You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Definisi Kualitas
Kata kualitas yang berorientasi pada kepuasan konsumen tidak harus

mempunyai arti yang terbaik dalam dunia industri, melainkan kualitas berarti
lebih baik dalam memuaskan kebutuhan konsumen. Sedangkan dalam orientasi
pada proses produksi kualitas adalah kesesuaian spesifikasi dari desain produk
yang telah ditetapkan produsen.Sedangkan pengendalian kualitas adalah aktivitas
keteknikan dan manajemen, yang dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas
produk, membandingkanya dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengambil
tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang
sebenarnya dengan yang standart (Feigenbaum, 1961). Ini berarti bahwa proses
produksi harus stabil dan mampu beroperasi sedemikian hingga sebenarnya semua
produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi.
Dalam pengendalian kualitas terdapat tujuh alat pengendali kualitas
sebagai seven tools yang digunakan untuk mengidentifikasi perbaikan yang
mungkin dapat dilakukan, yaitu:
1. Lembar periksa (Check Sheet)
11

12

2. Pemisahan masalah (Stratifikasi)


3. Diagram penyebaran data (Histogram)
4. Diagram prioritas (Diagram Pareto)
5. Diagram sebab akibat (Cause and Effect Diagram)
6. Diagram pencar (Scatter Diagram)
7. Peta kontrol (Control Chart)
1.2

Definisi Six Sigma


Dalam statistik, kata sigma ( ), merupakan sebuah huruf Yunani yang

digunakan oleh para ahli statistik untuk mengukur standar deviasi atau variabilitas
dalam suatu proses (Levin dan Rubin, 1997). Standar deviasi mengukur variasi
atau jumlah persebaran suatu rata-rata proses. Nilai sigma dapat diartikan
seberapa sering cacat yang mungkin terjadi. Jika semakin tinggi tingkat sigma
maka semakin kecil toleransi yang diberikan pada kecacatan sehingga semakin
tinggi kapabilitas proses, dan hal itu dikatakan semakin baik.
Dalam esensinya, Six Sigma menganjurkan bahwa terdapat hubungan
yang kuat antara cacat produk dan produk yang dihasilkan, reliability, costs, cycle
time, inventory, schedule, dan lain-lain. Bila jumlah cacat yang meningkat, maka
jumlah sigma akan menurun. Dengan kata lain, dengan nilai sigma yang lebih
besar maka kualitas produk akan lebih baik.
Pengertian Six Sigma yang termuat dalam bukunya yang berjudul
Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000,
MBNQA dan HACPP adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4
kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi produk (barang

13

dan/atau jasa), upaya giat menuju kesempurnaan (zero defect/kegagalan nol)


(Gaspersz, 2002).
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa Six Sigma adalah sebuah sistem yang komprehensif dan
fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan sukses bisnis.
Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap
kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data, analisis
statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki, dan
menanamkan kembali proses bisnis.

(Sumber: Pande, P. S. et al. 2000)

1.2.1

Gambar 2. 1 Spesifikasi Six Sigma


Definisi DPMO (Defect per Million Opportunities)
Defect adalah kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh

pelanggan, sedangkan Defect Per Opportunities (DPO) merupakan ukuran


kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang

14

menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan, dan dihitung
dengan formula:

Besarnya DPO ini apabila dikalikan dengan konstanta 1.000.000 akan


menjadi formula: DPMO = DPO X 1.000.000.
Defect per Million Opportunities (DPMO) merupakan ukuran kegagalan
dalam program peningkatan Six Sigma, yang menunjukkan kegagalan per satu
juta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma Motorola sebesar
3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat
dari satu juta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai dalam
satu unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan gagal dari suatu
karakteristik CTQ adalah hanya 3,4kegagalan per satu juta kesempatan (Gaspersz,
V., 2002). Tingkat sigma sering dihubungkan dengan kapabilitas proses, yang
dihitung dalam defect per milion opportunities. Beberapa tingkat pencapaian
sigma:
Tabel 2. 1 Tingkat Pencapaian Sigma

(Sumber: Gasperz, V., 2002)

1.2.2 Siklus DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control)


Six Sigma menggunakan alat statistik untuk mengidentifikasi beberapa
faktor vital, siklus DMAIC merupakan proses kunci untuk peningkatan secara

15

kontinyu menuju target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik


berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta (systematic, scientific, and fact based).
Ada

tiga

kualifikasi

dasar

yang

harus

dipenuhi

bila

akan

menggunakanmetode DMAIC, yaitu:


1. Ada celah antara kinerja sekarang dengan yang diharapkan. Pertamatamaperlu ditentukan permasalahan apa yang harus dipecahkan,
ataukesempatan apa yang akan diraih. Pada kasus desain proses,
adaaktivitas baru yang diluncurkan di mana tidak ada proses yang
muncul.
2. Penyebab

masalah

tidak

dipahami

secara

benar.

