Professional Documents
Culture Documents
TUBERKULOSIS?
05.09.2013
Mungkinkah buah hati saya terkena tuberkulosis (TB)? Barangkali pertanyaan seperti itu
pernah terlintas dalam benak kita sebagai orangtua. Bagi kita yang tinggal di Indonesia
pertanyaan tersebut sangatlah wajar mengingat penyakit tuberkulosis masih merupakan
penyakit endemis di Indonesia, bahkan indonesia merupakan peringkat kelima di dunia
sebagai negara dengan prevalensi tuberkulosis terbanyak. Tuberkulosis merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini
paling sering menyerang paru namun dapat menyerang hampir semua organ tubuh.
Penyakit TB dapat menyerang tulang, selaput otak, kelenjar getah bening, mata, ginjal,
jantung, hati, usus dan juga kulit. Penyakit ini ditularkan oleh orang dewasa yang
menderita TB aktif melalui percikan dahak yang keluar saat batuk, bicara, bersin atau
bernyanyi. Percikan dahak yang mengandung kuman TB ini bila terhirup dan masuk ke
paru-paru akan menyebabkan timbulnya infeksi TB. Berbeda dengan TB pada dewasa
yang gejala utamanya adalah batuk lama > 3 minggu, gejala TB anak sangat tidak
spesifik. Kapan kita harus curiga buah hati kita mungkin tertular TB? yaitu
biladidapatkan beberapa gejala berikut:
1.
Demam lama > 2 minggu atau demam berulang (umumnya demam tidak terlalu
tinggi)
2.
Nafsu makan turun, berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan berturutturut
3.
4.
5.
6.
Selain gejala yang bersifat umum dapat juga dijumpai gejala yang bersifat khusus yaitu
benjolan di tulang belakang (gibbus), pembengkakan sendi (sendi panggul, sendi lutut,
sendi ruas jari), kejang dan penurunan kesadaran (TB selaput otak), jantung bengkak
ataupun perut yang membesar. Namun sayangnya tidak ada satupun gejala diatas yang
spesifik sebagai gejala TB, karena penyakit kronik lainnya juga dapat memiliki gejala
seperti itu. Oleh karena itu jika buah hati anda menunjukkan gejala seperti tersebut di
atas segeralah bawa mereka untuk konsultasi ke dokter. Sebelum seorang anak divonis
menderita TB maka selain mempertimbangkan gejala klinis yang muncul perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan penunjang. Berbeda dengan TB pada dewasa dimana
pemeriksaan kuman pada dahak merupakan pemeriksaan utama, pada anak
pemeriksaan uji tuberkulin atau tes Mantoux merupakan pemeriksaan yang utama. Tes
Mantoux merupakan pemeriksaan dengan cara menyuntikkan larutan tuberkulin (protein
kuman TB) di bawah kulit (intrakutan). Hasil tes dapat dibaca antara 48-72 jam, jika
timbul benjolan pada bekas suntikan dengan ukuran 10 mm maka dikatakan hasil
tes positif. Hasil tes Mantoux positif menunjukkan reaksi tubuh terhadap protein kuman,
artinya tubuh pasien pasti pernah terinfeksi sebelumnya dengan kuman TB. Dengan
demikian sebelum seorang anak dikatakan menderita sakit TB seharusnya kita lakukan
dulu pemeriksaan yang membuktikan bahwa anak tersebut telah terinfeksi TB (dengan
tes Mantoux), karena tidak mungkin seseorang dapat menjadi sakit tanpa terjadi infeksi
sebelumnya. Pemeriksaan lain yang dapat membantu diagnosis TB adalah pemeriksaan
Rontgen dada, pemeriksaan ini dapat memperkuat dugaan ke arah tuberkulosis tetapi
tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya pemeriksaan untuk menentukan diagnosis
tuberkulosis. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bila di rumah ada seorang
penderita TB dewasa, selain mengobatinya kita juga harus memeriksakan anak-anak
yang tinggal satu rumah dengannya karena anak merupakan kelompok umur yang
rentan (terutama jika dibawah lima tahun). Sebaliknya jika kita dapatkan seorang anak
menderita TB kita harus mencari sumber penularan di sekitarnya. Sumber penularan TB
harus dicurigai pada seorang dewasa dengan batuk lama (>3 minggu), batuk darah,
penurunan berat badan yang mencolok, pada kondisi demikian orang dewasa tersebut
sebaiknya diminta untuk memeriksakan dahaknya untuk diperiksa kuman TB nya.
