You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Industri yang ada di bumi ini pasti memiliki sesuatu produk yang tidak berguna atau kegunaanya sangat sedikit. Hal itu memunglinkan adanya pembuangan apa yang disebut sebagai limbah tersebut ke lingkungan sekitar. Limbah yang sangat banyak ditemui adalah limbah cair yang mengandung banyak sekali senyawa yang memungkinkan dapat meracuni kehidupan di dunia. Untuk mengatasi hal itu suatu industri harus melakukan suatu pengujian terhadap limbah yang dihasilkannya. Salah satu pengujian tersebut biasa disebut dengan pengujian Biological Oksigen Demand (BOD) yang harus sesuai dengan standar yang telah ada. Kadar BOD yang tinggi akan sangat menggangu keadaan limbah yang selanjutnya berefek pada lingkungan untuk pembuangan limbah itu. Limbah cair harus diproses lebih lanjut dan kemudian diteliti kadar BOD sebelum dibuang ke lingkngan. Kadar BOD ini nantinya akan dibandingkan dengan kadar BOD yang ada dalam air biasa atau air lingkungan B. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui besarnya kadar BOD pada sampel limbah cair. 2. Mengetahui peran BOD dalam menentukan bahan organik yang ada dalam air. 3. Mengetahui banyaknya O2 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik dalam limbah.

BAB II LANDASAN TEORI Uji BOD adalah salah satu metode analisis yang paling banyak digunakan dalam penanganan limbah dan pengendalian polusi. Uji ini mencoba menentukan kekuatan polusi dari suatu limbah dalam pengertian kebutuhan kebutuhan mikrobia akan oksigen dan merupakan ukuran tak langsung dari bahan organic dalam limbah. Mikroorganisme dapat mengoksidasi baik senyawa-senyawa mengandung karbon dan senyawa senyawa nitrogen. Bakteri yang mengoksidasi nitrogen adalah autrotof, secara normal tidak banyak terdapat dalam air limbah segar. Organisme ini terdapat dalam air limbah yang teroksidasi seperti efluen air limbah yang diberi penanganan aerobik seperti lumpur aktif dan filter menentes. Dalam system reaksi BOD, sekali bahan organic dikonversi menjadi massa selular baru dan karbondioksida, maka hubungan laju reaksi harus berubah. Kebutuhan oksigen di luar titik ini disebabkan karena terputusnya proses, biasanya dikenal sebagai respirasi endogens dan karena predator (protozoa dan bentuk-bentuk yang lebih tinggi) memakan bakteri. Respirasi endogens umumnya menggunakan bahan- bahan cadangan dan konsumsi bahan yang dilepaskan dari sel-sel mati. Uji BOD distandarisasi pada periode 5 hari, suhu 200 C. sampel disimpan dalam botol yang kedap udara. Stabilisasi yang sempurna dapat membutuhkan waktu yang lebih dari 100 hari pada suhu 200 C. periode inkubasi yang lama ini tidak paraktis untuk penentuan rutin. Oleh karena itu prosedur yang disarankan oleh AOAC (Association of Official Analitycal Chemist) adalah periode inkubasi 5 hari dan disebut BODv. nilai ini hanya merupakan indeks jumlah bahan organic yang dapat dipecah secara biologik bukan ukuran yang sebenarnya dari limbah organic (Betty dan Winiati, 1993). Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen

yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. Pemerikasaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bahan aerobik. Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan amoniak. Nilai BOD selalu lebih kecil daripada nilai COD diukur pada senyawa organik yang dapat diuraikan maupun senyawa organik yang tidak dapat diuraikan. Jenis bakteri yang mampu mengoksidasi Zat organis biasa yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan air buangan penduduk, berada pada umumnya di setiap air alam. (Gintings, 1992) Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75% dan 20 hari supaya tercapai 100% tercapai, maka pemerikasaan BOD dapat dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organis. Tentu saja, reaksi (1) juga berlangsung pada badan air sungai, air danau maupun instalasi pengolahan air buangan yang menerima air buangan yang mengandung zat organis tersebut. Dengan kata lain, tes BOD berlaku sebagai simulasi sesuatu proses biologis secara alamiah. Reaksi biologis pada tes BOD dilakukan pada temperatur inkubasi 200C dan dilakukan selama 5 hari, sehingga mempunyai istilah yang lengkap BOD205 (angka 20 berarti temperatur inkubasi dan angka 5 menunjukkan lama waktu inkubasi), namun di beberapa literature terdapat lama inkubasi 6 jam atau 2 hari atau 20 hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asian Institude of Technology, BOD205 1,15 (air sungai) sampai 1,05 (zat organis murni) kali BOD205 (ref 6). Karena reaksi BOD dilakukan di dalam botol yang tertutup, maka jumlah oksigen yang telah dipakai adalah perbedaan antara kadar oksigen didalam larutan pada saat t=0 (biasanya baru ditambah oksigen dengan aerasi, hingga = 9 mg O2/l, yaitu konsentrasi kejenuhan) dan kadarnya pada t = 5 hari (konsentrasi sisa harus 2 mg O 2/l agar supaya hasil cukup teliti). Oleh karena itu, semua sampel yang mengandung BOD>6 mg O2/l harus diencerkan supaya syarat tersebut dipenuhi (Sunu, 1980).

Air buangan domestik yang tidak mengandung limbah industri mempunyai BOD kira-kira 200 ppm. Limbah pengolahan pangan umumnya lebih tinggi dan sering kali lebih dari 1 000 ppm. Walaupun BOD merupakan pengukuran umum untuk polusi air, uji BOD memakan waktu dan reprodusibilitasnya rendah. Uji seperti kebutuhan oksigen secara kimia (COD) dan karbon organic total (TOC) lebih cepat, lebih handal dan lebih reprodusibel. Kelemahan uji BOD5, periode persiapan (fase lag) yang tidak dapat diduga panjangnya terjadi sebelum pertumbuhan aktif dimulai. Panjang lag akan mempengaruhi nilai BOD 5 hari dengan menggeser kurva sepanjang sumbu waktu. Fase stasioner disebabkan oleh habisnya nutrien yang terbatas. Hal ini sesuai dengan titik akhir stoichiometri dari sistem reaksi non biologik dan harus merupakan nilai yang reprodusibel dari pengambilan oksigen (Betty dan Winiati, 1993). Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak tergantung pada cukup tidaknya kadar oksigen terlarut. Oksigen terlarut di dalam air berasal dari udara dan dari proses fotosintesa tumbuh-tumbuhan air. Terlarutnya oksigen didalam air tergantung kepada temperatur, tekanan barometrik udara dan kadar mineral di dalam air. Ada dua metode yang banyak digunakan untuk analisa oksigen terlarut : a. Metode titrasi dengan cara Winkler (untuk di laboratorium) b. Metode elektrokimia, dengan DO meter yang menggunakan sebuah elektroda membran. Prinsip analisa adalah oksigen di dalam sampel akan mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan ke dalam larutan dalam kondisi alkalis, sehingga terjadi endapan MnO2. dengan penambahan asam sulfat dan kalium iodida maka akan dibebaskan iodine yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodine yang dibebaskan tersebut kemudian dianalisa dengan metoda titrasi iodometris yaitu dengan larutan standar tiosulfat dengan indicator kanji. (Harsanto, 1996) Sistem stoichiometri BOD. Bila nilai BOD digunakan sebagai ukuran konsentrasi organic yang dapat dibiodegradasi maka harus digunakan BOD akhir (BODL) karena bakteri dipengaruhi oleh jumlah total bahan organik yang dapat

dibiodegradasi, bukan fraksi yang akan dioksidasi. Dengan demikian perlu dikembangkan penentuan BOD akhir. Busch mempelajari sistem stoichiometrik kebutuhan oksigen dari air limbah. Pertama-tama dipertimbangkan untuk menentukan titik akhir reaksi konversi organic. Dengan mengikuti kurva penggunaan BOD untuk substrat murni dan terlarut. Busca menemukan bahwa terjadi laju penurunan pengambilan oksigen yang tajam pada suatu nilai yang reprodusibel. Indeks reprodusibilitasnya adalah gram pengambilan oksigen tiap gram substrat yang mulamula terdapat. Bila digunakan air buangan yang telah difilter atau disonifikasi, yang diduga hampir bebas dari organisme predator, nilai BOD pada titik dimana terjadi penurunan laju reaksi yang tajam., atau plato ternyata reprodusibel 5 persen.

