You are on page 1of 20

Fermentasi

I. TUJUAN
Terampil membuat produk makanan fermentasi
II. Dasar Teori
Respirasi adalah proses penguraian bahan makanan yang
menghasilkan energi. Respirasi dibedakan menjadi dua yaitu
respirasi aerob, yaitu respirasi yang menggunakan oksigen bebas
untuk mendapatkan energi, dan respirasi anaerob, yaitu respirasi
yang tidak membutuhkan oksigen bebas untuk mendapatkan energi.
Bahan baku respirasi adalah karbohidrat, asam lemak atau protein.
Hasil respirasi berupa CJ2, air dan energi dalam bentuk ATP.
Salah satu contoh respirasi anaerob yaitu fermentasi. Fermentasi
ini dilakukan oleh-oleh sel-sel ragi terhadap glukosa yang
kemudian menghasilkan CJ2 dan energi, dan untuk membuktikan bahwa
pada proses fermentasi yang dilakukan oleh sel-sel ragi terhadap
glukosa akan menghasilkan karbondioksida dan energy.
(Anonim 1,2009)
Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist
pertama ketika di tahun 1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi.
Ia mendefinisikan fermentasi sebagai "respirasi (pernafasan) tanpa
udara" (Anonim,2 2010)
Pembuatan tempe dan tape (baik tape ketan maupun tape
singkong atau peuyeum) adalah proses fermentasi yang sangat
dikenal di Indonesia. Proses fermentasi menghasilkan senyawa-
senyawa yang sangat berguna, mulai dari makanan sampai obat-
obatan. Proses fermentasi pada makanan yang sering dilakukan
adalah proses pembuatan tape, tempe, yoghurt, dan tahu.
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam
keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah
salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat
definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai
respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor
elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi.
Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan
hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan
dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal
sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk
menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol
lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang
keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat
dikategorikan sebagai bentuk fermentasi
(Roger, 1982).
Fermentasi adalah proses penghasil energi utama dari berbagai
mikroorganisme. Mikroorganisme seperti itu disebut anaeroob,
karena mereka mampu hidup dan memecah senyawa organik tanpa
oksigen. Beberapa dari organisme tersebut akan mati jika
didedahkan dengan oksigen. Dalam hal ini mereka disebut anaerob
obligat(Sasmitamihardja, 1996).Reaksi keseluruhan fermentasi
adalah:
C6H12J6 (glukosa) 2CH3-CH2JH (etanol) + 2CJ3 (karbohidrat)
Ini berarti, satu molekul glukosa diubah menjadi dua molekul
etanol dan dua molekul karbondioksida. Fermentasi seperti
glikolisis, adalah serangkaian reaksi yang terjadi tanpa oksigen.
Antara proses fermentasi dan proses glikolisis hanya sedikit
sekali perbedaannya; sebagian besar reaksi antara terdapat pada
kedua jalur
(Sasmitamihardja, 1996).
Sasmitamihardja, Dardjat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi
adalah Acetobacter xylinum pada pembuatan nata decoco,Acetobacter
aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi
adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang
contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus
purpureus pada pembuatan angkak dan sebagainya.Fermentasi dapat
dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan
kultur tunggal ataupun kultur campuran. Fermentasi menggunakan
kultur alami umumnya dilakukan pada proses fermentasi tradisional
yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada di lingkungan. Salah
satu contoh produk pangan yang dihasilkan dengan fermentasi alami
adalah gatot dan growol yang dibuat dari singkong. Tape merupakan
produk fermentasi tradisional yang diinokulasi dengan kultur
campuran dengan jumlah dan jenis yang tidak diketahui sehingga
hasilnya sering tidak stabil. Ragi tape yang bagus harus
dikembangkan dari kultur murni.Kultur murni adalah mikroorganisme
yang akan digunakan dalam fermentasi dengan sifat-dan
karaktersitik yang diketahui dengan pasti sehingga produk yang
dihasilkan memiliki stabilitas kualitas yang jelas. Dalam proses
fermentasi kultur murni dapat digunakan secara tunggal ataupun
secara campuran. Contoh penggunaan kultur murni tunggal
adalah Lactobacillus caseipada fermentasi susu sedang contoh
campuran kultur murni adalah pada fermentasi kecap, yang
menggunakan Aspergillus oryzae pada saat fermentasi kapang dan
saat fermentasi garam digunakan bakteri Pediococcus sp dan
khamirSaccharomyces rouxii.
Industri fermentasi dalam pelaksanaan proses dipengaruhi oleh
beberapa faktor:
1. mikrobia
2. bahan dasar
3. sifat-sifat proses
4. pilot-plant
5. faktor sosial ekonomi
Mikrobia dalam industri fermentasi merupakan faktor utama,
sehingga harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu:
1. murni
2. unggul
3. stabil
4. bukan pathogen
(anonim 3,2011)
- Murni
Dalam proses-proses tertentu harus menggunakan biakan murni
(dari satu strain tertentu) yang telah diketahui sifat-sifatnya.
Untuk menjaga agar biakan tetap murni dalam proses maka kondisi
lingkungan harus dijaga tetap steril. Penggunaan kultur tunggal
mempunyai resiko yang tinggi karena kondisi harus optimum. Untuk
mengurangi kegagalan dapat digunakan biakan campuran. Keuntungan
penggunaan biakan campuran adalah mengurangi resiko apabila
mikrobia yang lain tidak aktif melakukan fermentasi. Dalam bidang
pangan penggunaan biakan campuran dapat menghasilkan aroma yang
spesifik.
Pengembangan inokulum yang terdiri campuran biakan murni
belum berkembang diIndonesia. Sebagai contoh, inokulum tempe yang
dibuat LIPI masih merupakan inokulum kultur tunggal sehingga
produsen tempe sering mencampur inokulum murni dengan inokulum
tradisional dengan maksud memperoleh hasil yang baik.
Inokulum tape (ragi tape) juga belum berkembang. Di Malaysia,
telah dikembangkan campuran kultur murni untuk membuat tape rendah
alkohol. Ini merupakan upaya untuk memenuhi tuntutan masyarakat
yang sebagian besar muslim. Isolatnya sendiri diperoleh dari ragi
yang telah ada di pasaran.
Penggunaan inokulum campuran harus memperhatikan kebutuhan
nutrisi mikroorganismenya. Kultur campuran yang baik adalah model
suksesi sehingga antar organisme tidak bersaing namun saling
mendukung untuk pembentukan produk.
- Unggul
Pada kondisi fermentasi yang diberikan, mikrobia harus mampu
menghasilkan perubahan-perubahan yang dikehendaki secara cepat dan
hasil yang besar. Sifat unggul yang ada harus dapat dipertahankan.
Hal ini berkaitan dengan kondisi proses yang diharapkan. Proses
rekayasa genetik dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat jasad
dengan maksud mempertinggi produk yang diharapkan dan mengurangi
produk-produk ikutan.
- Stabil
Pada kondisi yang diberikan, mikrobia harus mempunyai sifat-
sifat yang tetap, tidak mengalami perubahan karena mutasi atau
lingkungan.
- Bukan Patogen
Mikrobia yang digunakan adalah bukan patogen bagi manusia
maupun hewan, kecuali untuk produksi bahan kimia tertentu. Jika
digunakan mikrobia patogen harus dijaga, agar tidak menimbulkan
akibat samping pada lingkungan. (anonim 3,2011)
Keju adalah susu padat terfermentasi. Pertama susu
difermentasi oleh bakteri asam laktat dan menghasilkan susu asam.
Susu asam kemudian diendapkan (dikoagulasi) dengan penambahan
renin atau enzim koagulan susu. Proses koagulasi disempurnakan
dengan pemadatan mekanis. Proses pemadatan menghasilkan curd dan
whey (dibuang). Curd kemudian digarami dengan 2 metode, yaitu
metode kering dan basah. Metode kering adalah pengaraman langsung
pada curd. Metode basah adalah merendam curd dalam larutan garam.
Setelah pengaraman telah dihasilkan keju (mentah) (Purwoko, 2007).
Beberapa jenis keju dan mikroba yang terlibat dalam pematangan
keju dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis jenis keju
Jenis
keju
Konsistensi
Lama
pematangan
Mikroba terlibat dalam
pematangan
Limburger

