You are on page 1of 20

ACARA III UJI KERUSAKAN MINYAK A.

Tujuan Tujuan dari praktikum acara Uji Kerusakan Minyak ini adalah untuk mengetahui tingkat kerusakan pada beberapa jenis minyak dengan pengujian angka peroksida dan penentuan asam lemak bebas. B. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan bahan Minyak kacang tanah mengandung 76-82% asam lemak tidak jenuh, yang terdiri dari 40-45% asam oleat dan 30-35% asam linoleat. Kestabilan minyak akan bertambah dengan cara hidrogenasi atau dengan penambahan antioksodan. Dalam minyak kacang tanah terdapat tokoferol yang merupakan antioksidan alami dan efektif dalam menghambat proses oksidasi minyak kacang tanah. Sebagai bahan pengan minyak kacang tanah dipergunakan untuk minyak goreng, bahan dasar pembuatan margarin mayonaise, salad dressing dan mentega putih (shortening), keunggulannya dibanding minyak jenis lainnya adalah dapat dipakai berulang-ulang untuk menggoreng bahan pangan (Ketaren, 2008). Minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh kurang lebih 90%. Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah kecil komponen bukan minyak, misalnya fosfatida, gum, sterol (0,06-0,08%), tokoferol (0,003%), asam lemak bebas (kurang dari 5%). Persenyawaan tokoferol tidak dapat disabunkan, dan berfungsi sebagai antioksidan (Ketaren, 2008). Lemak sapi mengandung 50,3% asam lemak jenuh (Wardiatmo dan Ridwan (1989) dalam Rusli dan Salim (2007)). Bahan makanan yang terdapat pada lemak sapi banyak mengandung asam lemak jenuh yaitu laurat, stearat, palmitat, dan miristat yang dapat meningkatkan kadar

kolesterol darah yang menjadi faktor resiko penyakit jantung koroner (Raharjo (1996) dalam Rusli dan Salim (2007)). Lemak ayam adalah lemak yang diperoleh dari proses rendering dan pengolahan ayam. Sumber senyawa hewani ini, lemak ayam mengandung asam linoleat tinggi dan sebuah asam lemak omega-6 yang menguntungkan. Kadar asam linoleat adalah antara 17,9% dan 22,8%. Hal ini sering digunakan dalam makanan hewan peliharaan, dan juga telah digunakan dalam produksi biodiesel. Lemak ayam adalah salah satu dari dua jenis lemak hewan yang disebut sebagai Schmaltz (2010) dalam Bitho, (2010)). 2. Tinjauan teori Penurunan kualitas atau kerusakan minyak dapat diketahui diantaranya dengan mengukur angka peroksidanya. Peroksida merupakan senyawa antara dalam rangkaian proses ketengikan oleh peristiwa oksidasi. Hasil reaksi utama pada awal reaksi oksidasi adalah peroksida. Peroksida ini akan mengalami pemecahan sehingga menghasilkan senyawa-senyawa lain seperti aldehid, keton, alkohol, hidrokarbon dan ester. Senyawa-senyawa hasil pemecahan peroksida ini menyebabkan timbulnya bau tengik dan rasa yang tidak dikehendaki. Penyimpanan yang terlalu lama juga dapat menyebabkan ketengikan. Jumlah senyawa peroksida dalam minyak yang semakin banyak menunjukkan minyak tersebut akan cepat menjadi tengik, sehingga peroksida tidak dikehendaki dalam minyak atau jumlahnya perlu dibatasi (Hidayati dan Puspawati, 2011). Salah satu faktor penentu kualitas lemak atau minyak adalah angka asam, angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terrdapat dalam satu gram lemak atau minyak. Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis mengakibatkan kerusakan lemak dan (Anonim10

