You are on page 1of 6

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

DASAR-DASAR EKOLOGI

ACARA I

SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK

Disusun Oleh:

Nama : Dyah Ayu Safitri

NIM : 08/265812/PN/11294

Gol/Kel : A2/1

Asisten : Venti Winardiantika

LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2009

ACARA I
SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK
I. TUJUAN

1. Mengetahui dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman.


2. Mengetahui tanggapan beberapa macam tanaman terhadap tingkat salinitas yang
berbeda.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi merupakan hubungan timbal balik antara organisme-organisme dan


antara organisme itu dengan lingkungan, dengan lingkungan yang dimaksud adalah semua
kondisi luar dan semua faktor yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan di suatu
tempat. Lingkungan yang mempengaruhi organisme dibedakan menjadi lingkungan abiotik
dan lingkungan biotik. Lingkungan biotik antara lain predator dan kompetitor, sedangkan
lingkungan abiotik antara lain, iklim, cuaca, suhu, dan lain-lain (Polunia, 1990).
Seorang ahli fisiologi tumbuhan dari Inggris, F.E. Blackman (1950),
mengembangkan konsep dengan menunjukkan bahwa ada faktor pembatas maksimum
yang disebabkan oleh level yang berlebihan dari faktor-faktor lingkungan tertentu. Unsur-
unsur hara dalam tanah meliputi unsur esensial yang merupakan unsur utama dalam suatu
senyawa dan sangat penting, kadar garam termasuk dalam unsur esensial tersebut. Unsur-
unsur esensial terbagi menjadi dua, yaitu unsur makro dan mikro dan keduanya termasuk
unsur fungsional. Kadar garam akan mempengaruhi proses fisiologi dan morfologi pada
tumbuhan yang kaitannya dengan lingkungan air dalam tubuh tanaman (Richard dan Gary,
1984).
Faktor pembatas, yaitu faktor yang ada dalam keadaan minimum dan
maksimum yang sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan suatu organisme.
Menurut Hukum Toleransi Shelford, sesuatu dapat menjadi faktor pembatas tidak hanya
dalam jumlah terlalu sedikit saja, tetapi juga dalam jumlah terlalu banyak. Misalnya faktor
panas, sinar dan juga air. Jadi organisme maksimum dan minimum ekologi mempunyai
kisaran yang disebut batas-batas toleransi (Cahyo, 1998).
Salinitas alami adalah sebuah fenomena yang tersebar luas di bumi dan evolusi
Dari kehidupan organisme dihasilkan pada sejumlah spesies yang menunjukkan
mekanisme adaptasi spesies untuk tumbuh pada lingkungan salin. Yang utama Dari
tumbuhan adalah sensitivitas garam relative. Pada kenyataannya, hampir semua biji
tanaman tidak dapat tahan secara permanen pada kondisi salin di tanah. namun para ahli
telah mengembangkan beberapa family yang dapat hidup di beberapa habitat. Tanaman
yang tumbuh pada tanah salin dihadapkan pada masalah yang lebih kompleks. Pada
rizophore konsentrasi garam pada tanah turun naik karena perubahan pada penyediaan air,
drainase, penguapan, dan transpirasi. Salinitas tidak hanya disebabkan oleh NaCl, tetapi
juga oleh Na2CO3, NaHCO3, dan Na2SO4, serta hubungan dari garam-garam tersebut
dengan yang lain sebaiknya pada nutrisi lain seperti K +, Ca+, dan Mg2+ adalah penting dan
ada perbedaan besar pada tempat yang berbeda (Anonim, 2007).
Kondisi salinitas dalam tanah dapat mengurangi produktivitas dan nilai suatu
lahan. Pengaruh larutan garam dalam tanah terhadap tanaman adalah melalui pengurangan
ketersediaan lengas tanah, mengubah kondisi fisik tanah sehingga mengurangi penetrasi
akar dan secara langsung dapat menyebabkan keracunan. Pengaruh paling umum dari
konsentrasi larutan garam yang tinggi adalah akan meningkatkan tekanan osmosis larutan
tanah sehingga menyebabkan ketersediaan air bagi pertumbuhan tanaman berkurang.
Toleransi terhadap salinitas pada saat perkecambahan nampaknya tidak banyak kaitannya
dengan pertumbuhan setelah fase perkecambahan. Tanaman yang mengalami cekaman air
dengan kadar garam tinggi akan mengakibatkan ketidaksinambungan potensial air antara
sistem jaringan dan lingkungannya, sehingga air akan berpindah ke luar sel hingga
seimbang. Jika ini terus berlangsung, maka akan tercapai tekanan turgor nol dan terjadi
plasmolisis, tanaman akan mati (Winarbawa, 2000).
Pada benih jagung dan kacang–kacangan serta alfalfa. Persentase benih
berkecambah berhubugan erat dengan jumlah air yang diserap, sedangkan serapan air
dipengaruhi oleh tekanan osmosis atau kosetrasi di dalam media. Larutan NaCl pada
konsentrasi rendah, sampai dengan berdaya listrik rendah hanya menghambat
perkeambahan benih padi, sedang pada konsentrasi tinggi selain menghambat
perkecambahan juga menurunkan jumlah benih yang berkacambah. Kerusaka tanaman
padi pada fase perkecambahan mencakup dua mekanisme yaitu tekanan osmosa media
yang tinggi sehigga benih sulit meyerap air, pegaruh racun dari ion-ion yang meyusun
garam.(Akbar, 2002)