BAB III PROSEDUR PRAKTIKUM A. Alat dan Bahan 1. Alat a. b. c. d. e. f. 2. Bahan a. b. c. d. e. f. g. h. Pereaksi MnSO4 H2SO4 (p) HCl Indikator Kanji 1% Larutan Iodida Sampel limbah Blanko Na2SO3 (0,025 N) Buret Erlenmeyer Labu ukur Botol Winker Pipet Inkubator

A. Prosedur 1. Penentuan BOD a. Menetralkan sampel dengan NaOH atau HCl b. Mengencerkan sampel yang diduga memiliki nilai BOD tinggi, hingga mencapai DO sebesar 3-4 mgO2/l

c. Menyiapkan sampel limbah untuk pengukuran hari ke-0 dan hari ke-5 (yang akan disimpan pada incubator). d. Mengukur kandungan oksigen terlarut (DO) untuk hari ke-0 dan hari ke-5. e. Perhitungan : BOD5 (mg O2/l) = [(A0 A5) (B0 - B5) ] x P Dimana : A0 = oksigen terlarut hari ke-0 untuk sampel A5 = oksigen terlarut hari ke-5 untuk sampel B0 = oksigen terlarut hari ke-0 untuk blanko B5 = oksigen terlarut hari ke-5 untuk blanko] P = pengenceran 2. Penentuan DO a. Memasukkan sampel limbah dan blanko kedalam botol winkler. b. Menambahkan MnSO4 sebanyak 1 ml dan larutan Iodida 1 ml kedalam botol Winkler. c. Menutup botol Winkler sehingga tidak ada udara didalam botol. d. Mengaduk larutan didalam botol dengan membolak-balikkan botol sampai larutan menjadi larutan yang homogen. e. Mendiamkan larutan didalam botol selama 10 menit sampai terbentuk endapan coklat pada dasar botol. f. Menuang larutan (yang jernih) ke dalam Erlenmeyer. g. Menambah 1 ml H2SO4 pekat ke dalam endapan yang sudah dipisahkan dari larutan yang jernih dan mengocoknya sehingga terbentuk larutan homogen, kemudian memasukkannya kedalam Erlenmeyer yang berisis larutan yang jernih. h. Mentitrasi larutan di dalam Erlenmeyer dengan larutan Na2SO3 (0,025 N) sampai terbentuk warna coklat muda pucat.

i. Menambahkan indicator kanji sehingga terbentuk warna hijau atau biru tua kemudian mentitrasinya kembali dengan Na2SO3 (0,025 N) sampai warna tersebut hilang dan berubah menjadi jernih. j. Perhitungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Hari ke-0 a. Sampel blanko dititrasi dengan Na2S2O3 sebanyak 25 ml, b. Sampel 1 (C1) dititrasi dengan Na2S2O3 sebanyak 20 ml, c. Sampel 2 (C2) dititrasi dengan Na2S2O3 sebanyak 28,7 ml d. Titrasi dengan Na2S2O3 semua sampel berubah warna menjadi hijau jernih. e. Perhitungan : C = D1 + D2 / 2 = (20 ml + 28,7 ml) / 2 = 24,35 ml DO untuk Hari ke-0 Untuk Blanko Untuk Sampel DO untuk Hari ke-5 Untuk Blanko Untuk Sampel