minyak. Ini terjadi karena terdapat terdapat sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut (Herlina dan Ginting, 2002). Minyak yang tinggi kandungan asam lemak tak jenuh memiliki nilai tambah hanya pada gorengan pertama saja, sementara yang tinggi asam lemak jenuh bisa lebih lama lagi, meski pada akhirnya akan rusak juga. Oleh proses penggorengan sebagian ikatan rangkap akan menjadi jenuh. Penggunaan yang lama dan berkali-kali dapat menyebabkan ikatan rangkap teroksidasi, membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/ FFA). Selain menyebabkan tengik, FFA juga bisa menaikkan kolesterol darah. Kerusakan minyak tidak bisa dicegah, namun dapat diperlambat dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pertama, oksigen. Semakin banyak oksigen semakin cepat teroksidasi. Kedua, ikatan rangkap. Semakin banyak ALTJ-nya semakin mudah teroksidasi. Ketiga, suhu. Suhu penggorengan dan penyimpanan yang tinggi akan mempercepat reaksi. Keempat, cahaya serta ion logam tembaga (Cu++) dan besi (Fe++) yang merupakan faktor katalis proses oksidasi dan kelima, antioksidan. Semakin tinggi antioksidan ditambahkan semakin tahan terhadap oksidasi (Anonim, 2005).
Peroksida akan meningkat sampai pada tingkat tertentu selama penyimpanan sebelum penggunaan, yang jumlahnya tergantung pada waktu, suhu, dan kontaknya dengan cahaya dan udara. Selama oksidasi, nilai peroksida meningkat secara lambat-laun, yang kemudian dengan cepat mencapai puncak. Tingginya bilangan peroksida menandakan oksidasi yang berkelanjutan, tetapi rendahnya bilangan peroksida bukan berarti bebas dari oksidasi. Pada suhu penggorengan, peroksida meningkat, tetapi menguap dan meninggalkan sistem penggorengan pada temperatur yang tinggi. Salah satu kerusakan minyak adalah oksidasi lipid dari asam lemak tidak jenuh. Kerusakan ini dapat terjadi dalam dua tahap yaitu reaksi lemak dengan

oksigen dan selanjutnya secara proses oksidasi. Sebagian besar asam-asam lemak tidak jenuh akan rusak dengan bertambahnya umur dan sebagian hasil kerusakan dapat menguap (Anonim, 2011).

Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying), karena selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan suhu 100oC atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi. Oksidasi pada penggorengan suhu 200oC menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajat ketidakjenuhan tinggi, sedangkan hidrolisis mudah terjadi pada minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang (Sartika, 2009). Asam lemak bebas menunjukkan terjadinya hidrolisa. Makin tinggi kadar asam lemak bebas, mutu VCO makin rendah. Peroksida merupakan hasil oksidasi minyak yang dapat berakibat tengik pada minyak. Sedangkan thiobar bituric acid (TBA) merupakan hasil pemecahan peroksida. Oksidasi lemak akan menghasilkan peroksida yang selanjutnya akan dipecah menjadi aldehid dan keton. Dua senyawa terakhir ini dinyatakan dengan nilai TBA (Sui, dkk., 2006). Hasil penelitian menunjukan frekuensi menggoreng menyebabkan kenaikan suhu minyak pada akhir penggorengan. Angka peroksida naik seiring dengan berulangnya penggorengan. Angka asam bebas juga naik seiring dengan berulangnya penggorengan. Angka peroksida menurut SII adalah 1 mg O/100 g, sedangkan angka asam lemak bebas menurut SII adalah 0,3% (Gunawan dkk, 2003) . Ikatan tidak jenuh yang terdapat dalam semua lemak dan minyak merupakan pusat aktif, yang antara lain dapat bereaksi dengan oksigen. Proses autooksidasi dan kerusakan yang terjadi pada baurasa lemak dan makanan berlemak sering dinyatakan dengan istilah ketengikan. Faktor

yang mempengaruhi laju oksidasi ialah jumlah oksigen yang ada, derajat ketidakjenuhan lipid, adanya antioksidan, adanya prooksidan, terutama tembaga, dan beberapa senyawa organik seperti molekul yang mengandung hem dan lipoksidase. Sifat bahan pengemas, pendedahan terhadap cahaya, dan suhu penyimpanan. Laju dan jalannya autooksidasi bergantung terutama pada susunan lemak-derajat ketidakjenuhannya dan jenis asam lemak tak jenuh yang ada (Deman, 1997). Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase (Winarno, 1984). C. Metodologi 1. Alat a. Timbangan analitik b. Erlenmeyer 250 ml c. Pipet ukur d. Buret e. Pipet tetes f. Gelas ukur g. Hot plate 2. Bahan a. Minyak kelapa b. Minyak kacang tanah c. Lemak ayam d. Lemak sapi e. Asam asetat-cloroform (3:2)

