You are on page 1of 27

ACARA III UJI KERUSAKAN MINYAK

A. Tujuan Tujuan dari praktikum acara Uji Kerusakan Minyak ini adalah untuk mengetahui tingkat kerusakan pada beberapa jenis minyak dengan penentuan angka peroksida, penentuan asam lemak bebas (FFA) dan penentuan bilangan asam thiobarbiturat (TBA). B. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Bahan Sumber-sumber lemak dan minyak dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : sumber dari tumbuh-tumbuhan yang meliputi biji-bijian dari tanaman tahunan seperti kedelai, biji kapas, kacang tanah, rape seed, bunga matahari dan sebagainya, dan pohon-pohon yang menghasilkan minyak seperti pohon palem penghasil minyak kelapa dan zaitun(Olive) , dan sumber-sumber dari hewan yang meliputi hewan-hewan seperti babi, sapi, domba, dan hewan-hewan laut seperti sarden, herring, ikan paus. (Buckle, 1985). Minyak merupakan campuran dari ester asam lemak dengan gliserol. Jenis minyak yang umumnya dipakai untuk menggoreng adalah minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak wijen dan sebagainya. Minyak goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam oleat dan linoleat, kecuali minyak kelapa. Proses penyaringan minyak kelapa sawit sebanyak 2 kali (pengambilan lapisan lemak jenuh) menyebabkan kandungan asam lemak tak jenuh menjadi lebih tinggi (Sartika, 2009). Minyak kacang tanah mengandung 76-82 persen asam lemak tidak jenuh, yang terdiri dari 40-45 persen asam oleat dan 30-35 persen asam linoleat. Asam lemak jenuh sebagian besar terdiri dari asam palmitat, sedangkan kadar asam miristat sekitar 5 persen. Kandungan asam linoleat yang tinggi akan menurunkan kestabilan minyak. Kestabilan minyak akan

bertambah dengan cara hidrogenasi atau dengan penambahan anti-oksidan. Dalam minyak kacang tanah terdapat persenyawaan tokoferol yang merupakan antioksidan alami dan efektif dalam menghambat proses oksidasi minyak kacang tanah (Ketaren, 1986). Minyak kacang tanah merupakan minyak yang lebih baik daripada minyak jagung, minyak biji kapas, minyak olive, minyak bunga matahari, untuk dijadikan salad dressing, dan disimpan di bawah suhu -11C. Hal ini disebabkan karena minyak kacang tanah jika berwujud padat berbentuk amorf, di mana lapisan padat tersebut tidak pecah sewaktu proses pembekuan. Minyak kacang tanah yang didinginkan pada suhu -6,6C, akan menghasilkan sejumlah besar trigliserida padat (Ketaren, 1986). Minyak kacang tanah seperti juga minyak nabati lainnya merupakan salah satu kebutuhan manusia yang dipergunakan baik sebagai bahan pangan (edible purpose) maupun bahan non pangan (non edible purpose). Sebagai bahan pangan minyak kacang tanah digunakan untuk minyak goreng, bahan dasar pembuatan margarin, mayones, salad dressing dan mentega putih (shortening) dan mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan minyak jenis lainnya karena dapat dipakai berulang-ulang untuk menggoreng bahan pangan (Ketaren, 1986). Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan kedalam minyak asam laurat karena kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dalam bilangan iod, maka minyak kelapa dimasukkan kedalam golongan non-drying oils karena bilangan iod minyak tersebut berkisar antara 7,5-10,5. Komposisi asam lemak jenuh minyak kelapa kurang lebih 90%. Minyak kelapa mengandung 84% trigliserida dengan tiga molekul asam lemak jenuh, 12% trigliserida dengan 2 asam lemak jenuh dan 4% trigliserida dengan satu asam lemak jenuh. Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah kecil komponen bukan minyak, misalnya fosfatida, gum, sterol (0,06-0,08%), tokoferol (0,003%) dan asam lemak bebas (kurang dari 5 persen). Sterol

bersifat tidak berwarna, tidak berbau, stabil dan berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak. Persenyawaan tokoferol bersifat tidak dapat disabunkan dan berfungsi sebagai antioksidan. Warna coklat pada minyak yang mengandung protein dan karbohidrat bukan disebabkan oleh zat warna alamiah tetapi oleh reaksi browning. Warna ini merupakan hasil reaksi dari senyawa karbonil (berasal dari pecahan peroksida) dengan asam amino dari protein dan terjadi terutama pada suhu tinggi. Satu warna alamiah yang terdapat dalam kelapa adalah karoten yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi (Ketaren, 1986). Gajih atau lard adalah lemak yang diperoleh dari jaringan lemak ternak sapi, babai atau kambing. Pada umumnya lemak banyak terdapat ada rongga perut dan lemak tersebut biasanya akan menghasilkan lemak gajih yang bermiutu tinggi. Karena sifatnya yang tidak seragam serta sifat-sifat lainnya seperti tekstur, cita rasa, dan baunya, lemak gajih kini semakin terbatas penggunaannya. Apalagi lemak gajih mudah sekali menjadi tengik, sehingga dalam pembuatannya perlu ditambahkan antioksidan (Winarno, 2004). Asam lemak terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen merupakan salah satu komponen penyusun lipid. Asam ini banyak terdapat dalam lemak sederhana dan lemak majemuk. Beberapa asam lemak yang penting dalam ilmu gizi adalah asam palmitat, stearat, linoleat dan oleat. Asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh yang paling banyak dijumpai pada makanan. Sepertiga lemak daging ayam adalah asam oleat. Margarine merupakan bahan makanan dengan kandungan. asam oleat yang tinggi, sekitar 47% total kandungan lemaknya adalah asam oleat (Dasnelli, 2009). 2. Tinjauan Teori Proses kerusakan minyak/lemak di dalam bahan pangan dapat terjadi selama proses pengolahan, misalnya proses pemanggangan, penggorengan dengan cara deep frying dan selama penyimpanan. Kerusakan ini menyebabkan bahan pangan berlemak mempunyai bau dan rasa yang tidak enak, sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai gizi bahan pangan