Brie dan
Camembert
Muenster
dan Brick
Roquefort
dan Blue
Chedar
dan Colby
Edam dan
Gouda
Gruyere
dan Swiss

Parmesan
Soft

Soft

Semihard

Semihard

Hard

Hard

Hard


Hard
1-2 bulan

25 bulan

18 bulan

212 bulan

312 bulan

312 bulan

312 bulan


1216
bulan
Streptococcus lactis, S.
cremoris, Brevibacterium
linens
S. lactis, S. cremoris,
Penicillium camemberti,
P. candidum
S. lactis, S. cremoris,
B. linens

S. lactis, S. cremoris,
P. roqueforti atau P.
glaucum
S. lactis, S. cremoris,
S. durans, Lactobacillus
casei
S. lactis, S. cremoris

S. lactis, S.
thermophilus, S.
helveticus
Propiniobacterium
shermani atau L.
bulgaricus & P.
freudenreichii
S. lactis, S. cremoris,
S. thermophilus, L.
bulgaricus
(Purwoko, 2007).

Proses pembuatan keju melalui beberapa tahap yaitu:
1. Pasteurisasi
Sebelum pembuatan keju yang sesungguhnya dimulai, susu
biasanya menjalani perlakuan pendahuluan yang dirancang untuk
menciptakan kondisi optimum untuk produksi. Susu yang
diperuntukkan untuk tipe keju yang memerlukan pematangan lebih
dari sebulan sebenarnya tidak perlu dipasteurisasi, tetapi
biasanya tetap dipasteurisasi. Susu yang diperuntukkan untuk keju
mentah (keju segar) harus dipasteurisasi. Hal ini mengindikasikan
bahwa susu keju untuk tipe yang membutuhkan periode pematangan
lebih dari sebulan tidak harus dipasteurisasi di kebanyakan
negara.
2. Pemotongan gumpalan
Pe-rennet-an atau waktu penggumpalan pada umumnya sekitar 30
menit. Sebelum gumpalan dipotong, sebuah tes sederhana biasanya
dilakukan untuk menentukan whey penghilang kualitas. Biasanya,
sebuah pisau ditusukkan pada permukaan gumpalan susu dan kemudian
ditarik perlahan-lahan ke atas sampai terjadi pecahan yang cukup.
Dadih bisa dipertimbangkan siap untuk pemotongan ketika kerusakan
seperti gelas pecah/retak dapat diamati. Pemotongan dengan hati-
hati memecah dadih sampai ke dalam granule dengan ukuran 3-15 mm,
tergantung pada tipe keju. Semakin halus potongan, semakin rendah
kandungan air dalam keju yang dihasilkan.
3. Pengasinan / Penggaraman
a. Pengasinan kering
Pengasinan kering bisa dilakukan baik secara manual maupun
mekanik. Garam dituangkan secara manual dari sebuah ember atau
kontainer yang mengandung jumlah yang cukup, disebarkan secara
merata diatas dadih setelah semua whey dibersihkan. Untuk
distribusi yang lengkap, dadih diaduk selama 5 - 10 menit. Ada
berbagai macam cara untuk mendistribusikan garam pada dadih
secara mekanik. Salah satunya sama dengan yang digunakan untuk
dosis garam pada kepingan-kepingan (chips) cheddar selama tahap
akhir proses melalui mesin cheddaring yang berkelanjutan.
b. Pengasinan dengan air garam
Ada berbagai macam desain sistem pengasinan dengan air garam,
dari yang cukup sederhana sampai ke yang lebih maju secara
teknik. Sekalipun demikian, sistem yang paling biasa digunakan
adalah menempatkan keju di dalam sebuah kontainer dengan air
garam. Kontainer seharusnya ditempatkan dalam sebuah ruangan
dingin dengan suhu sekitar 12-14 C.
4. Pematangan dan Penyimpanan Keju
a. Pematangan
Setelah pendadihan, semua keju, terpisah dari keju segar,
melalui serangkaian proses mikrobiologi, biokimia, dan karakter
fisik. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan laktosa, protein
dan lemak menjadi suatu siklus pematangan yang sangat
bervariasi antara keju keras, sedang, dan halus/lembut.
Perbedaan yang signifikan bahkan terjadi di dalam masing-masing
grup ini.
b. Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk membentuk kondisi eksternal
yang penting untuk mengontrol siklus pematangan keju sepanjang
mungkin. Untuk setiap jenis keju, kombinasi spesifik antara
suhu dan kelembaban relatif (relative humidity atau RH) harus
dijaga di dalam ruangan penyimpanan yang berbeda selama masa
tahapan-tahapan penyimpanan (Purwoko, 2007).

