You are on page 1of 2

Semenjak 1 Januari 2010 perjanjian ACFTA atau Asean-China Free Trade Area,

mulai diberlakukan di Indonesia dan juga Negara-negara lain di ASEAN, dengan


ditandatanganinya Perjanjian ACFTA ini, maka segala bentuk biaya Bea masuk antara
China dan Negara-negara Asean ditiadakan, namun cakupan bilateral EHP masing-masing
negara ASEAN dan China berbeda-beda, sehingga dalam implementasi konsesi penurunan
tarif bea masuk ke China untuk EHP akan berbeda antara Indonesia dengan negara ASEAN
lainnya. Cakupan produk untuk Normal Track pada tahun 2010 secara umum tarif bea
masuk ke China akan menjadi 0 %. Namun karena masing-masing negara ASEAN
menyusun cakupan produknya berbeda, sebagaimana ditunjukkan dalam penyusunan daftar
produk dalam Normal Track 1 dan dalam Normal Track 2. Penghapusan tarif bea masuk
untuk produk-produk dalam Normal Track 2 akan terjadi pada tahun 2012. Akar-akar
ACFTA sebenarnya sudah mulai tumbuh semenjak Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of
China ditandatangani pada tanggal 4 November 2004. Perjanjian ini dan perjanjian
setelahnya merupakan landasan dirumuskannya ACFTA dan baru berlaku pada tahun 2010
ini, namun pembebasan biaya bea masuk tersebut dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
Tahap I : Early Harvest Program (EHP)
Tahap II : Normal Track I dan II
Tahap III : Sensitive / Highly Sensitive List

Jadi anggapan bahwa seluruh benda dibebas biayakan bea masuk pada 2010,
perkiraanya bahwa terlaksananya tahap III adalah pada tahun 2012.

Selama itu pula dampak ACFTA menggempur bumi pertiwi, bagaimana dengan kondisi
para akuntan? Bila kita hanya melihat sekilas dan memahaminya sekilas saja, ACFTA hanya
berdampak pada pihak pedagang local maupun internasional, namun bila dilihat dengan
seksama, kita dapat melihat hubungannya dengan para kaum akuntan, yaitu dengan
dirangsangnya kegiatan ekspor-impor melalui ACFTA, para akuntan banyak dibutuhkan
tenaganya, ini artinya banyak lapangan pekerjaan bagi para akuntan terbuka lebar. Selain itu,
kegiatan impor-ekspor pasti akan semakin menggila, dan sudah menjadi tugas akuntan untuk
menanganinya, dan dampak bagi mereka adalah banyaknya pekerjaan antar negara yang harus
dibukukan, ACFTA yang berhubungan langsung dengan negara yang memiliki cadangan devisa
terbesar di dunia (RRC) banyak yang mengkhawatirkan bahwasanya hal ini dapat menjadikan
sector UKKM (unit kerja kecil dan menengah) yang ada di Indonesia, karena produk-produk
china yang sangat luas cakupannya dan ragamnya, namun hal ini tidak selalu menjadi bencana
apabila kita dapat melihat dari sudut positifnya, ACFTA bukannya merugikan dan banyak yang
mengiranya sebagai pisau bermata dua, namun setidak-tidaknya pisau bermata dua masih
memiliki mata pisau yang menghunus kedepan bukan? Masih banyak peluang-peluang yag
ditawarkan oleh perjanjian ACFTA yaitu :

• Terbukanya peluang masuknya produk Indonesia ke China dengan tingkat tarif relatif rendah
dengan jumlah penduduk china yang besar dan rata-rata bersikap konsumtif
• Meningkatnya kerjasama antara kedua pelaku bisnis di kedua negara melalui pembentukan
“alliansi strategis” dan memperbaiki prospek perusahaan
• Meningkatnya kepastian bagi produk unggulan Indonesia dalam memanfaatkan peluang
pasar China yang merupakan pasar paling aktif di dunia.

Namun dalam mewujudkan peluang-peluang diatas, Indonesia harus bisa meningkatkan


produktifitas serta menciptakan iklim usaha yang kondusif. Namun semua perwujudan itu perlu
didukung oleh semua pihak para pelaku pasar di Indoneisa ini, tidak terkecuali para akuntan
yang memegang peranan pernting dalam perusahaan untuk sebagai bahan pijakan untuk
mengambil kebijakan dan keputusan, kerja akuntan sanagt penting dalam membawa perusahaan
untuk bisa menciptakan keputusan dan kebijakan yang membawa perusahaan itu dalam
memanfatakan perjanjian ACFTA ini.

You might also like