You are on page 1of 20

Pendekatan Grounded Theory dalam

Ilmu Ekonomi

Pendahuluan

Pada dasarnya suatu penelitian dilakukan untuk mencari kebenaran. Pro-


sedur kerja mencari kebenaran sebagai filsafat dikenal sebagai filsafat epistemo-
logi. Ilmu pengetahuan hanya akan mampu menjangkau kebenaran epistomolo-
gik (Muhadjir, 2000:5). Gerak dari tesis dan teori yang satu ke tesis dan teori
yang lain merupakan proses berkelanjutan ilmu pengetahuan untuk memperoleh
kebenaran epistemologik dalam upaya menjangkau kebenaran absolut. Kebenar-
an absolut dalam pandangan religius adalah milik Allah, sedang dalam pandang-
an sekuler adalah kebenaran obyektif universal yang bukti kebenarannya hanya
dapat diuji pada beragam kasus.

Kebenaran yang diperoleh dari serangkaian proses dengan metode-metode


ilmiah sering kita sebut sebagai kebenaran ilmiah, dimana kebenaran ilmiah ini
dibangun dari sejumlah kenyataan atau fakta. Dalam telaah filosofik, fakta dapat
dibedakan menjadi 4, yaitu fakta empirik sensual, fakta empirik logik, fakta
empirik etik dan fakta empirik transenden. Positivisme dalam dataran teoritis-
metodologis ilmu-ilmu sosial, hanya mengakui fakta empirik sensual saja dalam
metode-metode analisanya.

Pada hakekatnya terdapat 2 pendekatan dalam suatu proses penelitian, ya-


itu pendekatan survai dan pendekatan grounded. Pendekatan survai, dengan
melalui proses berpikir deduktif, bertolak dari teori (jenjang abstrak), yang kemu-
dian mengalir pada tahap-tahap konseptualisasi, sampai pada tahap-tahap pe-

1
ngukuran empiris. Metode survai ini merupakan aliran positivisme yang menga-
baikan fakta-fakta selain fakta empirik sensual, sehingga peneliti cenderung gagal
dalam memahami fenomena sosial karena empirisitas yang mereka anut tanpa
mengindahkan makna di balik fenomena sosial tersebut.

Pendekatan grounded theory adalah kebalikan dari metode survai, beran-


jak dari pengetahuan yang sempit terhadap obyek yang diteliti, kemudian
dengan proses berpikir secara induktif, membangun konsep berdasarkan
realitas-realitas sosial yang ditemukan. Pendekatan ini pertama kali disusun oleh
dua orang sosiolog; Barney Glaser dan Anselm Strauss. Untuk maksud ini kedua-
nya telah menulis 4 (empat) buah buku, yaitu; "The Discovery of Grounded
Theory" (1967), Theoritical Sensitivity (1978), Qualitative Analysis for Social Scien-
tists (1987), dan Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and
Techniques (1990). Menurut kedua ilmuwan ini, pendekatan Grounded Theory
merupakan metode ilmiah, karena prosedur kerjanya yang dirancang secara
cermat sehingga memenuhi keriteria metode ilmiah. Keriteria dimaksud adalah
adanya signikansi, kesesuaian antara teori dan observasi, dapat digeneralisasi-
kan, dapat diteliti ulang, adanya ketepatan dan ketelitian, serta bisa dibuktikan.

Sesuai dengan nama yang disandangnya, tujuan dari Grounded Theory


Approach adalah teoritisasi data. Teoritisasi adalah sebuah metode penyusunan
teori yang berorientasi tindakan/interaksi, karena itu cocok digunakan untuk
penelitian terhadap perilaku. Penelitian ini tidak bertolak dari suatu teori atau
untuk menguji teori (seperti paradigma penelitian kuantitatif), melainkan berto-
lak dari data menuju suatu teori. Untuk maksud itu, yang diperlukan dalam pro-
ses menuju teori itu adalah prosedur yang terencana dan teratur (sistematis).
Selanjutnya, metode analisis yang ditawarkan Grounded Theory Approach adalah
teoritisasi data.

2
Pada dasarnya Grounded Theory dapat diterapkan pada berbagai disiplin
ilmu-ilmu sosial, termasuk di dalamnya adalah ilmu ekonomi. Namun demikian
seorang peneliti tidak perlu ahli dalam bidang ilmu yang sedang ditelitinya. Hal
yang lebih penting adalah bahwa dari awal peneliti telah memiliki pengetahuan
dasar dalam bidang ilmu yang ditelitinya, supaya ia paham jenis dan format data
yang dikumpulkannya.