Pihak

manajemenmungkin hanya mengerti permasalahan secara teoritis, tetapi


tidakmengetahui akar penyebab masalah.
3. Solusi

belum

ditetapkan.

Bila

pihak

manajemen

telah

merencanakanperubahan jangka pendek, masih ada waktu untuk


menerapkan Six Sigma. Penerapan Six Sigma secara cepat dapat
menghemat waktuuntuk analisis yang lebih akurat. Bila suatu usaha
secara signifikantelah dijalankan untuk menjembatani celah tersebut,
penerapan SixSigma tidak akan berguna.

(Sumber: Pande, S. P., et al. 2002)

Gambar 2. 2 Alur Proses DMAIC

16

Berikut ini adalah tahapan dalam siklus DMAIC dan langkah-langkah


yang harus dilaksanakan pada setiap tahap:
1. Define (D)
Tahap Define merupakan langkah operasional pertama dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Dalam tahap Define dilakukan
identifikasi proyek yang potensial, mendefinisikan peran orang-orang
yang terlibat dalam proyek Six Siqma, mengidentifikasi karakteristik
kualitas kunci (CTQ) yang berhubungan langsung dengan kebutuhan
spesifik dari pelanggan dan menentukan tujuan.
2. Measure (M)
Measure merupakan langkah operasional kedua dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma, terdapat beberapa hal pokok yang
harus dilakukan yaitu:
a. Melakukan dan mengembangkan rencana pengumpulan data yang
dapat dilakukan pada tingkat proses, dan output.
b. Mengukur kinerja sekarang (current performance) untuk ditetapkan
sebagai baseline kinerja pada awal proyek Six Sigma.
3. Analyze (A)
Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan
kualitas Six Sigma. Sebenarnya target dari program Six Sigma adalah
membawa proses industri pada kondisi yang memiliki stabilitas
(stability) dan kemampuan (capability), sehingga mencapai tingkat
kegagalan nol (zero defect oriented).

17

4. Improve (I)
Setelah sumber-sumber dan akar penyebab permasalahan kualitas
teridentifikasi, maka perlu dilakukan penentapan rencana tindakan
(action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Siqma,
yaitu dengan tools: Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) yang
mendiskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas
dan atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana
itu.
5. Control (C)
Merupakan tahap operasional terakhir dalam proyek peningkatan
kualitas Six Sigma. Pada tahap ini prosedur-prosedur serta hasil-hasil
peningkatan kualitas didokumentasikan untuk dijadikan pedoman
kerja standart guna mencegah masalah yang sama atau praktekpraktek lama terulang kembali, kemudian kepemilikan atau tanggung
jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada penanggung jawab proses,
dan ini berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini.
1.2.3

Karakteristik Kualitas (CTQ)


Karakteristik kualitas (Critical To Quality/CTQ) adalah atribut-atribut

yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan


kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk,
proses, atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.
Pada umumnya, karakteristik-karakteristik kualitas yang dipertimbangkan adalah
sebagai berikut:

18

1. Kualitas produk
2. Dukungan purna-jual
3. Interaksi antara karyawan (pekerja) dan pelanggan
1.2.4 SIPOC Analysis
Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer) digunakan
untuk menunjukkan aktivitas mayor, atau subproses dalam sebuah proses bisnis,
bersama-sama dengan kerangnka kerja dari proses yang disajikan dalam Supplier,
Input, Process, Output, Customer. Dalam mendefinisikan proses-proses kunci
beserta pelanggan yang terlibat dalam suatu proses yang dievalusi dapat dilakukan
pendekatan dengan model SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer).
Model SIPOC merupakan model yang paling banyak digunakan manajemen
dalam peningkatan proses. Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen
utama dalam sistem kualitas, (Gasperz, V, 2002) yaitu:
1. Supplier adalah orang atau kelompok orang yang memberikan
informasi kunci,material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika
suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub sebelumnya
dapat dianggap sebagai petunjuk pemasok internal (internal supplier).
2. Input adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (supplier)
kepada proses.
3. Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi dan secara
idela menambah nilai kepada input (proses transformasi nilai tambah
kepada input). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub proses.
4. Output adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam
industri manufaktur output dapat berupa barang setengah jadi maupun

19

barang jadi (final product). Termasuk ke dalam output adalah


informasi-informasi kunci dari proses.
5. Customer adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang
menerima output. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub prose,
maka sub proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal
(internal customer).

