You are on page 1of 14

AMANKAH BUAH HATI ANDA DARI

TUBERKULOSIS?
05.09.2013

Mungkinkah buah hati saya terkena tuberkulosis (TB)? Barangkali pertanyaan seperti itu
pernah terlintas dalam benak kita sebagai orangtua. Bagi kita yang tinggal di Indonesia
pertanyaan tersebut sangatlah wajar mengingat penyakit tuberkulosis masih merupakan
penyakit endemis di Indonesia, bahkan indonesia merupakan peringkat kelima di dunia
sebagai negara dengan prevalensi tuberkulosis terbanyak. Tuberkulosis merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini
paling sering menyerang paru namun dapat menyerang hampir semua organ tubuh.
Penyakit TB dapat menyerang tulang, selaput otak, kelenjar getah bening, mata, ginjal,
jantung, hati, usus dan juga kulit. Penyakit ini ditularkan oleh orang dewasa yang
menderita TB aktif melalui percikan dahak yang keluar saat batuk, bicara, bersin atau
bernyanyi. Percikan dahak yang mengandung kuman TB ini bila terhirup dan masuk ke

paru-paru akan menyebabkan timbulnya infeksi TB. Berbeda dengan TB pada dewasa
yang gejala utamanya adalah batuk lama > 3 minggu, gejala TB anak sangat tidak
spesifik. Kapan kita harus curiga buah hati kita mungkin tertular TB? yaitu
biladidapatkan beberapa gejala berikut:
1.

Demam lama > 2 minggu atau demam berulang (umumnya demam tidak terlalu
tinggi)

2.

Nafsu makan turun, berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan berturutturut

3.

Batuk yang menetap atau memburuk > 3 minggu

4.

Anak tampak lesu dan tidak kelihatan seaktif biasanya

5.

Teraba benjolan di leher (umumnya lebih dari satu)

6.

Kontak erat dengan penderita TB paru aktif

Selain gejala yang bersifat umum dapat juga dijumpai gejala yang bersifat khusus yaitu
benjolan di tulang belakang (gibbus), pembengkakan sendi (sendi panggul, sendi lutut,
sendi ruas jari), kejang dan penurunan kesadaran (TB selaput otak), jantung bengkak
ataupun perut yang membesar. Namun sayangnya tidak ada satupun gejala diatas yang
spesifik sebagai gejala TB, karena penyakit kronik lainnya juga dapat memiliki gejala
seperti itu. Oleh karena itu jika buah hati anda menunjukkan gejala seperti tersebut di
atas segeralah bawa mereka untuk konsultasi ke dokter. Sebelum seorang anak divonis
menderita TB maka selain mempertimbangkan gejala klinis yang muncul perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan penunjang. Berbeda dengan TB pada dewasa dimana
pemeriksaan kuman pada dahak merupakan pemeriksaan utama, pada anak
pemeriksaan uji tuberkulin atau tes Mantoux merupakan pemeriksaan yang utama. Tes
Mantoux merupakan pemeriksaan dengan cara menyuntikkan larutan tuberkulin (protein
kuman TB) di bawah kulit (intrakutan). Hasil tes dapat dibaca antara 48-72 jam, jika
timbul benjolan pada bekas suntikan dengan ukuran 10 mm maka dikatakan hasil
tes positif. Hasil tes Mantoux positif menunjukkan reaksi tubuh terhadap protein kuman,
artinya tubuh pasien pasti pernah terinfeksi sebelumnya dengan kuman TB. Dengan
demikian sebelum seorang anak dikatakan menderita sakit TB seharusnya kita lakukan
dulu pemeriksaan yang membuktikan bahwa anak tersebut telah terinfeksi TB (dengan
tes Mantoux), karena tidak mungkin seseorang dapat menjadi sakit tanpa terjadi infeksi
sebelumnya. Pemeriksaan lain yang dapat membantu diagnosis TB adalah pemeriksaan
Rontgen dada, pemeriksaan ini dapat memperkuat dugaan ke arah tuberkulosis tetapi
tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya pemeriksaan untuk menentukan diagnosis
tuberkulosis. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bila di rumah ada seorang
penderita TB dewasa, selain mengobatinya kita juga harus memeriksakan anak-anak