Perumusan Masalah Penelitian dalam Grounded Theory

Seperti diketahui, paradigma kualitatif mengasumsikan bahwa di dalam ke-


hidupan sosial selalu ditemukan regulasi-regulasi yang relatif sudah terpola. Pola-
pola regulasi yang ditemukan melalui penelitian itulah yang dirumuskan menjadi
teori. Asumsi ini dipertegas dalam Grounded Theory, dengan menyatakan bahwa
setiap kategori fenomena yang ada dalam area studi (berikut atribut-atributnya
(yang oleh Strauss dan Corbin disebut property) dan dimensinya) belum pernah
dikenal, karena itu pada setiap penelitian grounded theory haruslah sejak dini
kategori-kategori itu bisa dikenali dulu, untuk kemudian diungkap lebih lanjut
(Wignjosoebroto, 2002:217). Oleh sebab itu, tidak mungkin bagi seorang peneliti
untuk mengajukan masalah yang sangat spesifik seperti yang dituntut dalam
metode kuantitatif, baik variabel maupun tipe hubungan antarvariabelnya.
Substansi rumusan masalah dalam pendekatan Grounded Theory masih bersifat
umum, yaitu dalam bentuk pertanyaan yang masih memberi kelonggaran dan
kebebasan untuk menggali fenomena secara luas, dan belum sampai menegas-
kan mana saja variabel yang berhubungan dengan ruang lingkup masalah dan
mana yang tidak. Demikian pula tipe hubungan antar variabelnya belum perlu
dieksplisitkan dalam rumusan masalah yang dibuat.

Bertolak dari dasar asumsi dan kemungkinan yang diutarakan di atas, ru-
musan masalah dalam Grounded Theory disusun secara bertahap. Pada tahap
awal –sebelum pengumpulan data, dikemukakan rumusan masalah yang bersifat

3
luas (tetapi tidak terlalu terbuka), yang kemudian nanti –setelah data yang
bersifat umum dikumpulkan—rumusan masalahnya semakin dipersempit dan
lebih difokuskan sesuai dengan sifat data yang dikumpulkan. Intinya adalah,
bahwa rumusan masalah dalam Grounded Theory disusun lebih dari satu kali.
Rumusan masalah yang diajukan pada tahap pertama dimaksudkan sebagai
panduan dalam mengumpulkan data, sedangkan rumusan masalah yang diajukan
pada tahap berikutnya dimaksudkan sebagai panduan untuk menyusun teori.
Perumusan masalah yang disebut terakhir ini inheren dengan perumusan
hipotesis penelitian.

Seperti lazimnya pada setiap penelitian, rumusan masalah yang disusun pa-
da tahap awal adalah yang memiliki substansi yang jelas serta diformulasikan
dalam bentuk pertanyaan. Ciri rumusan masalah yang disarankan dalam Ground-
ed Theory adalah; (a) berorientasi pada pengidentifikasian fenomena yang
diteliti; (b) mengungkap secara tegas tentang obyek (formal dan material) yang
akan diteliti, serta (c) berorientasi pada proses dan tindakan.

Contoh rumusan masalah awal pada Grounded Theory; "Bagaimanakah


penduduk miskin mengatasi kekurangan pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari?" Pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah ini
bermaksud untuk; (a) mengenali secara tepat dan mendalam perilaku penduduk
miskin dalam mengatasi kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. (b) obyek formal penelitian adalah penduduk miskin yang keku-
rangan pendapatan; sedangkan obyek materialnya adalah cara-cara yang dilaku-
kan oleh penduduk miskin itu dalam mengatasi persoalan memenuhi kebutuhan
sehari-hari, dan (c) orientasi utama yang disoroti adalah tahapan tindakan pen-
duduk miskin itu ,dan jenis-jenis atau bentuk-bentuk tindakan yang dipilih.

Penggunaan Grounded Theory

4
Sebagaimana penelitian kualitatif pada umumnya, pendekatan Grounded
Theory sama sekali tidak bermaksud untuk menguji teori, dan bahkan tidak ber-
tolak dari variabel-variabel yang direduksi dari suatu teori. Sungguh tidak relevan
jika penelitian dengan Grounded Theory dimulai dengan teori atau variabel yang
telah ada, karena akan menghambat pengembangan rumusan teori baru. Oleh
sebab itu, penelitian Grounded Theory tidak perlu terlalu terpangaruh oleh litera-
tur karena akan menutupi kreativitas dalam mengumpul, memahami dan menga-
nalisis data. Inilah yang dimaksudkan dalam pendekatan Grounded Theory,
bahwa sesungguhnya peneliti belum memiliki pengetahuan tentang obyek yang
diteliti, termasuk jenis data dan kategori-kategori yang mungkin ditemukan.

Pada dasarnya grounded theory dapat digunakan di mana saja (Goulding,


2006). Dalam ilmu ekonomi, grounded theory telah digunakan oleh Christina
Goulding dalam penelitian pemasaran. Pada awalnya peneliti hanya mempunyai
sedikit informasi, kemudian dengan purposive sampling mengumpulkan data-
data empiris yang kemudian dianalisis sehingga dapat membangun sebuah
konsep.

