You are on page 1of 17

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU BAHAN MAKANAN LANJUT ACARA I SAYUR, BUAH, DAN HASIL OLAHANNYA

Disusun oleh : Nama NIM Kelompok Shift Tanggal Asisten : Kunti Grahini Tendisari : 09/281901/KU/13169 :9 : III : 25 November 2010 : 1. Adhila Fayasari 2. Almira Sitasari

PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2010
1

BAB I PENDAHULUAN

A. Acara

: Sayur, Buah, dan Hasil Olahannya

B. Hari/tanggal : Kamis, 25 November 2010 C. Tujuan : pengaruh kematangan terhadap sifat fisik, kimia, dan

1. Mengetahui

organoleptik buah pisang. 2. Mengetahui pengaruh pemaparan udara dan penggunaan peralatan

pemotongan terhadap kecepatan reaksi pencoklatan (browning) pada apel. 3. Mengetahui pengaruh proses pengalengan terhadap sifat organoleptik nanas. 4. Mengetahui pengaruh proses perebusan terhadap kenampakan dan sifat kimia daun singkong. 5. Mengetahui pengaruh proses pembekuan terhadap sifat organoleptik wortel dan buncis. 6. Mengetahui sifat organoleptik buah strawberry segar serta membandingkan nilai gizi yang ada pada strawberry powder.

BAB II METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan Alat : 1. Pisau besi 2. Pisau stainless stell 3. Stopwatch 4. Gelas beaker 5. Kompor spritus Bahan : 1. Pisang ambon kulit agak hijau 2. Pisang ambon kulit kuning 3. Pisang ambon kulit kuning dengan noda coklat 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 11. Buncis beku 12. Wortel segar 13. Wortel beku 14. Daun singkong 15. Air 1 buah 1 buah 1 buah 5 gr 600 ml 1 buah 1 buah 1 buah 4 buah 4 buah 6. Tutup panci 7. Sendok 8. Nampan plastik 9. Baskom 2 buah 4 buah 2 buah 2 buah

4. Pisang ambon overripe 5. Apel 6. Nanas segar 7. Nanas kaleng 8. Strawberry 9. Strawberry powder 10. Buncis segar 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah

B. Cara Kerja 1. Pengamatan Buah Pisang Pisang cavendish (hijau, matang/kuning, kuning dengan noda coklat, overripe)

Membandingkan rasa, warna, tekstur, dan organoleptik dari berbagai tingkat kematangan pisang

2. Pengamatan Buah Apel Apel merah

Memotong dengan pisau besi

Memotong dengan pisau stainless

X 3

Mengamati selama 15 menit

Mencatat waktu browning masing-masing apel 3. Pengamatan Buah Nanas Buah nanas segar, buah nanas kaleng Membandingkan rasa, tekstur, kenampakan, dan nilai gizi

4. Pengamatan Daun Singkong 5 gram daun singkong Merebus selama 5-10 menit setelah dimasukkan dalam air mendidih

Merebus dalam 100 ml

Merebus dalam 200 ml

Menutup beaker glass

Membuka beaker glass

Menutup beaker glass

Membuka beaker glass

Membandingkan perubahan warna dan sifat organoleptiknya 5. Pengamatan Buncis dan Wortel Buncis dan wortel

Buncis dan wortel segar

Buncis dan wortel beku

Membandingkan kenampakan tekstur, warna, dan bau 6. Pengamatan Strawberry Strawberry segar, strawberry powder Membandingkan rasa, bau, dan nilai gizi 4

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil A. 1. Tabel Hasil Pengamatan Pisang Ambon Pisang Ambon Agak hijau Kuning Kuning dengan noda coklat Overripe Keterangan: Rasa + ++ +++ ++++ +++++ Rasa ++ +++++ ++++ +++ Tekstur + ++ +++ ++++ +++++ ++ +++ +++++ ++++ Tekstur

Tidak manis Manis agak sepet Manis Lebih manis Paling manis

Padat Agak padat Lembut Lebih lembut Paling lembut

A. 2. Tabel Hasil Pengamatan Buah Apel Perlakuan Dipotong dengan pisau stainless steel Dipotong dengan pisau besi Keterangan: Waktu pencoklatan (menit) 33:15 29:38