III.METODOLOGI
Praktikum Dasar-Dasar Ekologi Acara 1 tentang Salinitas Sebagai Faktor
Pembatas Abiotik ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 3 Maret 2009 di Laboratorium
Ekologi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah
Mada. Bahan-bahan yang digunakan antara lain 3 macam benih tanaman, yaitu ketimun
(Cucumis sativus), padi (Oryza sativa), dan kedelai (Glycine max), polybag, NaCl teknis,
pupuk kandang, dan kertas label. Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, gelas
ukur, Erlenmeyer, alat pengaduk, peralatan tanam, dan penggaris.
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut; polybag diisi
dengan tanah sebanyak kurang lebih 3 kg. bila ada kerikil, sisa-sisa akar tanaman, dan
kotoran harus dihilangkan supaya tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Dipilih biji
yang sehat dari tanaman yang akan diperlakukan, selanjutnya ke dalam masing-masing
polybag ditanami sebanyak 5 biji. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan air biasa.
Setelah berumur 1 minggu, bibit dijarangkan menjadi dua tanaman per polybag, dipilih
bibit yang sehat. Kemudian dibuat larutan NaCl dengan konsentrasi 2000 ppm dan 4000
ppm serta sebagai pembanding digunakan akuades. Masing-masing perlakuan diulang
hingga 6 kali. Kemudian masing-masing konsentrasi larutan garam tersebut diulang pada
tiap-tiap polybag sesuai perlakuan dan perulangannya. Label harus mudah dibaca untuk
mencegah tertukarnya perlakuan dengan perlakuan yang lain saat pengamatan. Pemberian
larutan garam dilakukan tiap 2 hari sekali sampai 7 kali pemberian. Selang hari di
antaranya tetap dilakukan penyiraman dengan air biasa dengan volume yang sama.
Kemudian percobaan dilaksanakan sampai tanaman berumur 21 hari, lalu dilakukan
pemanenan. Diusahakan agar akar tidak rusak atau terpotong. Pengamatan dilakukan
sampai hari ke-21. Pengamatan eliputi tinggi tanaman (cm), jumlah daun tiap 2 hari sekali,
berat segar tanaman pada akhir pengamatan (gram), panjang akar utama pada akhir
pengamatan (cm), dan abnormalitas tanaman (klorosis pada daun, dsb), serta berat keting
tanaman pada akhir pengamatan (gram). Di akhir percobaan, dari seluruh data yang
terkumpul dihitung rerata 6 ulangan pada tiap perlakuan. Selanjutnya, digambar grafik
panjang akar pada masing-masing tanaman, digambar grafik panjang akar pada masing-
masing konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman, digambar
grafik jumlah daun pada masing-masing konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk
masing-msing tanaman, serta dibuat histogram berat segar dan berat kering masing-masing
tanaman pada berbagai konsentrasi garam.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M dan F.N. Punakareka. 2002. Toleransi Padi (Oryza sativa) Terhadap salinitas.
.Buletin Agronomi . Departemen Agronomi Fakultas Pertanian IPB . XI : 12 - 15.
Anonim. 2007. Salinitas. <http://www.o-fish.com/air/salinitas.php>. Diakses tanggal 8
Maret 2009.

Cahyo, S. M. 1990. Ekologi Pertanian. Universitas Terbuka, Depdikbud. Jakarta.

Polunim, N. 1990. Introduction of Plants to Environmental Stresses. Volume II. Academic


Press. New York.

Richard, C. S. and T. H. Garry. 1984. Salinity Tolerance in Plants. John Wiley and Sons,
Inc. New York.

Winarbawa, S. 2000. Effect of soil moisture content on growth and yield of two type
cardamom. Bulletin Agronomi. 28 : 28 – 30.

You might also like