B. Pembahasan Pada praktikum penetapan angka BOD dan angka DO ini digunakan sampel berupa air limbah (selokan) dan aquadest sebagai blanko. Penggunaan air selokan dianggap kurang representatif karena diperkirakan kandungan BOD dan DO kurang, sehingga perlu ditambahkan kotoran ayam. Dengan tujuan angka BOD dan DO yang diperoleh dapat representatif untuk dibandingkan dengan angka BOD dan DO dari sampel blanko. Sampel BOD harus dilakukan atau dimulai paling lama 2 jam setelah pengambilan sampelnya (karena proses biologis terus berlangsung dalam botol sampel sehingga BOD akan turun secara otomatis). Kalau hal ini tidak mungkin, sampel harus disimpan pada 40C (inkubator) selama paling lama 24 jam. Pengambilan air dan sampel untuk keperluan analisa oksigen terlarut dituangkan dengan hati-hati (mencegah masuknya udara) kedalam botol khusus (botol Winkler). Botol Winkler mempunyai volum 250-300 ml dengan ketelitian 0,1 ml lengkap dengan tutupnya (tanpa tutup pasangannya volum tidak tepat) dan memiliki leher sempit dengan tutup dari bahan gelas. Botol tersebut harus terisi penuh dengan sampel air, dan tidak boleh ada gelembung udara yang terperangkap didalamnya. Analisa oksigen terlarut harus dikerjakan segera setelah pengambilan sampel. Jumlah sample yang digunakan ada dua buah dari air selokan dan satu blanko. Penentuan DO dimulai dengan memasukkan MnSO4 dan larutan alkali iodida. Setelah penambahan sample perlu diaduk-aduk agar diperoleh sample yang homogen kemudian larutan akan didiamkan selama 10 menit agar terbentuk endapan coklat pada dasar botol. Endapan tersebut adalah endapan MnO2 dan larutan alkali iodida akan membebaskan iodine yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Kemudian larutan tersebut dipisahkan antara larutan jernih dan endapan dengan tujuan untuk menghitung oksigen yang telah terlarut pada endapan tadi. Endapan tersebut akan mendapat penambahan asam sulfat pekat sebanyak 1ml dan menggocoknya. Hal ini bertujuan untuk melarutkan semua endapan tersebut. Kemudian menambahkan Na2S2O2 0,025N sampai larutan berwarna coklat muda dan selanjutnya menambahkan indicator kanji

hingga terbentuk warna biru. Dan larutan akan dititrasi lagi dengan Na2S2O2 0,025N sampai warna birunya menghilang. Metode yang telah digunakan tersebut adalah metoda titrasi iodometris yaitu dengan larutan standar tiosulfat dengan indicator kanji yang bertujuan untuk menganalisa adanya Iodine yang dibebaskan dari larutan tersebut. Dari hasil percobaan hari ke-0, blanko membutuhkan 25 ml, sample (1) membutuhkan 20 ml dan sample (2) membutuhkan 28,7 ml. Dari hasil percobaan dilakukan perhitungan angka DO yang ada baik pada blanko maupun sample, diperoleh angka DO blanko sebesar 20 mgO2/l dan angka DO dari rata-rata titrasi sample (1) dan (2) adalah 19,48 mgO2/l. Sedangkan untuk perhitungan DO hari ke-5 hanya digunakan satu sample dan satu blanko. Blanko membutuhkan 15,3 ml, sample (1) membutuhkan 9,7 ml. Hasil perhitungan DO blanko 12,24 mgO2/l dan DO sample 6,47 mgO2/l. Perbedaan perubahan nilai DO antara sampel dan blangko (nilai DO sampel semakin rendah sedangkan nilai DO blangko semakin tinggi) ini disebabkan karena blangko merupakan akuades sehingga kandungan bahan organiknya lebih rendah dibandingkan pada sampel cairan limbah, dengan demikian oksigen yang diperlukan untuk menguraikan bahan organik juga lebih sedikit. Namun pada hari kelima nilai DO blangko mengalami peningkatan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, sebenarnya nilai DO dalam blangko/akuades tidak akan mengalami perubahan yang signifikan mengingat kandungan dalam bahannya sebagian besar adalah berupa berbagai jenis mineral. Pengukuran BOD dilakukan pada hari kelima sesuai dengan standardisasi uji BOD menurut Jenie dan Rahayu (1993) yang menyatakan bahwa uji BOD distandardisasi pada periode lima hari dan suhu 20C, hasil pengukuran BOD pada hari kelima ini selanjutnya disebut dengan BOD5 artinya periode inkubasi yang dilakukan adalah 5 hari. Semakin besar angka BOD ini menunjukkan bahwa derajat pengotoran air limbah semakin besar. Pada percobaan yang dilakukan di laboratorium, nilai BOD yang diperoleh adalah sebesar 3,4 mg Oksigen per liter, artinya untuk menguraikan zat organik yang terkandung di dalam satu liter sampel limbah dibutuhkan oksigen

