You are on page 1of 2

MANAJEMEN

ACFTA 2010
PILIH MADE IN CHINA
ATAU

MADE IN INDONESIA
Dwi Aryani Suryaningrum | Tenaga Profesional LPP Kampus Yogyakarta erdagangan Bebas ASEAN dan China atau ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) sudah dimulai 1 Januari 2010. Produk China mulai melanda pasar Indonesia seperti air yang merembes setiap ruang dan celah yang memungkinkan untuk dimasuki. Saat ini saja kita sudah melihat bagaimana produk China sudah menguasai di semua pasar baik pasar modern maupun tradisional, mulai dari pakaian, peralatan rumah tangga, makanan dan minuman ringan, buah-buahan sampai peralatan elektronik dan sepeda motor. Produk ini sangat mudah ditemui baik di mall-mall besar, di toko-toko kecil di tingkat kecamatan, dan di pasar-pasar tradisional. Penguasaan pasar seperti saat ini dan kemungkinan lebih besar di tahun ini maupun tahun-tahun yang akan datang akan mematikan tidak hanya produsen besar, namun juga sektor Usaha Kecil dan Menengah. Saat krisis ekonomi tahun 1998, yang terganggu adalah sektor perbankan dan perusahaan besar, sehingga perekonomian Indonesia justru banyak ditopang oleh industri-industri kecil. Banyak karyawan yang di PHK justru berjaya dengan usahanya, dan malahan membuka lapangan pekerjaan. Namun menghadapi banjirnya produk China saat ini, kemungkinan besar juga akan mematikan usaha kecil karena China juga menjual produk-produk seperti yang dihasilkan oleh usaha kecil dan tradisional. Kita lihat saja, banyak pakaian batik, asesoris dan tas-tas yang sepintas seperti produk kerajinan daerah, ternyata mereka semua adalah produk China. Atau makanan ringan yang berupa manisan, jenang, kembang gula dan keripik yang dijual secara kiloan, ternyata adalah produk China. China memang telah mempersiapkan segalanya untuk menguasai pasar dunia. China telah menyiapkan semua fasilitas, sarana dan prasarana untuk dapat memproduksi produk-produk yang murah harganya. Demikian pula strategi China untuk selalu memproduksi barang-barang

yang mirip dengan barang-barang produksi negara yang dituju pemasarannya merupakan strategi yang sangat jitu, karena pembeli akan mudah keliru memilih produk yang diinginkannya. Tambahan lagi, China menerapkan praktek dumping untuk produk-produknya yang dijual di luar negeri, sehingga produk-produk dapat dijual dengan harga yang sangat murah di Indonesia maupun di negara-negara lain. Dalam jangka pendek, produk-produk China ini kelihatannya menguntungkan bagi kita, karena kita dapat memiliki barang - barang dengan harga murah. Namun dalam waktu yang tidak begitu lama, produk-produk ini akan mengancam produk dalam negeri. Para produsen dalam negeri akan gulung tikar, dan gelombang PHK akan meningkat tajam, serta para buruh dan karyawan kehilangan mata pencaharian. Para produsen besar akan dapat dengan mudah berpindah menjadi pedagang, menjual barangbarang produk China, namun para buruh dan karyawan akan menderita. Mereka kehilangan pekerjaan dan tidak dapat membuat usaha kecil karena tidak mampu bersaing dengan murahnya produk-produk China. Akibatnya resiko yang terbesar dari pelaksanaan ACFTA ini adalah meningkatnya pengangguran yang sangat berpotensi pada bertambahnya angka kriminalitas dan penjarahan tanah. Sedikitnya ada 11 sektor industri yang terancam dengan adanya implementasi ACFTA ini, yaitu industri tekstil, makanan dan minuman, alat dan hasil pertanian, petrokimia, sintetik fiber, besi dan baja, serta industri otomotif. Kita dapat bayangkan, banyaknya buah-buahan, sayuran, teh, kopi, gula, minyak goreng, bumbu-bumbu instan, cabai giling, cabai kering, mie basah, mie instan serta tempe dan tahu produk China yang beredar di pasar-pasar modern dan pasar tradisional dan akan semakin menggilas hasil produksi petani. Namun sangatlah tidak mungkin Indonesia menunda kesepakatan yang telah ditandatangani oleh negara-negara ASEAN dan China.