f. KI jenuh g. Aquadest h. Na2S2O3 0,1 N i. Larutan pati 1% j. Alkohol netral k. Indicator pp l. NaOH 0,1 N m. Aluminium foil n. HCl 4M o. Pereaksi TBA 3. Cara Kerja a. Penentuan angka peroksida Ditimbang 5 gr sampel Ditambah 30 ml asam asetat-kloroform (3:2) Digoyang sampai semua bahan larut Ditambah 0,5 ml KI jenuh Didiamkan 1 menit sambil digoyang Ditambah 30 ml aquadest Ditambah 0,5 ml larutan pati 1% Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang Dicatat volume titran yang digunakan Dihitung angka peroksidanya

b. Penentuan asam lemak bebas Ditimbang 20 gr sampel

Ditambah 50 ml alkohol netral panas

Ditambah 3 tetes indicator pp

Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang selama 30 detik

Dicatat volume NaOH yang digunakan

Dihitung asam lemak bebas dinyatakan sebagai % FFA atau sebagai angka asam

c. Penentuan Bilangan TBA Ditimbang 10 gram bahan dan ditambahkan 50 ml aquades

Dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 ml aquades

Ditambahkan 2,5 ml HCl 4 M sampai pH menjadi 1,5

Ditambahkan batu didih dan pencegah buih (anti foaming agent) secukupnya

Didestilasi dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50destilat selama 10 menit pemanasan

Diaduk destilat yang diperoleh dan dipipet 5 ml destilat ke dalam tabung reaksi tertutup

Ditambahkan 5 ml pereaksi TBA, ditutup, dicampur, dan dipanaskan 30 menit dalam air mendidih

Dibuat blanko menggunakan 5 ml aquades dan 5 ml pereaksi, lakukan seperti penepatan sampel

Didinginkan tabung reaksi kemudian diukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol

Dihitung bilangan TBA

D. Hasil dan Pembahasan Tabel 3.1 Penentuan Angka Peroksida Kel Sampel gr ml sampel Na2S2O3 Minyak Sebelum kelapa Sesudah Minyak Sebelum kacang Sesudah tanah 3 Minyak Sebelum 10 ayam Sesudah 4 Minyak Sebelum 11 daging Sesudah sapi Sumber : Laporan Sementara Pembahasan: Minyak merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Sumber minyak dapat diperoleh dari nabati dan hewani. Minyak nabati diantarannya minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak biji-bijian, dan minyak kedelai, sedangkan minyak hewani dapat diperoleh dari sapi, ayam, serta ikan paus. Minyak dan lemak rentan dengan kerusakan. Kerusakan lemak dapat ditandai dengan adanya ketengikan yaitu perubahan citarasa dan bau yang mengganggu. Kerusakan lemak atau minyak yang utama disebabkan oleh peristiwa oksidasi dan hidrolitik. Diantara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa yaitu karena autooksidasi. Penurunan kualitas atau kerusakan minyak dapat diketahui diantaranya dengan mengukur angka peroksidanya. Dalam praktikum acara III yaitu uji kerusakan minyak akan dilakukan pengukuran penurunan kualitas minyak dengan penentuan angka peroksida. Angka peroksida dapat digunakan sebagai indikator kerusakan karena peroksida merupakan senyawa antara dalam rangkaian proses ketengikan oleh peristiwa oksidasi, dimana hasil reaksi utama pada awal reaksi oksidasi adalah peroksida. Peroksida ini akan mengalami pemecahan sehingga menghasilkan senyawa-senyawa lain seperti aldehid, keton, alkohol, hidrokarbon dan ester. 1 8 2 9 5 5 5 5 5 5 5 5 0,5 2 1,2 2 1,5 1,0 1,0 0,75 N Na2S2O3 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Angka peroksida % 10 40 24 40 30 20 20 15