Pencatatan waktu lebih dari 15 menit disebabkan pengamatan dilakukan di bawah paparan AC. A. 3. Tabel Hasil Pengamatan Buah Nanas Jenis nanas Nanas segar Nanas kaleng Rasa Bergetah, manis, segar Manis gula Tekstur Renyah, keras Kenyal Kenampakan Kuning cerah Mulus, kuning pucat

A. 4. Tabel Hasil Pengamatan Daun Singkong Perlakuan Direbus dalam 100 ml air + tidak ditutup Direbus dalam 100 ml air + ditutup Direbus dalam 200 ml air + tidak ditutup Direbus dalam 200 ml air + ditutup Keterangan: Keempukan + ++ +++ ++++ +++++ Keras Agak keras Lunak Lebih lunak Paling lunak Kenampakan Keempukan Warna + ++++ ++ +++ +++ ++ ++++ + Warna + ++ +++ ++++ +++++

Hijau sangat tua Hijau tua Hijau agak tua Hijau Hijau transparan 5

A. 5. Tabel Hasil Pengamatan Buncis dan Wortel Perlakuan Buncis segar Buncis beku Wortel segar Wortel beku Kenampakan Tidak berbintik, sedikit berlubang Mulus, sedikit berbintik Terdapat sedikit akar halus Terlihat seratserat Tekstur Licin, keras Bekukeras Lelehlembek Licin, keras Bekukeras Lelehlembek agak keras Warna Hijau muda Hijau tua Orange muda Orange tua Bau Agak langu Sangat langu Bau khas wortel Tidak berbau

A. 6. Tabel Hasil Pengamatan Strawberry dan Olahannya Jenis perlakuan Kenampakan Rasa Bau Strawberry segar Segar Asam Harum Strawberry powder Keterangan: Strawberry powder tidak diamati karena sudah tidak layak.

B. Pembahasan 1. Pengamatan Pisang Ambon Pengamatan terhadap pisang ambon dilakukan pada tingkat kematangan yang berbeda-beda yaitu pisang ambon yang masih agak hijau kulitnya, pisang ambon kuning, pisang ambon kuning dengan noda coklat, dan pisang ambon yang sudah overripe. Masingmasing pisang dimakan buahnya untuk mengetahui rasa serta teksturnya. Setelah itu, hasilnya dimasukkan ke dalam tabel hasil pengamatan (tabel A.1). Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pisang ambon dengan kulit kuning memiliki rasa yang paling manis, sedangkan pisang yang kulitnya masih agak hijau berasa sepet tapi tetap manis. Pisang ambon overripe berasa manis, namun lebih manis pisang ambon kulit kuning dengan noda coklat. Untuk tekstur, yang paling lembut adalah pisang ambon kulit kuning dengan noda coklat, sedangkan yang kulitnya masih agak hijau masih padat. Pisang ambon overripe berasa lebih lembut daripada pisang ambon dengan kulit kuning. Pisang termasuk dalam jenis buah klimakterik, artinya setelah pisang mengalami pemanenan masih mengalami proses peningkatan CO2 sehingga proses pematangan masih bisa berlangsung. Dalam praktikum ini dilakukan terhadap pisang ambon dengan berbagai tingkat kematangan untuk mengetahui berbagai perubahan selama proses pematangan, misalnya rasa dan warna kulit. Proses bertambah manisnya buah pisang disebabkan bertambahnya kandungan gula dan turunnya kadar zat tepung dalam buah pisang. Perubahan warna kuning menunjukkan adanya perubahan klorofil yang terkandung dalam kulit pisang menjadi pigmen kuning karena adanya proses pematangan pada buah. Buah dipanen pada tahap pra-klimakterik, dengan pematangan selanjutnya berlangsung selama tahap pascapanen. Pada tahap pra-klimakterik, hampir seluruh 6

