You are on page 1of 4

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KLIJAGA

YOGYAKARTA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA

Nama : Khairul amin


NIM : 08720044
Prodi : Sosiologi

TUGAS KEPEMIMPINAN

PEREMPUAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

Kontroversi seputar boleh tidaknya seorang perempuan menjadi Presiden seakan


tak ada habisnya. Tapi sekarang fokusnya tidak seperti beberapa waktu menjelang pemilu
dan beberapa saat sebelum Sidang Umum MPR tahun 1999 lalu yang diwarnai oleh
penolakan keras khususnya dari kalangan parpol-parpol Islam tentang kemungkinan
wanita menjadi Presiden. Kini parpol-parpol Islam itu telah “merevisi” pendapatnya.
Melalui berbagai rekayasa konstruktif, mereka mencoba mengesahkan kepemimpinan
perempuan. dalam konteks negara.
Kepemimpinan perempuan dalam islam akhir-akhir ini masih sangat
kontrofersial, bagaimana tidak ? karena hingga saat ini masih banyak yang menentang
perempuan untuk menjadi seorang pemimpin, walaupun pada kenyataannya ada juga
yang menyetujui perempuan sebagai pemimpin sebagaimana terjadi di indonesia yang
telah dipimpin oleh presiden perempuan. dinamika yang terjadi ini paling tidak
dipengaruhi oleh Perubahan lingkungan dan pergeseran budaya. Pada umumnya
pemimpin perempuan cenderung diberikan porsi pada organisasi perempuan dan sosial.
Namun dengan adanya globalisasi telah merubah paradigma kepemimpinan ke arah
pertimbangan core competence yang dapat berdaya saing di pasar global. Oleh sebab itu
banyak organisasi berkaliber dunia yang memberikan kesempatan bagi perempuan yang
mampu dan memenuhi persyaratan kepemimpinan sesuai situasi dan kondisi sekarang ini.
Hambatan bagi kepemimpinan perempuan lebih banyak akibat adanya stereotipe
negatif tentang kepemimpinan perempuan serta dari mental (perempuan) yang
bersangkutan. Stereotipe-stereotipe tersebut muncul sebagai akibat dari pemikiran
individu dan kolektif yang berasal dari latar belakang sosial budaya dan karakteristik
pemahaman masyarakat terhadap gender serta tingkat pembangunan suatu negara atau
wilayah. Dari hasil temuan, ternyata tidak ditemukan adanya perbedaan antara gaya
kepemimpinan perempuan dengan laki-laki, walaupun ada sedikit perbedaan potensi
kepemimpinan perempuan dan laki-laki, di mana keunggulan dan kelemahan potensi
kepemimpinan perempuan dan laki-laki merupakan hal yang saling mengisi. Begitu juga
dengan karakteristik kepemimpinan perempuan dan laki-laki dapat disinergikan menjadi
kekuatan yang harmonis bagi organisasi yang bersangkutan.
Jika kita melihat dalam konteks kepemimpinan yang ada dalam islam, maka akan
kita temukan pendapat-pendapat para ulama yang melarang wanita untuk menjadi
pemimpin sebagaimana yang ditafsirkan dari al quran dan juga hadist-hadist Rasulullah
SAW. Menarik pula jika kita telusuri pemahaman islam yang sebenarnya tentang wanita,
Dengan melakukan kajian komprehensif (istiqra`) terhadap nash-nash syara’ yang
berhubungan hak dan kewajiban yang diberikan Islam kepada laki-laki dan perempuan,
akan didapatkan kesimpulan berikut. Bahwa Islam telah memberikan hak kepada
perempuan seperti yang diberikan Islam kepada laki-laki, demikian pula Islam telah
memikulkan kewajiban kepada perempuan seperti yang dipikulkan Islam kepada laki-