Senyawa-senyawa hasil pemecahan peroksida ini menyebabkan timbulnya bau tengik dan rasa yang tidak dikehendaki (Hidayati dan Puspawati, 2011). Angka peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam setiap 1000 g contoh / sampel. Dalam praktikum ini sampel yang digunakan yaitu minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak ayam, dan minyak sapi. Dimana masing-masing sampel dilakukan pengujian sebelum dan sesudah digunakan untuk menggoreng. Angka peroksida ditentukan dengan banyaknya jumlah Na2S2O3 dikali N Na2S2O3 dikali 1000 dibagi dengan berat sampel (g). Berdasarkan tabel 3.1 masing sampel yaitu untuk diperoleh angka peroksida dari masingminyak kelapa sebelum dan sesudah

penggorengan masing-masing 10% dan 40%, untuk minyak kacang tanah sebelum dan sesudah penggorengan masing-masing sebesar 24 % dan 40%. Untuk minyak ayam sebelum dan sesudah penggorengan sebesar 30% dan 20 %, dan untuk minyak daging sapi angka peroksida sebelum dan sesudah penggorengan yaitu sebesar 20 % dan 15 %. Adanya perlakuan pengorengan dapat meningkatkan angka peroksida, karena pada proses penggorengan sebagian ikatan rangkap akan menjadi jenuh. Penggunaan yang lama dan berkali-kali dapat menyebabkan ikatan rangkap teroksidasi. Semakin tinggi derajat ketidakjenuhan dan semakin tinggi suhu penggorengan yang dilakukan maka akan mempercepat reaksi oksidasi (Anonim, 2005), dimana hasil utama pada awal reaksi oksidasi yaitu peroksida. Sehingga adanya proses penggorengan akan meningkatkan angka peroksida suatu minyak. Namun dari data tabel 3.1 diatas terjadi penyimpangan yaitu pada sampel minyak ayam dan minyak sapi dimana dikedua minyak tersebut setelah penggorengan memiliki angka peroksida lebih rendah dibandingkan dengan yang sebelum penggorengan.
Sebagian besar asam-asam lemak tidak jenuh akan rusak dengan bertambahnya umur. Semakin banyak ikatan rangkapnya maka akan semakin

mudah terkena oksidasi. Dengan kata lain semakin tinggi derajat ketidakjenuhan suatu minyak maka semakin mudah terkena oksidasi, dan angka peroksidapun akan semakin tinggi. Dari data pada tabel 3.1 dapat

dilihat angka peroksida yang terbesar pada tahapan sebelum penggorengan yaitu minyak ayam (30%), dan yang paling kecil pada minyak kelapa (10%). Sedangkan setelah penggorengan yang terbesar yaitu minyak kelapa dan kacang tanah sebesar 40% dan yang paling kecil yaitu minyak sapi sebesar 15%. Untuk minyak sebelum penggorengan angka peroksida yang paling tinggi pada minyak ayam. Hal itu dikarenakan lemak ayam mengandung asam linoleat tinggi dan sebuah asam lemak omega-6 yang menguntungkan. Kadar asam linoleat adalah antara 17,9% dan 22,8% (Anonim10 (2010) dalam Bitho, (2010)). Seperti diketahui asam linoleat merupakan asam lemak tidak jenuh. Kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi rawan terjadinya oksidasi dan akan meningkatkan besatr angka peroksida dalam bahan. Pada sampel lemak kelapa angka peroksida yang terbentuk yaitu sekitar 10 % dimana merupakan nilai yang paling rendah dibandingkan dengan sampel yang lainnya. Hal itu dikarenakan kandungan minyak kelapa yaitu asam lemak jenuh kurang lebih 90% (Ketaren, 2008). Sedangkan untuk sampel minyak setelah penggorengan dari tabel 3.1 penentuan diatas dapat dilihat sampel minyak yang menunjukkan angka peroksida tertinggi pada minyak kelapa dan minyak kacang tanah, dimana menurut Ketaren (2008) minyak kacang tanah mengandung 76-82% asam lemak tidak jenuh, yang terdiri dari 40-45% asam oleat dan 30-35% asam linoleat. Angka peroksida yang tinggi pada minyak kacang tanah setelah penggorengan sesuai dengan teori, karena tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying), karena selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak. Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan suhu 100oC atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi. Oksidasi pada penggorengan suhu 200oC menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajat ketidakjenuhan tinggi (Sartika, 2009).