(Sumber: Brewer, P. C., & Eighme, J. E. 2005)

Gambar 2. 3 Analisis SIPOC


1.2.5 Diagram Pareto
Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian (Gaspersz, 2003). Dinamakan diagram
pareto sesuai dengan penemunya seorang bangsa Italia bernama Wilfredo Pareto
pada tahun 1897. Dalam diagram pareto dikenal istilah Vital Few-Trivial Many,
yang artinya sedikit tapi vital atau sangat penting, banyak tetapi kurang vital atau
hasilnya kurang penting (Kuswadi, 2004).
Ada empat langkah pembuatan diagram pareto adalah menentukan hal-hal
apa yang akan diteiti dan cara untuk mengumpulkan data, menyusun kembali data

20

lembar periksa, membuat diagram batang dari data yang ada, dan memberi
penjelasan pada diagram pareto (Kuswadi, 2004).
1.2.6

Kapabilitas Proses
Kapabilitas proses merupakan suatu ukuran kinerja kritis

yang

menunjukkan proses tersebut mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi


produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi
pelanggan.
Indeks kapabilitas proses adalah semua produk yang berada dalam batas
spesifikasi diklasifikasikan sebagai acceptable sedangkan produk yang berada
di luar batas spesifikasi disebut sebagai defect. Defect adalah segala sesuatu
yang mebuat konsumen tidak puas.
1.3

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk

mengidentifikasikan dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan).


Dengan berdasarkan aktivitas tim pada FMEA maka seorang manajer, tim
perbaikan atau penanggung jawab proses dapat memfokuskan energi dan sumber
daya pada pencegahan, monitoring, dan rencana-rencana tanggapan yang paling
mungkin untuk memberikan hasil.
FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur
untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure
mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar
penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang
termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas

21

spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang


menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.
Terdapat dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA
Desain) dan dalam proses (FMEA Proses). FMEA Desain akan membantu
menghilangkan kegagalan-kegagalanyang terkait dengan desain, misalnya
kegagalan karena kekuatan yang tidak tepat, material yang tidak sesuai, dan lainlain. FMEA Proses akan menghilangkan kegagalan yang disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam variabel proses, misal kondisi diluar batas-batas
spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan warna
yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain. Penelitian tugas akhir
ini menggunakan metode FMEA Proses.
Para ahli memiliki beberapa definisi mengenai failure mode and effect
analysis, definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila dievaluasi
lebih dalam memiliki arti yang serupa. Definisi failure modes and effect analysis
tersebut disampaikan oleh:
Definisi dari failure mode and effect analysis adalah analisa teknik yang
apabila dilakukan dengan tepat dan waktu yang tepat akan memberikan
nilai yang besar dalam membantu proses pembuatan keputusan dari
engineer selama perancangandan pengembangan. Analisa tersebut biasa
disebut analisa bottom up, seperti dilakukan pemeriksaan pada proses
produksi tingkat awal dan mempertimbangkan kegagalan sistem yang
merupakan hasil dari keseluruhan bentuk kegagalan yang berbeda
(Leitch, 1995).

22

Definisi dari failure mode and effect analysis adalah metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan yang mungkin
menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk memastikan pengaruh
kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk kegagalan (Moubray,
1997).
1.3.1

Dasar FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)


FMEA merupakan salah satu alat dari Six Sigma untuk mengidentifikasi

sumber-sumber atau penyebab dari suatu masalah kualitas. Tahapan yang


dilakukan dalam FMEA (Chrysler, 1995):
1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi suatu produk dan
efeknya.
2. Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau mengurangi
kesempatan dari kegagalan potensi terjadi.
3. Pencatatan proses (document the process).
Sedangkan manfaat FMEA adalah sebagai berikut:
1. Hemat biaya. Karena sistematis maka penyelesaiannya tertuju pada
potensial

causes

(penyebab

yang

potential)

sebuah

kegagalan/kesalahan.
2. Hemat waktu ,karena lebih tepat pada sasaran.
Kegunaan FMEA adalah sebagai berikut:
1. Ketika diperlukan tindakan preventive/pencegahan sebelum masalah
terjadi.
2. Ketika ingin mengetahui/mendata alat deteksi yang ada jika terjadi
kegagalan.