laki, kecuali hak atau kewajiban yang dikhususkan Islam untuk perempuan, atau yang
dikhususkan Islam untuk laki-laki, berdasarkan dalil-dalil syar’i. adapun penghususan
dalam hal ini ialah kewajiban seorang perempuan tuk mengurus anak dan lain
sebagainya, lain halnya dengan laki-laki yang berkewajiban untuk menfkahi istri dan
anak-anaknya, bahkan dalam sebuah hadist, rasulullah menyatakan bahwa setiap manusia
adalah pemimpin, seorang ayah adalah pemmimpin untuk kelusrgsnys, seorsng ibu
adalah pemimpin bagi anak-anaknya dan seterusnya. dengan kaya lain bahwa konsep
kepemimpinan wanita dalam hal ini hanya dalam keluarga untuk anak-anak mereka dan
untuk mencetak generasi-generasi yang mapan.
Seorang penulis wanita terkenal yang berkebangsaan Inggris, Aniel Roward,
menyatatakan bahwa lebih baik untuk seorang wanita itu mengurus rumah tangga mereka
dari pada bekerja, hal itu untuk menjaga kehormatannya. Namun banyak juga para
pemikir-pemikir barat yang mengeluhkan keadaan wanita yang mereka anggap
termarjinalkan dan tak bedanya dengan seorang pembantu sehinga muncul gerakan-
gerakan yang kita kenal dengan feminisme yang menuntut persamaan gender.
Pada dasarnya islam tidak mengizinkan perempuan menjadi seorang pemimpin
jika masih ada laki-laki yang mampu. namun pada kenyataannya di Indonesia yang saya
kira yelajh banyak terjadi penyimpanagan yang dilakuakan oleh elit-elit politik demi
kekuasaan. saya katakana demikian karena fanomena yang muncul pada pemilu tahun
1999 setelah Gusdur lengser pada tahun 2001 yang kemudian Megawati naik menjadi
Presiden,. Dalam fanomena itu dapat kita lihat dimana para eleit-elit islam yang
sebelumnya sangat menentang kepemimpinan perempuan dan para ulama-ulama
Indonesia yang kemudian menjadi para pendukung megawati, padahal mereka
sebelumnya sangat menentang pemimpin seorang perempuan. dalam hal ini sangat
nampak adanya rekayasa konstruktif untuk melegitimasi kepemimpinan perempuan yang
dilakukan oleh orang-orang tekemuka bangsa ini, misalnya dalam seminar sehari yang
diselenggarakan di komisi VII DPR pada tanggal 4/7/2001. Seminar yang menghadirkan
Nazaruddin Umar dan KH. Husein Mohamad itu bertujuan memberikan legitimasi
syari’ah terhadap keabsahan kepemimpinan wanita dalam konteks negara. Meskipun
demikian, seminar itu lebih tepat disebut sebagai rekayasa untuk mencairkan hambatan-
hambatan teologis yang kerap kali berujung pada pemerkosaan nash-nash agama dengan
kepentingan-kepentingan politik.
Sebenarnya jika kita lihat islam yang seharusnya maka pemimpin seorang wanita
tidak seharusnya muncul karena telah jelas dari nash-nas yang ada dan juga sebagaimna
yang telah dicintihkan oleh Rasulullah SAW, namun yang kita jumpai sekarang ini
bukanlah islam yang normative tetapi adalah islam kenyataannya pada saat ini yang
bersifat kontempporer atau kekinian yang tidak terlepas dari kultur dan produk sejarah
serta pemahaman-pemahaman yang bisa dikatakan “liar “, begitu pula adanya pada
kepemimpinan perempuan yang juga di pengaruhi gerakan feminisme di prancis yang
menuntut persamaan Gender.
Referensi
Sabili, Ediai No. 4 TH XII September 2004/25 Rajab 1425
Sabili, Edisi No. 20 TH XI 32 April 2004/3 rabi’ul Awwal 1425
Swaraquran, Edisi No 8 Tahun ke-5/ Muharram 1427 H/ Februari 2006

You might also like