Angka peroksida bisa dijadikan sebagai indikator kerusakan minyak dan lemak karena peroksida sebagai senyawa antara dalam proses oksidasi yang menyebabkan ketengikan. Hasil utama pada awal reaksi oksidasi yaitu peroksida dimana dari peroksida yang terbentuk dapat terpecah menjadi hasil-hasil oksidasi seperti aldehid, keton, hidrokarbon, ester (Hidayati, dan Puspawati, 2011). Pada angka peroksida tinggi, mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, semakin tinggi angka peroksida semakin tinggi pula tingkat kerusakan minyak. Namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu menunjukkan angka perokasida yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka peroksida pada minyak yaitu besarnya derajat ketidakjenuhan minyak dan lemak, tingginya suhu penggorengan dan penyimpanan minyak, adanya cahaya dan katalis logam, serta banyaknya oksigen di dalam bahan berlemak/berminyak. Tabel 3.2 Penentuan Asam Lemak Bebas Kel Sampel ml NaOH 1 Minyak kelapa Sebelum 2,25 8 Sesudah 4,75 2 Minyak Sebelum 3,5 kacang tanah 9 Sesudah 3,75 3 Minyak ayam Sebelum 2,2 10 Sesudah 1,7 4 Minyak daging Sebelum 3,3 11 sapi Sesudah 3,5 Sumber : Laporan sementara Pembahasan : Menurut Herlina dan Ginting (2002), salah satu faktor penentu kualitas lemak atau minyak adalah angka asam, angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terrdapat dalam satu gram lemak atau minyak. Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi

% FFA 0,225 0,475 0,488 0,52875 0,30954 0,239 0,92396 0,4935

Angka asam 0,63 1,33 0,97112 1,0522 0,6159 0,45 0,4643 0,982065

asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak. Ini terjadi karena terdapat terdapat sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut. Dari tabel 3.2 dapat dilihat bahwa pada hampir semua sampel minyak mengalami kenaikan jumlah asam lemak bebas (%FFA) dan angka asam setelah penggorengan. Dimana angka asam menunjukan jumlah asam lemak bebas yang terdapat pada minyak atau lemak. Pada minyak kelapa %FFA sebelum dan sesudah penggorengan secara berturut-turut adalah 0,255% dan 0,475%, sedangkan angka asamnya sebelum dan sesudah penggorengan secara berturut-turut adalah 0,63 dan 1,33. Pada minyak kacang tanah %FFA sebelum dan sesudah penggorengan secara berturut-turut adalah 0,488% dan 0,52875%, sedangkan angka asamnya sebelum dan sesudah penggorengan secara berturut-turut adalah 0,97112 dan 1,0522. Pada minyak sapi %FFA sebelum dan sesudah penggorengan secara berturut-turut adalah 0,92396 % dan 0,4935%, sedangkan angka asamnya sebelum dan sesudah penggorengan secara berturut-turut adalah 0,4643 dan 0,982065. Hal ini sesuai dengaan teori bahwa frekuensi menggoreng menyebabkan kenaikan suhu minyak pada akhir penggorengan. Angka peroksida naik seiring dengan berulangnya penggorengan. Angka asam bebas juga naik seiring dengan berulangnya penggorengan. Angka peroksida menurut SII adalah 1 mg O/100 g, sedangkan angka asam lemak bebas menurut SII adalah 0,3% (Gunawan, 2003). Dari semua sampel yang diuji, tidak ada sampel yang angka asamnya melebihi SII, semua sampel memiliki angka asam kurang dari 0,3% (SII) dan ini berarti masih aman untuk dikonsumsi. Pada minyak ayam %FFA sebelum dan sesudah penggorengan secara berturut-turut adalah 0,30954% dan 0,239%, sedangkan angka asamnya sebelum dan sesudah penggorengan secara berturut-turut adalah 0,6195 dan 0,45. Dari data tersebut diketahui bahwa %FFA dan angka asam pada minyak ayam mengalami penurunan, hal ini tidak sesuai teori karena menurut Gunawan (2003) bahwa frekuensi menggoreng menyebabkan kenaikan suhu minyak pada akhir penggorengan. Angka peroksida naik seiring dengan berulangnya