Dengan pendekatan seperti ini diharapkan kita dapat mengobati TB dengan
menyeluruh.
Penyakit TB dapat disembuhkan, namun memang membutuhkan waktu yang cukup
lama. Lama pengobatan tergantung berat ringannya penyakit berkisar antara 6-12
bulan. Agar penyakit dapat sembuh secara tuntas, anak harus minum obat secara
teratur setiap hari. Obat sebaiknya diminum saat perut kosong agar penyerapan obat
baik. Berikan jeda kurang lebih satu jam setelah minum obat bila hendak makan.
Pengobatan TB diberikan dalam bentuk kombinasi 3-4 macam obat, hal ini dilakukan
untuk mengeradikasi kuman semaksimal mungkin dan mencegah timbulnya kuman
yang kebal terhadap obat. Pemberian obat dapat diberikan dalam bentuk kombinasi
beberapa obat tunggal atau untuk mempermudah pemberian dapat diberikan dalam
bentuk kombinasi dosis tetap. Obat kombinasi dosis tetap (KDT) adalah obat yang
berbentuk satu tablet namun mengandung 3-4 macam obat. Obat dalam bentuk ini
diberikan dengan cara dilarutkan dalam air (dispersible) atau dikunyah. Selain minum
obat secara teratur perlu diperhatikan juga faktor nutrisi yang cukup dan seimbang,
lingkungan rumah yang bersih dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik dan
imunisasi BCG saat bayi.
Keberhasilan pengobatan TB dapat diamati dengan memonitor perbaikan gejala
penyakitnya seperti peningkatan berat badan, demam menghilang, batuk menghilang,
pembesaran kelenjar getah bening mengecil dan gejala lainnya menghilang. Umumnya
perbaikan nyata terjadi pada 2 bulan pertama pengobatan. Bila respon pengobatan baik
maka kita akan semakin yakin bahwa anak tersebut benar menderita TB. Namun jika
tidak ada perbaikan yang nyata setelah 2 bulan pengobatan, perlu dilakukan evaluasi
lebih lanjut apakah anak bukan TB atau TB dengan kebal obat. Dalam evaluasi respon
terapi, bila saat awal pengobatan tes Mantoux positif maka pada akhir pengobatan tidak
perlu diulang kembali. Rontgen dada ulangan tidak selalu dikerjakan tergantung indikasi,
misalnya kasus dengan kelainan paru cukup luas sebelumnya.
Dengan memperhatikan berbagai gejala yang mungkin timbul dan faktor-faktor penting
yang berperan dalam penularan TB diharapkan sebagai orangtua dapat mendeteksi dini
kemungkinan anaknya sakit TB dan segera membawanya untuk konsultasi ke dokter.
Namun perlu juga diperhatikan agar tidak terjadi TB mania, orangtua tidak perlu khawatir
berlebihan terhadap gejala yang timbul sebelum pemeriksaan yang membuktikan
adanya infeksi TB yaitu uji Mantoux membuktikannya. Dengan demikian diagnosis TB
secara ringkas, hal- hal yang penting untuk pengenalan dan tatalaksana
awal kasus TB dengan gejala klinis yang berat pada anak. Pelayanan
kesehatan sekunder wajib mencatat kasus TB dengan gejala klinis yang
berat ini sesuai dengan Program Nasional Pengendalian TB
1. TB dengan konfirmasi bakteriologis
Pada anak kuman TB sangat sulit ditemukan disamping karena sulitnya
mendapatkan spesimen pemeriksaan, TB anak bersifat paucibacillary
(kuman sedikit). Sehingga tidak ditemukannya kuman TB pada
pemeriksaan dahak tidak menyingkirkan diagnosis TB anak. TB dengan
konfirmasi bakteriologis terdiri dari hasil positif baik dengan
pemeriksaan BTA, biakan maupun tes cepat.