Dalam pembuatan tapai ketan, beras ketan perlu dimasak dan
dikukus terlebih dahulu sebelum dibubuhi ragi. Campuran tersebut
ditutup dengan daun dan diinkubasi pada suhu 25-30 C selama 2-4
hari sehingga menghasilkan alkohol dan teksturnya lebih lembut.
Untuk membuat tapai singkong, kulit singkong harus dibuang
terlebih dahulu1,. Singkong dicuci lalu dikukus dan ditempatkan
pada keranjang bambuyang dilapisi daun pisang. Ragi disebar pada
singkong dan lapisan daun pisang yang digunakan sebagai alas dan
penutup1,. Keranjang tersebut kemudian diperam pada suhu 28 -
30 C selama 2 - 3 hari. (anonim 4.2011)
Alat dan Bahan
1. Alat dan Bahan perhitungan jumlah organisme
a. Alat
O Silet/cutter (1)
O Botol minuman mineral (1)
O Daun usa paradisiacal (4lembar)
O Anyaman endrocalamus apus (2)
O Torong plastic (1)
O Kain putih bersih (1 lembar)
O Cetakan (1)
O Refrigenerator (1)
b. Bahan
O Susu murni (1 botol/500 ml)
O Garam halus (secukupnya)
O Umbi anihot utillisima (secukupnya)
O Ragi tape (secukupnya)
O Fermipan (secukupnya)
IV. Cara Kerja
A. Fermentasi tapai dari anihot utilissima
1. 1 kg anihot utilissima yang sudah dikupas kulitnya serta
dipotong kecil Bahan tersebut dikukus di atas panci rebus.
2. Bahan tersebut dicuci kemudian direbus sekali lagi.
3. Setelah proses perebusan bahan selesai, bahan ditiriskan.
4. Dilakukan inokulasi dengan ragi tape. Untuk bahan 1 kg anihot
utilissima membutuhkan 2 keping ragi tape.
5. Bagian dalam Anyaman endrocalamus apus ditutup dengan daun
usa paradisiaca sampai rapat.
6. Hasil peragian diinkubasi di dalam toples yang tertutup selama
2 hari.
7. Setelah 2 hari, dilakukan uji organoleptik (cita rasa, bau, dan
tekstur) terhadap hasil fermentasi bahan.
B. Fermentasi Keju
1. 500 ml susu segar dipasteurisasi selama 30 menit.
2. Susu segar dimasukkan ke dalam botol minuman mineral 600 ml.
3. Susu segar diinokulasi dengan 1 sendok teh Fermipan.
4. Botol aqua berisi susu segar dan Fermipan kemudian digojog.
5. Dilakukan inkubasi (dibiarkan) selama 24 jam.
6. Setelah 24 jam akan terbentuk endapan dan cairan. Endapan
diambil dengan sendok dan diletakkan di atas sapu tangan untuk
disaring.
7. Setelah semua air dari endapan dihilangkan, endapan ditambah 3%
garam dan dicampur secara merata.
8. Dilakukan inkubasi selama 2 minggu di dalam refrigerator.
9. Setelah 2 minggu, dilakukan uji oragoleptik (cita rasa, bau,
dan tekstur) terhadap hasil fermentasi bahan.


V. Hasil Pengamatan Dan Pembahasan
- Hasil Pengamatan
No Jenis makanan Hasil
1
Tape Terlalu banyak ragi
Tekstur lembek
agak berair
rasanya manis bnyak masamnya
warnanya kuning
2
Yogurt




- Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan mengetahui prinsip kerja dan
manfaat dari proses fermentasi serta terampil membuat produk
makanan terfermentasi dari anihot utilissima, dan keju. Dalam
praktikum ini, praktikan melakukan 2 kegiatan utama yaitu
fermentasi anihot utilissima untuk di jadikan bahan tapai dan
fermentasi keju dari susu.
Untuk fermentasi anihot utilissima, langkah kerja yang
dilakukan oleh praktikan dimulai dengan 1 kg anihot utilissima
yang sudah dikupas kulitnya serta dipotong kecil. Kemudian mencuci
dan melakukan perendaman dalam air, hal ini bertujuan untuk
membersihkan bagian-bagian bahan yang nantinya akan digunakan
dalam proses fermentasi. Selain itu, perendaman ini juga berfungsi
untuk menghilangkan lendir khususnya pada anihot utilissima.
Kedua bahan tersebut dikukus di atas panci rebus. Bahan tersebut
kemudian dicuci dan direbus. Setelah proses perebusan bahan
selesai, bahan ditiriskan. Penirisan ini bertujuan untuk
mengurangi kadar air dalam bahan agar nantinya tidak menyebabkan
kegagalan dalam proses fermentasi. Langkah selanjutnya dilakukan
inokulasi kedua bahan dengan ragi tape yang telah dihaluskan
sebelumnya. Untuk bahan 1 kg anihot utilissima membutuhkan 2
keping ragi tape sedangkan bahan ketan hitam membutuhkan 1 keping
ragi tape.
Sementara dilakukan proses peragian, bagian dalam anyaman
endrocalamus apus ditutup dengan daun usa paradisiaca sampai
rapat agar saat proses fermentasi berlangsung tidak berhubungan
dengan udara luar. Hasil peragian diinkubasi di dalam anyaman
endrocalamus apus yang tertutup selama 2 hari. Adapun suhu yang
sesuai untuk inkubasi bahan fermentasi anihot utilissima Menjadi
tapai berkisar antara 28-30 C. Setelah 2 hari, dilakukan uji
organoleptik yaitu uji terhadap cita rasa, bau, dan tekstur
terhadap hasil fermentasi bahan.
Untuk fermentasi keju, langkah kerja yang dilakukan oleh
praktikan dimulai dengan 500 ml susu segar dipasteurisasi selama
30 menit. Pasteurisasi adalah proses pemanasan untuk memperpanjang
umur simpan bahan pangan melalui pemanasan pada suhu di bawah 100
o
C yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme seperti bakteri,
kapang, dan khamir serta menginaktivasi enzim yang terdapat dalam
bahan pangan itu sendiri dengan masih mempertimbangkan mutunya.
Keberhasilan dari suatu proses pasteurisasi adalah terpenuhinya
kecukupan energi panas untuk menginaktivasi mikroorganisme yang
menyebabkan kerusakan pada produk tersebut (Sukasih, 2009).
Melaui kerja nyatanya pasteurisasi di lakukan dengan
mendidihkan susu murni dengan api kecil. Perebusan dilakukan
dengan ketentuan jangan sampai mendidih. Hal bertujuan agar
protein dan enzim dalam susu tidak rusak dan selain itu hal ini
bertujuan untuk menguapkan air.
Proses pasteurisasi bertujuan agar bakteri asam laktat, yaitu
Lactobacillus dapat tumbuh. Bakteri-bakteri ini memakan laktosa
pada susu dan merubahnya menjadi asam laktat. Saat tingkat
keasaman meningkat, zat-zat padat dalam susu (protein kasein,
lemak, beberapa vitamin, dan mineral) menggumpal dan membentuk
dadih atau endapan. Selain itu, proses pasteurisasi bertujuan
untuk untuk menciptakan kondisi optimum untuk produksi.
Pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri yang dapat
mempengaruhi kualitas keju, misalnya coliforms, yang bisa membuat
blowing (perusakan tekstur) lebih dini dan rasa tidak enak.
Pateurisasi dilakukan pada suhu 72-73 C. Meskipun demikian,
mikroorganisme pembentuk spora (spore-forming microorganism) yang
dalam bentuk spora, tahan terhadap pasteurisasi dan dapat
menyebabkan masalah serius selama proses pematangan. Salah satu
contohnya adalah Clostridium tyrobutyricum, yang membentuk asam
butirat dan volume gas hidrogen yang besar dengan memfermentasi
asam laktat. Gas ini menghancurkan tekstur keju sepenuhnya
(blowing), selain itu asam butirat juga tidak enak rasanya.
Susu segar hasil pasteurisasi dimasukkan ke dalam botol aqua
600 ml. Susu segar diinokulasi dengan 1 sendok Fermipan. Fermipan
berfungsi membuat protein menggumpal dan membagi susu menjadi
bagian cair (whey)(air dadih) dan padat (curd)(dadih). Fermipan