23

3. Pemakaian proses baru


4. Perubahan/pergantian komponen peralatan
5. Pemindahan komponen atau proses ke arah baru
1.3.2

Identifikasi Element-Element Proses FMEA


Element FMEA dibangun berdasarkan informasi yang mendukung analisa.

Beberapa elemen-elemen FMEA adalah sebagai berikut:


1. Nomer FMEA (FMEA Number)
Berisi nomer dokumentasi FMEA yang berguna untuk identifikasi
dokumen.
2. Jenis (item)
Berisi nama dan kode nomer sistem, subsistem atau komponen dimana
akan dilakukan analisa FMEA.
3. Penanggung Jawab Proses (Process Responsibility)
Adalah nama departemen/bagian yang bertanggung jawab terhadap
berlangsungnya proses item diatas.
4. Disiapkan Oleh (Prepared by)
Berisi nama, nomer telpon, dan perusahaandari personal yang
bertanggung jawab terhadap pembuatan FMEA ini.
5. Tahun Model (Model Year(s))
Adalah kode tahun pembuatan item, bentuk ini yang dapat berguna
terhadap analisa sistem ini.
6. Tanggal Berlaku (Key Date)
Adalah FMEA due date dimana harus sesuai dengan jadwal.
7. Tanggal FMEA (FMEA Date)

24

Tanggal dimana FMEA ini selesai dibuat dengan tanggal revisi terkini.
8. Tim Inti (Core Team)
Berisi daftar nama anggota tim FMEA serta departemennya.
9. Fungsi Proses (Process Function)
Adalah deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana
sistem akan dianalisa.
10. Bentuk Kegagalan Potensial (Potential Failure Mode)
Merupakan suatu kejadian dimana proses dapat dikatakan secara
potensial gagal untuk memenuhi kebutuhan proses atau tujuan akhir
produk.
11. Efek Potensial dari Kegagalan (Potential Effect (s) of Failure)
Merupakan suatu efek dari bentuk kegagalan terhadap pelanggan.
Dimana setiap perubahan dalam variabel yang mempengaruhi proses
akan menyebabkan proses itu menghasilkan produk diluar batas-batas
spesifikasi.
12. Tingkat Keparahan (Severity (S))
Penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan potensial.
13. Klasifikasi (Classification)
Merupakan dokumentasi terhadap klasifikasi karakter khusus dari
subproses untuk menghasilkan komponen, sistem atau subsistem
tersebut.
14. Penyebab Potensial (Potential Cause (s))
Adalah bagaimana kegagalan tersebut bisa terjadi. Dideskripsikan
sebagai sesuatu yang dapat diperbaiki.

25

15. Keterjadian (Occurrence (O))


Adalah sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari suatu proyek
tersebut terjadi.
16. Pengendali Proses saat ini (Current Process Control)
Merupakan deskripsi dari alat pengendali yang dapat mencegah atau
memperbesar kemungkinan bentuk kegagalan terjadi atau mendeteksi
terjadinya bentuk kegagalan tersebut.
17. Deteksi (Detection (D))
Merupakan penilaian dari kemungkinan alat tersebut dapat mendeteksi
penyebab potensial terjadinya suatu bentuk kegagalan.
18. Nomor Prioritas Resiko (Risk Priority Number (RPN))
Merupakan angka prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian
Severity, Occurrence, dan Detection
RPN = S * O * D
19. Tindakan yang direkomendasikan (Recommended Action)
Setelah bentuk kegagalan diatur sesuai peringkat RPNnya, maka
tindakan perbaukan harus segera dilakukan terhadap bentuk kegagalan
dengan nilai RPN tertinggi.
20. Penanggung jawab Tindakan yang Direkomendasikan (Responsibility
(for the Recommended Action))
Mendokumentasikan nama dan departemen penanggung jawab
tindakan perbaikan tersebut serta target waktu penyelesaian.
21. Tindakan yang Diambil (Action Taken)

26

Setelah tindakan diimplementasikan, dokumentasikan secara singkat


uraian tindakan tersebut serta tanggal effektifnya.
22. Hasil RPN (Resulting RPN)
Setelah tindakan perbaikkan diidentifikasi, perkiraan dan rekam
Occurrence, Severity, dan Detection baru yang dihasilkan serta hitung
RPN yang baru. Jika tidak ada tindakan lebih lanjut diambil maka beri
catatan mengenai hal tersebut.
23. Tindak Lanjut (Follow Up)
Dokumentasi proses FMEA ini akan menjadi dokumen hidup dimana
akan dilakukan perbaikan terus menerus sesuai kebutuhan perusahaan.
1.3.3

Menentukan Severity, Occurrence, Detection, dan RPN


Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan meka tim FMEA

harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang Severity, Occurrence, Detection,


serta hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number.
1. Severity
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa risiko yaitu
menghitung seberapa besar dampak/intensitas kejadian mempengaruhi
output proses. Dampak tersebut diranking mulai skala 1 sampai 10,
dimana 10 merupakan dampak terburuk.
2. Occurrence
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi
dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk.
Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai
10.