yang tinggal satu rumah dengannya karena anak merupakan kelompok umur yang
rentan (terutama jika dibawah lima tahun). Sebaliknya jika kita dapatkan seorang anak
menderita TB kita harus mencari sumber penularan di sekitarnya. Sumber penularan TB
harus dicurigai pada seorang dewasa dengan batuk lama (>3 minggu), batuk darah,
penurunan berat badan yang mencolok, pada kondisi demikian orang dewasa tersebut
sebaiknya diminta untuk memeriksakan dahaknya untuk diperiksa kuman TB nya.
Dengan pendekatan seperti ini diharapkan kita dapat mengobati TB dengan
menyeluruh.
Penyakit TB dapat disembuhkan, namun memang membutuhkan waktu yang cukup
lama. Lama pengobatan tergantung berat ringannya penyakit berkisar antara 6-12
bulan. Agar penyakit dapat sembuh secara tuntas, anak harus minum obat secara
teratur setiap hari. Obat sebaiknya diminum saat perut kosong agar penyerapan obat
baik. Berikan jeda kurang lebih satu jam setelah minum obat bila hendak makan.
Pengobatan TB diberikan dalam bentuk kombinasi 3-4 macam obat, hal ini dilakukan
untuk mengeradikasi kuman semaksimal mungkin dan mencegah timbulnya kuman
yang kebal terhadap obat. Pemberian obat dapat diberikan dalam bentuk kombinasi
beberapa obat tunggal atau untuk mempermudah pemberian dapat diberikan dalam
bentuk kombinasi dosis tetap. Obat kombinasi dosis tetap (KDT) adalah obat yang
berbentuk satu tablet namun mengandung 3-4 macam obat. Obat dalam bentuk ini
diberikan dengan cara dilarutkan dalam air (dispersible) atau dikunyah. Selain minum
obat secara teratur perlu diperhatikan juga faktor nutrisi yang cukup dan seimbang,
lingkungan rumah yang bersih dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik dan
imunisasi BCG saat bayi.
Keberhasilan pengobatan TB dapat diamati dengan memonitor perbaikan gejala
penyakitnya seperti peningkatan berat badan, demam menghilang, batuk menghilang,
pembesaran kelenjar getah bening mengecil dan gejala lainnya menghilang. Umumnya
perbaikan nyata terjadi pada 2 bulan pertama pengobatan. Bila respon pengobatan baik
maka kita akan semakin yakin bahwa anak tersebut benar menderita TB. Namun jika
tidak ada perbaikan yang nyata setelah 2 bulan pengobatan, perlu dilakukan evaluasi
lebih lanjut apakah anak bukan TB atau TB dengan kebal obat. Dalam evaluasi respon
terapi, bila saat awal pengobatan tes Mantoux positif maka pada akhir pengobatan tidak
perlu diulang kembali. Rontgen dada ulangan tidak selalu dikerjakan tergantung indikasi,
misalnya kasus dengan kelainan paru cukup luas sebelumnya.
Dengan memperhatikan berbagai gejala yang mungkin timbul dan faktor-faktor penting
yang berperan dalam penularan TB diharapkan sebagai orangtua dapat mendeteksi dini
kemungkinan anaknya sakit TB dan segera membawanya untuk konsultasi ke dokter.
Namun perlu juga diperhatikan agar tidak terjadi TB mania, orangtua tidak perlu khawatir
berlebihan terhadap gejala yang timbul sebelum pemeriksaan yang membuktikan
adanya infeksi TB yaitu uji Mantoux membuktikannya. Dengan demikian diagnosis TB

pada anak dapat ditegakkan dengan tepat dan tidak


terjadi overdiagnosis atau underdiagnosis TB pada anak

Sebagian besar kasus TB anak adalah kasus TB paru dengan lesi


minimal dengan gejala klinis yang ringan, tidak mengancam kehidupan
ataupun menimbulkan kecacatan. Pada beberapa kasus, dapat muncul
gejala klinis yang berat seperti TB meningitis, TB milier, dll.
Tingkat layanan primer dengan fasilitas terbatas, mungkin tidak
mampu melakukan diagnosis dan tatalaksana pasien TB dengan gejala
klinis yang berat. Dokter dan petugas layanan primer harus mampu
mengenali gejala awal TB dengan gejala klinis yang berat dan mengetahui
waktu yang tepat untuk merujuk. Sehubungan dengan itu, akan diuraikan

