menjadi ungu. Reaksi yang
terjadi merupakan reaksi penetralan antara ion Na+ dan ion H+ dengan reaksi
Na2CO3(aq) + HCl(aq)
NaCl(aq) + NaHCO3(aq)
Pada titrasi yang pertama ini titik akhir tercapai ketika warna larutan yang awal pink
pekat atau keunguan berubah menjadi pink pudar bening. Hal ini terjadi akrena adanya
raksi penetralan antara asam dengan basa yang menghasilkan garam. Pada titrasi pertama
diperoleh volume HCl (Va = 26,6 mL). Setelah titrasi tahap pertama selesai dilanjutkan
dengan titrasi tahap kedua. Pada titrasi yang kedua ini, digunakan indikator akan
memberikan perubahan warna larutan yang bersifat asam (HCO3-) yang merubah warna
larutan menjadi orange pekat. Ketika larutan kembali dititrasi dengan HCl warna larutan
menjadi lebih pekat karena terbentuknya NaCl akibat reaksi netralisasi antara NaHCO 3
dan HCL yang menghasilkan NaCO3. Volume HCl (Vb = 15,6 mL) lebih sedikit dari Va.
Volume b yang didapatkan ini lebih sedikit karena NaCO 3 pada saat titrasi dengan HCl
merupakan asam (mengandung asam) sehingga dibutuhkan HCl yang lebih sedikit untuk
mencapai titik ekivalennya. Berebda halnya dengna titras pertama yaitu NaOH
(mengandung basa) sehingga dibutuhkan volume HCl yang lebih banyak untuk mencapai
titik ekivalennya. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kadar NaOH dalam sampel
sebesar 32,076 mg atau 26,5918% serta kadar Na 2CO3 sebesar 120,5474 mg dengan
persentase 78,9835%.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a.
Pembuatan larutan HCl 0,1 N dengan pengenceran HCl pekat dengan aquades
sampai volumenya 100 mL. Volume HCl pekat yang digunakan untuk pembuatan
larutan yaitu 0,8 mL
b.
Standarisasi larutan HCl dengan natrium tetraborat dibutuhkan volume titrasi sebesar
28,7 mL. HCl merupakan larutan standar sekunder konsentrasinya ditentukan
berdasarkan standarisasi cara titrasi terhadap larutan standar primer yaitu natrium
tetraborat.
c.
Kadar NaOH yang diperoleh dalam sampel sebesar 32,076 mg dengan persentase
26,5918% serta kadar Na2CO3 yang diperoleh dalam sampel sebesar 120,5474 mg
dengan persentase sebesar 78,9835%
DAFTAR PUSTAKA
Harjanti, Ratna Sari. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val) dan
Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri. Yogyakarta: Politeknik LPP.
Khopkar, SM. 2008. Konsep-konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI: press.
Mr. Mariati. 2008. Pembuatan Larutan dan Standarisasinya. Medan: Universitas Serambi
Mekah.
Nurrahman. 2011. Proses Pembuatan Biodiesel Minyak Jelantah Menggunakan Katalis
Natrium Hidroksida (NaOH) dan Diaplikasikan pada Mesin Diesel TS - 50. Depok:
Universitas Gunadharma
Rivai, Harizal. 2006. Arus Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press.
Soebiyanto, dkk. 2005. Konsentrasi Indikator Terkontrol pada Argentometri Mohr. Surakarta:
Universitas Setia Budi.
Suirta, I W. 2010. Sintesis Senyawa Orto-Fenilazo-2-Naftol sebagai Indiaktor dalam Titrasi.
Denpasar: Universitas Udayana.
Underwood, A. L dan R. A day jr. 2001. Asas Kimia Kuantitatif. Jakarta: UI Press.