karbohidrat berada dalam bentuk pati. Selama pematangan, karbohidrat berangsur berubah menjadi gula tereduksi dan gula tak tereduksi. Mulanya sukrosa adalah gula yang dominan, tetapi kemudian glukosa dan fruktosa yang mendominasi. Pada pisang buah, penguraian pati berlangsung sempurna selama pematangan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Buah pisang dengan kulit masih hijau mempunyai rasa yang tidak terlalu manis atau dapat dikatakan rasanya sepet. Rasa yang seperti ini disebabkan oleh kandungan zat tepung (21,5-19,5%) lebih banyak dibandingkan kandungan gula (0,1-2%) pada saat itu. Sedangkan pada pisang dengan warna kulit kuning menunjukkan kadar gulanya sebesar 16,5-19,5% dan kadar zat tepung 4-1%. Hal inilah yang menyebabkan rasanya manis. Warna buah yang mulai ada noda coklatnya sebenarnya menunjukkan bahwa buah sudah berada antara matang dan busuk, di mana mulai terjadi proses pemecahan kadar gulanya sebesar 17,5-18% dan kadar tepungnya 2,5-1%. Buah yang sudah overripe mulai mengalami proses pembusukan yang disebabkan akumulasi produk (Rismandar, 1974). Rasa sepet daging buah disebabkan oleh adanya senyawa tanin yang dapat hilang jika pisang dimasak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Semakin kuning kulit pisang maka akan semakin melunak buahnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kelunakan tersebut adalah kandungan pektin dalam dinding sel buah pisang. Dengan adanya penurunan jumlah protopektin dan peningkatan pektin terlarut, buah akan mejadi lebih lunak. Kecepatan pelunakan ini tergantung pada suhu dan jenis buah. Menurut Astawam dan Wresdiyati (2004), senyawa pektin pada buah yang masih muda berupa polimer protopektin yang tidak larut dalam air, sedangkan pada buah yang sudah matang protopektin diubah menjadi soluble pectine yang larut dalam air. Berikut nilai gizi buah pisang ambon per 100 gram: Zat gizi Jumlah Air 72,9 g Energi 108 kkal Protein 1g Lemak 0,8 g Karbohidrat 24,3 g Serat 1,9 g Abu 1g Sumber : PERSAGI, 2009 Zat gizi Kalsium Fosfor Besi Tiamin Riboflavin Niasin Vitamin C Jumlah 20 mg 30 mg 0,2 mg 0,05 mg 0,11 mg 0,1 mg 9 mg

Keunggulan utama pisang adalah kandungan kaliumnya yang tinggi mencapai 440 mg per buah dan hanya 1 mg natrium. Kalium merupakan salah satu elektrolit terpenting dalam tubuh, membantu mengatur fungsi jantung dan keseimbangan cairan tubuh. Kandungan pektin yang tinggi sangat baik untuk menurunkan kadar kolesterol (Subroto, 2008).

2. Pengamatan Buah Apel Buah apel yang masih utuh dibelah menjadi dua, kemudia masing-masing belahan dibelah lagi menggunakan pisau dari jenis bahan yang berbeda, yaitu pisau berbahan besi dan stainless steel. Kemudian masing-masing diamati waktu browning-nya dan hasilnya dimasukkan ke dalam tabel pengamatan (tabel A.2). Dari hasil pengamatan, waktu browning kedua potong apel tersebut melebihi waktu yang ditentukan (10-15 menit), hal ini disebabkan oleh adanya paparan AC di ruangan praktikum. Oleh karena itu, waktu brwoning menjadi lebih lama. Pada apel yang dipotong menggunakan pisau besi, membutuhkan waktu 29 menit 38 detik, sedangkan apel yang dipotong menggunakan pisau stainless steel membutuhkan waktu 33 menit 15 detik hingga menunjukkan warna kecoklatan (browning). Jadi dapat disimpulkan apel yang dipotong dengan pisau besi lebih cepat mengalami browning daripada apel yang dipotong dengan pisau stainless steel. Proses pencoklatan pada buah apel merupakan reaksi enzimatis, yaitu dengan adanya substrat senyawa fenolik. Penyebabnya adalah reaksi oksidasi. Enzim poliphenol oxidase (PPO) yang terkandung dalam buah akan keluar dan berkontak dengan oksigen dari udara sehingga terjadi proses pencoklatan. Enzim poliphenol oxidase dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat (Hwa, 2009). Enzim-enzim yang mengkatalisis oksidasi dalam proses pencoklatan dikenal dengan berbagai nama, yaitu enzim fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase, dan polifenolase. Masing-masing bekerja secara spesifik untuk proses tertentu. Terjadinya proses pencoklatan diperkirakan melibatkan perubahan dari bentuk kuinol menjadi kuinon (Winarno, 2004). Hasil uji pemotongan buah apel dengan pisau besi dan stainless steel menunjukkan bahwa proses browning cepat terjadi pada pemotongan dengan pisau besi. Pisau besi yang digunakan mengandung unsur besi yang merupakan salah satu faktor yang akan mempercepat proses browning karena besi merupakan reduktor yang baik. Besi dengan mudah akan mengikat O2 dari udara dan membentuk 2FeO3 yang jika berkontaminasi dengan daging buah mengakibatkan senyawa oksigen lepas dan akan membantu aktivitas enzim PPO dalam proses browning sehingga prosesnya menjadi lebih cepat (Sianturi, 2002). Sampel yang diiris dengan pisau stainless steel lebih lama pencoklatannya bila dibandingkan dengan pisau besi karena stainless steel sendiri tidak bereaksi dengan oksigen di udara bebas sehingga tidak terjadi proses oksidasi. Menurut Kusmiadi (2009), salah satu cara pencegahan agar tidak terjadi browning pada apel adalah dengan metode blanching. Blanching merupakan perlakuan panas 8