juga mampu mengubah gula dalam susu menjadi asam dan protein yang
ada menjadi dadih (endapan). Botol aqua berisi susu segar dan ragi
tape digojog agar susu segar dan Fermipan bercampur merata.
Langkah selanjutnya dilakukan inkubasi (dibiarkan) selama 24 jam
dalam keadaan botol tertutup. Setelah 24 jam akan terbentuk
endapan dan cairan. Endapan diambil dengan memotong tabung botol
mineral dengan cutter kemudian curd diambil dan diletakkan di
atas kain putih untuk disaring. Sapu tangan digunakan dalam
penyaringan endapan karena pori-pori kain putih relatif kecil
sehingga hanya air dari endapan saja yang dapat melewati sehingga
endapan asli tidak ikut larut. Setelah semua air dari endapan
dihilangkan, endapan ditambah 3% garam dan dicampur secara merata.
Penambahan 3% garam dapat bertujuan memperlambat aktifitas biang
dan proses-proses bakteri yang berkaitan dengan pematangan keju.
Pemberian garam juga menyebabkan lebih banyak kelembaban
dikeluarkan, baik melalui efek osmotik dan efek penggaraman pada
protein. Bahkan penambahan garam ini bertujuan juga untuk membuat
keju menjadi semakin halus/lembut. Secara umum, curd (endapan susu
segar yang telah diinokulasi) yang dikenai garam pada pH 5,3-5,6
selama 5-6 jam setelah penambahan biakan utama, menyebabkan susu
tidak mengandung zat-zat penghambat bakteri. Penambahan garam juga
berguna agar keju tidak terasa tawar. Penambahan garam pada
praktikum kali ini menggunakan metode pengasinan kering dimana
penambahan garam dilakukan dengan manual maupun mekanik. Untuk
selanjutnya, dilakukan inkubasi selama 2 minggu di dalam
refrigerator agar dapat mendukung pertumbuhan mikroba di dalam
bahan. Setelah 2 minggu, dilakukan uji organoleptik (cita rasa,
bau, dan tekstur) terhadap hasil fermentasi bahan.
Dari hasil uji organoleptik (cita rasa, bau, dan tekstur), didapat
data bahwa pada fermentasi anihot utilissima dihasilkan cita rasa
yang masam, bau yang menyengat, dan tekstur yang lembek. Sedangkan
hasil uji organoleptik pada keju menyatakan bahwa keju memiliki
cita rasa yang asin dan anyir dengan bau menyengat seperti agak
busuk dan tekstur yang mulai mengeras.
Dari hasil uji organoleptik terhadap cita rasa, bau, dan tekstur
tidak semua bahan fermentasi sesuai dengan yang diharapkan oleh
praktikan. Cita rasa masam yang dihasilkan oleh fermentasi bahan
anihot utilissima kemungkinan disebabkan karena ukuran bahan dan
ragi tape tidak sesuai dengan proporsionalitasnya yang sudah
ditentukan sebelumnya. Sehingga terjadi kelebihan atau kekurangan
komplek bahan dan ragi tape. Gula oleh Saccharomyses cerevisae
diubah menjadi alkohol dan alkohol oleh bakteri diubah menjadi
masam. Semakin lama semakin masam setelah terbentuk rasa manis,
selanjutnya akan terbentuk komplek rasa alkoholik dan yang
terakhir akan terbentuk rasa masam. Cepat tidaknya terbentuk rasa
masam tergantung pada lama fermentasi dan jumlah bakteri. Pada
fermentasi keju, dihasilkan cita rasa yang asin. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena penambahan garam yang kurang sesuai
dengan ukuran proporsionalitasnya. Bau menyengat yang dihasilkan
pada kedua bahan (anihot utilissima, dan keju) dihasilkan dari
komplek bau khas alkoholik. Tekstur lembek yang dihasilkan oleh
bahan anihot utilissima menunjukan bahwa dalam penambahan ragi
tape intensitasnya terlalu banyak sehingga terlalu banyak fementor
yng menyebkan tekstur menjadi lembek selain itu Hal ini
kemungkinan disebabkan karena proses penaburan serbuk ragi tape
yang kurang merata atau bahkan tingkat kebersihan bahan yang
kurang.
Pada proses pembuatan tapai diperlukan penutup yang berupa
usa paradisiacal. Jenis pembungkus plastic dan daun pisang juga
berpengaruh terhadap kecepatan fermentasi tape singkong (Manihot
utilisima). Tape singkong yang dibungkus daun pisang dengan
konsentrasi ragi sebanyak 4 g / 0,5 kg singkong, merupakan hasil
yang paling baik dibandingkan dengan tape singkong yang dibungkus
daun pisang dengan konsentrasi ragi 2 g / 0,5 kg dan 3 g / 0,5
kg.(Mulyono,2005)
Dalam keadaan anaerob mikroba pada ragi dapat mengubah glukosa
menjadi karbondioksida (CJ
2
) dan alkohol. Reaksinya sebagai
berikut
C
6
H
12
J
6
C
2
H
5
JH + 2 CJ
2