secara ringkas, hal- hal yang penting untuk pengenalan dan tatalaksana
awal kasus TB dengan gejala klinis yang berat pada anak. Pelayanan
kesehatan sekunder wajib mencatat kasus TB dengan gejala klinis yang
berat ini sesuai dengan Program Nasional Pengendalian TB
1. TB dengan konfirmasi bakteriologis
Pada anak kuman TB sangat sulit ditemukan disamping karena sulitnya
mendapatkan spesimen pemeriksaan, TB anak bersifat paucibacillary
(kuman sedikit). Sehingga tidak ditemukannya kuman TB pada
pemeriksaan dahak tidak menyingkirkan diagnosis TB anak. TB dengan
konfirmasi bakteriologis terdiri dari hasil positif baik dengan
pemeriksaan BTA, biakan maupun tes cepat.
TB anak yang sudah mengalami perjalanan penyakit post primer, dapat
ditemukan hasil BTA positif pada pemeriksaan dahak, sama dengan
pada dewasa. Hal ini biasa terjadi pada anak usia remaja awal. Anak
dengan BTA positif ini memiliki potensi untuk menularkan kuman M
tuberculosis kepada orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu pada anak
terutama dengan gejala utama batuk dan dapat mengeluarkan dahak
sangat dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis.
Selain itu apabila memungkinkan, spesimen untuk pemeriksaan
laboratorium dapat diperoleh melalui aspirasi dahak, bilasan lambung
atau induksi sputum,
Berdasarkan data Program TB Kementerian Kesehatan pada tahun 2011,
prosentase kasus TB BTA positif pada anak 0-14 tahun adalah 6,3 %
dari seluruh kasus TB anak, angka ini meningkat dari tahun 2010 yaitu
sebesar 5,3%.18

Juknis Manajemen TB Anak

2. Tuberkulosis Meningitis
Tuberkulosis meningitis, merupakan salah satu bentuk TB pada Sistem
Saraf Pusat yang sering ditemukan pada anak, dan merupakan TB
dengan gejala klinis berat yang dapat mengancam nyawa, atau
meninggalkan gejala sisa pada anak.
Anak biasanya datang dengan keluhan awal demam lama, sakit kepala,
diikuti kejang berulang dan kesadaran menurun khususnya jika
terdapat bukti bahwa anak telah kontak dengan pasien TB dewasa BTA
positif. Apabila ditemukan gejala-gejala tersebut, harus segera dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan. Pada keadaan ini, diagnosis
dengan sistem skoring tidak direkomendasikan.
Di rumah sakit rujukan, akan dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
dilengkapi dengan uji tuberkulin, laboratorium darah serta
pengambilan cairan serebrospinal untuk dianalisis. Apabila didapatkan
tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti muntah-muntah dan
edema papil, perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI,
untuk mencari kemungkinan komplikasi seperti hidrosefalus. Apabila
keadaan anak dengan TB meningitis sudah melewati masa kritis, maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan dan dipantau di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
3. TB Milier
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB dengan gejala klinis
berat dan merupakan 37% dari seluruh kasus TB, dengan angka
kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). TB milier
terjadi oleh karena adanya penyebaran secara hematogen dan
diseminata, bisa ke seluruh organ, tetapi gambaran milier hanya dapat
dilihat secara kasat mata pada foto torak. Terjadinya TB milier
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu
1. kuman M. tuberculosis (jumlah dan virulensi),
2. status imunologis pasien (nonspesifik dan spesifik), seperti infeksi
HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal
ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama
3. faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan
yang padat, polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat bius,
serta sosioekonomi). 19

Juknis Manajemen TB Anak

Gejala dan tanda awal TB milier sama dengan TB lainnya, dapat disertai
sesak nafas, ronki dan mengi. Dalam keadaan lanjut bisa juga terjadi
hipoksia, pneumotoraks, dan atau pneumomediastinum, sampai
gangguan fungsi organ, serta syok.
Lesi milier dapat terlihat pada foto toraks dalam waktu 23 minggu
setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat
khas, yaitu berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata di
seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang
hampir seragam (13 mm).
Jika dokter dan petugas di fasyankes primer menemukan kasus dengan
klinis diduga TB milier, maka wajib dirujuk ke RS rujukan. Diagnosis
ditegakkan melalui rewayat kontak dengan pasien TB BTA positif,
gejala klinis dan radiologis yang khas. Selain itu perlu dilakukan
pemeriksaan pungsi lumbal walaupun belum timbul kejang atau
penurunan kesadaran.
Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB milier biasanya berjalan
lambat. Respon keberhasilan terapi antara lain adalah menghilangnya
demam setelah 23 minggu pengobatan, peningkatan nafsu makan,
perbaikan kualitas hidup sehari-hari, dan peningkatan berat badan.
Gambaran milier pada foto toraks berangsur-angsur menghilang dalam
510 minggu, tetapi mungkin juga belum ada perbaikan sampai
beberapa bulan. Pasien yang sudah dipulangkan dari RS dapat
melanjutkan pengobatan di fasyankes primer.
4. Tuberkulosis Tulang/ Sendi
Tuberkulosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi TB
ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi. Insidens TB sendi
berkisar 17% dari seluruh TB. Tulang yang sering terkena adalah:
tulang belakang (spondilitis TB), sendi panggul (koksitis), dan sendi
lutut (gonitis).
Gejala dan tanda spesifik spesifik berupa bengkak, kaku, kemerahan, dan
nyeri pada pergerakan dan sering ditemukan setelah trauma. Bisa
ditemukan gibbus yaitu benjolan pada tulang belakang yang umumnya
seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan.
Warna benjolan sama dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan, dan
menimbulkan abses dingin. Kelainan neurologis terjadi pada keadaan
spondilitis yang lanjut, membutuhkan operasi bedah sebagai
tatalaksananya20