TB anak yang sudah mengalami perjalanan penyakit post primer, dapat
ditemukan hasil BTA positif pada pemeriksaan dahak, sama dengan
pada dewasa. Hal ini biasa terjadi pada anak usia remaja awal. Anak
dengan BTA positif ini memiliki potensi untuk menularkan kuman M
tuberculosis kepada orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu pada anak
terutama dengan gejala utama batuk dan dapat mengeluarkan dahak
sangat dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis.
Selain itu apabila memungkinkan, spesimen untuk pemeriksaan
laboratorium dapat diperoleh melalui aspirasi dahak, bilasan lambung
atau induksi sputum,
Berdasarkan data Program TB Kementerian Kesehatan pada tahun 2011,
prosentase kasus TB BTA positif pada anak 0-14 tahun adalah 6,3 %
dari seluruh kasus TB anak, angka ini meningkat dari tahun 2010 yaitu
sebesar 5,3%.18
2. Tuberkulosis Meningitis
Tuberkulosis meningitis, merupakan salah satu bentuk TB pada Sistem
Saraf Pusat yang sering ditemukan pada anak, dan merupakan TB
dengan gejala klinis berat yang dapat mengancam nyawa, atau
meninggalkan gejala sisa pada anak.
Anak biasanya datang dengan keluhan awal demam lama, sakit kepala,
diikuti kejang berulang dan kesadaran menurun khususnya jika
terdapat bukti bahwa anak telah kontak dengan pasien TB dewasa BTA
positif. Apabila ditemukan gejala-gejala tersebut, harus segera dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan. Pada keadaan ini, diagnosis
dengan sistem skoring tidak direkomendasikan.
Di rumah sakit rujukan, akan dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
dilengkapi dengan uji tuberkulin, laboratorium darah serta
pengambilan cairan serebrospinal untuk dianalisis. Apabila didapatkan
tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti muntah-muntah dan
edema papil, perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI,
untuk mencari kemungkinan komplikasi seperti hidrosefalus. Apabila
keadaan anak dengan TB meningitis sudah melewati masa kritis, maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan dan dipantau di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
3. TB Milier
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB dengan gejala klinis
berat dan merupakan 37% dari seluruh kasus TB, dengan angka
kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). TB milier
terjadi oleh karena adanya penyebaran secara hematogen dan
diseminata, bisa ke seluruh organ, tetapi gambaran milier hanya dapat
dilihat secara kasat mata pada foto torak. Terjadinya TB milier
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu
1. kuman M. tuberculosis (jumlah dan virulensi),
2. status imunologis pasien (nonspesifik dan spesifik), seperti infeksi
HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal
ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama
3. faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan
yang padat, polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat bius,
serta sosioekonomi). 19
Gejala dan tanda awal TB milier sama dengan TB lainnya, dapat disertai
sesak nafas, ronki dan mengi. Dalam keadaan lanjut bisa juga terjadi
hipoksia, pneumotoraks, dan atau pneumomediastinum, sampai
gangguan fungsi organ, serta syok.
Lesi milier dapat terlihat pada foto toraks dalam waktu 23 minggu
setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat
khas, yaitu berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata di
seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang
hampir seragam (13 mm).
Jika dokter dan petugas di fasyankes primer menemukan kasus dengan
klinis diduga TB milier, maka wajib dirujuk ke RS rujukan. Diagnosis
ditegakkan melalui rewayat kontak dengan pasien TB BTA positif,
gejala klinis dan radiologis yang khas. Selain itu perlu dilakukan
pemeriksaan pungsi lumbal walaupun belum timbul kejang atau
penurunan kesadaran.
Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB milier biasanya berjalan
lambat. Respon keberhasilan terapi antara lain adalah menghilangnya
demam setelah 23 minggu pengobatan, peningkatan nafsu makan,
perbaikan kualitas hidup sehari-hari, dan peningkatan berat badan.
Gambaran milier pada foto toraks berangsur-angsur menghilang dalam
510 minggu, tetapi mungkin juga belum ada perbaikan sampai
beberapa bulan. Pasien yang sudah dipulangkan dari RS dapat
melanjutkan pengobatan di fasyankes primer.
4. Tuberkulosis Tulang/ Sendi
Tuberkulosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi TB
ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi. Insidens TB sendi
berkisar 17% dari seluruh TB. Tulang yang sering terkena adalah:
tulang belakang (spondilitis TB), sendi panggul (koksitis), dan sendi
lutut (gonitis).
Gejala dan tanda spesifik spesifik berupa bengkak, kaku, kemerahan, dan
nyeri pada pergerakan dan sering ditemukan setelah trauma. Bisa
ditemukan gibbus yaitu benjolan pada tulang belakang yang umumnya
seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan.
Warna benjolan sama dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan, dan
menimbulkan abses dingin. Kelainan neurologis terjadi pada keadaan
spondilitis yang lanjut, membutuhkan operasi bedah sebagai
tatalaksananya20
Kelainan pada sendi panggul dapat dicurigai jika pasien berjalan pincang
dan kesulitan berdiri. Pada pemeriksaan terdapat pembengkakan di
daerah lutut, anak sulit berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang
ditemukan atrofi otot paha dan betis.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah foto radiologi, CT scan
dan MRI. Prognosis TB tulang atau sendi sangat bergantung pada
derajat kerusakan sendi atau tulangnya. Pada kelainan minimal
umumnya dapat kembali normal, tetapi pada kelainan yang sudah
lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu
mobilitas pasien.
5. Tuberkulosis Kelenjar
Infeksi TB pada kelenjar limfe superfisial, yang disebut dengan skrofula,
merupakan bentuk TB ekstrapulmonal pada anak yang paling sering
terjadi, dan terbanyak pada kelenjar limfe leher. Kebanyakan kasus
timbul 69 bulan setelah infeksi awal M. tuberculosis, tetapi beberapa
kasus dapat timbul bertahun-tahun kemudian. Lokasi pembesaran
kelenjar limfe yang sering adalah di servikal anterior, submandibula,
supraklavikula, kelenjar limfe inguinal, epitroklear, atau daerah aksila.
Kelenjar limfe biasanya membesar perlahan-lahan pada stadium awal
penyakit. Pembesaran kelenjar limfe bersifat kenyal, tidak keras,
discrete, dan tidak nyeri. Pada perabaan, kelenjar sering terfiksasi pada
jaringan di bawah atau di atasnya. Limfadenitis ini paling sering terjadi
unilateral, tetapi infeksi bilateral dapat terjadi karena pembuluh
limfatik di daerah dada dan leher-bawah saling bersilangan. Uji
tuberkulin biasanya menunjukkan hasil positif, Gambaran foto toraks
terlihat normal.
Diagnosis definitif memerlukan pemeriksaan histologis dan bakteriologis
yang diperoleh melalui biopsi, yang dapat dilakukan di fasilitas rujukan.
6. Tuberkulosis Pleura
Efusi pleura adalah penumpukan abnormal cairan dalam rongga pleura.
Salah satu etiologi yang perlu dipikirkan bila menjumpai kasus efusi
pleura di Indonesia adalah TB. Efusi pleura TB bisa ditemukan dalam 2
bentuk, yaitu (1) cairan serosa, bentuk ini yang paling banyak dijumpai
; (2) empiema TB, yang merupakan efusi pleura TB primer yang gagal
mengalami resolusi dan berlanjut ke proses supuratif kronik.
Gejala dan tanda awal meliputi demam akut yang disertai batuk 21