27

3. Detection
Nilai Detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection
adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan/mengontrol
kegagalan yang dapat terjadi.
4. Risk Priority Number (Angka Prioritas Risiko)
RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effects (Severity),
kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang
berhubungan dengan effects (Occurrence), dan kemampuan untuk
mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada pelanggan (Detection).
RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:
RPN = S * O * D
Angka ini digunakan untuk mengidentifikasikan resiko yang serius,
sebagai petunjuk ke arah tindakan perbaikan.
1.3.4 Root-Cause Analysis
Root-Cause Analysis adalah hal yang diperlukan untuk memulai fase
inovasi dari sebuah proses. Hal yang diperlukan adalah observasi, investigasi,
analisa dan melakukan komunikasi dengan operator yang menjalankan proses
tersebut setiap harinya (Jeston & Nelis, 2006).
1.3.5 Control Chart
Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart
dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan
maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi
yang disebabkan oleh penyebab khusus dari variasi yang disebabkan oleh
penyebab umum (Gaspersz, 2003).

28

1.3.6 ANOVA (Analysis of Variance)


Pengujian ANOVA (Analysis of Variance) ini menggunakan uji-F yang
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kontribusi secara simultan aspekaspek pada variabel bebas terhadap variabel terikat yang merupakan pengujian
yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan data sample yang dimiliki dua
aspek atau lebih dan dianggap dapat mewakili populasi (Riduwan, 2004).
1.3.7 Analisis Regresi Sederhana
Analisis regresi sederhana adalah persamaan regresi yang terdiri dari satu
variabel bebas dan satu variabel terikat (Priatna, 2004). Berdasarkan analisis
dengan regresi sederhana ini akan diperoleh hasil dari koefisien korelasi dan juga
koefisien dterminasi.
Pengertian regresi modern adalah sebagai kajian terhadap ketergantungan
satu variabel, yaitu variabel yang memiliki ketergantungan terhadap satu atau
lebih variabel lainnya atau yang disebit sebagai variabel-variabel eksplanatori
dengan tujuan untuk membuat estimasi atau memprediksi rata-rata populasi dan
nilai rata-rata variabel tergantung dengan kaitannya terhadap nilai-nilai yang
sudah diketahui dari variabel eksplanatorinya (Gujarati dan Porter,2009).
1.3.8 Penelitian Terdahulu
Ringkasan tentang beberapa penelitian terdahulu mengenai topik yang
serupa yaitu six sigma, dimana terdapat dua sumber penelitian terdahulu yang
digunakan sebagai referensi untuk penelitian terbaru yaitu sumber berdasarkan
jurnal nasioanl dan internasional, dimana untuk jurnal nasional digunakan sebagai
referensi sebanyak 3 buah jurnal dan untuk jurnal internasinal sebanyak 5 buah
jurnal yang akan dijelaskan pada hasil ringkasan di bawah ini:

29

1. Jurnal Nasional
a. Ghiffari, I. et al. (2013)
CV. Miracle merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
konveksi. Perusahaan ini mempunyai dua buah stasiun kerja yaitu
stasiun kerja sablon dan stasiun kerja jahit. Stasiun kerja sablon
merupakan stasiun kerja kritis, karena menghasilkan cacat paling
banyak.Jumlah cacat paling banyak terdiri dari cacat warna leber dan
cacat terkelupas. Sebelum perbaikan diperoleh nilai sigma sebesar
1,3 sigma dan nilai DPMO 595.370. Biaya yang harus dikeluarkan
untuk cacat dari stasiun kerja ini sebesar Rp. 417.920.Berdasarkan
cause-effect diagram di peroleh keterangan bahwa metode sablon
dan manusia sebagai operator merupakan aspek yang harus di
perbaiki. Berdasarkan Failure Mode Effect Analysis diperoleh
bahwa cacat sablon bersumber dari metode penjemuran yang tidak
sempurna dan penggunaan tinner yang tidak tepat.Perbaikan cacat
penjemuran dilakukan dengan perancangan eksperimen. Perbaikan
proses sablon dilakukan dengan merancang standar operational
procedure. Proses perbaikan menghasilkan nilai sigma yang
meningkat sebesar 2,05 dan DPMO menurun sebesar 290.741. Cost
of Poor Qualityakibat cacat pada stasiun kerja ini menurun sebesar
Rp. 205.042,-.
Tools: Cause and Effect Diagram, Failure Mode Effect Analysis
(FMEA), dan Critical to Quality (CTQ).
b. Leksono, E. B. (2009)
Usaha Kecil Menengah (UKM) seperti di Kecamatan Manyar
memiliki 45 tungku pembakaran dengan kapasitas yang berbeda. Di
daerah ini, kualitas produk sering tidak menjadi perhatian sehingga
banyak pelanggan komplain sehubungan dengan kualitas konsentrasi
CaO tidak memenuhi kebutuhan konsumen. Penelitian ini diajukan
untuk menghasilkan zerro cacat dan berorientasi pada kepuasan
pelanggan

dengan

menggunakan

metode

Quality

Function

Development (QFD) dan metode Taguchi yang diintegrasikan ke

30

dalam model Six Sigma. Dalam penelitian ini dilakukan tahap


pendefinisian pengukuran, analisis, peningkatan, dan pengendalian.
Dengan mengintegrasikan QFD dan metode Taguchi ke dalam
model Six Sigma diperoleh 1) peningkatan kualitas produk
sebagaimana kebutuhan dan ekspektasi konsumen, 2) produk yang
tahan suara, 3) peningkatan kadar CaO, 4) peningkatan kualitas yang
dapat dilakukan sesuai dengan siklus DMAIC secara berkelanjutan.
Tools:

Analysis

of

Variance

(ANOVA),

Quality

Function

Deployment (QFD), dan Define Measure Analysis Improve


Control (DMAIC).
c. Kholik, H. M. (2008)
PT Bumi Citra Buana Malang menemukan adanya masalah yang,
perusahaan menemukan kesulitan dalam menurunkan jumlah produk
cacat. Hal ini disebabkan adanya variasi dalam menentukan
penggunaan konfigurasi tingkat di parameter proses, seperti yang
terjadi penentuan variasi suhu tungku, suhu logam cair, penentuan
waktu pencetakan dan penentuan pressurising pasir. Adanya variasi
dalam konfigurasi tingkat penentuan parameter proses hasil kejadian
produk cacat yang tinggi mempengaruhi produk cacat beban yang
harus ditanggung oleh perusahaan. Untuk mengatasi masalah
tersebut, metode Six-Sigma terpilih. Six-Sigma adalah prosedur logis
dengan mengikuti siklus DMAIC untuk mengeksekusi untuk
perbaikan proses perbaikan dan operasi dari hasil kualitas produksi.
Dalam siklus DMAIC awal dengan menentukan target dan objek
akurat, melakukan pengukuran kemampuan proses di perusahaan,
melakukan pengamatan menyebabkan masalah kejadian faktor
dengan menggunakan metode eksperimen dari Shainin Bhote
sebagai metode pendukung, melaksanakan perencanaan perbaikan
sesuai

dari

hasil

fase

sebelumnya

dan

diakhiri

dengan

mendokumentasikan hasil-hasil perbaikan yang harus sukses


dilaksanakan dengan menggunakan operasi proses statistik. Dari
penerapan metode Six-Sigma, perusahaan dapat menurunkan jumlah

31

produk cacat yang awalnya 129 unit per bulan menjadi 25-unit
selama periode perbaikan atau mengalami penurunan sebesar 80,6%.
Untuk biaya efek produk cacat yang awalnya sama dengan Rp12.
996.750,00 per-bulan menjadi sama dengan Rp2.518.750,00 atau
terjadi penghematan sebesar 80,6% selama periode perbaikan. Selain
itu dengan menggunakan sistem DMAIC dalam metode Six Sigma
akan diperoleh penentuan konfigurasi tingkat proses yang lebih baik
dan dapat meningkatkan tingkat operasi perusahaan.
Tools: Define Measure Analysis Improve Control (DMAIC)
2. Jurnal Internasional
a. Beady, S. (2005)
Dalam