Juknis Manajemen TB Anak

Kelainan pada sendi panggul dapat dicurigai jika pasien berjalan pincang
dan kesulitan berdiri. Pada pemeriksaan terdapat pembengkakan di
daerah lutut, anak sulit berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang
ditemukan atrofi otot paha dan betis.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah foto radiologi, CT scan
dan MRI. Prognosis TB tulang atau sendi sangat bergantung pada
derajat kerusakan sendi atau tulangnya. Pada kelainan minimal
umumnya dapat kembali normal, tetapi pada kelainan yang sudah
lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu
mobilitas pasien.
5. Tuberkulosis Kelenjar
Infeksi TB pada kelenjar limfe superfisial, yang disebut dengan skrofula,
merupakan bentuk TB ekstrapulmonal pada anak yang paling sering
terjadi, dan terbanyak pada kelenjar limfe leher. Kebanyakan kasus
timbul 69 bulan setelah infeksi awal M. tuberculosis, tetapi beberapa
kasus dapat timbul bertahun-tahun kemudian. Lokasi pembesaran
kelenjar limfe yang sering adalah di servikal anterior, submandibula,
supraklavikula, kelenjar limfe inguinal, epitroklear, atau daerah aksila.
Kelenjar limfe biasanya membesar perlahan-lahan pada stadium awal
penyakit. Pembesaran kelenjar limfe bersifat kenyal, tidak keras,
discrete, dan tidak nyeri. Pada perabaan, kelenjar sering terfiksasi pada
jaringan di bawah atau di atasnya. Limfadenitis ini paling sering terjadi
unilateral, tetapi infeksi bilateral dapat terjadi karena pembuluh
limfatik di daerah dada dan leher-bawah saling bersilangan. Uji
tuberkulin biasanya menunjukkan hasil positif, Gambaran foto toraks
terlihat normal.
Diagnosis definitif memerlukan pemeriksaan histologis dan bakteriologis
yang diperoleh melalui biopsi, yang dapat dilakukan di fasilitas rujukan.
6. Tuberkulosis Pleura
Efusi pleura adalah penumpukan abnormal cairan dalam rongga pleura.
Salah satu etiologi yang perlu dipikirkan bila menjumpai kasus efusi
pleura di Indonesia adalah TB. Efusi pleura TB bisa ditemukan dalam 2
bentuk, yaitu (1) cairan serosa, bentuk ini yang paling banyak dijumpai
; (2) empiema TB, yang merupakan efusi pleura TB primer yang gagal
mengalami resolusi dan berlanjut ke proses supuratif kronik.
Gejala dan tanda awal meliputi demam akut yang disertai batuk 21

