You are on page 1of 7

Hanya selang 2 hari setelah sweeping Brimob terhadap 16 muslim Poso yang

termasuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) yang menyebabkan tewasnya


belasan penduduk sipil muslim Poso 22 Jan 2007 lalu, Ust. Ahmad kemudian diutus
oleh Ust. Adnan Arsal, tokoh agama Islam Poso setempat, untuk ke Jakarta
melaporkan fakta sebenarnya.

Kamis, 25 Jan 2007, Ust. Ahmad didampingi beberapa tokoh Forum Umat Islam,
termasuk Ust. Abu Bakar Ba'asyir dari Majelis Mujahidin Indonesia dan Habib Rizieq
dari Front Pembela Islam, mendatangi Komnas HAM untuk menyampaikan fakta.

Rekaman Video Yang Menjijikkan

Rekaman video kekejaman 'Kristen Radikal' pada masa sebelum kesepakatan Malino
dipersaksikan. Tampak belasan mayat anak kecil Muslim sedang dikumpulkan,
diantaranya ada anak balita yang 1/3 tempurung kepala bagian atasnya lepas
terbacok rata (kemudian disambungkan lagi), usus terburai dan anak kecil lainnya
yang punggung atau bahunya terbelah lebar dan dalam bekas bacokan. Disisi lain
tampak pula mayat-mayat orang dewasa termasuk para wanita dewasa. Mayat
seorang ibu terlihat pergelangan tangannya putus rata dibacok dengan senjata
yang sangat tajam yang menyebabkan bekas bacokannya sangat 'rata'.

Suatu rekaman video penutup akhirnya diputarkan yang menyebabkan teriakan


ledakan marah para pemuda ormas Islam yang ikut hadir disertai teriakan histeris
para wartawan yang ikut menyaksikan. Dalam rekaman ini tampak seorang pemuda
muslim Poso sedang dikeroyok oleh sekelompok pemuda Kristen Radikal (istilah
yang dikemukakan
Habib Rizieq untuk membedakannya dengan umat Kristen umum).

Sebuah golok telah menyabet kulit kepala pemuda tersebut hingga terkelupas
selebar dan setebal kue serabi, sehingga terlihat daging berwarna putih dan
kelupasan kulit kepala yang masih menggantung di kepalanya terumbai-umbai
ketika ia bergerak kesana kemari.
Pemuda muslim ini terlihat masih bisa berdiri dan teriak-teriak minta tolong pada
polisi bersenjata lengkap yang ada disekitarnya namun tak berdaya atau tak berani
atau tak mau bertindak tegas. Beberapa pemuda Kristen Radikal terlihat masih
terus memukulnya dengan kayu, sementara seorang pemuda lainnya menombak
dada kiri pemuda malang tersebut dengan sebilah bambu runcing. Pemuda tersebut
melepas tombak bambu itu dengan tangannya, lalu dengan kepala yang
berlumuran darah, kulit kepala terkelupas, baju penuh darah, ia berjalan terhuyung
menuju mobil polisi yang ada 3 meter
disampingnya. Sesaat terlihat kelupasan kulit kepala pemuda tersebut masih
melambai tergantung diatas telinganya akibat gerakan tubuhnya.

Seorang polisi yang ada dalam mobil tersebut mengusirnya ketika pemuda malang
itu minta perlindungan, mungkin polisi itu jijik mempersilahkannya masuk ke mobil
atau bisa juga ia takut melindungi pemuda itu sementara puluhan pemuda Kristen
Radikal sedang memukulinya. Walau akhirnya pemuda malang tersebut bisa
diselamatkan ke sebuah mobil patroli bak terbuka polisi, namun dari sekitar 20 - 30
polisi yang ada di lokasi hanya 1-2 orang yang terlihat berusaha melerai, namun
dengan cara seadanya.