perang,

tentara

melakukan

pengintaian

untuk

mengidentifikasi titik-titik choke di daerah pertempuran. Manajer


kualitas mengekspos choke points dalam proses, seperti pekerjaan
berulang dan terus-menerus seperti biaya waktu organisasi, uang,
peluang, dan pelanggan. Salah satu metode untuk memerangi variasi
boros adalah alat kualitas yang ketat yang dikenal sebagai Six
Sigma. Metodologi ini mendukung proses terstruktur disebut sebagai
DMAIC-mendefinisikan, mengukur, menganalisa, memperbaiki, dan
kontrol. Model DMAIC diuji terhadap infrastruktur kaku militer
fasilitas perawatan medis. Mendefinisikan dan mengukur masalah,
menganalisis penyebab akar permasalahannya, dan pengujian teori
perbaikan didukung oleh penelitian kepustakaan. Tim meningkatkan
proses pemilihan dokter yang benar dan meyakinkan hasil pasien
yang valid dan mencapai kepuasan pelanggan melalui layanan
manajemen pasien tepat waktu.
Tools: DMAIC, FMEA, Point OF care Testing (POCT), dan Cause
and Effect (C&E) Matrix.
b. Hsiang-Chin Hung. et al. (2011)
Dalam beberapa tahun terakhir, industri TFT-LCD telah menjadi
kekuatan pendorong dari keseluruhan pasar Photonics dari Taiwan.
Sebagai produsen membangun generasi berikutnya TFTLCD lini

32

produksi, keunggulan kompetitif utama dari industri ini telah pindah


dari mass production biaya rendah, beragam produk dan campuran
aplikasi dan kepemimpinan teknologi. Oleh karena itu, semua
pembuat utama panel TFT-LCD, termasuk AUO, CMO, CPT,
HannStar dan Innolux, telah mengembangkan Six Sigma sistem
manajemen untuk mengurangi cacat, biaya yang lebih rendah dan
meningkatkan daya saing. Dalam proses pembuatan TFT-LCD,
sealant perekat khusus digunakan untuk ikatan film tipis transistor
(TFT), filter warna (CF) dan liquid crystal display (LCD) substrat di
penyegelan proses. Sealant ini juga digunakan untuk mencegah
kebocoran kristal cair serta mendukung kesenjangan sel. Karena itu,
ketika kerusakan terjadi dalam proses ikatan sealant, kebocoran
kristal cair akan menyebabkan scrapping panel dan peningkatan
kadar polusi dan limbah. Cacat semacam ini disebut segel terbuka.
Tulisan ini berkaitan dengan penerapan proyek Six Sigma untuk
mengurangi segel terbuka tingkat cacat. Fase DMAIC (Define,
Measure, Analyze, Improve, dan Control) yang digunakan dalam
perusahaan kasus. Faktor-faktor penting yang ditemukan, dan
sebagai hasilnya tingkat terbuka segel turun secara signifikan,
bahkan di bawah tingkat tujuan asli.
Tools: DOE, P Chart, GLM analysis-ANOVA Logistic Regression,
Cause and Effect, Capability Analysis, Inspection Gage R &
R, dan Process Flow Diagram.
c. Anand, V. et al. (2011)
Proses manajemen adaptif dan kebijakan keamanan real-time dalam
kerangka Six Sigma. Tantangan utama bagi terciptanya proses
manajemen

adalah

dikenal

dengan

integrasi

model

proses

persidangan industri. Salah satu yang paling sering digunakan model


proses industri adalah Six Sigma yang merupakan model manajemen
bisnis dimana kebutuhan customer centric diletakkan dalam
perspektif dengan data bisnis untuk menciptakan sistem yang efisien.
Proses pembuatan dan manajemen keamanan diusulkan didasarkan

33

pada model Six Sigma dan menyajikan sebuah metode untuk


beradaptasi dengan tujuan keamanan dan manajemen risiko layanan
komputasi. Dengan meresmikan proses manajemen kebijakan
keamanan dalam model proses industri, adaptasi dari model ini
untuk alat-alat industri yang ada akan lancar dan menawarkan
kerangka risiko berbasis keputusan kebijakan yang jelas. Secara
khusus, disajikan alat dan prosedur yang diperlukan untuk
memetakan Six Sigma DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve,
Control) metodologi manajemen kebijakan keamanan.
Tools: Hypothesis Testing, ANOVA, Correlation and Regression,
SQL-Sigma Quality Level, FMEA, Gage R & R, SIPOC, dan
Pareto.
d. Kumar, S. et al. (2008)
Menciptakan sebuah strategi untuk "Best Buy", konsumen utama
elektronik dan pengecer di Amerika Serikat, untuk meningkatkan
sistem layanan mereka dan memastikan bahwa mereka dapat terus
meraih pangsa pasar. Penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis
layanan cetak biru toko Best Buy dibandingkan dengan cetak biru
layanan pesaingnya. Penelitian ini kemudian akan memeriksa cetak
biru layanan Best Buy Geek Squad dan merekomendasikan perbaikan
yang dapat diimplementasikan untuk memberikan kualitas layanan
yang

lebih

tinggi

kepada

Desain/metodologi/pendekatan

pelanggan

meruapakan

Best

sebuah

Buy.