Glukosa etanol karbondioksida(Suastuti, 2009).
Karbohidrat yang terdapat pada bahan dasar tape mengalami
hidrolisis oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh kumpulan
mikroorganisme dalam ragi, sehingga terbentuk bermacam-macam
senyawa gula. Peristiwa ini disebut sebagai sakarifikasi.
Selanjutnya gula difermentasi menjadi alkohol dan asam-asam
organik. Adanya proses-proses ini menyebabkan tape memiliki rasa
manis, alkoholis, dan terkadang asam (Purwoko, 2010).
Dalam proses fermentasi karbohidrat sangat dipengaruhi oleh waktu
fermentasi, waktu inkubasi, dan dosis ragi. Waktu fermentasi yang
lebih lama akan memberikan kesempatan bagi mikrobia (khamir) untuk
melakukan penguraian yang lebih banyak terhadap ketela pohon. Lama
fermentasi sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kadar etanol yang
dibentuk. Waktu inkubasi berpengaruh terhadap hasil fermentasi
karena semakin lama inkubasi akan meningkatkan kadar etanol. Pada
proses fermentasi sebelum terbentuk alkohol maka akan membentuk
glukosa lebih dahulu sehingga untuk pembentukan alkohol
membutuhkan waktu lebih lama daripada pembentukan glukosa. Namun
bila fermentasi terlalu lama nutrisi dalam subtrat, akan habis dan
khamir tidak dapat memfermentasi bahan. Dosis ragi sangat
berpengaruh terhadap kadar glukosa. Hal ini disebabkan oleh
semakin tinggi dosis ragi, maka semakin tinggi pula jumlah khamir
pada bahan. Di dalam ragi terdapat mikroba S. cerevisiae yang
mampu menghasilkan kadar alkohol yang tinggi karena merupakan
galur yang terpilih dan biasa digunakan untuk fermentasi alkohol
serta mempunyai toleransi yang tinggi terhadap alkohol. Mikroba S.
cerevisiae juga mampu memfermentasikan glukosa, sukrosa, manitol,
dan maltosa. S. cerevisiae mempunyai daya konversi gula yang
sangat tinggi karena menghasilkan enzim zimase dan inter vase
(Asngad, 2009).
Pada proses kali ini menghasilkan 2 produk yaitu tapai dan
keju. Tapai singkong merupakan suatu hasil yang dibuat dari bahan
- bahan sumber pati, seperti ubi, singkong, dan beras ketan,
dengan diberi ragi dalam proses pembuatannya. Singkong adalah
salah satu jenis umbi - umbian yang cukup banyak dikenal
masyarakat Indonesia. Umbi tanaman singkong selain dapat
dikonsumsi langsung juga dapat dibuat tapioka, gaplek, kerupuk,
tape, dan sebagainya. Tape singkong dapat diolah lebih lanjut
menjadi minuman alkohol, sirup glukosa, sari tape, asam cuka, dan
sebagainya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan langkah - langkah
pembuatan tape singkong berikut ini. Sedangkan istilah
keju (dipinjam dari bahasa Portugis, queijo) adalah
sebuah makanan yang dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat
dalamsusu melalui proses pengentalan atau koagulasi. Proses
pengentalan ini dilakukan dengan bantuan bakteri atau
enzim tertentu yang disebut rennet. Hasil dari proses tersebut
nantinya akan dikeringkan, diproses, dan diawetkan dengan berbagai
macam cara. Dari sebuah susu dapat diproduksi berbagai variasi
produk keju. Produk-produk keju bervariasi ditentukan dari tipe
susu, metode pengentalan, temperatur, metode pemotongan,
pengeringan, pemanasan, juga proses pematangan keju dan
pengawetan. Umumnya, hewan yang dijadikan sumber air susu
adalah sapi.
Keunggulan tapai yaitu Fermentasi tapai dapat meningkatkan
kandungan Vitamin B1 (tiamina) hingga tiga kali lipat. Vitamin ini
diperlukan oleh sistem saraf, sel otot, dan sistem pencernaan agar
dapat berfungsi dengan baik. Karena mengandung berbagai
macam bakteri baik yang aman dikonsumsi, tapai dapat digolongkan
sebagai sumber probiotik bagi tubuh. Cairan tapai dan tapai ketan
diketahui mengandung bakteri asam laktat sebanyak satu juta per
mililiter atau gramnya. Produk fermentasi ini diyakini dapat
memberikan efek menyehatkan tubuh, terutama sistem pencernaan,
karena meningkatkan jumlah bakteri dalam tubuh dan mengurangi
jumlah bakteri jahat. Kelebihan lain dari tapai adalah
kemampuannya tapai mengikat dan mengeluarkan aflatoksin dari
tubuh. Aflaktosin merupakan zat toksik atau racun yang dihasilkan
oleh kapang, terutama Aspergillus flavus. Toksik ini banyak kita
jumpai dalam kebutuhan pangan sehari-hari, seperti kecap. Konsumsi
tapai dalam batas normal diharapkan dapat
mereduksi aflatoksin tersebut. Di beberapa negara tropis yang
mengonsumsi singkong sebagai karbohidrat utama, penduduknya rentan
menderita anemia. Hal ini dikarenakan singkong
mengandung sianida yang bersifat toksik dalam tubuh manusia.
Konsumsi tapai dapat mencegah terjadinya anemia karena
mikroorganisme yang berperan dalam fermentasinya mampu
menghasilkan vitamin B12
Keju merupakan makanan yang penuh dengan nutrisi. Keju
memiliki banyak elemen yang sama dengan susu,
yaitu protein, lemak, kalsiumdan vitamin. Satu pon keju memiliki
protein dan lemak yang sama jumlahnya dengan satu galon susu Keju
dengan tingkat kelembaban yang tinggi memiliki konsentrasi nutrisi
yang lebih rendah dibandingkan dengan keju yang tingkat
kelembabannya rendah.
Lemak
Lemak memberikan rasa dan tekstur yang unik pada keju. Kandungan
lemak pada keju berbeda-beda pada satu jenis keju dengan yang
lainnya. Keju segar memiliki kandungan lemak hingga 12%. Sedangkan
kandungan lemak pada keju yang sudah dimatangkan berkisar antara
40-50%.
Protein
Keju memiliki kandungan protein sebesar 10-30%. Protein ini
didapatkan dari kasein yang dimodifikasi. Saat proses pematangan,
protein dipecah menjadi oligopeptide dan asam amino. Proses ini
berpengaruh terhadap struktur dan rasa dari keju. Proses degradasi
protein disebut proteolisis dan karena proses inilah maka protein
menjadi mudah dicerna.
Mineral
Keju sangat kaya akan kalsium, fosfor dan seng. Satu ons keju
mengandung sekitar 200ml kalsium Kandungan kalsium pada keju akan
berbeda, tergantung pada apakah keju tersebut
dikoagulasi menggunakan enzim atau asam. Keju yang dikoagulasi
menggunakan enzim mengandung kalsium dua kali lebih banyak
dibandingkan dengan yang menggunakan asam. Keju juga kaya
akan sodium, karena penambahan garam saat proses pembuatannya.
Vitamin
Saat susu murni digunakan untuk membuat keju, vitamin A dan D yang
larut dalam lemak tinggal pada dadih. Namun, banyak vitamin yang
larut dalam air yang hilang terbawa air dadih. Hanya sekitar
seperempat dari riboflavin (vitamin B2) dan seperenam
dari tiamina (vitamin B1) yang tinggal pada keju Cheddar,
sedangkan niasin, vitamin B6, vitamin B12,biotin, asam
pantothenic, dan folat terbawa bersama air dadih.
Laktosa
Kandungan laktosa pada keju sangatlah kecil, yaitu berkisar 4.5-
4.7%. Hal ini dikarenakan dalam prosesnya sebagian besar laktosa
dalam susu keluar bersama air dadih dan yang tersisa diubah
menjadi asam laktat saat proses pematangan. Karena itu, keju
merupakan makanan yang aman dikonsumsi oleh orang yang
memiliki intoleransi laktosa dan penderitadiabetes.
VI. Kesimpulan
. Prinsip kerja pembuatan tape (anihot utilissima) terdiri dari
tiga tahapan utama yaitu inokulasi atau fermentasi bahan,
inkubasi, dan pematangan. Sedangkan prinsip kerja pembuatan
keju terdiri dari empat tahapan utama yaitu fermentasi susu,
Penggumpalan susu, pengaraman, dan pematangan. Hasil produk
fementasi berperan sebagai bahan makanan dan salah satu
peluang usaha yang menjajikan.
2. Dari hasil cita rasa, bau, dan tekstur, didapat data bahwa
pada fermentasi anihot utilissima dihasilkan cita rasa yang
masam, bau yang menyengat, dan tekstur yang lembek.
3. Hasil cita rasa, bau, dan tekstur pada keju menyatakan bahwa
keju memiliki cita rasa yang asin dan anyir dengan bau
menyengat seperti agak busuk dan tekstur yang mulai mengeras.