tersebut. Terjadinya peristiwa ketengikan (rancidity) tidak hanya terbatas pada bahan pangan berkadar minyak/lemak tinggi, tetapi juga dapat terjadi pada bahan pangan berkadar minyak/lemak rendah. Asam lemak terbagi dua yaitu asam lemak jenuh dan tak jenuh. Dalam bahan pangan, asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan adalah asam palmitat, yaitu 15% - 50% dari seluruh asam lemak yang ada, sedangkan asam stearat paling banyak pada lemak atau minyak dari biji-bijian. Asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid), didatangkan dari luar tubuh, umumnya tidak dapat disintesa sendiri oleh tubuh. Asam jenis ini biasa dikenal dengan asam lemak esensial, misalnya asam oleat, linoleat, dan arachidonat, yang banyak terdapat pada minyak sayur, minyak jagung, minyak kacang, kedelai, dan alpukat. Asam lemak esensial ini berfungsi untuk membantu proses pertumbuhan, selain itu dapat mempertahankan kesehatan kulit terutama mencegah terjadinya peradangan kulit (dermatitis) (Dasnelli, 2009). Pemanasan mengakibatkan 3 macam perubahan kimia dalam lemak yaitu : terbentuknya peroksida dalam asam lemak tidak jenuh, peroksida berdekomposisi menjadi persenyawaan karbonil, dan polimerasi oksidasi sebagian. Dekomposisi minyak dengan adanya udara terjadi pada suhu lebih rendah (190C) daripada tanpa udara (pada suhu 240-260C). Minyak goreng mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dalam molekul trigliserida. Reaksi-reaksi degradasi selama proses penggorengan didasarkan atas reaksi penguraian asam lemak. Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Pada umunya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas, sehingga lemak yang telah

dipanaskan hanya mengandung sejumlah kecil peroksida. Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak. Peroksida juga dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan

pangan (lebih besar dari 100) akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan, disamping bahan pangan tersebut mempunyai bau yang tidak enak (Ketaren, 1986). Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida (Winarno, 1982). Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat periode induktif dari lemak segar, dan dapat merusak zat inhibitor. Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi lemak, berupa peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang dihasilkan pada proses oksidasi lemak, misalnya hydrogen peroksida dan asam perasid dapat mempercepat proses oksidasi. Usaha menambahkan antioksidan hanya dapat mengurangi peroksida dalam jumlah kecil, namun fungsi antioksidan akan rusak dalam lemak yang mengandung peroksida dalam jumlah yang besar. Lemak atau minyak umumnya terdiri dari persenyawaan gliserida komplek yang komponen utamanya terdiri dari gliserol yang berikatan dengan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Pada kondisi biasa, asam lemak jenuh bersifat stabil di udara. Sebagian besar asam-asam lemak tidak jenuh akan rusak dengan bertambahnya dan hasil dari akibat kerusakan tersebut sebagian besar dapat menguap. Disamping itu terbentuknya persenyawaan peroksida, dapat membantu proses oksidasi sejumlah kecil asam lemak jenuh, dan juga oksigen bebas di bawah pengaruh sinar ultraviolet atau katalis logam pada suhu tinggi dapat secara langsung mengoksidasi asam lemak jenuh (Ketaren, 1986). Asam lemak bebas tebentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2 persen dari berat lemak akan mengakibatkan flavor yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat

meracuni tubuh. Dengan proses netralisasi minyak sebelum digunakan dalam bahan pangan. Maka jumlah asam lemak bebas dalam lemak dapat dikurangi sampai kadar maksimum 0,2 persen. Komposisi asam lemak yang terdapat dalam lemak sapi antara lain miristat (3,2%), palmitat (25,9%), palmitoleat (2,8%), stearat (21,3%), oleat (38,8%), dan linoleat (2,0%) (Ketaren, 1986). Penentuan peroksida dengan metode titrimetri dilakukan dengan mengukur sejumlah iod yang dibebaskan dari KI melalui reaksi oksidasi oleh peroksida di dalam pelarut asam asetat/kloroform. Iod yang dibebaskan ditentukan jumlahnya dengan menggunakan larutan Na2S2O3. Jumlah peroksida dalam contoh dinyatakan dengan bilangan peroksida (miliequivalen oksigen aktif per kg) yang setara dengan jumlah Na2S2O3 yang bereaksi dengan I2 yang berhasil dibebaskan oleh peroksida. Semakin tinggi bilangan peroksida menunjukkan bahwa jumlah peroksida semakin banyak dan dapat diduga bahwa tingkat reaksi oksidasi semakin tinggi (Anonim, 2010) Tahap inisiasi terjadi karena adanya faktor penginduksi seperti oksidator, logam (besi, tembaga), atau enzim lipoksigenase (pengurai lemak). Tahap ini dipercepat dengan adanya cahaya, panas, dan radikal bebas. Tahap propagasi yaitu senyawa peroksida yang dihasilkan pada tahap inisiasi sangat mudah terurai membentuk radikal peroksi dan alkoksi yang dapat bereaksi dengan asam lemak dalam produk pangan menghasilkan radikal bebas baru. Pada tahap ini akan banyak terjadi autooksidasi (mengoksidasi sendiri) sehingga timbul zat radikal yang makin banyak. Tahap terminasi merupakan tahap dimana terjadi pembentukan senyawa berantai berupa hidrokarbon, aldehid, asam, alkohol, dan keton. Kumpulan senyawa ini yang menyebabkan rasa dan bau tengik (Off odor atau off flavor) (Anonim, 2011). Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying), karena selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada

suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak (Sartika, 2009). Kerusakan lemak/minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik enzimatik maupun non enzimatik diantara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid, dan keton. Bau tengik atau rancid terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam Thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji, 1989). Bilangan peroksida adalah nilai terpenting utuk menentukan derajad kerusakan pada minyak/lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri, merupakan cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida bersdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan Na-Thiosulfat. Kadar peroksida dalam lemak mulai meningkat dan setelah mencapai nilai maksimum, maka persentase oksigen dalam minyak akan meningkat secara bertahap. Dalam tahap terakhir, proses polimerisasi akan meningkat dan ditandai dengan nilai kekentalan yang semakin meningkat (Ketaren, 1986). Sewaktu menggunakan lemak atau minyak untuk menggoreng hendaknya suhu penggorengan agar selalu dibawah titik asap. Pemanasan ulang juga akan mengakibatkan akumulasi subtansi yang akan

memberikan flavor yang tidak disukai dalam makanannya. Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya lemak dan minyak. Pada dasarnya ada dua tipe reaksi yang berperan pada proses ketengikan yaitu oksidasi dan hidrolisis. Oksidasi terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara. Molekul

oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik dan tidak sedap. Reaksi ini dipercepat oleh panas, cahaya, dan logam-logam dalam konsentrasi amat kecil, khususnya tembaga. Sedangkan pada tahap reaksi hidrolisis, enzim lipase menghidrolisis lemak memecahnya menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak, tetapi enzim itu dapat diinaktivasi dengan cara pemanasan. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh reaksi ini dapat memberikan rasa dan bau tidak sedap. Ketengikan hidrolitik mungkin juga terjadi jika lemak atau minyak dipanaskan dalam keadaan ada air, misalnya pada penggorengan bahan makanan yang lembab. Ketengikan dapat dikurangi dengan penyimpanan lemak dan minyak dalam tempat yang dingin dan gelap dengan wadah bukan logam dan dijaga agar lemak selalu terbungkus (P.M Gaman dan Sherrington, 1981). Faktor penentuan minyak atau lemak antara lain adalah angka asam, angka asam lemak bebas, angka peroksida, angka TBA dan kadar air. Dalam penentuannya angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan angka asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram lemak atau minyak. Angka asam yang besar menunjukan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya (Sudarmadji, 1989). Hidrolisis sangat mudah terjadi dalam lemak dengan asam lemak rendah (lebih kecil dari C14) seperti pada mentega minyak kelapa sawit dan minyak kelapa. Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang telah terhidrolisis smoke point nya menurun, bahan-bahan menjadi coklat dan lebih banyak menyerap minyak. Selama penyimpanan dan pengolahan minyak atau lemak asam lemak bebas bertambah dan harus dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih baik mutunya (Winarno,1982).

Suhu yang tinggi selama penggorengan akan mempercepat proses oksidasi pada minyak dan proses oksidasi dapat berkurang bila suhu menurun. Proses oksidasi akan menghasilkan senyawa-senyawa keton, aldehid, serta senyawa aromatis yang mempunyai rasa tengik dan rasa getir dan bahan yang dihasilkan kurang enak. Akibat pemanasan pada minyak akan mengalami perubahan kimia yaitu terjadinya reaksi degradasi selama proses penggorengan (penguraian asam lemak). Pemanasan minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya (Tarigan, 2007). Pembentukan produk primer oksidasi (hidroperoksida) mencapai maksimum setelah pemanasan kemudian terurai menjadi produk sekunder antara lain berupa senyawaan aldehid yang diamati dengan bilangan TBA (sebanding dengan malonadelhid yang terbentuk). Makin lama

penyimpanan menyebabkan tingkat oksidasinya bertambah, hal ini diperlihatkan dengan semakin banyak pembentukan hidroperoksida dan malonadelhid (Hudiyono, 1996). Kadar asam lemak bebas cenderung meningkat pada waktu siang hari disebabkan makin lama dan maki tinggi suhu penggorengan maka makin menumpuk pecahan asam lemak yang dihasilkan melalui reaksi hidrolisis. Alat penggoreng yang terbuat dari besi dapat merangsang oksidasi lemak. Pada penggunaan minyak goreng bekas biasanya hanya ditambahkan beberapa liter minyak goreng baru. Proses ini menyebabkan penurunan kualitas minyak ditandai dengan warna minyak yang gelap, indeks bias, bilangan asam, bilangan iod, senyawa polimer dan radikal bebas terjadi peningkatan (Chalid, 2005). C. Metodologi 1. Alat a. Timbangan b. Erlenmeyer 250 ml c. Pipet ukur d. Buret

e. Pipet tetes f. Gelas ukur g. Hot plate h. Absorban 2. Bahan a. Minyak kelapa b. Minyak kacang tanah c. Lemak ayam d. Lemak sapi e. Asam asetat-cloroform (3:2) f. KI jenuh g. Aquadest h. Na2S2O3 0,1 N i. Larutan pati 1% j. Alkohol netral k. Indikator phenolphthalein (PP) l. NaOH 0,1 N m. Aluminium foil n. HCl 4 M o. Pereaksi TBA