Juknis Manajemen TB Anak

nonproduktif (94%), nyeri dada (78%), biasanya unilateral (95%). Pasien


juga sering datang dalam keadaan sesak nafas yang hebat.
Pemeriksaan foto toraks dijumpai kelainan parenkim paru. Efusi pleura
hampir selalu terjadi di sisi yang sama dengan kelainan parenkim
parunya. Untuk diagnosis definitif dan terapi, pasien ini harus segera
dirujuk.
Penunjang diagnostik yang dilakukan di fasilitas rujukan adalah analisis
cairan pleura, jaringan pleura dan biakan TB dari cairan pleura.
Drainase cairan pleura dapat dilakukan jika cairan sangat banyak.
Penebalan pleura sebagai sisa penyakit dapat terjadi pada 50% kasus.
7. Tuberkulosis Kulit
Skrofuloderma merupakan manifestasi TB kulit yang paling khas dan
paling sering dijumpai pada anak. Skrofuloderma terjadi akibat
penjalaran perkontinuitatum dari kelenjar limfe yang terkena TB.
Manifestasi klinis skrofuloderma sama dengan gejala umum TB anak.
Skrofuloderma biasanya ditemukan di leher dan wajah, dan di tempat
yang mempunyai kelompok kelenjar limfe, misalnya di daerah parotis,
submandibula, supraklavikula, dan daerah lateral leher. Selain itu,
skrofuloderma dapat timbul di ekstremitas atau trunkus tubuh, yang
disebabkan oleh TB tulang dan sendi.
Lesi awal skrofuloderma berupa nodul subkutan atau infiltrat subkutan
dalam yang keras (firm), berwarna merah kebiruan, dan tidak
menimbulkan keluhan (asimtomatik). Infiltrat kemudian meluas/
membesar dan menjadi padat kenyal (matted and doughy).
Selanjutnya mengalami pencairan, fluktuatif, lalu pecah (terbuka ke
permukaan kulit), membentuk ulkus berbentuk linear atau serpiginosa,
dasar yang bergranulasi dan tidak beraturan, dengan tepi bergaung
(inverted), berwarna kebiruan, disertai fistula dan nodul granulomatosa
yang sedikit lebih keras. Kemudian terbentuk jaringan parut/sikatriks
berupa pita/benang fibrosa padat, yang membentuk jembatan di
antara ulkus-ulkus atau daerah kulit yang normal. Pada pemeriksaan,
didapatkan berbagai bentuk lesi, yaitu plak dengan fibrosis padat,
sinus yang mengeluarkan cairan, serta massa yang fluktuatif.
Diagnosis definitif adalah biopsi aspirasi jarum halus/ BAJAH/ fine needle
aspiration biopsy=FNAB,) ataupun secara biopsi terbuka (open biopsy).
Pada pemeriksaan tersebut dicari adanya M. tuberculosis dengan cara
biakan dan pemeriksaan histopatologis jaringan. Hasil PA 22

Juknis Manajemen TB Anak

dapat berupa granuloma dengan nekrotik di bagian tengahnya, terdapat


sel datia Langhans, sel epiteloid, limfosit, serta BTA.
Tatalaksana pasien dengan TB kulit adalah dengan OAT dan tatalaksana
lokal/topikal dengan kompres atau higiene yang baik.
8. Tuberkulosis Abdomen
TB abdomen mencakup lesi granulomatosa yang bisa ditemukan di
peritoneum (TB peritonitis), usus, omentum, mesenterium, dan hepar.
M tuberculosis sampai ke organ tersebut secara hematogen ataupun
penjalaran langsung. Peritonitis TB merupakan bentuk TB anak yang
jarang dijumpai, yaitu sekitar 15% dari kasus TB anak. Umumnya
terjadi pada dewasa dengan perbandingan perempuan lebih sering dari
laki-laki (2:1).
Pada peritonium terbentuk tuberkel dengan massa perkijuan yang dapat
membentuk
satu
kesatuan
(konfluen).
Pada
perkembangan
selanjutnya, omentum dapat menggumpal di daerah epigastrium dan
melekat pada organ-organ abdomen, sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan obstruksi usus. Di lain pihak, kelenjar limfe yang
terinfeksi dapat membesar, menyebabkan penekanan pada vena porta
dengan akibat pelebaran vena dinding abdomen dan asites.
Umumnya, selain gejala khusus peritonitis TB, dapat timbul gejala klinis
umum TB anak. Tanda yang dapat terlihat adalah ditemukannya massa
intraabdomen dan adanya asites. Kadang-kadang ditemukan fenomena
papan catur, yaitu pada perabaan abdomen didapatkan adanya massa
yang diselingi perabaan lunak, kadang-kadang didapat pada obstruksi
usus dan asites.
Tuberkulosis hati jarang ditemukan, hasil penyebaran hematogen melalui
vena porta atau jalur limfatik, yaitu rupturnya kelenjar limfe porta
hepatik yang membawa M. tuberculosis ke hati. Lesi TB di hati dapat
berupa granuloma milier kecil (tuberkel). Granuloma dimulai dengan
proliferasi fokal sel Kupffer yang membentuk nodul kecil sebagai reaksi
terhadap adanya M. tuberculosis dalam sinusoid hati. Makrofag dan
basil membentuk tuberkel yang mengandung sel-sel epiteloid, sel datia
Langhans (makrofag yang bersatu), dan limfosit T.
Diagnosis pasti TB abdomen dilaksanakan di fasyankes rujukan. Beberapa
pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan adalah foto polos abdomen,
analisis cairan asites dan biopsi peritoneum. Pada keadaan 23

Juknis Manajemen TB Anak

obstruksi usus karena perlengketan perlu dilakukan tindakan operasi.


