You are on page 1of 4

CHINA-ASEAN FREE TRADE AREA

CAFTA adalah salah satu perjanjian kerjasama ekonomi yang dibuat oleh ASEAN dengan Negara China yang mulai dilaksanakan pada awal januari 2010 dengan meliputi semua Negara ASEAN dan China. Kerjasama ekonomi dalam hal ini meliputi pembebasan bea masuk barang dari China ke ASEAN dan sebaliknya. Pembebasan bea masuk/pajak barang ini dimaksudkan agar distribusi barang dapat terlaksana tanpa ada halangan yang akan membuat perekonomian kedua belah pihak semakin maju Mulai awal tahun ini Indonesia 1 Januari 2010 terjadi pelaksanaan kesepakatan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China. Indonesia bersama negara-negara ASEAN dan CINA dalam perekonomiannya melakukan kegiatan perekonomian kawasan perdagangan pasar bebas. Akibat nya terjadi pro dan kontra dampak yang akan di timbulkan dari kegiatan ini. kerjasama antara China dan negara-negara Asia Tenggara mempunyai jaminan system yang dimana CAFTA merupakan semacam rancangan sistem, antara lain bagaimana memfasilitasi perdagangan. CAFTA dapat dipandang sebagai salah satu mekanisme kerjasama itu. Sejalan dengan pergeseran pusat berat ekonomi dunia ke timur, selesainya pembangunan CAFTA akan memberikan pengaruh penting bagi konstelasi ekonomi regional dan dunia.

Dampak Positif ACFTA


Pertama: ACFTA akan membuat peluang kita untuk menarik investasi. Hasil dari investasi tersebut dapat diputar lagi untuk mengekspor barang-barang ke Negara yang tidak menjadi peserta ACFTA. Kedua : Dengan adanya ACFTA dapat meningkatkan volume perdagangan. Hal ini di motivasi dengan adanya persaingan ketat antara produsen. Sehingga produsen maupun para impotir dapat meningkatkan volume perdagangan yang tidak terlepas dari kualitas sumber yang diproduksi.

Ketiga: ACFTA akan berpengaruh positif pada proyek laba BUMN 2010 secara agregat. Namun disamping itu faktor laba bersih, presentasi pay out ratio atas laba juga menentukan besarnya dividen atas laba BUMN. Keoptimisan tersebut, karena dengan adanya ACFTA, BUMN akan memanfaatkan barang modal yang lebih murah dan dapat menjual produk ke Cina dengan tarif yang lebih rendah pula. Dampak negatif Pertama : Serbuan kedepan produk asing terutama di dai China dapat mengakibatkan mengalami kehancurkan sektor sektor ekonomi yang diserbu. Diproyeksikan 5 tahun penanaman modal sektor industripengolahan penurunan yang sebagian besar dipicu oleh penutupan sentra-sentra usaha strategis IKM (Industri Kecil Menengah). Kedua : Pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yang sangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi importer atau pedagang saja. Ketiga: Karakter perekonomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah. Segalanya bergantung pada asing. Jika banyak sektor ekonomi bergantung pada impor, sedangkan sektor-sektor vital ekonomi dalam negeri juga sudah dirambah dan dikuasai asing. Keempat: Kita (Indonesia) kalah bersaing mengekspor bahan hasil olahan karena yang sangat mungkin berkembang adalah ekspor bahan mentah, bukan hasil

olahan yang memiliki nilai tambah seperti ekspor hasil industri karena adanya ACFTA yang dimana Negara China benar-benar menguasai penjualan bahan hasil olahan. Kelima: Peranan produksi terutama sektor industry manufaktur dan IKM dalam pasar nasional akan terpangkas dan digantikan impor. Dampaknya, ketersediaan lapangan kerja semakin menurun.

Peran pemerintah terhadap ACFTA


Pemerintah telah membentuk tim khusus beranggotakan lintas departemen dan wakil dari dunia usaha untuk mengantisipasi ACFTA, sekaligus CEFT-AFTA. Setidaknya terdapat sebanyak sepuluh langkah kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengantisipasi Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang sudah diimplementasikan pada tahun 2010. Kesepuluh langkah kebijakan itu dikeluarkan pemerintah dengan tetap mengacu pada aturan WTO. Kebijakan pertama adalah mengevaluasi dan merevisi semua Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sudah kedaluwarsa dan menerapkannya secara wajib dengan terlebih dahulu menotifikasikannya ke WTO. Kedua adalah mengefektifkan fungsi Komite Anti Dumping (KADI) dalam menangani setiap kasus dugaan praktik dumping dan pemberian subsidi secara langsung oleh negara mitra dagang. Ketiga, mengefektifkan fungsi Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dalam menanggulangi lonjakan barang impor di pasar dalam negeri. Keempat adalah kebijakan untuk meningkatkan lobi pemerintah untuk mengamankan eskpor Indonesia antara lain dari ancaman dumping dan subsidi oleh negara mitra dagang. Kelima, Pemerintah akan mengakselerasi penerapan dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Ekonomi 2008-2009. Keenam, melakukan harmonisasi tarif bea masuk (BM) untuk pos tarif yang berlaku secara umum sehingga BM untuk produk hulu dan hilir guna memacu investasi dan daya saing. Ketujuh adalah mengefektifkan tugas dan fungsi aparat kepabeanan, termasuk mengkaji kemungkinan penerapan jalur merah bagi produk yang rawan penyelundupan barang ilegal. Kedelapan adalah membatasi/melarang ekspor bahan baku mentah

untuk mencukupi kebutuhan energi bagi industri dalam negeri sehingga dapat mendorong tumbuhnya industri pengolahan di tingkat hulu sekaligus memperkuat daya saing industri lokal. Kesembilan, Pemerintah akan mempertahankan kebijakan peraturan pemerintah (PP) tentang Fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di Bidangbidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu. Kesepuluh, pemerintah juga akan melanjutkan kebijakan Permendag Nomor 56 Tahun 2008 yang mengatur pembatasan pintu masuk pelabuhan untuk lima produk tertentu, yaitu alas kaki, barang elektronik, mainan anak-anak, garmen, serta makanan dan minuman. http://mim.yahoo.com/maxmanalu/p/8AHWXBL/?noredir=1&.mo=0 http://www.scribd.com/doc/25830743/dampak-ACFTA-terhadap-perekonomianIndonesia

You might also like