Macri, Tagliaventi dan Bertolotti menggunakan grounded theory untuk me-


neliti resistensi dari organisasi kecil terhadap perubahan. Obyek yang diteliti ada-
lah perusahaan-perusahaan manufaktur kecil di Itali. Mereka meneliti bagaimana
interaksi dengan lingkungan dan pola-pola perilaku organisasi yang terintegrasi
menyebabkan resistensi terhadap perubahan dalam sebuah organisasi kecil. Me-
lalui observasi-observasi, wawancara etnografi dan analisa dokumentasi, mereka
merumuskan sebuah grounded theory mengenai resistensi perusahaan-peru-
sahaan manufaktur kecil terhadap perubahan di Itali (Macri, Tagliaventi, Berlotti,
2002)

Dalam pendekatan Grounded Theory, teori yang sudah ada harus diletak-
kan sesuai dengan maksud penelitian yang dikerjakan:

5
Penelitian yang bermaksud menemukan teori;

a. Jika peneliti menghadapi kesulitan dalam hal konsep ketika merumuskan


masalah, membangun kerangka berpikir, dan menyusun bahan wawan-
cara, maka konsep-konsep yang digunakan oleh teori terdahulu dapat
dipinjam untuk sementara sampai ditemukan konsep yang sebenarnya
dari realita.
b. Jika ternyata teori yang ditemukan identik dengan teori yang sudah ada,
maka teori yang ada dapat dijadikan sebagai pengabsahan dari temuan
baru itu.
c. Jika peneliti sudah menemukan kategori-kategori dari data yang dikum-
pulkan, maka ia perlu memeriksa apakah sistem kategori serupa telah ada
sebelumnya. Jika ya, maka peneliti perlu memahami tentang apa saja
yang dikatakan oleh peneliti lain tentang kategori tersebut, tetapi bukan
untuk mengikutinya.

Penelitian yang bermaksud memperluas teori;

a. Jika penelitian bermaksud untuk memperluas teori yang telah ada, maka
penelitian dapat dimulai dari teori tersebut dengan merujuk kerangka
umum teori itu. Dengan kata lain, kerangka teoritik yang sudah ada bisa
digunakan untuk menginterpretasi dan mendekati data. Namun demi-
kian, penelitian yang sekarang harus dikembangkan secara tersendiri dan
terlepas dari teori sebelumnya. Dengan demikian, penelitian dapat de-
ngan bebas memilih data yang dikumpulkan, sehingga memungkinkan
teori awalnya dapat diubah, ditambah, atau dimodifikasi.
b. Jika penelitian sekarang bertolak dari teori yang sudah ada, maka ia dapat
dimanfaatkan untuk menyusun sejumlah pertanyaan atau menjadi pedo-
man dalam pengamatan /wawancara untuk mengumpul data awal.

6
c. Jika temuan penelitian sekarang berbeda dari teori yang sudah ada, maka
peneliti dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa temuannya berbeda
dengan teori yang ada.

Analisis Data dalam Grounded Theory

Pada esensinya kegiatan pengumpulan dan analisis data dalam Grounded


Theory adalah proses yang saling berkaitan erat, dan harus dilakukan secara ber-
gantian (siklus). Karena itu kegiatan analisis telah dikerjakan pada saat pengum-
pulan data sedang berlangsung.

Kegiatan analisis dalam penelitian dilakukan dalam bentuk pengkodean


(coding). Pengkodean merupakan proses penguraian data, pengonsepan, dan pe-
nyusunan kembali dengan cara baru. Tujuan pengkodean dalam penelitian
Grounded Theory adalah untuk; (a) menyusun teori, (b) memberikan ketepatan
proses penelitian, (c) membantu peneliti mengatasi bias dan asumsi yang keliru,
dan (d) memberikan landasan, memberikan kepadatan makna, dan mengem-
bangkan kepekaan untuk menghasilkan teori.

Terdapat dua prosedur analisis yang merupakan dasar bagi proses


pengkodean, yaitu; (a) pembuatan perbandingan secara terus-menerus (the
constant comparative methode of analysis); dan (b) pengajuan pertanyaan.
Dalam konteks penelitian Grounded Theory, hal-hal yang diperbandingkan itu
cukup beragam, yang intinya berada pada sekitar; (i) relevansi fenomena atau
data yang ditemukan dengan permasalahan pokok penelitian, dan (ii) posisi dari
setiap fenomena dilihat dari sifat-sifat atau ukurannya dalam suatu tingkatan
garis kontinum.

Adapun teknik-teknik pengkodean adalah sebagai berikut:

Pengkodean Terbuka (Open Coding)

7
 Pelabelan fenomena

Pelabelan fenomena merupakan langkah awal dalam analisis. Yang dimak-


sud dengan pelabelan fenomena adalah pemberian nama terhadap benda,
kejadian atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan dan atau wawan-
cara. Pada hakikatnya, pelabelan itu merupakan suatu pembuatan nama dari
setiap fenomena dengan konsep-konsep tertentu. Jadi pelabelan fenomena itu
tidak lain adalah satu kegiatan konseptualisasi data.