9. Tuberkulosis Mata
Tuberkulosis pada mata umumnya mengenai konjungtiva dan kornea,
sehingga sering disebut sebagai keratokonjungtivitis fliktenularis (KF).
Keratokonjungtivitis fliktenularis adalah penyakit pada konjungtiva dan
kornea yang ditandai oleh terbentuknya satu atau lebih nodul inflamasi
yang disebut flikten pada daerah limbus, disertai hiperemis di
sekitarnya. Umumnya ditemukan pada anak usia 315 tahun dengan
faktor risiko berupa kemiskinan, kepadatan penduduk, sanitasi buruk,
dan malnutrisi.
Manifestasi klinis KF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi, fotofobia, dan
dapat mengeluarkan sekret mata, disertai gejala umum TB. Untuk
menyingkirkan
penyebab
stafilokokus,
perlu
dilakukan
usap
konjungtiva.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah untuk mencari
penyebabnya seperti uji tuberkulin, pemeriksaan radiologis, dan
pemeriksaan feses. Komplikasi yang mungkin timbul adalah ulkus
fasikuler, parut kornea, dan perforasi kornea. Penggunaan
kortikosteroid topikal mempunyai efek yang baik tetapi dapat
menyebabkan glaukoma dan katarak.
10. Tuberkulosis Ginjal
Tuberkulosis ginjal pada anak jarang karena masa inkubasinya bertahuntahun. TB ginjal merupakan hasil penyebaran hematogen. Fokus
perkijuan kecil berkembang di parenkim ginjal dan melepaskan kuman
TB ke dalam tubulus. Massa yang besar akan terbentuk dekat dengan
korteks ginjal, yang mengeluarkan kuman melalui fistula ke dalam
pelvis ginjal. Infeksi kemudian menyebar secara lokal ke ureter,
prostat, atau epididimis.
Tuberkulosis ginjal seringkali secara klinis tenang pada fase awal, hanya
ditandai piuria yang steril dan hematuria mikroskopis. Disuria, nyeri
pinggang atau nyeri abdomen dan hematuria makroskopis dapat
terjadi sesuai dengan berkembangnya penyakit.
Superinfeksi dengan kuman lain, yang sering kali menyebabkan gejala
yang lebih akut, dapat memperlambat diagnosis TB sebagai penyakit
dasarnya. Hidronefrosis atau striktur ureter dapat memperberat 24

Juknis Manajemen TB Anak

penyakitnya. BTA dalam urine dapat ditemukan. Pielografi intravena (PIV)


sering menunjukkan massa lesi, dilatasi ureter-proksimal, filling defect
kecil yang multipel, dan hidronefrosis jika ada striktur ureter. Sebagian
besar penyakit terjadi unilateral. Pemeriksaan pencitraan lain yang
dapat digunakan adalah USG dan CT scan.
Pengobatan TB ginjal bersifat holistik, yaitu selain pemberian OAT juga
dilakukan penanganan terhadap kelainan ginjal yang terjadi. Apabila
diperlukan tindakan bedah, dapat dilakukan setelah pemberian OAT
selama 46 minggu.
11. Tuberkulosis Jantung
Tuberkulosis yang lebih umum terjadi pada jantung adalah perikarditis TB,
tetapi hanya 0,54% dari TB anak. Perikarditis TB biasanya terjadi
akibat invasi kuman secara langsung atau drainase limfatik dari
kelenjar limfe subkarinal. Gejalanya tidak khas, yaitu demam subfebris,
lesu, dan BB turun. Nyeri dada jarang timbul pada anak. Dapat
ditemukan friction rub dan suara jantung melemah dengan pulsus
paradoksus. Terdapat cairan perikardium yang khas, yaitu serofibrinosa
atau hemoragik. Basil Tahan Asam jarang ditemukan pada cairan
perikardium, tetapi kultur dapat positif pada 3070% kasus. Hasil
kultur positif dari biopsi perikardium yang tinggi dan adanya granuloma
sering menyokong diagnosis TB jantung. Selain OAT diberikan juga
kortikosteroid. Perikardiotomi parsial atau komplit dapat diperlukan jika
terjadi penyempitan perikard.

You might also like