sebanyak 3,4 mg. Nilai BOD sebesar 3,4 mg O2/L ini masih relatif aman untuk dilepas ke lingkungan dan masih memenuhi persyaratan baku mutu limbah cair sesuai ketentuan menteri lingkungan hidup nomor 10 tahun 1995, menurut ketentuan tersebut kadar BOD maksimum yang diperbolehkan adalah sebesar 50 mg/L untuk limbah cair yang dibuang ke badan air golongan B dan 150 mg/L untuk limbah cair yang dibuang ke badan air golongan C. Uji BOD adalah salah satu metode analisis yang paling banyak digunakan dalam penanganan limbah dan pengendalian polusi. Uji ini mencoba menentukan kekuatan polusi dari suatu limbah dalam pengertian kebutuhan kebutuhan mikrobia akan oksigen dan merupakan ukuran tak langsung dari bahan organic dalam limbah. Uji BOD distandarisasi pada periode 5 hari, suhu 200 C. Sampel disimpan dalam botol yang kedap udara (Sunu, 2001). Sehingga dalam praktikum ini digunakan Botol Winkler dan sample akan disimpan dalam incubator pada suhu 40C. Untuk menentukan angka BOD dari suatu limbah maka perlu diketahui banyaknya jumlah oksigen yang terlarut dari sample dan dari blanko yang diperoleh pada pengukuran DO hari ke-0 dan hari ke-5. Sehingga berdasarkan hasil praktikum, dapat diketahui besarnya angka BOD dari sample limbah yang digunakan yaitu sebesar 5,25 mgO2/l. Analisa BOD diperlukan metode pengecekan cara kerja dengan pembuatan larutan standar, yang memiliki sifat tetap yaitu 825 mgO2/l. Larutan standar ini masih harus ditambahkan benih serta inhibitor nitrifikasi, supaya reaksi mikrobiologis berjalan secara optimal. Hasil BOD5 diperolehkan menyimpan dari harga yang sebenarnya sebesar plus atau min 5%, untuk seseorang yang berpengalaman. Hasil antara dua laboratorium atau lebih, dapat berbeda 10%. Analisa BOD selalu akan kurang tepat, namun hal ini tetap diperlukan karena mencerminkan proses alam yang hampir sama dengan kenyataan. Penyimpan disebabkan oleh adanya proses-proses mikrobiologis yang kurang dapat diatur oleh manusia, serta kesulitan pada analisa zat oksigen yang terlarut dalam sampel. Apabila sampel diencerkan maka ketelitian analisa zat oksigen semakin buruk.

BAB V KESIMPULAN 1. Angka BOD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. 2. Zat organis maupun inorganis dapat bersifat racun terhadap bakteri, misalnya; sianida, tembaga dan sebagainya. 3. Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen didalam air. 4. Apabila sampel BOD mengandung racun, pertumbuhan bakteri terhalang (inbibisi) maka angka BOD lemah. 5. Larutan Na2SO4 (natrium sulfit) hanya untuk air yang mengandung senyawa klor akif. 6. Kelemahan uji BOD yaitu memakan waktu dan reprodusibilitasnya rendah. 7. Jumlah oksigen yang terlarut dinyatakan dalam perhitungan DO yang dapat dilakukan dengan metode Titrasi dengan tabung Winkler. 8. Nilai-nilai BOD dan tingkat padatan menguap akan tetap rendah dan konstan atau sedikit naik karena kebutuhan organik dan padatan dioksida.

DAFTAR PUSTAKA Betty, S.L.J. dan Winiati, P.R., 1993, Penanganan Limbah Industri Pangan, Kanisius, Yogyakarta Gintings P. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Harsanto JB Budi. 1996. Dasar-dasar Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UGM. Yogyakarta Sunu, Pramudya, 2001, Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001, PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta

You might also like