Cara untuk melakukan pelabelan ini ialah dengan membandingkan insiden-


insiden, sampai dapat diberikan nama yang sama untuk fenomena-fenomena
yang serupa. Cara ini tidak sekedar meringkas hasil pengamatan atau wawancara
dengan kata-kata kunci sebagai ganti dari sebuah deskripsi yang panjang, melain-
kan memberikan konsep baru terhadap fenomena (atau kegiatan konseptuali-
sasi). Sebagai contoh, jika peneliti melihat sekelompok orang duduk melingkar
mengelilingi sebuah meja besar, di mana masing-masing menyampaikan pen-
dapat secara bergantian di bawah kordinasi seorang yang mengatur lalu-lintas
pembicaraan, maka fenomena yang berlangsung dalam waktu yang lama ini
dapat diberi label dengan diskusi atau rapat.

 Penemuan dan penamaan kategori

Pada hakikatnya, setiap fenomena yang sudah diberi label adalah unit-unit
data yang masih berserakan. Kapasitas intelektual manusia tidak cukup kuat
untuk sekaligus memproses dan menganalisis informasi yang jumlahnya besar
seperti itu. Untuk menyederhanakan data tersebut perlu dipisahkan ke dalam
beberapa kelompok. Penyederhanaan data itu pada umumnya dilakukan dengan
cara mereduksi data sehingga menjadi lebih ringkas dan padat, kemudian
membagi-baginya ke dalam kelompok-kelompok tertentu (kategorisasi) sesuai
sifat dan substansinya. Proses kategorisasi ini pada dasarnya tergantung pada
tujuan penelitian yang sudah ditetapkan pada rancangan penelitian.

8
Jika dalam pelabelan fenomena dilakukan proses konseptualisasi, maka da-
lam pemberian nama kategori dilakukan proses abstraksi. Kegiatan ini berkaitan
dengan logika induktif, di mana sejumlah unit data yang sama atau memiliki
keserupaan dikelompokkan dalam satu kategori kemudian diberi nama yang
lebih abstrak. Kambing, lembu, dan kerbau, misalnya, adalah konsep-konsep
yang memiliki keserupaan dan dapat dikelompokkan jadi satu kategori dengan
nama binatang menyusui (mamalia). Contoh lain, jika anda melihat anak-anak
sedang bermain, lalu ada yang "merebut" mainan, "menyembunyikan mainan",
"menjauhi teman", "menangis", maka semua konsep perilaku itu dapat dijadikan
satu kategori, yaitu sebagai "strategi untuk menghindari pinjaman atas mainan
miliknya". Intinya adalah memadukan konsep-konsep –yang menurut tujuan pe-
nelitian anda memiliki keserupaan—menjadi satu kategori dan kemudian mem-
beri label (nama) yang lebih abstrak yang mencakup semua konsep tersebut.

Dalam pemberian nama kategori ini, adakalanya peneliti membuat sendiri


nama yang sesuai dengan kelompok unit data, tetapi adakalanya meminjam
istilah yang sudah dibuat oleh peneliti atau ahli lainnya. Kedua-duanya tetap
dibenarkan dalam Grounded Theory. Namun demikian, cara pemberian nama
yang paling dianjurkan, adalah dengan menggunakan istilah yang dipakai oleh
subyek yang diteliti, karena cara inilah yang disarankan sesuai dengan pende-
katan emic yang menjadi ciri dari setiap penelitian kualitatif.

 Penyusunan Kategori

Dasar untuk penyusunan kategori adalah sifat dan ukurannya. Yang dimak-
sud dengan sifat di sini adalah karakteristik atau atribut suatu kategori (yang
berfungsi sebagai ranah ukuran, dimensional range), sedangkan ukuran adalah
posisi dari sifat dalam suatu kontinium. Lambang-lambang Partai Golkar dalam
suatu kampanye, misalnya, berupa kaos, jaket, topi, bendera, spanduk, umbul-
umbul, dan sebagainya, semua dikategorikan dengan "warna kuning". "Warna

9
kuning" (kategori) dari lambang-lambang yang tampak itu sesungguhnya tidak
persis sama, di sana ada perbedaan baik dari segi intensitas coraknya, maupun
kecerahannya. Intensitas corak dan kecerahan itulah sifat dari "warna kuning"
tersebut. Masing-masing sifat itu memiliki dimensi yang dapat diukur. Setiap
dimensinya dapat ditempatkan pada posisi tertentu dalam garis kontinium.
Intensitas corak warna itu, misalnya, dapat diberi ukuran mulai dari yang "kuning
tebal" (orange) sampai pada "kuning tipis" (keputih-putihan). Demikian sete-
rusnya, setiap kategori data bisa ditempatkan di mana saja di sepanjang kontinua
dimensional secara bervariasi. Akibatnya, setiap kategori memiiki profil
dimensional yang terpisah. Beberapa profil itu dapat dikelompokkan sehingga
membentuk suatu pola. Profil dimensional ini menggambarkan sifat khusus dari
suatu fenomena dalam kondisi-kondisi yang ada.