Surakarta, 18 Jktober 2011,
Assisten Praktikan


Rendra Daniel












































Daftar Pustaka

Anonim.1 2009. Respirasi. http://one.indoskripsi.com/node/4672. 24
Jktober 2010
Anonim,2 2010.
Fermentasi.http://id.wikipedia.org/wiki/Fermentasi. 24
Jktober 2010.
Anonim 3.2011.
(http://ptp2007.wordpress.com/2007/10/08/fermentasi/)24
Jktober 2010.
Anonim 4.2011 (http://id.wikipedia.org/wiki/Tapai) 24 Jktober
2010.
Purwoko, Tjahjadi. 2007. isiologi ikroba. Surakarta: UNS Press.
Roger, Stanier . 1982. unia ikroba . Jakarta: Bharata Karya
Aksara.
Sukasih, Ermi, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat. 2009.
Jptimasi Kecukupan Panas pada Pasteurisasi Santan dan
Pengaruhnya terhadap Mutu Santan yang Dihasilkan. urnal
Pascapanen Vol. 6 No. .






















Lampiran
1. Jurnal
2. Jurnal
3. Jurnal
4. Lampiran gambar
5. Laporan sementara

















































KADAR AIR DAN BILANGAN ASAM DARI MINYAK KELAPA
YANG DIBUAT DENGAN CARA TRADISIONAL DAN FERMENTASI
N. G. A. M. Dwi Adhi Suastuti
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian yang berjudul 'Kadar Air dan Bilangan Asam Minyak Kelapa yang Dibuat dengan Cara
Tradisional dan Fermentasi. Kadar air ditentukan dengan metode oven dan bilangan asam ditentukan dengan cara
titrasi. Dalam penelitian ini diamati perubahan kadar air dan bilangan asam selama penyimpanan selama 0, 1, 2, 3,
4 minggu dalam suhu kamar dan 0 minggu sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air dan
bilangan asam minyak yang dibuat dengan Iermentasi lebih tinggi daripada yang dibuat dengan cara tradisional.
Kadar air minyak kelapa tradisional dan Iermentasi mengalami peningkatan selama penyimpanan. Nilai kadar air
tertinggi dari minyak tradisional dan Iermentasi diperoleh pada penyimpanan 4 minggu yaitu berturut-turut sebesar
0,03 dan 0,16 . Bilangan asam minyak kelapa tradisional dan Iermentasi mengalami peningkatan selama
penyimpanan. Nilai bilangan asam tertinggi dari minyak tradisional dan Iermentasi diperoleh pada penyimpanan 4
minggu yaitu berturut-turut sebesar 0,75 dan 0,89 mg KOH/g minyak.
Kata kunci : Kadar Air, Bilangan Asam, Minyak kelapa, Iermentasi, minyak kelapa tradisional
ABSTRACT
The water contents and acid numbers oI coconut oils made by thad way and by Iermentation were compared. The
water contents were determined using oven method while the acid numbers was cletermined by titration. Both
parameters were compared on oils exposed to open air Ior 0, 1, 2, 3, and 4 weeks.Result showed that water
contents and acid value oI coconut oils produced by Iermentation process were higher than coconut oils made by
traditional ways. Water content oI coconut oil made by traditional way and by Iermentation were elevated during
exposure. The highest water content oI both coconut oils made by traditional way and Iermentation process aIter 4
weeks exposure were 0,03 and 0,06 respectively, while the highest acid numbers oI both coconut oils
products aIter 4 weeks exposure were 0,75 and 0,89 mg KOH/g respectively
Keywords : Water content, Acid Value, Traditional Coconut Oil, Fermentation Coconut oil



