tehadap bahan dengan cara merendam bahan dalam air mendidih atau pemberian uap panas terhadap bahan dalam waktu singkat. Tujuan blanching adalah untuk menginaktifkan enzim terutama enzim peroksidase dan katalase. Cara blanching untuk mencegah browning adalah sebagai berikut : setelah dikupas apel dipotong-potong, kemudian direndam dalam air panas dengan suhu 82-93C atau dikenai uap panas selama 3 menit. Selanjutnya, potongan apel direndam dalam larutan vitamin C, dengan ukuran 200 mg per liter. Hal ini akan membuat apel tetap dalam kondisi segar dan memperoleh tambahan vitamin C dalam buah tersebut. Reaksi pencoklatan pada bahan pangan dapat dihambat dengan menggunakan senyawa-senyawa yang bersifat inhibitor (penghambat) terhadap aktivitas fenolase, antara lain belerang dioksida, sulfit, dan senyawa-senyawa yang bersifat asam. Selain itu, pemanasan juga dapat dilakukan karena enzim dapat terinaktivasi oleh panas. Berikut nilai gizi buah apel per 100 gram: Zat gizi Jumlah Air 84,1 g Energi 58 kkal Protein 0,3 g Lemak 0,4 g Karbohidrat 14,9 g Abu 0,3 g Sumber : PERSAGI, 2009 Zat gizi Kalsium Fosfor Besi Kalium Karoten total Vitamin C Jumlah 6 mg 10 mg 0,3 mg 130 mg 90 ug 5 mg

Dalam satu buah apel mengandung sekitar 100-130 mg asam ellagat, asam klorogenat, dan asam kafat, zat-zat tersebut hampir tidak ditemukan pada produk-produk olahan apel. Senyawa aktif yang terkandung dalam buah apel adalah asam ellagat dan flavonoid, terutama quercetin yang dikenal sebagai antioksidan kuat dan antikanker (Subroto, 2008).

3. Pengamatan Buah Nanas Pengamatan terhadap buah nanas dilakukan dengan menggunakan dua jenis nanas yaitu, segar dan kalengan. Kemudian yang dilakukan adalah mengamati rasa, tekstur, dan kenampakan masing-masing jenis nanas, lalu dibandingkan. Hasilnya dicatat dalam tabel hasil pengamatan (tabel A.3). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rasa yang dimiliki nanas kalengan sudah tidak asli, karena rasanya manis gula, sedangkan nanas segar rasanya manis segar. Tekstur nanas segar juga masih renyah dan keras, sedangkan nanas kalengan bertekstur kenyal. Selain itu, nanas kalengan juga bewarna lebih pucat daripada nanas segar. Nanas mengandung citric acid dan malic acid yang memberi rasa manis dan asam pada buahnya. Nanas mempunyai kandungan enzim bromelain yang dapat digunakan untuk mencerna protein di dalam makanan dan menyiapkannya agar mudah untuk diserap oleh 9