Andi Baso, tokoh penandatangan Perjanjian Malino, yang ikut hadir menjelaskan
bahwa itu masih belum apa-apa dibanding laporan yang ia terima dimana beberapa
wanita dewasa di suatu desa di Poso diperkosa para Kristen Radikal dan beberapa
diantaranya kemaluannya dimasukkan botol dengan paksa, ditendang
kemaluannya, dan lalu sebagian mati ditempat. Kabar lain mengatakan Tibo pernah
menyembelih seorang anak kecil dan meminum darahnya yang sedang mengalir
dari lehernya langsung ke mulutnya.

Kecemburuan Sosial Sebagai Sumbu Perang Antar Umat Beragama Poso

Menurut Andi Baso, pemicu awal perang Poso adalah kecemburuan sosial dari umat
Kristen terhadap kemajuan umat Islam di Poso. Warga Kristen Poso sudah biasa
menenggak minuman keras sehingga bangun telat, ke ladang telat, kerja telat,
akhirnya ekonomi memburuk. Sedang warga muslim, ditambah pengaruh
transmigran muslim dari Jawa, yang selalu bangun subuh untuk sholat subuh, lalu
berangkat kerja sejak subuh, lantas lebih cepat maju. Akibat kemajuan ekonomi
umat Islam, lantas lebih banyak mesjid dibangun, lalu uang lebih banyak tersedia
untuk beli pengeras suara.

Kemajuan rumah ibadah dan pengeras suara ini merupakan friksi awal yang
memulai kecemburuan sosial. Secara logika dalam situasi seperti ini provokasi dari
luar lebih mudah meledakkan umat Kristen, sebaliknya tidak ada artinya provokasi
bagi umat Islam yang tidak memiliki kecemburuan sosial.

Perjanjian Malino

Ditandatanganinya Perjanjian Malino adalah langkah akhir pihak Kristen Radikal


untuk 'menyerah' akibat kemenangan umat Islam yang dipimpin oleh sebagian
diantaranya adalah para 16 DPO muslim yang kini dicari-cari polisi. Kalau saja
Kristen Radikal tidak kalah rasanya tidak akan mau mereka menandatangani
perjanjian Malino ini. Jadi bagi mereka Perjanjian Malino menjadi semacam alat
untuk melindungi mereka dari kehancuran yang lebih besar lagi dalam perang antar
umat beragama ini. Hal ini terbukti bahwa Perjanjian Malino dijadikan alat untuk
mengulur waktu bagi mereka untuk menyusun kekuatan menyerang balik. Dan
serangan balik ini benar-benar akhirnya terjadi.

Pasca Hukuman Mati Tibo Cs : Berubah Menjadi Perang Dengan Aparat Brimob & TNI
Kekejaman umat Kristen Radikal yang antara lain dipimpin oleh Tibo Cs telah
menewaskan lebih dari 2000 umat Islam Poso. Perjanjian Malino ditandatangani,
dan Tibo Cs dihukum mati. Umat Islam lega, tapi hanya sebentar. Karena
pembantaian masih terjadi. Kesepakatan Malino dinodai, ketika senjata diserahkan
ke kepolisian, umat Islam pun diserang lagi. Umat Islampun membalas. Bom
meledak, pelajar dibunuh, dan sebagainya. Kepolisian kemudian menetapkan 16
Daftar Pencarian Orang (DPO) muslim Poso yang dianggap sebagai penyebab.
Penetapan 16 DPO inilah yang lantas merubah peta perang yang tadinya antara
Kristen Radikal dengan umat Islam Poso menjadi antara Aparat Kepolisian & TNI
dengan umat Islam Poso.

Kristen Radikal pun mundur sejenak, diperkirakan mereka menyimpan senjatanya


sementara. Umat Islam Poso berjanji akan menyerahkan 16 DPO muslim asalkan 19
tokoh Kristen Radikal (termasuk Pendeta Damanik) yang disebutkan Tibo Cs sebagai
dalang penggerak Kristen Radikal agar juga diperiksa. Ini prinsip keadilan. Syarat
lain yang mereka kemukakan adalah agar DPO diperiksa sebagai tersangka bukan
sebagai pesakitan.