penggorengan dan angka asam bebas juga naik seiring dengan berulangnya penggorengan. Sehingga setelah penggorengan minyak akan semakin rusak yang ditandai dengan naiknya angka asam dan angka peroksida. Dari keempat sampel tersebut, minyak yang %FFA dan angka asamnya tertinggi adalah minyak kacang tanah. Dalam minyak kacang tanah terdapat tokoferol yang merupakan antioksidan alami dan efektif dalam menghambat proses oksidasi minyak kacang tanah, namun bukan berarti proses oksidasi minyak kacang tanah dapat terhambat sama sekali. Menurut Ketaren (2008), minyak kacang tanah mengandung 76-82% asam lemak tidak jenuh, dan menurut Anonim (2005), semakin banyak asam lemak tak jenuhnya maka semakin mudah teroksidasi. Oleh karena itu, tingginya kandungan asam lemak tak jenuh pada minyak kacang tanah mengakibatkan minyak semakin mudah rusak terutama oleh oksidasi. Sedangkan %FFA dan angka asam terkecil terdapat pada minyak kelapa, hal ini dikarenakan kandungan asam lemak jenuh kurang lebih 90% (Ketaren, 2008), ini berarti bahwa kandungan asam lemak tak jenuhnya kurang lebih 10% sehingga tingkat kerusakan minyak akibat oksidasi cenderung lebih kecil dibanding minyak kacang tanah, minyak ayam, dan minyak sapi. Menurut Anonim (2005), kerusakan minyak tidak bisa dicegah, namun dapat diperlambat dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pertama, oksigen. Semakin banyak oksigen semakin cepat teroksidasi. Kedua, ikatan rangkap. Semakin banyak ALTJ-nya semakin mudah teroksidasi. Ketiga, suhu. Suhu penggorengan dan penyimpanan yang tinggi akan mempercepat reaksi. Keempat, cahaya serta ion logam tembaga (Cu++) dan besi (Fe++) yang merupakan faktor katalis proses oksidasi dan kelima, antioksidan. Semakin tinggi antioksidan ditambahkan semakin tahan terhadap oksidasi. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Deman (2007) bahwa faktor yang mempengaruhi laju oksidasi ialah jumlah oksigen yang ada, derajat ketidakjenuhan lipid, adanya antioksidan, adanya prooksidan, terutama tembaga, dan beberapa senyawa organik seperti molekul yang mengandung hem dan lipoksidase. Sifat bahan pengemas, pendedahan

terhadap cahaya, dan suhu penyimpanan. Laju dan jalannya autooksidasi bergantung terutama pada susunan lemak-derajat ketidakjenuhannya dan jenis asam lemak tak jenuh yang ada. Oleh karena itu, untuk meminimalisir kerusakan minyak harus diperhatikan faktor-faktor tersebut. Tabel 3.3 Penentuan Bilangan TBA Kel Sampel 5 12 6 13 Absorbansi Bilangan TBA Sebelum 0,009 0,0702 Sesudah 0,023 0,1794 Sebelum 0,013 0,1014 Sesudah 0,174 1,3572 0,800 1,592 -

Minyak kelapa Minyak kacang tanah 6 Minyak Sebelum 14 ayam Sesudah 7 Minyak Sebelum 11 daging sapi Sesudah Sumber : laporan Sementara Pembahasan :

Pada percobaan ketiga, pada acara 3 kerusakan lemak yaitu penentuan bilangan TBA (thiobar bituric acid ) pada sampel minyak yang digunakan. Terbentuknya peroksida, disusul dengan terbentuknya ikatan rangkap baru, yang akan menghasilkan deretan persenyawaan aldehida dan asam jenuh dengan berat molekul lebih rendah misalnya malonaldehida (MDA) dalam minyak, yang nantinya akan larut dalam air. Penentuan angka asam thiobarbiturat (TBA), dengan cara mencampurkan minyak dan air kemudian diblender, yang bertujuan untuk mengekstrak MDA Campuran tersebut kemudian dipisahkan minyak dan airnya dengan jalan didestilasi. Air yang mengandung MDA direaksikan dengan pereaksi TBA, karena reaksi MDA dan TBA berjalan lambat maka perlu dipercepat dengan pemanasan. Uji ini berdasarkan terbentuknya pigmen berwarna merah sebagai hasil dari reaksi kondensasi antara 2 molekul TBA dengan 1 molekul malonaldehida Bilangan TBA merupakan hasil pemecahan peroksida. Dalam kerusakan minyak, indikasi pertama kerusakan yaitu adanya peroksida akibat dari oksidasi.