tubuh. Hal inilah yang menyebabkan nanas sering digunakan untuk mengempukkan daging pada masakan (Anonim, 2007). Nanas segar dan nanas kaleng mempunyai perbedaan sifat organoleptik (rasa, tekstur, warna) karena pada nanas kaleng sudah mengalami proses pengalengan. Proses pengalengan ini salah satunya akan membuat nanas kaleng terlihat pucat karena ada proses glassier dan inaktivasi enzim. Pada proses pengalengan, umumnya kadar zat gizi berkurang karena rusak, misalnya vitamin C dan vitamin A. Beberapa jenis anggota vitamin B kompleks juga dapat menjadi rusak atau berkurang kadarnya (Sediaoetama, 2004). Langkah-langkah pengalengan buah nanas adalah sebagai berikut: 1) Persiapan, yaitu mempersiapkan bahan berupa buah nanas, gula pasir, dan natrium benzoat. 2) Pembersihan, yaitu mengupas buah nanas kemudian mencuci sampai bersih. 3) Pembentukan, membelah nanas menjadi beberapa bagian, lalu dipotong berbentuk kubus, bulat, atau panjang. 4) Pemblansiran, melakukan pemblansiran potongan buah nanas tadi dalam air mendidih selama 3-5 menit. 5) Penutupan, menutup kaleng sampai rapat dilapisi kertas selopan. 6) Pateurisasi, dengan cara mengukus dalam kukusan selama 30 menit. 7) Pendinginan, angkat dan dinginkan sambil dibersihkan dan dilap bagian luarnya. 8) Penyimpanan, disimpan dalam tempat yang dingin dan kering (Anonim, 2007). Berikut nilai gizi buah nanas per 100 gram: Zat gizi Jumlah Air 88,9 g Energi 40 kkal Protein 0,6 g Lemak 0,3 g Karbohidrat 9,9 g Sumber : PERSAGI, 2009 Zat gizi Serat Abu Karoten total Tiamin Vitamin C Jumlah 0,6 g 0,3 g 90 ug 0,02 mg 22 mg

Senyawa aktif utama yang terkandung dalam nanas adalah bromelain yang merupakan enzim pendegradasi protein yang mengandung sulfur (Subroto, 2008). Nilai gizi buah nanas kalengan: Calories 60 kcal Total Fat Saturated Fat Polyunsaturated Fat Monounsaturated Fat Cholesterol Sodium Total Carbohydrates Dietary Fiber 0,08 g 0,006 g 0,010 g 0,029 g 0 mg 1 mg 15,70 g 0,8 g % Daily Value 1% 1%

0% 1% 6% 4% 10

Sugar Protein

15 0,42 g Jika dibandingkan antara nanas segar dengan nanas kaleng, ternyata nanas kaleng

mempunyai energi dan karbohidrat yang lebih besar. Adanya kandungan gula dalam nanas kaleng terbukti dengan rasa manis gula yang dapat dirasakan pada nanas kaleng. Menurut Sediaoetama (2004), kadar gula pada buah kaleng dibuat tinggi (70% larutan gula) agar buah tidak mudah rusak oleh bakteri pembusukan.

4. Pengamatan Daun Singkong Pengamatan daun singkong dilakukan dengan empat perlakuan yang berbeda, yaitu daun singkong direbus dalam 100 ml air tanpa ditutup dan ditutup, serta direbus dalam 200 ml air tanpa ditutup dan ditutup. Perebusan dilakukan dalam gelas beaker ditutup dengan tutup panci dan dipanasi dengan kompor spiritus. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa dari perlakuan terhadap daun singkong, yang mempunyai intensitas warna air rebusan paling kuat adalah daun singkong dengan 200 ml air ditutup. Sedangkan air rebusan daun singkong yang memiliki intensitas paling hijau jernih adalah 100 ml dibuka. Setelah direbus, daun singkong yang paling empuk adalah dalam 200 ml ditutup. Sedangkan daun singkong rebus yang paling keras adalah direbus dalam 100 ml dibuka. Pada daun singkong yang dipanaskan dalam air mendidih akan terjadi pelepasan asam folatil (menguap) dan asam non-folatil akan larut ke dalam air rebusan sehingga suasananya menjadi asam. Suasana asam ini akan memacu terjadinya perubahan korofil (hijau) menjadi pheofitin (kuning), sehingga warna daun singkong berubah. Air rebusan daun singkong warnanya lebih tajam pada perlakuan ditutup dibandingkan dengan dibuka. Hal ini juga disebabkan karena klorofil atau asam non folatil lebih banyak yang terlarut ke dalam air rebusan (Lilian, 1973). Perubahan warna daun singkong disebabkan karena perubahan klorofil saat perebusan. Pemasakan dapat merusak permeabilitas membran sel sayuran sehingga kontak antara asam dan pigmen klorofil dapat terjadi. Klorofil sangat stabil sehingga cepat berubah warna menjadi hijau olive atau coklat (Lilian, 1973).