3. Cara Kerja a. Penentuan angka peroksida Ditimbang 5 gr sampel

Ditambah 30 ml asam asetat-kloroform (3:2)

Digoyang sampai semua bahan larut

Ditambah 0,5 ml KI jenuh

Didiamkan 1 menit sambil digoyang

Ditambah 30 ml aquadest

Ditambah 0,5 ml larutan pati 1%

Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang

Dicatat volume titran yang digunakan

Dihitung angka peroksidanya

b. Penentuan asam lemak bebas Ditimbang 20 gr sampel

Ditambah 50 ml alcohol netral panas

Ditambah 3 tetes indicator pp

Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang selama 30 detik Dicatat volume NaOH yang digunakan

Dihitung asam lemak bebas dinyatakan sebagai % FFA atau sebagai angka asam

c. Penentuan bilangan TBA Ditimbang 10 gr sampel

Ditambah 50 ml aquadest

Dipindahkan ke labu destilasi dengan dicuci 47,5 ml aquadest

Ditambah 2,5 ml HCl 4 M

Didestilasi dengan pemanasan tinggi selama 10 menit hingga diperoleh 50 destilat

Diaduk hasil destilat yang diperoleh

Dipipet 5 ml destilat ke dalam tabung reaksi tertutup

Ditambahkan 5 ml pereaksi TBA dicampur merata dan ditutup

Dipanaskan selama 30 menit dalam air mendidih

Didinginkan tabung reaksi dengan air pendingin 10 menit

Diukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol

Dihitung bilangan TBA dinyatakan dalam mg malonaldehid per kg sampel

Pembuatan blanko : Digunakan 5 ml aquadest dan 5 ml pereaksi TBA

Diukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm sebagai titik nol

D. Hasil dan Pembahasan 1. Penentuan Angka Peroksida Tabel 3.1 Penentuan Angka Peroksida Berat Kel Sampel Sampel (gr) 1 Sebelum 5 Minyak digoreng Kelapa 8 Setelah 5 digoreng 2 Sebelum 5 Minyak digoreng Kacang Tanah 9 Setelah 5 digoreng 3 Sebelum 5 Lemak Ayam digoreng 10 Setelah 5 Digoreng 4 Sebelum 5 Lemak Sapi digoreng 11 Setelah 5 digoreng Sumber : Laporan Sementara Pembahasan : Pada praktikum acara 3 dalam Penentuan Angka Peroksida ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan pada beberapa sampel minyak dengan berbagai perlakuan yang berbeda yaitu sebelum dan sesudah digoreng. Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah minyak kelapa, minyak kacang tanah, lemak ayam dan lemak sapi. Pengukuran kadar peroksida dilakukan dengan metode titrasi menggunakan larutan Na2S2O3 dan dinyatakan dalam miliequivalen (meq)

ml Na2SO4 0,5 2 1,2 2 1,5 1 1 0,75

N Na2SO4

Angka Peroksida 10 40 24 40

0,1

30 20 20 15

peroksida per kg minyak. Secara singkat penentuan angka peroksida ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan sampel minyak dengan asam asetat-kloroform (3:2), larutan KI jenuh, aquadest dan indikator amilum 1%, kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang dan catat volume titran yang digunakan untuk menghitung angka peroksida sesuai rumus. Berdasarkan dari hasil praktikum dengan Tabel 3.1 pada perlakuan sebelum digoreng didapatkan angka peroksida dari bebagai macam sempel minyak kelapa, minyak kacang tanah, lemak ayam, dan lemak sapi berturut-turut sebagai berikut 10 ; 24 ; 30 ; dan 20. Angka peroksida tertinggi terdapat pada lemak ayam yakni 30 miliequivalen (meq)

peroksida per kg sampel dan terendah pada minyak kelapa yakni 10 miliequivalen (meq) peroksida per kg minyak. Pada minyak kelapa mempunyai angka peroksida terendah sebelum penggorengan karena minyak kelapa merupakan asam laurat yang mempunyai asam lemak jenuh yang tinggi sehingga lebih stabil dan tidak mudah teroksidasi. Dan setelah diberi perlakuan penggorengan ternyata dapat diketahui bahwa angka peroksida dari berbagai macam sampel minyak kelapa, minyak kacang, lemak ayam, dan lemak sapi berturut-turut sebagai berikut 40 ; 40 ; 20 ; dan 15. Angka peroksida tertinggi terdapat pada sampel minyak kacang tanah dan minyak kelapa, dengan angka peroksida sebesar 40 miliequivalen (meq) peroksida per kg sampel. Dan angka peroksida terendah terdapat pada lemak sapi yaitu sebesar 15 miliequivalen (meq) peroksida per kg sampel. Pada angka peroksida tinggi jelas telah mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, semakin tinggi angka peroksida semakin tinggi pula tingkat kerusakan minyak. Namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu menunjukkan angka perokasida yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain.

