Professional Documents
Culture Documents
Ilmu Ekonomi
Pendahuluan
1
ngukuran empiris. Metode survai ini merupakan aliran positivisme yang menga-
baikan fakta-fakta selain fakta empirik sensual, sehingga peneliti cenderung gagal
dalam memahami fenomena sosial karena empirisitas yang mereka anut tanpa
mengindahkan makna di balik fenomena sosial tersebut.
2
Pada dasarnya Grounded Theory dapat diterapkan pada berbagai disiplin
ilmu-ilmu sosial, termasuk di dalamnya adalah ilmu ekonomi. Namun demikian
seorang peneliti tidak perlu ahli dalam bidang ilmu yang sedang ditelitinya. Hal
yang lebih penting adalah bahwa dari awal peneliti telah memiliki pengetahuan
dasar dalam bidang ilmu yang ditelitinya, supaya ia paham jenis dan format data
yang dikumpulkannya.
Bertolak dari dasar asumsi dan kemungkinan yang diutarakan di atas, ru-
musan masalah dalam Grounded Theory disusun secara bertahap. Pada tahap
awal –sebelum pengumpulan data, dikemukakan rumusan masalah yang bersifat
3
luas (tetapi tidak terlalu terbuka), yang kemudian nanti –setelah data yang
bersifat umum dikumpulkan—rumusan masalahnya semakin dipersempit dan
lebih difokuskan sesuai dengan sifat data yang dikumpulkan. Intinya adalah,
bahwa rumusan masalah dalam Grounded Theory disusun lebih dari satu kali.
Rumusan masalah yang diajukan pada tahap pertama dimaksudkan sebagai
panduan dalam mengumpulkan data, sedangkan rumusan masalah yang diajukan
pada tahap berikutnya dimaksudkan sebagai panduan untuk menyusun teori.
Perumusan masalah yang disebut terakhir ini inheren dengan perumusan
hipotesis penelitian.
Seperti lazimnya pada setiap penelitian, rumusan masalah yang disusun pa-
da tahap awal adalah yang memiliki substansi yang jelas serta diformulasikan
dalam bentuk pertanyaan. Ciri rumusan masalah yang disarankan dalam Ground-
ed Theory adalah; (a) berorientasi pada pengidentifikasian fenomena yang
diteliti; (b) mengungkap secara tegas tentang obyek (formal dan material) yang
akan diteliti, serta (c) berorientasi pada proses dan tindakan.
4
Sebagaimana penelitian kualitatif pada umumnya, pendekatan Grounded
Theory sama sekali tidak bermaksud untuk menguji teori, dan bahkan tidak ber-
tolak dari variabel-variabel yang direduksi dari suatu teori. Sungguh tidak relevan
jika penelitian dengan Grounded Theory dimulai dengan teori atau variabel yang
telah ada, karena akan menghambat pengembangan rumusan teori baru. Oleh
sebab itu, penelitian Grounded Theory tidak perlu terlalu terpangaruh oleh litera-
tur karena akan menutupi kreativitas dalam mengumpul, memahami dan menga-
nalisis data. Inilah yang dimaksudkan dalam pendekatan Grounded Theory,
bahwa sesungguhnya peneliti belum memiliki pengetahuan tentang obyek yang
diteliti, termasuk jenis data dan kategori-kategori yang mungkin ditemukan.
Dalam pendekatan Grounded Theory, teori yang sudah ada harus diletak-
kan sesuai dengan maksud penelitian yang dikerjakan:
5
Penelitian yang bermaksud menemukan teori;
a. Jika penelitian bermaksud untuk memperluas teori yang telah ada, maka
penelitian dapat dimulai dari teori tersebut dengan merujuk kerangka
umum teori itu. Dengan kata lain, kerangka teoritik yang sudah ada bisa
digunakan untuk menginterpretasi dan mendekati data. Namun demi-
kian, penelitian yang sekarang harus dikembangkan secara tersendiri dan
terlepas dari teori sebelumnya. Dengan demikian, penelitian dapat de-
ngan bebas memilih data yang dikumpulkan, sehingga memungkinkan
teori awalnya dapat diubah, ditambah, atau dimodifikasi.
b. Jika penelitian sekarang bertolak dari teori yang sudah ada, maka ia dapat
dimanfaatkan untuk menyusun sejumlah pertanyaan atau menjadi pedo-
man dalam pengamatan /wawancara untuk mengumpul data awal.