Sangat sulit bagi keluarga DPO dan warga muslim Poso untuk menyerahkan 16 DPO
ini karena kenyataannya beberapa saudara kandung DPO yang diciduk saja disiksa
lalu mati dibunuh (namun polisi mengatakannya mati karena sakit). Kalau
saudaranya si DPO saja disiksa dan dibunuh, bagaimana pula dengan DPO nya
sendiri. Ketika berita di media massa melaporkan bahwa belasan muslim penyerang
Brimob berhasil ditembak polisi, sungguh ini berita bohong. Menurut kesaksian
mereka, yang terbunuh ada yang wanita dan anak-anak. Bahkan ketika dikatakan
ada pelindung DPO yang terbunuh, sebenarnya mereka sudah diciduk beberapa hari
sebelumnya, kemungkinan dibawa kesana untuk dibunuh sehingga solah-olah
terbunuh saat baku tembak.

Di stasiun TV kita lihat minggu lalu sekitar 8 orang penduduk sipil yang melapor
karena disiksa oleh Kepolisian karena tinggal di wilayah DPO. Ustadz Ahmad sendiri
menyaksikan seorang temannya ditembaki polisi, dan ketika ia menanyakan
alasannya, polisi (Brimob) mengatakan alasannya karena ia memukul-mukul tiang
listrik. Apakah memukul tiang listrik suatu tindakan kejahatan ? Ketika dikejar terus
dengan protes, pak Polisi hanya bilang ini keputusan politik, bukan keputusan kami.
Lha.. Ini cermin tindakan berlebihan Brimob dan TNI terhadap umat Islam. Kenapa
tindakan tegas
tidak mereka dilakukan ketika pemuda muslim Poso dikeroyok, ditombak dan
dibacok di depan polisi hingga kulit kepalanya terkelupas terumbai-umbai.

Kasus Poso Tidak Boleh Diputihkan


Habib Rizieq yang hadir di Komnas HAM mengatakan bahwa ia menolak keras sikap
Wapres Jusuf Kalla yang hanya menindak tegas setiap pelaku kerusuhan pasca
Perjajian Malino. Sikap ini berarti mengganggap bahwa kasus sebelum Malino
diputihkan alias tidak perlu dipermasalahkan lagi. Tidak ada kasus kriminal yang
boleh diputihkan, katanya. Perhatikan, bahwa masa sebelum Perjanjian Malino
adalah masa pembantaian 2000 umat Islam oleh Kristen Radikal dibawah kendali 19
orang yang disebutkan Tibo Cs. Bagaimana kematian 2000 umat Islam Poso
dianggap tidak pernah ada. Sedangkan masa Pasca Malino adalah masa terjadinya
kasus pembalasan umat Islam (16 DPO) terhadap Kristen Radikal akibat
pelanggaran mereka terhadap Perjanjian Malino (penyerangan perkampungan
muslim).

Ketika Habib Rizieq diminta pemerintah menengahi kasus Poso dan 16 DPO ini, ia
mendengar dari seorang ibu yang anaknya termasuk seorang DPO, bahwa 16 DPO
siap menyerahkan diri asal dengan syarat 19 daftar nama Kristen Radikal yang
disebut Tibo Cs juga diproses, syarat kedua, ada jaminan tidak disiksa. Ibu itu
berkata lagi, baginya lebih senang menerima mayat anaknya mati terbunuh di
medan perang dari pada menyaksikan anaknya kembali dari Kepolisian dalam
keadaan cacat akibat disiksa. Ingat, DPO adalah tersangka, artinya belum tentu
mereka bersalah, karena masih harus
melalui proses pengadilan untuk membuktikannya.