9 | LPPCOM | Januari 2010

MANAJEMEN

Tanpa persiapan yang cukup, Indonesia harus melaksanakan kesepakatan yang sangat tidak seimbang ini. Meskipun kesepatan ini sudah ada sejak tahun 2004, namun belum ada gerakan yang terasa sampai ke seluruh sendi perekonomian kita. Tidak ada gereget, apalagi strategi dalam menghadapi banjirnya produk China dan produk dari negara-negara anggota ASEAN yang cukup mengancam seperti produk dari Malaysia, Thailand dan Vietnam. Pemerintah disibukkan dengan usaha pemecahan masalahmasalah politik dan upaya mempertahankan kekuasaan, dan membiarkan kondisi ekonomi dan iklim bisnis bergerak secara bebas dan liar. Kelalaian yang terjadi adalah terlambatnya kita membenahi iklim usaha dan investasi, termasuk membangun produk-produk unggulan yang siap bersaing dengan produk China maupun produk dari negaranegara ASEAN lainnya. Kita memang sangat berharap produk-produk dalam negeri dapat bersaing di negeri sendiri, karena potensi pasar disini sudah sangat besar untuk menyerap produksi dalam negeri. Namun apabila produk kita belum siap bersaing, setidaknya ada usaha lain untuk membantu usaha-usaha dalam negeri. Kesadaran akan bahaya kemiskinan dan rasa kebangsaan seharusnya terus dibangun, mulai dari pengekangan pada nafsu konsumerisme, sampai kerelaan membayar lebih untuk produk dalam negeri. Yang terjadi sampai saat ini masyarakat justru bangga apabila memakai produk luar negeri. Pesawat komersiil ke Malaysia, Singapore dan China selalu penuh, dan berisi orang-orang yang dengan suka rela menghamburkan uangnya untuk berwisata dan berbelanja produk-produk negara tersebut. Apalagi dengan ditunjang harga tiket yang sangat murah dan gampang didapat dibandingkan dengan harga tiket domestik. Orang lebih

bangga berlibur dan berbelanja ke luar negeri dibanding ke daerah-daerah wisata di Indonesia. Kita telah tertinggal jauh dengan negara-negara ASEAN lainnya. Malaysia telah mengatur strategi perekonomian dengan kampanye besar-besaran untuk tetap menggunakan produk dalam negeri. Strategi pemerintah Malaysia untuk menghadapi ACFTA sudah dipersiapkan cukup matang beberapa tahun terakhir ini. Penduduk Malaysia telah mempunyai kesadaran yang kuat untuk menggunakan produk produk dalam negeri. Infrastruktur seperti jalan dan fasilitas-fasilitas umum telah dibangun disamping beberapa pusat industri dan penataan kota yang luar biasa indahnya. Thailand telah membangun beberapa jalan yang menghubungkan antar negara. Industri wisata telah dibenahi besar-besaran, sedangkan produk pertanian sudah menguasai pasar domestik maupun luar negeri. Mereka telah siap menghadapi ACFTA 2010. Sementara di negara kita, orang-orang baru terkejut atau tersadar bahwa ACFTA sudah datang. Bahkan beberapa orang masih tidak percaya bahwa ACFTA sudah datang dan mengancam kelangsungan usaha dalam negeri. Bahkan beberapa pengusaha meminta pemerintah untuk melakukan proteksi untuk beberapa sektor industri. Namun proteksi ini tidak dapat diputuskan sendiri,harus ada kesepakatan dengan negara-negara ASEAN dan China. Tetap saja proteksi ini bukan memecahan yang baik. Pemerintah perlu bergerak cepat untuk memperkokoh perekonomian dan usaha dalam negeri. Sangat tidak mungkin kita dapat berjaya menghadapi ACFTA tanpa persiapan yang matang. Mari tetap menggunakan produk dalam negeri!

Made in Ch

ina

Januari 2010 | LPPCOM | 10

You might also like