Berikut nilai gizi daun singkong per 100 gram: Zat gizi Air Energi Protein Lemak Karbohidrat Jumlah 84,4 g 50 kkal 6,2 g 1,1 g 7,1 g Zat gizi Kalsium Fosfor Besi Karoten total Riboflavin Jumlah 166 mg 99 mg 1,3 mg 7052 ug 0,1 mg 11

Serat 2,4 g Abu 1,2 g Sumber : PERSAGI, 2009

Niasin Vitamin C

1,8 mg 103 mg

5. Pengamatan Buncis dan Wortel Bahan yang dipakai dalam pengamatan ini adalah buncis dan wortel dengan keadaan segar dan beku. Kedua keadaan ini sengaja dipakai untuk membandingkan perbedaan kenampakan, tekstur, warna, dan baunya, serta mengetahui proses thawing. Hasil untuk buncis, antara yang segar dengan yang beku memiliki sedikit perbedaan. Kenampakan yang beku lebih mulus daripada yang segar, setelah es-nya meleleh buncis menjadi lembek, warna buncis beku lebih tua daripada buncis segar, serta baunya lebih langu. Untuk wortel, pada yang beku terlihat serat-serat, teksturnya keras dan kasar, ketika es meleleh wortel menjadi lebih lembek, warnanya juga lebih tua dibandingkan wortel segar, serta tidak timbul bau khas wortel. Tekstur dari buah dan sayur beku cenderung lebih keras jika baru saja dikeluarkan dari pendingin karena air yang biasa terkandung dalam bahan makanan membeku, namun setelah air tersebut mencair biasanya buah dan sayur beku cenderung lebih lembek dan berair (seperti pada buncis beku dan wortel beku). Pada sayur dan buah beku terkadang terjadi perubahan warna dan terjadi perubahan warna yang menyimpang seperti pencoklatan. Sayur dan buah beku aromanya sudah tidak segar dan terkadang baunya sudah terkontaminasi dengan aroma bahan lain dalam pendingin. Menurut Buckle (2007), pendinginan terhadap makanan akan berpengaruh pada: 1) Penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi, dan biokimia yang berhubungan dengan kelayuan (senescene), kerusakan (decay), pembusukan, dll. 2) Pada suhu di bawah 0C air akan membeku dan terpisah dari larutan membentuk es, yang mirip dalam hal air yang diuapkan pada pengeringan atau suatu penurunan aw. Sedangkan pada bahan makanan yang dibekukan biasanya terjadi sebagai berikut: 1) Perubahan warna (hilangnya konstituen warna alami seperti pigmen klorofil, pembentukan warna yang menyimpang seperti pada reaksi pencoklatan). 2) perubahan tekstur (hilangnya cloud, perusakan gel, denaturasi protein, pengerasan). 3) perubahan flavor (hilangnya flavor asal, pembentukan flavor yang menyimpang, ketengikan). 4) perubahan zat gizi seperti asam askorbat dalam buah-buahan dan sayuran, lemak tak jenuh, dan asam amino esensial.

12

Beberapa perlakuan sebelum pembekuan untuk mengurangi proses kerusakan pada buah dan sayur : 1) Blanching untuk beberapa macam buah-buahan dan hampir semua sayuran untuk menginaktifasi enzim-enzim peroksidase, katalase, dan enzim pembuat warna coklat lainnya, mengurangi jumlah mikroba dan memperbaiki warna. 2) Penambahan atau pencelupan ke dalam larutan asam askorbat atau larutan sulfuroksida untuk mempertahankan warna alami dan mengurangi pencoklatan. 3) Pengemasan buah-buhaan dalam gula kering atau sirup untuk meningkatkan kecepatan pembekuan dan mengurangi reaksi pencoklatan, dengan mengurangi jumlah oksigen yang masuk ke dalam buah-buahan. 4) Perubahan pH beberapa buah untuk menurunkan kecepatan reaksi pencoklatan Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan bakteri, sehingga pada waktu bahan beku dikeluarkan dan dibiarkan hingga mencair kembali (thawing), maka pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba dapat berlangsung dengan cepat. Penyimpanan dingin dapat menyebabkan kehilangan bau dan rasa beberapa bahan bila disimpan berdekatan. Berikut nilai gizi buncis per 100 gram: Zat gizi Jumlah Air 89,6 g Energi 34 kkal Protein 2,4 g Lemak 0,3 g Karbohidrat 7,2 g Serat 1,9 mg Abu 0,5 g Sedangkan nilai gizi wortel per 100 gram: Zat gizi Air Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu Jumlah 89,9 g 36 kkal 1g 0,6 g 7,9 g 1g 0,6 g Zat gizi Kalsium Fosfor Besi Karoten total Natrium Kalium Vitamin C Zat gizi Kalsium Fosfor Besi Karoten total Natrium Kalium Vitamin C Jumlah 101 mg 42 mg 0,7 mg 550 ug 8 mg 250 mg 11 mg Jumlah 45 mg 74 mg 1 mg 7125 ug 70 mg 245 mg 18 mg