Peroksida yang terbentuk akan dipecah menjadi aldehid dan keton. Dua senyawa tersebut dinyatakan dengan nilai TBA(Sui, dkk., 2006). Dalam tahap ini adalah lanjutan dari percobaan-percobaan sebelumnya. Sampel yang digunakan sama dengan penentuan angka peroksida dan bilangan asam pada percobaan sebelumnya yaitu minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak ayam, dan minyak sapi yang keempatempat sampel di lakukan penilaian bilangan TBA sebelum dan sesudah penggorengan. Bahan yang digunakan untuk menggoreng tersebut yaitu tempe. Berdasarkan tabel 3.3 diatas diperoleh data bilangan TBA yaitu untuk minyak kelapa sebelum dan sesudah penggorengan yaitu 0,0702 dan 0,1794. Untuk minyak kacang tanah, besar bilangan TBA sebelum dan sesudah penggorengan yaitu 0,1014 dan 1,3572. Untuk minyak ayam sebelum penggorengan tidak dapat diketahui nilainya, sedangkan yang sesudah penggorengan besarnya bilangan TBA yaitu 1,592. Untuk minyak sapi tidak didapatkan hasil nilai untuk bilangan TBA nya karena terjadi ledakan pada sampel tersebut waktu pendestilasian. Dari data yang diperoleh dapat dilihat terjadi peningkatan nilai TBA dari sampel sebelum penggorengan dengan sampel sesudah penggorengan. Peningkatan jumlah TBA pada sampel setelah penggorengan diakibatkan karena pada suhu penggorengan terjadinya oksidasi lebih tinggi karena adanya pemanasan, sehingga peroksida yang terbentukpun semakin banyak yang mengakibatkan pemecahan menjadi senyawa-senyawa aldehid dan keton yang akan meningkatkan nilai TBA. Pada suhu kamar sampai dengan suhu 100 0C, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat mengabsorpsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil. Terbentuknya peroksida, disusul dengan terbentuknya ikatan rangkap baru, yang akan menghasilkan deretan persenyawaan aldehida dan asam jenuh dengan berat molekul lebih rendah, misalnya malonaldehida (MDA), yang mempunyai jumlah atom C tiga. Senyawa MDA ini sangat menentukan kerusakan minyak, semakin besar kadar malonaldehid dalam minyak, maka semakin tinggi nilai TBA. Jika nilai

TBA tinggi, maka kualitas minyak semakin turun atau semakin tinggi kadar ketengikannya. Dari tabel 3.3 dapat diketahui nilai bilangan TBA diantara sampel yang digunakan yang memiliki nilai TBA terbesar yaitu sampel minyak kacang tanah. Hal itu dikarenakan pada minyak kacang tanah terkandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi yaitu sekitar 76-82%. Asam lemak tidak jenuh yang tinggi menyebabkan reaksi oksidasi akan tinggi pula, sehingga terbentuknya peroksida yang merupakan hasil oksidasi juga tinggi pula. Pada oksidasi lebih lanjut senyawa peroksida yang terbentuk akan mengalami pemecahan menjadi persenyawaan aldehida dan asam jenuh dengan berat molekul lebih rendah, misalnya malonaldehida (MDA). Dimana angka peroksida yang terbentuk tinggi, akan menyebabkan MDA yang terbentuk tinggi, sehingga semakin tinggi nilai TBA nya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya TBA pada suatu minyak yaitu tingginya derajat ketidakjenuhan minyak, angka peroksida, suhu pemanasan dan penyimpanan, serta sumber minyak yang digunakan. Berbeda minyak yang digunakan, besar TBA nya juga berbeda karena sumber minyak yang berbeda pastinya kandungan asam lemak dalam minyak tersebut juga berbeda sehingga akan mempengaruhi besar bilangan TBA nya. E. Kesimpulan Berdasarkan percobaan Uji Kerusakan Minyak yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan: 1. Angka peroksida menunjukkan indikator kerusakan lemak karena peroksida merupakan senyawa antara dalam proses oksidasi. 2. Adanya perlakuan pengorengan dapat meningkatkan angka peroksida, angka asam serta bilangan TBA nya. 3. Semakin tinggi derajat ketidakjenuhan minyak, maka akan semakin mudah terkena oksidasi, dan akan semakin tinggi angka peroksida, angka asam serta bilangan TBAnya.