6
c. Jika temuan penelitian sekarang berbeda dari teori yang sudah ada, maka
peneliti dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa temuannya berbeda
dengan teori yang ada.
7
Pelabelan fenomena
Pada hakikatnya, setiap fenomena yang sudah diberi label adalah unit-unit
data yang masih berserakan. Kapasitas intelektual manusia tidak cukup kuat
untuk sekaligus memproses dan menganalisis informasi yang jumlahnya besar
seperti itu. Untuk menyederhanakan data tersebut perlu dipisahkan ke dalam
beberapa kelompok. Penyederhanaan data itu pada umumnya dilakukan dengan
cara mereduksi data sehingga menjadi lebih ringkas dan padat, kemudian
membagi-baginya ke dalam kelompok-kelompok tertentu (kategorisasi) sesuai
sifat dan substansinya. Proses kategorisasi ini pada dasarnya tergantung pada
tujuan penelitian yang sudah ditetapkan pada rancangan penelitian.
8
Jika dalam pelabelan fenomena dilakukan proses konseptualisasi, maka da-
lam pemberian nama kategori dilakukan proses abstraksi. Kegiatan ini berkaitan
dengan logika induktif, di mana sejumlah unit data yang sama atau memiliki
keserupaan dikelompokkan dalam satu kategori kemudian diberi nama yang
lebih abstrak. Kambing, lembu, dan kerbau, misalnya, adalah konsep-konsep
yang memiliki keserupaan dan dapat dikelompokkan jadi satu kategori dengan
nama binatang menyusui (mamalia). Contoh lain, jika anda melihat anak-anak
sedang bermain, lalu ada yang "merebut" mainan, "menyembunyikan mainan",
"menjauhi teman", "menangis", maka semua konsep perilaku itu dapat dijadikan
satu kategori, yaitu sebagai "strategi untuk menghindari pinjaman atas mainan
miliknya". Intinya adalah memadukan konsep-konsep –yang menurut tujuan pe-
nelitian anda memiliki keserupaan—menjadi satu kategori dan kemudian mem-
beri label (nama) yang lebih abstrak yang mencakup semua konsep tersebut.
Penyusunan Kategori
Dasar untuk penyusunan kategori adalah sifat dan ukurannya. Yang dimak-
sud dengan sifat di sini adalah karakteristik atau atribut suatu kategori (yang
berfungsi sebagai ranah ukuran, dimensional range), sedangkan ukuran adalah
posisi dari sifat dalam suatu kontinium. Lambang-lambang Partai Golkar dalam
suatu kampanye, misalnya, berupa kaos, jaket, topi, bendera, spanduk, umbul-
umbul, dan sebagainya, semua dikategorikan dengan "warna kuning". "Warna
9
kuning" (kategori) dari lambang-lambang yang tampak itu sesungguhnya tidak
persis sama, di sana ada perbedaan baik dari segi intensitas coraknya, maupun
kecerahannya. Intensitas corak dan kecerahan itulah sifat dari "warna kuning"
tersebut. Masing-masing sifat itu memiliki dimensi yang dapat diukur. Setiap
dimensinya dapat ditempatkan pada posisi tertentu dalam garis kontinium.
Intensitas corak warna itu, misalnya, dapat diberi ukuran mulai dari yang "kuning
tebal" (orange) sampai pada "kuning tipis" (keputih-putihan). Demikian sete-
rusnya, setiap kategori data bisa ditempatkan di mana saja di sepanjang kontinua
dimensional secara bervariasi. Akibatnya, setiap kategori memiiki profil
dimensional yang terpisah. Beberapa profil itu dapat dikelompokkan sehingga
membentuk suatu pola. Profil dimensional ini menggambarkan sifat khusus dari
suatu fenomena dalam kondisi-kondisi yang ada.
