You are on page 1of 2

Jangan Biarkan Amalan

Berlalu Sia-Sia

Salah satu tujuan utama dalam beramal


adalah mendapat pahala dari Allah ta’alla,
lantas bagaimana jika amalan yang sangat
diharapkan sebagai tabungan diakherat
ternyata ‘kopong’ alias sia-sia dan tak
tertulis sabagai amalan?

Bagaimana mungkin amalan akan diterima tatkala kita tidak mengetahui cara agar
amalan bisa diterima dan mendapat ridho dari Allah? Apalagi jika barometer kesuksesan
dalam beramal tatkala mendapat pujian belaka. Tak dapat diragukan lagi walaupun lisan
ini mengatakan ‘Aku ikhlas’ namun ikhlas tak semudah hanya ucapan saja dan malahan
perlu dicek lagi arti keikhlasannya. Baiklah marilah kita berusaha mengetahui kaidah-
kaidah dalam beramal agar amalan kita tidak sia-sia. Dan ingatlah tak ada satu detik
waktupun menjadi sia-sia dan berakhir penyesalan jika segera diikuti dengan taubat dan
membenahi cara beramal dengan benar.

Amalan tidak lepas dari 2 hal yaitu ikhlas dan ittiba’.

1. Ikhlas adalah niat dalam beramal, dan ikhlas merupakan ruh bagi amalan.
Dalilnya,

“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan niat dan sesungguhnya setiap


orang itu mendapatkan balasan sesuai dengan yang diniatkannya.”
(Muttafaqun’alaihi)

2. Yang kedua adalah ittiba’. Iittiba’ adalah amalan hendaknya dilakukan sesuai
dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ittiba’ ini
laksana jiwa bagi amalan. Allah ta’ala berfirman,

“Kataknlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Qs. Ali Imran:31)

Kedua syarat tersebut jangan sampai tercecer, karena jika salah satu syarat hilang maka
ia tidak benar (bukan amal shalih) dan tidak akan diterima di sisi Allah, diantara dalil
yang memperkuat pernyataan tersebut,
“…Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadah kepada Rabb-nya.” (Qs. AL Kahfi: 110)
Tidak Ikhlas Namun Ittiba’

Misalnya, melakukan shalat sesuai dengan rukun-rukun shalat yang telah dicontohkan
Rasulullah, namun ditengah perjalanan shalat tersebut, ada orang yang melihat dan hati
timbul rasa ingin memperbagus gerakan, memperlama waktu shalat, dll. Nah inilah perlu
dipertanyakan keikhlasan shalatnya. Apakah shalat hanya mengharap wajah Allah
ataukah disertai pula mengharap pujian orang lain?

Ikhlas Namun Tidak Ittiba’


Misalnya, mencari berkah dikuburan, mengkhususkan membaca surat yasin selama 7
hari setelah kematian. Mungkin mereka ikhlas melakukannya, namun sayangnya tidak
ada contoh dari Rasulullah dan perbuatan tersebut bisa dikatakan bid’ah.

Pada artikel ini penulis akan lebih memperinci mengenai syarat yang pertama yaitu
berkaitan dengan keikhlasan. Hendaknya dalam beramal selain mengetahui syarat-
syarat beramal juga mengetahui bagaimana caranya agar dapat mewujudkan syarat-
syarat tersebut dengan mudah.

Untuk mewujudkan keikhlasan dalam beramal ada beberapa cara :

1. Do’a.
2. Menyembunyikan amal.
3. Memperhatikan amalan mereka yang lebih baik.
4. Memandang remeh apa yang telah diamalkan.
5. Khawatir kalau-kalau amalnya tidak diterima.
6. Tidak terpengaruh dengan ucapan orang.
7. Senantiasa ingat bahwa surga dan neraka bukan milik manusia.
8. Ingatlah bahwa Anda akan berada dalam kubur sendirian.

You might also like