Bila dibandingkan antara perlakuan sebelum dan sesudah digoreng angka peroksida pada minyak kelapa, minyak kacang, lemak ayam, dan lemak sapi secara berturut-turut yaitu sebagai berikut 10 menjadi 40 ; 24 menjadi 40 ; 30 menjadi 20 ; dan 20 menjadi 15. Dari hasil tersebut dapat dilihat ternyata ada yang mengalami kenaikan angka peroksida dan ada juga mengalami penurunan angka peroksida. Seharusnya minyak yang mengalami proses pemanasan akan mengalami kerusakan sehingga meningkatkan angka peroksidanya seperti minyak kelapa dan minyak kacang tanah yang mengalami kerusakan sempurna adalah minyak kelapa dan minyak kacang tanah karena angka peroksida sebelum digoreng dan sesudah digoreng meningkat. Hal ini terjadi karena proses penggorengan dan penyimpanan dengan suhu tinggi yang akan mempercepat reaksi oksidasi. Oleh proses penggorengan sebagian ikatan rangkap akan menjadi jenuh. Penggunaan yang lama dan berkali-kali dapat menyebabkan ikatan rangkap teroksidasi, membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Pada umumnya suhu yang digunakan untuk menggoreng mencapai 2003000C. Pada suhu ini, semakin banyak ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh telah terpecah dan rusak sehingga tinggal asam lemak jenuh saja. Tetapi dalam praktikum ini terjadi penurunan angka peroksida hal ini dapat terjadi karena menurut Ketaren dalam bukunya menuliskan faktorfaktor ysng mempercepat dan menghambat oksidasi adalah pengaruh suhu dan cahaya. Pengaruh suhu, kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Kecepatan akumulasi peroksida selama proses aerasi minyak pada suhu 100-115oC adalah dua kali lebih besar dibandingkan pada suhu 10oC. Pengaruh cahaya, cahaya merupakan akselerator timbulnya ketengikan. Kombinasi dari oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Mungkin saja pada lemak sapi dan lemak ayam proses oksidasi dapat terhambat karena mungkin suhu yang digunakan dalam penggorengan tidak terlalu tinggi dan cahaya yang tidak

terlalu terang sehingga dapat menghambat oksidasi. Atau saat mentitrasi terlalu cepat. Berdasarka percobaan yang telah dilakukan, sampel minyak yang mempunyai nilai angka peroksida dari yang tertinggi hingga terendah setelah perlakuan penggorengan adalah minyak kacang tanah, minyak kelapa, lemak ayam, lemak sapi. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Analisa ini dilakukan karena kandungan peroksida dalam sampel dapat menentukan tingkat kerusakan dalam sampel minyak yang akan menyebabkan terjadinya bau tengik. Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI jenuh. Semakin banyak asam lemak tidak jenuhnya maka angka peroksidanya semakin besar juga karena asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida inilah yang akan direaksikan dengan iod. Karena dalam reaksi akan terbentuk I2 yang mudah menguap maka analisis harus dilakukan dengan menggunakan erlenmeyer bertutup dan dikerjakan secara cepat. Serta penambahan indikator larutan pati jangan terlalu cepat, karena I2 yang masih terlalu banyak dapat diikat kuat oleh pati. Penambahan kanji dilakukan saat I2 sudah banyak bereaksi dan tinggal sedikit saja dalam reaksi. Hal ini ditandai dengan warna coklat dari I2 sudah mulai pucat. Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak dan lemak. Atau terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan

hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Kenaikan Peroxide Value (PV) hanya indikator dan peringatan bahwa minyak akan berbau tengik. Bilangan peroksida menunjukkan derajat oksidasi dari suatu minyak atau lemak, yakni sejauh

manakah minyak atau lemak tersebut telah mengalami oksidasi. Dibandingkan dengan minyak-minyak nabati lainnya, minyak kelapa sesungguhnya lebih tahan terhadap kerusakan-kerusakan akibat oksidasi karena jumlah ikatan rangkap dari asam lemak tak jenuh berganda (PUFA) dalam minyak kelapa relative kecil, dan juga karena adanya tokoferol yang berfungsi sebagai antioksidan (Wibowo, 2008). Kerusakan minyak tidak bisa dicegah, namun dapat diperlambat dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pertama, oksigen. Semakin banyak oksigen semakin cepat teroksidasi; Kedua, ikatan rangkap. Semakin banyak ALTJ-nya semakin mudah teroksidasi; Ketiga, suhu. Suhu penggorengan dan penyimpanan yang tinggi akan mempercepat reaksi; Keempat, cahaya serta ion logam tembaga (Cu++) dan besi (Fe++) yang merupakan faktor katalis proses oksidasi; dan Kelima, antioksidan. Semakin tinggi antioksidan ditambahkan semakin tahan terhadap oksidasi. 2. Penentuan Asam Lemak Bebas Tabel 3.2 Hasil penentuan Asam Lemak Bebas (%FFA) Kel 1 Sampel ml NaOH 2,25 4,75 3,5 3,75 2,2 1,7 3,3 3,5 %FFA 0,225 0,475 0,488 0,52875 0,30954 0,239 0,45969 0,4935 Angka Asam 0,63 1,33 0,97117 1,0522 0,6159 0,45 0,92398 0,982065

Sebelum digoreng 8 Setelah digoreng 2 Sebelum Minyak Kacang digoreng Tanah 9 Setelah digoreng 3 Sebelum Lemak Ayam digoreng 10 Setelah Digoreng 4 Sebelum Lemak Sapi digoreng 11 Setelah digoreng Sumber : Laporan Sementara Minyak Kelapa