Dari kedua bahan makanan tersebut, dapat dilihat bahwa kandungan gizi makro hampir sama pada keduanya. Sedangkan untuk zat gizi mikro terlihat jelas bahwa wortel memiliki kandungan yang sangat lebih tinggi daripada buncis. Namun, dalam laporan praktikum ini tidak dapat dibandingkan kandungan gizi antara sayur segar dengan beku karena belum ditemukan literatur yang mendukung.

13

6. Pengamatan Strawberry dan Olahannya Pengamatan hanya dilakukan pada strawberry segar, sedangkan strawberry powder tidak dilakukan pengamatan karena keadaanya sudah tidak bagus, sehingga tidak dapat dibandingkan kenampakan, rasa, dan baunya secara langsung. Strawberry segar menunjukkan keadaan yang masih segar, rasa yang asam, dan bau yang harum. Untuk strawberry powder dilihat dalam pustaka. Warna buah strawberry segar adalah merah segar yang berasal dari kandungan antocyanin yang memberikan pigmen warna merah pada buah strawberry. Senyawa fitokimia lain yang ada dalam buah strawberry di antaranya adalah ellagic acid, catechin, quercetin, dan kaempferol (Anonim, 2008). Buah strawberry termasuk dalam golongan perishable food yang rentan terhadap kerusakan setelah pemanenan. Kerusakan tersebut di antaranya adalah kerusakan fisik, kerusakan mekanis, maupun kerusakan mikrobiologis. Untuk itu berbagai cara dilakukan oleh produsen untuk menyajikan beberapa produk olahan buah-buahan agar lebih awet (tahan lama) dan flavornya lebih bervariasi. Seperti halnya dengan pembuatan salah satu produk strawberry bubuk untuk membuat pproduk lebih awet dan praktis untuk tambahan perasa makanan. Strawberry bubuk mengalami serangkaian proses sedemikian rupa sehingga menjadi bubuk yang halus dengan flavor khas buah strawberry. Biasanya flavor yang dimiliki menjadi berkurang dibandingkan dengan strawberry segar karena adanya proses pemanasan dan penggilingan. Strawberry powder biasanya juga lebih manis karena ditambah dengan pemanis gula buatan. Proses pembuatan bahan makanan ke dalam bentuk bubuk ada beberapa langkah yaitu buah dibersihkan dahulu, kemudian diremas-remas, ditiriskan, dikeringkan, dan yang terakhir ditumbuk. Perlakuan di atas dapat menyebabkan buah kehilangan kesegaran dari air yang terkandung di dalamnya, selain itu dapat menyebabkan kehilangan aroma khas yang terkandung dalam jaringan mentah atau buah segar yaitu metil, etil asetat propionat, butirat, dan asetal 1,1-dioksietana karena aroma bersifat tidak stabil. Proses pengeringan yang lama menyebabkan flavor mudah menguap sehingga tingkat kecerahan buah rendah dan terlihat pucat, sedangkan warna merahnya kemungkinan didapat dari efek pewarna tambahan misalnya karmosin (Budiaman, 2007). Berikut nilai gizi strawberry per 100 gram: Zat gizi Air Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu Jumlah 9g 3,2 kkal 0,1 g 0,2 mg 1,2 mg Zat gizi Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Natrium Kalium Vitamin C Jumlah 2,5 mg 2,5 mg 2,7 mg 0,8 ug 0,3 mg 14,5 mg 6,5 mg 14

Nilai Gizi Strawberry Powder Drum Dried : Preservatives Kalori Air Protein Karbohidrat Lemak total Kolesterol Vitamin A A retinol A Carotenoid 1 kal 369,42 kkal 8g 6.65 g 76.63 g 4.03 g 0.0 g 294.31 IU 0.0 RE 32.70 RE Tiamin Riboflavin Niacin Niacin eqv Vitamin B6 Vitamin B12 Vit E alpha eqv Ca Cu Fe 0.22 mg 0.72 mg 2.51 mg 2.51 mg 0.064 mg 0.0 mg 1.53 mg 152.61 mg 0.53 mg 4.14mg Mg Mn P K Se Na Zn Alcohol Cafein Trans FA 109 mg 3.16 mg 207.11 mg 1809.48 mg 9.80 mg 10.90 mg 1.42 mg 0.0 mg 0.0 mg 0.0 g