kombinasi

metode desain yang digunakan termasuk membuat beberapa cetak


biru layanan dan menerapkan pendekatan Six Sigma DMAIC.
Layanan A Kualitas (SERVQUAL) Survey dilakukan untuk
menganalisis data, untuk memberikan pemahaman tentang kepuasan
pelanggan dengan layanan yang disediakan di Best Buy yang
dibandingkan dengan pesaing utama. Cetak biru layanan dianalisis
dan strategi yang direkomendasikan untuk memperbaiki sistem ini,
dengan tujuan memberikan layanan pelanggan yang lebih baik dan
pengalaman belanja yang ditingkatkan. Dengan merekomendasikan

34

hasil ciptaan Best Buy mengenai "model layanan diperbaikinya",


bersama

dengan

keamanan

mekanisme

yang

gagal

untuk

memastikan bahwa jaminan layanan akan terpenuhi. Temuan dalam


Six Sigma DMAIC proses pendekatan perbaikan, poka-yoke yang
dilaksanakan untuk meningkatkan Best Buy layanan cetak biru yang
diidentifikasi melalui diagram sebab-akibat yang telah dibuat.
Dengan menerapkan cetak biru layanan baru dan bersama dengan
poka-yoke, Best Buy akan melihat peningkatan yang signifikan
dalam kepuasan pelanggan. Implikasi praktis Best Buy dan penyedia
layanan ritel lainnya harus mempertimbangkan untuk berinvestasi
dalam staf yang memadai dari rekan teknis yang cerdas, pelanggan
toko yang sensitif, dan mengimplementasikan program pelatihan
layanan pelanggan untuk meningkatkan pendidikan mereka yang
berkaitan khusus untuk kualitas layanan pengiriman kepada
pelanggan mereka. Orisinalitas/nilai berfokus pada kasus bisnis
untuk menerapkan Six Sigma yang merupakan alat untuk
meningkatkan layanan yang disediakan oleh pengecer. Hal ini harus
mengarah pada keuntungan jangka panjang dan meningkatkan
pelayanan kepada pelanggan.
Tools: Cause and Effect dan SERVQUAL.
e. Antony, J. et al. (2012)
Tujuan dari Komunikasi dan Informasi Manajemen (CIM) sangat
penting untuk setiap organisasi dan efektivitas CIM dapat
menghasilkan perbaikan yang signifikan terhadap bottom line dan
pelanggan kepuasan. Tujuannya adalah untuk menyelidiki dan
merampingkan komunikasi, sistem informasi dalam suatu "dukungan
layanan infrastruktur" perusahaan menggunakan metodologi Six
Sigma. Desain/metodologi/pendekatan dari penelitian ini melibatkan
pendekatan studi kasus triangulasi dan penggunaan instrumen survei
untuk menemukan solusi untuk masalah ini. Temuan menyoroti
keprihatinan yang signifikan berkaitan dengan CIM di semua unit
bisnis kelompok. Efektivitas sistem CIM hadir untuk seluruh

35

kelompok di bawah industri yang rata-rata berkaitan dengan akurasi


dan ketepatan waktu CIM, mengakibatkan manajemen yang tidak
efisien sistem pelaporan. Beroperasi di lingkungan yang sangat
kompetitif dan terikat waktu, kebenaran dan kesesuaian laporan
waktu adalah yang terpenting. Alasan utama untuk tidak efektifnya
CIM di kelompok dapat dikaitkan dengan dua faktor utama;
pengelolaan

data

dan

sistem

komunikasi

yang

digunakan.

Digambarkan juga apresiasi penggunaan Six Sigma dalam


transaksional lingkungan hidup. Orisinalitas/nilai dari penelitian ini
adalah aplikasi baru dari metodologi Six Sigma dalam komunikasi
dan sistem informasi manajemen.
Tools: Root Causes, Flow Chart, Cause and Effect, Pareto Chart,
CTQ Tree, Affinity Diagram, dan SIPOC Diagram.

You might also like