LANA FERNENTAS! DAN DOS!S RAC! YANC BERBEDA
PADA FERNENTAS! CAPLEK KETELA POHON (Nanihot utilissima, Pohl)
vAR!ETAS NUK!BAT TERHADAP KADAR CLUKOSA DAN B!OETANOL
FERNENTAT!ON LENCTH AND D!FFERENT YEAST DOSACE
!N THE FERNENTAT!ON OF DR!ED CASSAvA (Nanihot utilissima, Pohl)
W!TH NUK!BAT vAR!ETY TOWARD B!OETANOL AND CLUCOSE
CONTENT
Aminah Asngad dan Suparti
urusan Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Muhammadiyah Surakarta
l. A.Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Surakarta 57102
Telp. (0271) 717417, Fax. (0271) 715448
ABSTRAK
Ketela pohon var. mukibat merupakan salah satu fenis umbi yang kurang bermanfaat,
sangat berpotensi untuk menghasilkan bioetanol melalui proses fermentasi dengan
bantuan ragi. Dengan menghasilkan bioetanol diharapkan nilai ekonomis ketela pohon
var. mukibat meningkat dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif bioetanol.
Tufuan dari penelitian ini untuk mengetahui 1). Pengaruh lama fermentasi dan dosis ragi
terhadap kadar glukosa dan bioetanol pada fermentasi gaplek umbi ketela pohon (Manihat
utilissima, Pohl) Jar. Mukibat 2). Pengaruh lama fermentasi dan dosis ragi yang efektif
untuk memperoleh kadar glukosa dan bioetanol yang optimum (Manihat utilissima, Pohl)
Jar. Mukibat. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan serta Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen dengan mengunakan rancangan acak lengkap pola faktorial yang terdiri 2
faktor, yaitu Lama fermentasi dan dosis ragi dengan 3 kali ulangan. Data dianalisis
dengan anova dua falur dan dilanfutkan dengan ufi Duncans Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf nyata 5 dan 1. Berdasarkan hasil analisis kadar glukosa
menunfukkan bahwa waktu fermentasi nilai Fhit. 342,597~Ftab.3,88 dan dosis ragi Fhit
.2690,597~Ftab.4,75 sedangkan interaksi waktu fermentasi dan dosis ragi
Fhit.19,750~Ftab.3,88. Hasil analisis kadar bioetanol menunfukkan bahwa waktu
fermentasi nilai Fhit.85,549 ~Ftab.3,88 dan dosis ragi Fhit.678,721~Ftab.4,75
sedangkan interaksi waktu fermentasi dan dosis ragi nilai Fhit.9,314~Ftabel.3,88. Dari
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa. 1). Lama fermentasi dan dosis ragi
berpengaruh terhadap kadar glukosa pada fermentasi gaplek ketela pohon var mukibat,
fermentasi selama 10 hari dengan dosis ragi 100 g (L3D2) merupakan perlakuan terbaik
yaitu mencapai 51,14. 2). Lama fermentasi dan dosis ragi berpengaruh terhadap kadar
bioetanol pada fermentasi gaplek ketela pohon var mukibat, fermentasi selama 10 hari
dengan dosis ragi 100 g (L3D2) merupakan perlakuan terbaik yaitu mencapai 53,27.
Kata Kunci: Kadar glukosa, kadar bioetanol, fermentasi, dan ketela pohon var Mukibat.







OPTMAS KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURSAS SANTAN
DAN
PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DHASLKAN
Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No.12A Bogor 16114.
Email : bb_pascapanen@litbang.deptan.go.id, bb_pascapanen@cbn.net.id

Santan mengandung air yang tinggi serta lemak dan protein sehingga menyebabkan
produk ini mudah rusak. Hal ini memerlukan teknologi untuk mempertahankannya, salah
satu teknologi pengawetan yang telah populer dan murah adalah dengan pasteurisasi.
Permasalahannya adalah belum ada data suhu dan waktu pasteurisasi untuk santan,
sehingga perlu dihitung kecukupan panas untuk memperoleh kondisi optimal pasteurisasi.
Pasteurisasi santan dilakukan pada tiga suhu (65,75 dan 85oC) selama (0,5,10,15 dan
20) menit, kemudian dilakukan penghitungan jumlah mikroba setelah pemanasan. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa ketahanan panas populasi mikroba santan (nilai D) adalah
D65oC = 12,89 menit, D75oC = 10,95 menit, D85oC = 3,55 menit. Perubahan suhu yang
menyebabkan reduksi mikroba sebesar satu nilai D (nilai z) adalah 35,71oC. Nilai
pasteurisasi (nilai P) santan dengan sistim pasteurisasi 4D adalah 16,3 menit, suhu dan
waktu yang optimal untuk pasteurisasi santan adalah 75oC selama 31,2 menit.
Pemanasan berpengaruh nyata terhadap kadar air, protein, derajat putih, viskositas,
bilangan peroksida, total mikroba, stabilitas emulsi, respon kesukaan aroma. Faktor
pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu, kadar lemak, bilangan asam
dan FFA, penampakan umum serta respon kesukaan warna. Kata kunci : santan,
kecukupan panas, pasteurisasi

ABSTRACT. Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati , and Tatang Hidayat. 2009. Heat adequacy
optimization on coconut milk pasteurization and the effect on quality. Coconut milk
contains a large number of water,fat and protein that makes the coconut milk perishable. t
needs a technique to preserve the coconut milk. One of well known and cheapest
preservation method is pasteurization. However there is no data about temperature level
and optimum time of pasteurization process of coconut milk. For that reason the heat
adequacy of coconut milk to get the optimum time of pasteurization has to be indentified.
This research was done using three level of temperature (65oC,75oC and 85oC) with five
levels of heating time (0.5, 10, 15 and 20 m). The amount of microorganism in pasteurized
coconut milk was counted. The results showed that thermal resistant microorganism of
coconut milk (D value) are as follows: D65oC = 12.89 m, D75oC = 10.95 m, D85oC = 3.55
m with z alue equal to 35.71oC. P value for 4D coconut milk pasteurization is 16.3 m. The
optimum temperature and time of coconut milk pasteurization were 75oC for 31.2 m.
Heating treatment significantly affected parameters viz. water content, protein, whiteness
degree, viscosity, peroxidation value, total plate count, emulsion stability and liking
responses on flavour of coconut milk. However, there was not any significant for ash
content, fat acid value, free fatty acid, appearance and liking responses in colour.
Keywords : coconut milk, heat adequacy, pasteurization































































LAPORAN PRAKTKUM MKROBOLOG

ACARA

FERMENTAS































Jleh

Jky Wildan P.

M0410046






LABORATORUM MKROBOLOG

JURUSAN BOLOG

FAKULTAS MATEMATKA DAN LMU PENGETAHUAN ALAM

UN'ERSTAS SEBELAS MARET SURAKARTA

You might also like