Pembahasan : Salah satu pengujian untuk mengetahui kualitas dari minyak akibat adanya kerusakan adalah dengan penentuan asam lemak bebas (free fatty acid) atau %FFA. Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya hidrolisa minyak menjadi asam-asamnya. Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan dirubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini dipercepat dengan adanya faktor-faktor seperti panas atau suhu yang tinggi, air, asam, alkali, uap air dan katalis (enzim). Asam lemak bebas juga akan terbentuk selama proses oksidasi yang dihasilkan dari pemecahan dan oksidasi ikatan rangkap. Asam lemak bebas merupakan indikator tingkat kualitas suatu minyak goreng. Kandungan asam lemak bebas dalam minyak meningkat selama pemanasan karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis pada minyak. Semakin lama reaksi berlangsung, maka semakin banyak kadar asam lemak bebas yang terbentuk. Adanya asam lemak bebas cenderung menunjukkan terjadinya ketengikan hidrolitik. Asam lemak bebas yang terkandung dalam lemak atau minyak dinyatakan sebagai %FFA atau angka asam. %FFA merupakan banyaknya asam lemak bebas yang terbentuk atau terdapat dalam suatu minyak atau lemak karena peristiwa oksidasi maupun hidrolisis yang mengindikasikan adanya kerusakan terhadap lemak atau minyak. Kandungan asam lemak bebas minyak meningkat selama pemanasan, disebabkan peristiwa oksidasi dan hidrolisis. Kandungan asam lemak terbanyak pada minyak kelapa adalah laurat, dan pada minyak kacang, lemak ayam, dan lemak sapi adalah oleat. Pada praktikum ini, diuji tingkat kerusakan minyak dengan mengetahui kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak sampel, yang terdiri dari minyak kelapa, minyak kacang, lemak ayam, dan lemak sapi dimana sampel-sampel minyak tersebut mengalami dua perlakuan yaitu sebelum dan setelah digunakan untuk menggoreng.

Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa pada sampel minyak kelapa terjadi peningkatan jumlah asam lemak bebas setelah penggorengan dari 0,18 % menjadi 0,9 %. Begitu pula pada sampel lemak ayam dan lemak sapi juga mengalami peningkatan jumlah asam lemak bebas setelah digunakan untuk menggoreng. Lemak ayam meningkat dari 0,1692% menjadi 0,282%. Sedangkan lemak sapi meningkat dari 0,213% menjadi 0,366%. Begitu pula dengan jumlah angka asam pada sampel dimana berbanding lurus dengan jumlah asam lemak bebas. Semakin tinggi %FFA maka semakin tinggi pula angka asamnya dan tingkat kerusakan juga semakin tinggi. Peningkatan ini terjadi karena adanya perlakuan pemanasan tinggi, terutama akibat penggorengan yang mungkin dilakukan berulang-ulang yang mengakibatkan kandungan asam lemak dalam minyak kelapa menjadi terurai atau mengalami hidrolisis dimana terjadi pemutusan rantai triglesirida menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol yang

menandakan bahwa minyak tersebut telah mengalami kerusakan. Seperti diketahui bahwa hidrolisis terjadi dengan dipercepat dengan adanya air dalam minyak, kontak air dengan minyak tersebut diperoleh selama digunakan untuk menggoreng bahan dimana bahan memiliki kandungan air dan zat-zat lainnya yang bereaksi dengan minyak sehingga menimbulkan kerusakan terhadap minyak dan juga terjadinya kontak dengan udara yang menyebabkan oksidasi. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng, akan mengalami beberapa reaksi yang akan menurunkan kadar mutunya. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi (100oC atau lebih) terhadap minyak juga meningkatkan resiko kerusakan minyak. Pada sampel minyak kacang tanah, terjadi penurunan kadar asam lemak bebas dari 0,67% menjadi 0,423%. Penurunan ini terjadi penyimpangan, dimana seharusnya terjadi peningkatan jumlah asam lemak bebas pada minyak kacang setelah frying. Menurut Ketaren (1985), dalam minyak kacang tanah terdapat persenyawaan tokoferol yang merupakan antioksidan alami yang efektif dalam menghambat proses oksidasi minyak

kacang tanah. Meskipun demikian, tokoferol yang terdapat pada minyak kacang tanah tersedia dalam jumlah yang sedikit. Secara keseluruhan, kandungan asam lemak bebas sebelum penggorengan yang tertinggi adalah minyak kacang yaitu 0,67% dan yang terendah adalah lemak ayam yaitu 0,1692%. Tingginya jumlah asam lemak bebas pada minyak kacang dibandingkan dengan minyak yang lain karena minyak kacang merupakan minyak nabati yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi dimana asam lemak tak jenuh rentan terhadap serangan oksidasi yang menyebabkan kerusakan. Selain itu bisa disebabkan karena adanya proses penyimpanan yang kurang tepat sebelum diuji yang mengakibatkan perubahan bau dan rasa akibat oksidasi yang menimbulkan ketengikan karena adanya kontak dengan oksigen dan terurai menjadi asam lemak bebas. Sedangkan kandungan asam lemak bebas setelah penggorengan yang tertinggi adalah minyak kelapa yaitu sebesar 0,9%. Hal ini dikarenakan perlakuan pemanasan menggunakan suhu yang lebih tinggi dan waktu yang lama dibandingkan dengan sampel lain, karena minyak kelapa umum digunakan untuk menggoreng meskipun tingkat ketahanan terhadap oksidasi lebih tinggi. Minyak kelapa murni seharusnya lebih tahan terhadap panas, cahaya, oksigen, dan proses degradasi, karena struktur kimianya tidak mengandung ikatan ganda (Alam Syah, 2005). Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan suhu 100oC atau lebih, asam lemak jenuh pun (seperti asam laurat) dapat teroksidasi. Minyak kelapa mempunyai komposisi yang didominasi oleh asam lemak jenuh sekitar 90-92%. Dengan kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, minyak kelapa lebih stabil dan tidak mudah teroksidasi pada suhu tinggi bila dibandingkan dengan minyak kacang tanah yang mengandung asam lemak tak jenuh. Sehingga kadar asam lemak bebas lebih rendah dibandingkan dengan minyak kacang yang mengandung asam lemak tak jenuh.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh yaitu oleat pada minyak kacang, lemak sapi dan ayam memiliki %FFA dan angka asam yang tinggi dibandingkan minyak kelapa yang mengandung asam lemak jenuh yaitu laurat. Hal ini menandakan bahwa minyak dengan komponen asam lemak tak jenuh memiliki potensi mudah terkena kerusakan. Minyak dengan kandungan asam lemak tidak jenuhnya tinggi kurang baik bila digunakan sebagai minyak goreng.