Media Massa pun Ikut Tidak Adil

Ketika belasan umat Islam Poso tewas dalam serangan Brimob ke perkampungan
muslim untuk mencari para DPO, sementara itu hanya 1 orang anggota Brimob
yang tewas, maka hampir semua media massa memberitakan kesedihan yang
meliputi keluarga sang Brimob. Bahkan berita dukacita kematian anggota Brimob ini
dibahas tuntas hingga ke
kehidupan pribadinya selama ini dan kemudian diulang-ulang dalam setiap
pemberitaan berikutnya dalam durasi yang panjang. Seandainya penderitaan,
penyiksaan dan kekejaman terhadap umat Islam Poso dapat ditayangkan
seluruhnya secara lengkap di TV, maka saya yakin tak ada seorangpun yang
tertarik lagi menonton infotainment.

Sementara itu ketika rekaman video yang disebut diatas ditayangkan di Komnas
HAM, puluhan wartawan yang hadir berteriak histeris atau meringis jijik. Namun
malamnya atau sorenya, ketika kunjungan ke Komnas HAM diberitakan, isinya
hanya menyatakan bahwa 'sekelompok umat Islam yang menamakan dirinya Forum
Umat Islam mendatangi Komnas Ham untuk meneliti kasus Poso' . Lantas
wawancara yang disiarkanpun adalah wawancara terhadap salah satu wakil Komnas
HAM, yang komentarnya akan mempelajari kasus ini karena mereka harus
menerima informasi dari berbagai sumber. Ketika menampilkan orang yang sedang
berdemopun hanya ditampilkan 4 - 5 orang yang berseragam hitam-hitam, padahal
peserta demo hari itu ada sekitar 150 orang dari FPI, HT, Bulan Bintang dan MMI.
Sungguh mereka tidak menampilkan pernyataan keras Ust. Abu Bakar Ba'asyir yang
mengatakan siap menyerukan jihad umum kepada seluruh
umat Islam Indonesia bila penyelesaian Poso tidak adil. Atau pernyataan Habib
Rizieq yang menuntut Komnas HAM mengajukan Yufus Kalla dan mantan kepala BIN,
Hendropriyono, agar diperiksa karena melindungi kejahatan terhadap umat Islam.

Apalagi harian Kompas, yang memberitakan tokoh Muslim Poso, Ust. Adnan Arsal,
menganjurkan 16 DPO menyerahkan diri. Tapi Kompas tidak ada atau tidak lengkap
menuliskan syarat-syarat yang dikemukakan Ust. Adnan Arsal agar DPO mau
menyerahkan diri.

Jusuf Kalla dan Logika Peran Tokoh Islam

Perhatikan logika ini dengan baik ! Masalah Poso dalam kacamata Islam harus
diselesaikan dengan pendekatan Nahi Munkar (memberantas kejahatan), bukan
sekedar Amar Ma'ruf (mengajak berbuat baik). Sabtu malam, 27 Januari 2007,
Wapres Yusuf Kalla mengundang tokoh Islam untuk mendiskusikan penyelesaian
Poso.. Setelah selama ini pak Yusuf ini mendengar laporan Poso dari sisa-sisa
informasi dari Ketua BIN yang lama, Hendropriyono (yang pernah tersangkut kasus
pembantaian Muslim Lampung), maka rupanya pak Yufuf ini mencoba mencari
solusi dialog dengan tokoh Islam. Ia sendiri yang mendefinisikan siapa tokoh Islam
yang pantas menyelesaikan masalah semacam ini.