Hal penting yang perlu dipahami adalah penentuan sifat umum dari suatu
fenomena atau kategori. Sifat umum dari setiap kategori fenomena tentu tidak
sama. Sifat umum dari warna, adalah intensisitas corak dan kecerahan,
sedangkan sifat umum dari perilaku adalah frekuensi, intensitas, durasi, dan
seterusnya.
10
"termasuk jenis kategori apa data ini"? Model paradigma inilah yang menjadi
dasar untuk menemukan hubungan antar kategori atau antar subkategori.
11
Ada beberapa tahapan kerja yang disarankan dalam proses pengkodean
terpilih ini:
12
Analisis Proses
13
perlu diingat di sini ialah bahwa kesemua unsur paradigma Grounded Theory ha-
rus berperan dalam menjelaskan rentang waktu dan variasinya, di mana keter-
kaitan atau hubungan-hubungan antar unsur tetap dapat dieksplisitkan.
14
Dalam Grounded Theory, masalah sampel penelitian tidak didasarkan pada
jumlah populasi, melainkan pada keterwakilan konsep dalam beragam
bentuknya. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara penyampelan
teoritik. Penyampelan teoritik adalah pengambilan sampel berdasarkan konsep-
konsep yang terbukti berhubungan secara teoritik dengan teori yang sedang
disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel peristiwa/fenomena yang
menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang secara langsung menjawab
masalah penelitian. Sebagai contoh, jika peneliti sedang meneliti "warna kuning"
yang di dimensinya terdiri atas "intensitas corak" dan "kecerahan", maka peneliti
memutuskan untuk mendalami "intensitas corak" saja (tidak lagi membahas
tentang 'kecerahan"), berarti ia sudah melakukan penyampelan. Penegasan ini
memberi makna, bahwa pada dasarnya yang di sampel itu bukan obyek formal
penelitian (orang atau benda-benda), melainkan obyek material yang berupa
fenomena-fenomena yang sudah dikonsepkan. Namun demikian, karena feno-
mena itu melekat dengan subyek (orang atau benda), maka dengan sendirinya
obyek formal juga ikut di sampel dalam peroses pengumpulan atau penggalian
fenomena.
15
Sesuai dengan tahap pengkodean dan analisis data, penyampelan dalam
Grounded Theory diarahkan dengan logika dan tujuan dari tiga jenis dasar prose-
dur pengkodean. Ada tiga pola penyampelan teoritik, yang sekaligus menandai
tiga tahapan kegiatan pengumpulan data; (a) penyampelan terbuka, (b) penyam-
pelan relasional dan variasional, serta (c) penyampelan pembeda. Penyampelan
ini bersifat kumulatif (di mana penyampelan terdahulu menjadi dasar bagi
penyampelan berikutnya) dan semakin mengerucut sejalan dengan tingkat
kedalaman fokus penelitian. Keterangan yang berkenaan dengan tiga pola
penyampelan ini dapat diringkas sebagai berikut:
Penyampelan Terbuka;
16
atau dokumen yang memaksimalkan peluang untuk memperoleh data yang
berkaitan dengan variasi ukuran kategori dan data yang bertalian dengan
perubahan.
Penyampelan Pembeda;
17
Penutup
18
sebagai dua tokoh penggagas metode ini yang memiliki latar pemikiran yang
berbeda (kualitatif dan kuantitatif), melainkan juga karena tuntutan perkem-
bangan metode keilmuan yang terus berkembang. Mau tak mau, metode
kualitatif harus menata prosedur dan teknik-teknik penelitiannya agar semakin
dipercaya sebagai metode yang dapat diandalkan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
19
Daftar Pustaka
Basrowi dan Sukidin, 2002, Metode Kualitatif Perspektif Mikro, Percetakan Insan
Cendekia, Surabaya.
Macri, Diego Maria, M.R. Tagliaventi dan Fabiola Bertolotti, 2002, A Grounded
Theory for Resistance to Change in A Small Organization, Journal of
Organizational Change Management, Vol. 15 No. 3.
20