Percobaan penentuan asam lemak bebas dalam minyak ini dalakukan untuk mengetahui kerusakan yang terjadi pada minyak yaitu berupa hidrolisis miyak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas dalam minyak dapat menyebabkan terjadinya ketengikan. Menurut Sudarmadji dkk (1989), angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya. Pada percobaan penentuan asam lemak bebas kali ini sampel yang digunakan adalah beberapa macam minyak, yaitu: minyak kelapa yang dibuat dengan ektraksi basah (pemanasan), minyak kacang sawit hasil pengempaan, minyak kelapa hasil fermentasi dengan enzim, minyak kelapa sawit disimpan terbuka pada suhu ruang dan minyak kelapa sawit yang disimpan terbuka dipanaskan. Penentuan asam lemak bebas dalam sampel tersebut dilakukan dengan metode titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Sebelum di lakukan titrasi, 20 gram sampel minyak ditambah dengan 50 ml alkohol netral panas yang bertujuan untuk mengoptimalkan pelarutan minyak dan 3 tetes indikator phenolphthalein (pp) untuk menandai perubahan warna pada saat titrasi. Titrasi minyak

dengan larutan NaOH diakhiri setelah terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang selama 30 detik. Dari tabel 3.2 dapat dilihat bahwa % FFA rata- rata untuk minyak kelapa pemanasan sebesar 0,11963%; % FFA rata-rata untuk minyak kacang tanah pengempaan sebesar 0,64%%; % FFA rata-rata untuk minyak kelapa fermentasi sebesar 0,9105%; % FFA untuk minyak kelapa sawit simpan terbuka sebesar 0,038% dan % FFA untuk minyak kelapa sawit simpan terbuka dipanaskan sebesar 0,152%. Sehingga % FFA ratarata tertinggi terdapat pada minyak kelapa fermentasi (0,9105) dan % FFA terendah pada miyak kelapa sawit simpan terbuka sebesar (0,038%). Menurut Suhardiyono (1988), asam lemak bebas dalam minyak kelapa mentah (dihitung sebagai asam laurat) maksimal adalah 5%. Minyak kelapa baik dari hasil pengempaan maupun hasil fermentasi yang digunakan pada percobaan ini masih memenuhi standar karena % FFA masih kurang dari 5%. Minyak kacang tanah hasil pengempaan sudah mengalami kerusakan dan tidak memenuhi standar, karena menurut Gustone (2000), asam lemak bebas dalam minyak kacang tanah (dihitung sebagai asam oleat) maksimal adalah 0,05%. Minyak kelapa sawit disimpan terbuka dan disimpan terbuka dipanaskan masih memenuhi standar karena menurut Tim Penulis PS (2000), asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit maksimal adalah 5%. Asam lemak bebas dalam miyak kelapa sawit dihitung sebagai asam palmitat. Setelah dihitung % FFAnya, angka asam minyak dapat diketahui dengan cara mengalikan % FFA dengan faktor konversi. Faktor konversi untuk minyak berbeda-beda tergantung asam lemak penyusunnya yang dominan. Faktor konversi untuk minyak kelapa (asam laurat) adalah 2,80; faktor konversi untuk minyak kacang tanah (asam oleat) adalah 1,99; dan faktor konversi untuk minyak kelapa sawit (asam palmitat) adalah 2,19. Dari tabel 3.2 dapat dilihat bahwa angka asam rata- rata untuk minyak kelapa pemanasan sebesar 0,335; angka asam rata-rata untuk minyak kacang tanah pengempaan sebesar 1,278; angka asam rata-rata

untuk minyak kelapa fermentasi sebesar 2,5488; angka asam untuk minyak kelapa sawit simpan terbuka sebesar 0,08 dan angka asam untuk minyak kelapa sawit simpan terbuka dipanaskan sebesar 0,33288. Sehingga angka asam rata-rata tertinggi terdapat pada minyak kelapa fermentasi (2,5488) dan angka asam terendah pada miyak kelapa sawit simpan terbuka sebesar (0,08). Angka asam yang besar menunjukkan adanya asam lemak bebas yang besar dalam minyak yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Semakin tinggi % FFA dan angka asam dalam suatu minyak maka semakin rendah pula kualitas minyak tersebut. Dari hasil percobaan penentuan asam lemak bebas kali ini diperoleh % FFA dan angka asam yang paling besar terdapat pada sampel minyak kelapa fermentasi. Padahal minyak ini merupakan minyak baru, seharusnya minyak kelapa sawit yang sudah disimpan terbuka dan disimpan terbuka dipanaskan % FFA dan angka asamnya lebih rendah. Hal ini bisa disebabkan karena minyak kelapa (hasil fermentasi) tersebut pada proses pembuatannya setelah difermentasi dilakukan pemanasan sehingga memungkinkan untuk terbentuknya asam lemak bebas yang lebih banyak.