Hal penting yang perlu dipahami adalah penentuan sifat umum dari suatu
fenomena atau kategori. Sifat umum dari setiap kategori fenomena tentu tidak
sama. Sifat umum dari warna, adalah intensisitas corak dan kecerahan,
sedangkan sifat umum dari perilaku adalah frekuensi, intensitas, durasi, dan
seterusnya.

Pengkodean Terporos (Axial Coding)

Pengkodean terporos adalah seperangkat prosedur penempatan data kem-


bali dengan cara-cara baru dengan membuat kaitan antar kategori. Pengkodean
ini diawali dari penentuan jenis kategori kemudian dilanjutkan dengan pene-
muan hubungan antar kategori atau antarsubkategori.

Dalam Grounded Theory, setiap kategori harus dikelompokkan ke dalam sa-


tu jenis kategori berikut; yaitu kondisi kausal, konteks, kondisi pengaruh, strategi
aksi/interaksi, dan konsekuensi. Sistem pengelompokan kategori ini disebut
dengan model paradigma Grounded Theory. Tugas peneliti pada tahap ini adalah
memberi kode terhadap setiap kategori data, dengan mengajukan pertanyaan,

10
"termasuk jenis kategori apa data ini"? Model paradigma inilah yang menjadi
dasar untuk menemukan hubungan antar kategori atau antar subkategori.

Kegiatan selanjutnya adalah menghubungkan subkategori dengan kate-


gorinya. Sifat pertanyaan yang diajukan dalam pengkodean terporos mengarah
pada suatu jenis hubungan. Alternatif hubungan-hubungan itu adalah; hubungan
antara kondisi kausal dengan strategi aksi/interaksi, hubungan antara konteks
dengan strategi aksi/interaksi, hubungan antara kondisi pengaruh dengan
strategi aksi/interaksi, hubungan antara strategi aksi/interaksi dengan
konsekuensi. Pola hubungan yang perlu ditemukan itu tidak terhenti pada
hubungan antara dua kategori, melainkan harus dapat mengungkap hubungan
antara semua jenis kategori.

Pengkodean Terpilih (Selective Coding)

Mengingat masalah penelitian dalam Grounded Theory masih bersifat u-


mum, mungkin sekali peneliti menemukan sejumlah besar data dengan kategori
dan hubungan antar kategori/sub kategori yang banyak dan bervariasi. Kenya-
taan ini tentu dapat membingungkan, karena datanya masih belum terfokus
pada titik tertentu. Untuk menyederhanakannya perlu dilakukan proses pengga-
bungan dan atau seleksi secara sistematis.

Penggabungan tidaklah banyak berbeda dengan pengkodean terporos,


kecuali tingkat abstraksnya. Konsep-konsep yang digunakan dalam pengga-
bungan lebih abstrak dari konsep pengkodean terporos. Cara ini merupakan
tugas peneliti yang paling sulit. Kepekaan teoritik dari peneliti amat penting di
sini. Inti dari proses penggabungan itu adalah, bagaimana peneliti dapat mene-
mukan spirit teoritis dari semua kategori. Spirit teoritis itu mungkin saja tidak
tampak secara eksplisit, tetapi tertangkap oleh pikiran peneliti.

11
Ada beberapa tahapan kerja yang disarankan dalam proses pengkodean
terpilih ini:

a. Mereproduksi kembali alur cerita atau susunan data ke dalam pikiran.


b. Mengidentifikasi data dengan menulis beberapa kalimat pendek yang berisi
inti cerita atau data. Pertanyaan yang perlu diajukan peneliti terhadap
dirinya sendiri, adalah "apakah yang tampak menonjol dari wilayah
penelitian ini?", atau "apa masalah utamanya".
c. Menyimpulkan dan memberi kode terhadap satu atau dua kalimat sebagai
kategori inti. Keriteria kategori inti yang disimpulkan itu ialah bahwa ia
merupakan inti masalah yang dapat mencakup semua fenomena/data.
Kategori inti harus cukup luas agar mencakup dan berkaitan dengan
kategori lain. Kategori inti ini dapat diibaratkan sebagai matahari yang
berhubungan secara sistematis dengan planet-planet lain. Lalu kategori inti
tersebut diberi nama (konseptualisasi).
d. Menentukan pilihan kategori inti. Jika ternyata pada tahap "c" ada dua atau
tiga kategori inti, maka mau tak mau harus dipilih satu saja. Kategori inti
lainnya dijadikan sebagai kategori tambahan yang tidak menjadi inti
pembahasan dalam penelitian ini.
e. Pada tahap penggabungan dan atau pemilihan ini, peneliti sebenarnya
telah sampai pada penemuan tema pokok penelitian. Pada umumnya
metode kualitatif menganggap penelitian telah selesai pada penemuan
tema ini. Lain hal dalam Grounded Theory, tema utama (yang sudah
ditemukan) dipandang sebagai dasar untuk merumuskan masalah utama
dan hipotesis penelitian. Karena itu, peneliti perlu merumuskan masalah
pokok dan hipotesis penelitiannya. Berdasarkan masalah dan hipotesis itu,
peneliti harus kembali lagi ke lapangan untuk mengabsahkan atau
membutikannya. Hasil pembuktian itulah yang menjadi temuan penelitian,
yang disebut sebagai teori.