Dari hasil perbandingan antara strawberry segar dengan strawberry bubuk ternyata strawberry bubuk mempunyai energi yang lebih tinggi. Selain itu, terdapat tambahan komponen beberapa vitamin, mineral, dan komponen gula yang lebih banyak di dalam strawberry bubuk.

15

KESIMPULAN

1. Buah pisang yang telah matang, kulitnya akan bewarna kuning mulus, teksturnya lunak, dan rasanya manis. Rasa manis disebabkan oleh kandungan gula yang meningkat dan zat tepung turun, menjadi lunak karena kandungan pektin dalam dinding sel mengalami penurunan protopektin dan peningkatan pektin terlarut. 2. Pemaparan udara pada buah apel yang sudah dipotong akan mempercepat proses browning karena adanya enzim phenol oksidase. Selain itu, pemotongan dengan menggunakan pisau besi juga mempercepat proses browning karena kandungan unsur besi dalam pisau yang akan mengikat oksigen dengan mudah dan oksigen ini akan membantu enzim penyebab browning. 3. Proses pengalengan buah nanas akan mengubah sifat organoleptik buah nanas segar, antara lain: rasanya lebih manis karena adanya tambahan pemanis gula, teksturnya lebih empuk karena telah mengalami proses pemanasan (blanching) untuk menginaktivasi enzim perusak, warnanya juga lebih pucat karena efek metal dari bermacam-macam substansi dalam makanan, aktivasi bakteri, ataupun pemanasan. 4. Daun singkong yang direbus akan mengalami perubahan warna daun yang semula bewarna hijau (klorofil) menjadi bewarna kuning (pheophitin) karena suasana asam dari larutnya asam non-volatil dari daun singkong. Air rebusan akan lebih bewarna karena adanya klorofil yang larut. Tekstur saun menjadi lebih empuk karena proses pemanasan. 5. Sayur dan buah beku memiliki perbedaan organoleptik dengan sayur dan buah segar. Sayur dan buah beku teksturnya akan menjadi lembek dan berair karena proses pembekuannya menyerap air. Selain itu, warnya juga akan menjadi lebih tajam dari sebelumnya. 6. Sifat organoleptik strawberry segar adalah kenampakannya segar, aromanya harum khas strawberry, dan rasanya asam. Pada produk olahannya, kandungan gizi di dalamnya mengalami penurunan, namun ada penambahan zat selama proses pembuatan menjadi bubuk.

Yogyakarta, 2 Desember 2010 Asisten, Praktikan,

(Adhila Fayasari) (Almira Sitasari)

(Kunti Grahini T)

16

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. All About Strawberry Astawam, Made, dkk. 2004. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Solo: Tiga Serangkai Budiaman, Suprihatin dkk. 2007. Berkebun Strawberry Secara Komersial. Jakarta: Swadaya Buckle. A.K, et al. 2007. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press Hwa, Lie dkk. 2009. Pengaruh Edible Coating Terhadap Kecepatan Penyusutan Berat Apel Potongan. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. Diakses tanggal 1 Desember 2010. Kusmiadi, Ridwan. 2009. Mengapa Apel Bewarna Coklat Setelah Dikupas?. Bangka Belitung: Universitas Bangka Belitung Lilian, Holland Mayer. 1973. Food Chemistry. New Delhi: East West Press PVT. LT Nanas, Buah dengan Kaya Manfaat. 2007. Ultimate Nutrition PERSAGI. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: Gramedia Rismandar. 1974. Bertanam Pisang. Bandung: NV Masa Baru Rubatzky, Vincent, dkk. 1998. Sayuran Dunia I Prinsip, Produksi, dan Gizi. Bandung: Penerbit ITB Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2004. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat Sianturi, R. 2002. Retensi Kandungan Yodium. Jakarta: Lembaga Teknologi FT Universitas Indonesia dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan Subroto, Muhammad Ahkam. 2008. Real Food True Health. Jakarta: Agro Media Pustaka Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia

17

You might also like