4. Semakin tinggi angka peroksida semakin tinggi pula tingkat kerusakan minyak. 5. Minyak yang memiliki angka peroksida terbesar sebelum penggorenagna yaitu pada minyak ayam, dan terkecil pada minyak kelapa 6. Sampel minyak setelah penggorengan yang mengandung angka peroksida tertinggi pada minyak kacang tanah, dan kelapa, yang terendah pada minyak sapi. 7. Angka asam bebas naik seiring dengan berulangnya penggorengan. 8. Naiknya angka asam menunjukkan peningkatan kerusakan suatu minyak 9. Angka asam terbesar yaitu pada sampel minyak kacang tanah, karena kandungan asam lemak tidak jenuhnya yang tinggi 10. Angka asam terkecil yaitu pada sampel minyak sapi karena kandungan asa lemak jenuhnya yang tinggi. 11. Semakin besar kadar malonaldehid dalam minyak, maka semakin tinggi nilai TBA. 12. Semakin tinggi nilai TBA, maka kualitas minyak semakin turun atau semakin tinggi kadar ketengikannya. 13. Semakin tinggi angka peroksida yang terbentuk, semakin tinggi nilai bilangan TBA, sehingga kerusakan minyak semakin besar. 14. Tingkat kerusakan minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah oksigen, ikatan rangkap (derajat ketidakjenuhan), ion logam (katalisator/prooksidan), suhu, cahaya, dan antioksidan.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2005. Dibalik Gurihnya Minyak Goreng, Jelantah Merangsang Kanker Kolon. http://ipb. ac.id (Diakses tanggal 2 Mei 2011 pukul 20.03 WIB). Anonim. 2011. Tinjauan Pustaka Kerusakan Minyak. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17500/4/Chapter%20II.pdf (Diakses pada tanggal 15 Mei 2011, pukul 19.20 WIB) Bitho, Anggi. 2010. Ekstraksi Minyak Kelapa dan Biji-Bijian. http://anggibithoilmupangan.blogspot.com/2010/05/ekstraksi-minyak-kelapa-danminyak.html (Diakses pada tanggal 15 Mei 2011, pukul 19.50 WIB). Deman, John M. 1997. Kimia Makanan. ITB, Bandung. Gunawan, dkk. 2003. Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida Dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai Dengan Variasi Menggoreng. JKSA Volume 6., No. 3/ 2003. Herlina, Netti dan Ginting, M. Hendra S. 2002. Lemak dan Minyak. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara. Hidayati, Nur, dan Puspawati. 2011. Angka Peroksida Pada Minyak Kelapa Hasil Olahan Tradisional Dan Hasil Olahan Dengan Penambahan Buah Nanas Muda. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Setia Budi Surakarta. jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/art16110_0216163X.pdf (Diakses pada tanggal 15 Mei 2011, pukul 20.38 WIB). Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Rusli dan Salim, M. Nur. 2007. Pengaruh Lemak Sapi Dan Minyak Kelapa Terhadap Kadar Kolesterol Ldl Darah Ayam Buras (Gallus Gallus). Jurnal Kedokteran Hewan Vol. I No. 1. Unversitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Sartika, Ratu A.D. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (Deep Frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Markara Sains Vol 13. http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/05_Edit1_RatuAyu_PENGARUH %20SUHU%20DAN%20LAMA%20PROSES_Layout.pdf (Diakses pada tanggal 15 Mei 2011, pukul 21.05 WIB). Sui, Moh., Sumaryanti, Enny, Maghfiroh N. 2006. Meningkatkan Kapasitas Produksi Virgin Coconut Oil (VCO) Melalui Proses Pengolahan. Cakrawala Vol 1. Widayat. 2007. Studi Pengurangan Bilangan Asam, Bilangan Peroksida Dan Absorbansi Dalam Proses Pemurnian Minyak Goreng Bekas Dengan Zeolit Alam Aktif. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6, No. 1, hal. 7-12. ISSN 1412-5064 Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

LAMPIRAN Perhitungan tabel 3.1, 3.2, dan 3.3 untuk sampel minyak kacang tanah Angka peroksida = = = 40 %FFA ` = = x 100 = 0,52875 % Bilangan TBA = 7,8 D = 7,8 . 0,174 = 1,3572 x 100

You might also like