12
Analisis Proses

Menganalisis proses merupakan bagian penting dalam Grounded Theory.


Yang dimaksud dengan analisis proses adalah pengaitan urutan tindakan/interak-
si. Kegiatan analisis ini terdiri dari penelusuran terhadap; (a) perubahan kondisi,
(b) respon (strategi aksi/interaksi) terhadap perubahan; (c) konsekuensi yang
timbul dari respon, dan (d) penjabaran posisi konsekuensi sebagai bagian dari
kondisi.

Pada penelitian Grounded Theory, analisis proses bukan merupakan bagian


dari tahapan kegiatan, tetapi sebagai cara untuk mempertajam analisis dalam
pengkodean (khusus pada pengkodean terporos dan pengkodean terpilih). Hasil
analisis proses itu juga perlu ditunjukkan dalam penulisan laporan penelitian.
Maksud analisis proses ini adalah sebagai cara untuk menghidupkan data melalui
penggambaran dan pengaitan tindakan/interaksi untuk mengetahui urutan dan
atau rangkaian data. Dalam pengaitan itu tidak hanya untuk mengenali urutan
waktu atau kronologi suatu peristiwa, melainkan yang lebih penting adalah untuk
menemukan keterkaitan antara stimulus, respon, dan akibat. Kondisi, respon,
dan konsekwensi harus dilihat sebagai tiga hal yang terus bergerak secara
dinamis dan berputar mengikuti garis lingkaran.

Dalam prakteknya, proses dapat dilihat sebagai pergerakan progresif dan


dapat pula dilihat sebagai pergerakan nonprogresif. Kedua perspektif proses ini
dapat dijabarkan sebagai berikut:

Proses sebagai pergerakan progresif;

Jika proses dilihat sebagai pergerakan progresif, maka peneliti dapat


mengkonsepkan data sebagai langkah-langkah, fase-fase, atau tahapan. Cara ini
cukup baik untuk penelitian yang membahas tentang perkembangan, sosialisasi,
transformasi mobilitas sosial, imigrasi, dan peristiwa sejarah. Hal penting yang

13
perlu diingat di sini ialah bahwa kesemua unsur paradigma Grounded Theory ha-
rus berperan dalam menjelaskan rentang waktu dan variasinya, di mana keter-
kaitan atau hubungan-hubungan antar unsur tetap dapat dieksplisitkan.

Proses sebagai pergerakan nonprogresif;

Bagaimanapun tidak semua fenomena terjadi secara kronologis, karena ti-


dak jarang pula ditemukan fenomena yang tidak dapat dinyatakan sebagai lang-
kah-langkah dan fase-fase progresif yang runtut. Untuk fenomena seperti ini, pe-
neliti dianjurkan untuk menganalisis penggantian atau perubahan tindakan/inter-
aksi yang terencana sebagai tanggapan atas perubahan kondisi.

Pengumpulan Data dan Penyampelan Teoritik

Pada dasarnya instrumen pengumpul data penelitian Grounded Theory


adalah peneliti sendiri. Dalam proses kerja pengumpulan data itu, ada 2 (dua)
metode utama yang dapat digunakan secara simultan, yaitu observasi dan
wawancara mendalam (depth interview). Metode observasi dan wawancara
dalam Grounded Theory tidak berbeda dengan observasi dan wawncara pada
jenis penelitian kualitatif lainnya.

Hal yang spesifik yang membedakan pengumpulan data pada penelitian


Grounded Theory dari pendekatan kualitatif lainnya adalah pada pemilihan feno-
mena yang dikumpulkan. Paling tidak, pada Grounded Theory sangat ditekankan
untuk menggali data perilaku yang sedang berlangsung (life history) untuk
melihat prosesnya serta ditujukan untuk menangkap hal-hal yang bersifat
kausalitas. Seorang peneliti Grounded Theory selalu mempertanyakan "mengapa
suatu kondisi terjadi?", "apa konsekuensi yang timbul dari suatu tindakan/-
reaksi?", dan "seperti apa tahap-tahap kondisi, tindakan/reaksi, dan konsekuensi
itu berlangsung"?.