Asam lemak bebas merupakan indikator kesegaran suatu minyak goreng, meskipun bukan menjadi satu-satunya indikator kerusakan. Air dapat menghidrolisa minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Proses ini dibantu oleh adanya asam, alkali, uap air, temperatur tinggi dan enzim. Kandungan asam lemak bebas minyak meningkat selama pemanasan, disebabkan peristiwa oksidasi dan hidrolisis. Kenaikan kadar asam lemak bebas ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Reaksi ini dipercepat dengan adanya faktor-faktor seperti panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi berlangsung, maka semakin banyak kadar asam lemak bebas yang terbentuk. Menurut standar CODEX 19-1991 rev 2-1999 menunjukkan

kadar air dalam minya kelapa murni adalah maksimal 0,1-0,5 sedangkan untuk kadar asam lemak bebas 15% dan untuk bilangan peroksida adalah 3 meq/kg minyak. Menurut Ketaren (1985), dalam minyak kacang tanah terdapat persenyawaan tokoferol yang merupakan antioksidan alami yang efektif dalam menghambat proses oksidasi minyak kacang tanah, yang tidak dimiliki oleh minyak lain. Keunggulan minyak kacang tanah dibandingkan dengan minyak lain yaitu dapat dipakai berulang-ulang untuk

menggoreng bahan pangan. Seharusnya minyak kacang tanah lebih tahan terhadap kerusakan dibandingkan minyak kelapa. Ketika kandungan minyak memiliki tingkatan bilangan peroksida yang tinggi, menyebabkan minyak goreng tersebut rusak, sehingga tidak layak untuk digunakan dalam proses penggorengan yang dikarenakan beberapa hal diantaranya pemanasan minyak pada waktu digunakan yang melebihi standart. standarisasi dalam proses penggorengan normalnya antara 177-221 derajat celcius. Kebanyakan orang menggunakan minyak goreng dengan suhu minyak antara 200-300 derajat celcius. Pada suhu seperti ini, ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh rusak kemudian akan teroksidasi, membentuk gugus peroksida dan monomer siklik, sehingga yang tersisa adalah asam lemak jenuh saja. Minyak goreng yang telah digunakan, akan mengalami beberapa reaksi yang menurunkan kadar mutunya. Pada suhu pemanasan, akan membentuk akrolein, yakni sejenis aldehid yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Kadar asam lemak bebas pada minyak atau lemak hasil ekstraksi dapat ditentukan dengan cara titrasi. Angka asam lemak bebas dinyatakan dalam % asam lemak yang dianggap dominan pada sampel produk yang sedang dianalisis. Angka asam lemak bebas sering dinyatakan dalam % asam oleat untuk lemak sapi sedangkan untuk minyak kelapa lebih sering dinyatakan sebagai % asam laurat. Adanya asam lemak bebas cenderung menunjukkan ketengikan hidrolitik, namun masih dimungkinkan oksidasi lemak menghasilkan asam-asam organik lainnya.

Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkannya pula karena pecahnya ikatan trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/ FFA). Selain menyebabkan tengik, FFA juga bisa menaikkan kolesterol darah. 3. Penentuan Bilangan TBA Tabel 3.3 Hasil Penentuan Bilangan TBA Kel 5 Minyak Kelapa 12 5 13 10 Lemak Ayam 14 7 Lemak Sapi Minyak Kacang Tanah Sampel Sebelum digoreng Setelah digoreng Sebelum digoreng Setelah digoreng Sebelum digoreng Setelah Digoreng Sebelum digoreng Setelah digoreng Absorbansi 0,009 0,023 0,013 0,174 0,800 0,007 Bilangan TBA 0,0702 0,1794 0,1014 0,34626 1,592 0,0546

Blanko

Sumber : Laporan Sementara Pembahasan : Pada praktikum acara 3 dalam Penentuan Bilangan TBA ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan adanya ketengikan pada minyak dan lemak. Lemak yang tengik akan bereaksi dengan asam tiobarbiturat menghasilkan warna merah. Intensitas warna menunjukan derajat ketengikan yang diukur dengan absorbansi. Minyak kasar hasil ekstraksi selalu mengandung asam lemak bebas sebagai hasil aktifitas enzim lipase terhadap gliserida selama minyak tersebut disimpan. Besarnya asam lemak tersebut digunakan sebagai

ukuran kualitas minyak. Makin besar asam lemak bebas yang terkandung

dalam minyak

tersebut maka kualitasnya makin rendah. Minyak atau

lemak yang disimpan pada kondisi penyimpanan yang tidak baik apabila diolah atau dimanfaatkan akan dihasilkan minyak atau lemak dengan kandungan asam lemak bebas tinggi (Ketaren, 2008).

Chalid, Sri Yadial dkk. 2005. Analisa Radikal Bebas Pada Minyak Goreng Pedagang Gorengan Kaki Lima. Program Studi Kimia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Hudiyono, Sumi. 1996. Pengaruh Lama Pemanasan dan Penyimpanan pada Derajat Oksidasi dan Kulaitas Minyak Kacang Bogor (Vigna subteeanea (L) Verde). Jurnal Akta Kimia vol 6, No1-2, April-Okt. FMIPA UI Depok. Tarigan, Novriani dkk. 2007. Pengaruh Pemberian Penyuluhan Terhadap Angka Peroksida, Asam Lemak Bebas, Dan Suhu Penggorengan Minyak Goreng Pada Pedagang Makanan Jajanan Di Lubuk Pakam. Jurnal Ilmiah PANNMED. Vol 2 No.1 Juli 2007. Dasnelli dan Zainal Fanani. 2009. Kinetika Reaksi Oksidasi Asam Miristat, Stearat, dan Oleat dalam Medium Minyak Kelapa, Minyak Kelapa Sawit, serta Tanpa Medium. Jurnal Penelitian Sains Volume 12 Nomer 1(C). Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan, Indonesia Anonim1. 2010. Angka Peroksida. http://itp.fateta.ipb.ac.id. Diakses pada hari Sabtu 15 Mmei 2010 pukul 15.00 WIB.

You might also like