Secara logika, maka seharusnya yang diundang adalah ahli nahi munkar atau tokoh
ormas Islam yang bergerak dibidang nahi munkar, antara lain FPI, MMI, FUI, dan
lain-lain. Lucunya yang diundang adalah tokoh organisasi amar makruf dan
organisasi politik Islam, seperti NU, Muhammadiyah, PKS, dll. Bahkan diundang juga
tokoh 'intelektual' muslim semacam Komarudin Hidayat dan Syafi'i Maarif. Kalaupun
Ja'far Umar Thalib (mantan Panglima Laskar Jihad) diundang dalam acara ini,
tentulah dengan pertimbangan bahwa ia seorang mantan organisasi perjuangan
nahi munkar yang kabarnya kini sudah 'menyesali' perbuatannya dan kini fokus ke
amar makruf.

Bagaimana suatu masalah Nahi Munkar diselesaikan oleh tokoh-tokoh agama yang
spesialis Amr Makruf ? Katakanlah mereka cukup memahami masalah Nahi Munkar,
tapi toh sebatas wacana atau paling tinggi dalam level di mimbar mesjid, bukan
dalam pergerakan konkret di lapangan. Adalah wajar bila saksi mata atau intel Islam
di Poso selama ini melaporkan kekejaman musuh Islam kepada tokoh-tokoh ormas
Nahi Munkar semacam Habib Rizieq atau Ust Abubakar. Toh tidak mungkinlah
mereka melaporkan hal semacam ini kepada partai PKS atau Gusdur atau Aa Gym
atau Syafii Maarif atau Komarudin Hidayat. Ini sama juga diibaratkan seorang
Presiden meminta pendapat Menteri Keuangan untuk mencari jalan keluar terhadap
masalah keamanan atau masalah suatu peperangan. Pastilah sang Menteri
Keuangan melihatnya dari kacamata budget dan laba rugi.

Detik ini

Detik ini, ketika Anda sedang membaca tulisan ini. Bisa saja Pak Yusuf Kalla lagi
istirahat di tempat tidurnya yang empuk. Bisa saja Hendropriyono lagi karaoke
dengan mantan Jenderal lainnya. Bisa saja sementara itu Anda sedang duduk di
kafe sambil membaca tulisan ini ditemani secangkir kopi. Bisa saja saat ini seorang
warga muslim Poso sedang diperiksa oleh Brimob bagian interogasi lantas dijepit
keras kedua kakinya dengan dua potong kayu bergerigi yang dirantai agar mengaku
atau mengarang cerita palsu. Bisa saja lubang gigi geraham seorang anggota
keluarga DPO detik ini sedang ditusuk dengan benda runcing agar mengaku dimana
menyembunyikan DPOnya. Atau kaki seorang muslim Poso baru saja dipatahkan
dengan benda tumpul karena tidak mau bekerjasama dengan Brimob.

Bagi yang prihatin atau berpihak pada umat Islam Poso, minimal anda bisa
mendoakan mereka saat ini juga. Bagi yang tidak peduli atau yang membenci umat
Islam Poso, timbul rasa penasaran saya untuk melihat bagaimana kelak Allah akan
memperlakukan mereka di akhirat. (Syarifuddin Ambalawi)

Sebenarnya kita umat Islam gak usah heran, kalau umat Kristen lebih sadis dari
binatang, karena memang di dalam Alkitabnya sendiri sudah menyatakan perang...

Lihat Matius 10 : 34-36 :

(34) Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai
di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan
pedang.

(35) Seba Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak
perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya,

(36) dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumah.

Ayat inilah yang menjadi acuan kesadisan umat Kristiani terhadap umat lain
khususnya umat Islam...

Lihat saja contoh, Amerika dengan sekutu-sekutunya, menyerang Afganisthan dan


Iraq, tanpa alasan yang, penduduk sipil pun habis di babat...

Lihat lagi dan baca sejarah, mana ada agama yang disebarkan melalui penjajahan
kecuali agama Kristen...
Tanpa malu dan tanpa mengoreksi penyebaran agama Kristen yang mereka anut,
malah mereka menuduh Islam disebarkan dengan pedang.... Sungguh sudah
keterlaluan... sudah gak bisa diberi toleransi lagi....

You might also like