14
Dalam Grounded Theory, masalah sampel penelitian tidak didasarkan pada
jumlah populasi, melainkan pada keterwakilan konsep dalam beragam
bentuknya. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara penyampelan
teoritik. Penyampelan teoritik adalah pengambilan sampel berdasarkan konsep-
konsep yang terbukti berhubungan secara teoritik dengan teori yang sedang
disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel peristiwa/fenomena yang
menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang secara langsung menjawab
masalah penelitian. Sebagai contoh, jika peneliti sedang meneliti "warna kuning"
yang di dimensinya terdiri atas "intensitas corak" dan "kecerahan", maka peneliti
memutuskan untuk mendalami "intensitas corak" saja (tidak lagi membahas
tentang 'kecerahan"), berarti ia sudah melakukan penyampelan. Penegasan ini
memberi makna, bahwa pada dasarnya yang di sampel itu bukan obyek formal
penelitian (orang atau benda-benda), melainkan obyek material yang berupa
fenomena-fenomena yang sudah dikonsepkan. Namun demikian, karena feno-
mena itu melekat dengan subyek (orang atau benda), maka dengan sendirinya
obyek formal juga ikut di sampel dalam peroses pengumpulan atau penggalian
fenomena.

Berkenaan dengan proposisi terakhir, pada hakikatnya fenomena yang


telah terpilih itulah yang dicari atau digali oleh peneliti ketika proses pengum-
pulan data. Karena fenomena itu melekat dengan subyek yang diteliti, maka
jumlah subyek pun terus bertambah sampai tidak ditemukan lagi informasi baru
yang diungkap oleh beberapa subyek yang terakhir. Itulah sebabnya, penentuan
sampel subyek dalam penelitian Grounded Theory, seperti halnya penelitian
kualitatif pada umumnya, tidak dapat direncanakan dari awal. Subyek-subyek
yang diteliti secara berproses ditentukan di lapangan, kaetika pengumpulan data
berlangsung. Cara penyampelan inilah yang disebut dalam penelitian kualitatif
sebagai snow bowl sampling.

15
Sesuai dengan tahap pengkodean dan analisis data, penyampelan dalam
Grounded Theory diarahkan dengan logika dan tujuan dari tiga jenis dasar prose-
dur pengkodean. Ada tiga pola penyampelan teoritik, yang sekaligus menandai
tiga tahapan kegiatan pengumpulan data; (a) penyampelan terbuka, (b) penyam-
pelan relasional dan variasional, serta (c) penyampelan pembeda. Penyampelan
ini bersifat kumulatif (di mana penyampelan terdahulu menjadi dasar bagi
penyampelan berikutnya) dan semakin mengerucut sejalan dengan tingkat
kedalaman fokus penelitian. Keterangan yang berkenaan dengan tiga pola
penyampelan ini dapat diringkas sebagai berikut:

Penyampelan Terbuka;

Penyampelan ini bertujuan untuk menemukan data sebanyak mungkin


sepanjang berkenaan dengan rumusan masalah yang dibuat pada awal pene-
litian. Karena pada tahap awal itu peneliti belum yakin tentang konsep mana
yang relevan secara teoritik, maka obyek pengamatan dan orang-orang yang
diwawncarai juga masih belum dibatasi. Data yang terkumpul dari kegiatan
pengumpulan data awal inilah kemudian dianalisis dengan pengkodean terbuka.

Penyampelan Relasional dan Variasional;

Sebagaimana diutarakan di atas, tujuan pengkodean terporos adalah


menghubungkan secara lebih khusus kategori-kategori dengan sub-sub katego-
rinya. Untuk maksud ini perlu dilakukan penyampelan yang berfokus pada
pengungkapan dan pembuktian hubungan-hubungan tersebut. Kegiatan itu
dinamakan penyampelan relasional dan variasional.

Pada penyampelan relasional dan variasional diupayakan untuk mene-


mukan sebanyak mungkin perbedaan tingkat ukuran di dalam data. Hal pokok
yang perlu pada penemuan perbedaan tingkat ukuran tersebut adalah proses
dan variasi. Jadi, inti utama penyampelan di sini adalah memilih subyek, lokasi,

16
atau dokumen yang memaksimalkan peluang untuk memperoleh data yang
berkaitan dengan variasi ukuran kategori dan data yang bertalian dengan
perubahan.

Penyampelan Pembeda;

Penyampelan pembeda berkaitan dengan kegiatan pengkodean terpilih.


Karena itu tujuan penyampelan pembeda di sini adalah penetapan subyek yang
diduga dapat memberi peluang bagi peneliti untuk membuktikan atau menguji
hubungan antarkategori.

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian Grounded Theory berlang-


sung secara bertahap dan dalam rentang waktu yang relatif lama. Proses
pengambilan sampel juga berlangsung secara terus menerus ketika kegiatan
pengumpulan data. Jumlah sampel bisa terus bertambah sejalan dengan
pertambahan jumlah data yang dibutuhkan. Ketentuan umum dalam Grounded
Theory adalah melakukan penyampelan hingga pemenuhan teoritik bagi setiap
kategori tercapai. Maksudnya, penyampelan dihentikan apabila; (a) tidak ada lagi
data baru yang relevan, (b) penyusunan kategorinya telah terpenuhi; dan (c)
hubungan antarkategori sudah ditetapkan dan dibuktikan.

Dari keterangan tentang prinsip penyampelan di atas, pengambilan kesim-


pulan dalam penelitian Grounded Theory tidak didasarkan pada generalisasi,
melainkan pada spesifikasi. Bertolak dari pola penalaran ini, penelitian Grounded
Theory bermaksud untuk membuat spesifikasi-spesifikasi terhadap (a) kondisi
yang menjadi sebab munculnya fenomena, (b) tindakan/interaksi yang merupa-
kan respon terhadap kondisi itu, (c) serta konsekuensi-konsekuensi yang timbul
dari tindakan/i nteraksi itu. Jadi, rumusan teoritik sebagai hasil akhir yang dite-
mukan dari jenis penelitian ini tidak menjustfikasi keberlakuannya untuk semua
populasi, seperti dalam penelitian kuantitatif, melainkan hanya untuk situasi atau
kondisi tersebut.

17
Penutup

Grounded Theory Approach adalah satu jenis metode penelitian kualitatif


yang berorientasi pada penemuan teori dari suatu fenomena. Dilihat dari
prosedur, prinsip, dan teknik yang digunakan, metode ini benar-benar bersifat
kualitatif murni, tetapi jika dilihat dari kerangka berpikir yang digunakan ternyata
secara implisit pendekatan ini meminjam metode kuantitatif. Paling tidak ada 3
(tiga) dasar kerangka berpikir kuantitif yang dipinjam Grounded Theory;

 Penggunaan hukum kausalitas sebagai dasar penyusunan teori. Seperti di-


ketahui, bahwa dalam epistemologi ilmiah, prinsip kausalitas adalah salah
satu asumsi dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan, karena sangat
diyakini bahwa segala hal yang terjadi di alam ini tidak lepas dari hukum
sebab-akibat.
 Pengukuran fenomena. Penelitian kualitatif pada umumnya tidak melaku-
kan pengukuran terhadap data yang ditemukannya, melainkan lebih
menekankan pada pengelompokan konfigurasi dari variasinya. Lain hal
dengan Grounded Theory, di sini dilakukan pengukuran-pengukuran,
sebagaimana yang lazim dilakukan pada metode kuantitatif.
 Penggunaan variabel, secara eksplisit memang tidak pernah disebut-sebut
istilah variabel dalam Grounded Theory. Tetapi dengan penggunaan
paradigma teoritik yang membagi fenomena ke dalam kondisi kausal,
konteks, kondisi pengaruh, tindakan/interaksi, dan konsekuensi, serta
mencari hubungan-hubungan antara unsur-unsur itu merupakan pertanda
bahwa di dalam metode ini digunakan konsep-konsep yang identik dengan
variabel.

Perkawinan metode kualitatif dengan kuantitatif dalam Grounded Theory


merupakan satu perkembangan baru yang patut diberi apresiasi positif. Proses
perkawinan itu sendiri harus dimaklumi, tidak saja karena Strauss dan Glaser

18
sebagai dua tokoh penggagas metode ini yang memiliki latar pemikiran yang
berbeda (kualitatif dan kuantitatif), melainkan juga karena tuntutan perkem-
bangan metode keilmuan yang terus berkembang. Mau tak mau, metode
kualitatif harus menata prosedur dan teknik-teknik penelitiannya agar semakin
dipercaya sebagai metode yang dapat diandalkan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.

19
Daftar Pustaka

Basrowi dan Sukidin, 2002, Metode Kualitatif Perspektif Mikro, Percetakan Insan
Cendekia, Surabaya.

Goulding, Christina, 2006, Grounded Theory, Ethnography and Phenomenology,


A Comparative Analysis of Three Qualitative Strategies for Marketing
Research, European Journal of Marketing Vol.39 No. 3/4

Macri, Diego Maria, M.R. Tagliaventi dan Fabiola Bertolotti, 2002, A Grounded
Theory for Resistance to Change in A Small Organization, Journal of
Organizational Change Management, Vol. 15 No. 3.

Miles, Mattew B. dan A. M. Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Buku


Sumber Tentang Metode-metode Baru, UI-Press, Jakarta.

Muhadjir, Noeng, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Rake Sarasin,


Yogyakarta.

Wignjosoebroto, Soetandyo, 2002, Hukum; Paradigma, Metode dan Dinamika


Masalahnya, ELSAM dan HUMA, Jakarta

20

You might also like