You are on page 1of 20

ACARA 3 EMULSI

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam industri pangan terutama yang bergerak dalam pengolahan produk susu atau margarin, tentu pengetahuan tentang karakteristik emulsi sangat penting. Apakah lemak dapat bercampur dengan komponen air secara merata atau tidak, hal ini perlu diketahui tentang macam tipe emulsi dalam campuran minyak dan air. Mengetahui tipe emulsi bahan pangan bisa dilakukan dengan beberapa metode,seperti mengidentifikasi tekstur bahan pangan. Bila bahan pangan memiliki tekstur lembut maka bisa disimpulkan tipe emulsinya adalah minyak dalam air. Sebaliknya bahan pangan bertipe emulsi air dalam minyak akan membentuk tekstur tidak selembut tipe minyak dalam air, dan cenderung kasar. Metode kedua dengan cara menambahkan cairan yang dapat bercampur dengan medium pendispersi, cairan yang diberikan adalah cairan polar dan dapat bercampur maka bisa disimpulkan bahwa larutan tersebut bertipe minyak dalam air karena fase kontinyu adalah air yang merupakan senyawa polar dan hanya bisa bersatu dengan senyawa polar lainnya. Metode ketiga, emulsi minyak dalam air memiliki konduktivitas listrik lebih besar daripada emulsi air dalam minyak, serta masih banyak metode untuk mengetahui dengan mudah tipe emulsi dalam bahan pangan. Untuk menjaga mutu produk pangan perlu juga sadar tentang hal-hal yang dapat merusak kestabilan emulsi seperti pemanasan, penggojogan, sentrifugasi, pembekuan, destruksi emulgator, dan penambahan elektrolit. Dengan mengetahui penyebab berkurangnya kestabilan emulsi dapat diketahui tindakan untuk proses pengolahan yang tidak merusak emulsi produk susu atau margarin, dan hal itu juga kita bisa memahami cara memisahkan minyak dan air bila dengan tujuan tertentu kita akan

mendapatkan suatu minyak dari campuran minyak dalam air. Pada praktikum ini juga bertujuan untuk mengetahui cara mempertahankan kualitas emulsi dengan memperhatikan pengaruh penambahan zat-zat penstabil emulsi. Semoga dengan adanya praktikum emulsi ini, dapat diketahui jenis perlakuan terhadap kestabilan emulsi dan memberi acuan tindakan pengolahan pangan yang dapat meningkatkan dan menjaga mutu produk susu atau margarin dengan memperhatikan kestabilan emulsinya. 2. Tujuan Praktikum Tujuan Praktikum Acara III adalah: a. Menentukan tipe emulsi suatu bahan menggunakan sampel susu UHT dan margarine. b. Mempelajari pengaruh pemanasan dan penambahan santan terhadap kestabilan emulsi susu.

B. TINJAUAN PUSTAKA Emulsi merupakan koloid liofobik (tidak suka akan cairan). Pada koloid liofobik, tarik menarik antara partikel fase terdispersi dan molekul fase kontinyu sangat lemah. Bila fase kontinyunya air maka koloid tersebut disebut koloid hidrofobik. Bila minyak dan air digojog bersama dan didiamkan sebentar, maka kedua cairan tersebut akan terpisah, minyak membentuk suatu lapisan di atas air. Dua cairan yang secara normal tidak dapat bercampur disebut sebagai nirbaur (immiscibel). Emulsi terdiri dari dua cairan nirbaur yang berada dalam kondisi koloid yang stabil oleh peran substansi ketiga, yang terdapat dalam jumlah kecil, dikenal sebagai agensia pengemulsi. Dalam emulsi, salah satu cairan (fase terdispersi) terpecah kecilkecil dan tersuspensi dalam cairan kedua (fase kontinyu) sebagai tetesantetesan yang lembut (Gaman, 1987).

Komponen susu yang berbentuk emulsi (globula lemak) dan suspensi (kasein) dapat diamati menggunakan mikroskop. Dengan pewarnaan, dapat dibedakan masing-masing komponen tersebut terbentuk bakteri dan kotoran. Pengamatan susu secara mikroskopik dapat dilakukan dengan lebih dahulu membuat preparat susu pada gelas objek. Pewarna Levowits-Weber diteteskan selama 2 menit. Kemudian dibuang kelebihan pewarnanya dan dibiarkan kering di udara terbuka. Preparat kemudian dicelupkan ke dalam air hangat dengan suhu 35-450C, dan ulangi tiga kali dengan air yang bersih. Selanjutnya dapat diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali. Perbedaan warna komponen susu: -Kasein: latar belakang biru muda -Globula lemak: putih tidak berwarna (Muchtadi, 2010). Lemak dari susu dapat dipisahkan dari komponen lain dengan baik melalui proses pengocokan churning. Dengan cara tersebut, secara mekanik film protein disekeliling globula lemak retak dan pecah, sehingga memungkinkan globula lemak menggumpal dan menyusup ke permukaan. Cara ini merupakan proses pemecahan emulsi minyak dalam air (o/w) dengan pengocokan. Mentega sendiri merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 18% air terdispersi di dalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi (emilsifier). Margarin juga merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak (Winarno, 2002). Multiple Emulsions, merupakan water in oil emulsifier dari lipida berukuran nano yang telah banyak dikembangkan oleh pakar di Wageningen Belanda. Dalam Winarno dan Ivone (2009) disebutkan produl multiple emulsion tersebut mampu mendistribusikan lebih merata ke dalam produk mayonese sedemikian rupa sehingga para taster (pencicip) sepakat bahwa suatu formulasi low-fat mayonese berhasil memuaskan fatty mouth feel. Hal ini berarti, kebiasaan melakukan penambahan ekstra stabilizer dan thickener dalam produksi mayonese tidak diperlukan lagi untuk memperoleh tekstur

dalam produk baru yang rasanya sama enaknya dengan mayonese yang full fat mayonese (Handajani, 2010). Dua metoda utama yang digunakan untuk memisahkan lemak hewan dari bahan bakunya: 1) Dalam pemasakan kering, bahan dipanaskan sambil diaduk, cairan dipisahkan dan sisa diperas. Cairan dari pemerasan dan pemasakan dicampur, dan setelah didiamkan dipusar (sentrifus) disaring, diperoleh minyak. 2) Pemasakan basah dilaksanakan dengan menambah air sebagai air air mendidih atau uap. Pada umumnya, minyak atau lemak dikeluarkan dari air dan jaringan yang diekstraksi (Buckle, 2009). Gugus hidrofilik akan berinteraksi dengan air sementara gugus hidrofobik (non polar) akan mengikat minyak. Semakin besar jumlah surfaktan yang ditambahkan dalam suatu emulsi maka akan semakin meningkat kestabilan emulsi. Hal ini dikarenakan semakin banyak gugus hidrofilik yang mengikat molekul air dan juga semakin bertambahnya gugus hidrofobik yang mengikat molekul minyak (Arbianti, 2008). Tingginya kadar air juga akan mempengaruhi kestabilan emulsi dengan terjadinya sineresis dan kerusakan produk oleh jamur. Stabilitas emulsi margarin yang diamati secara visual terhadap pemisahan fase cair dan fase minyak pada suhu 700C, yang menunjukkan bahwa emulsi margarin formula A, B maupun margarin komersil relatif tidak stabil pada suhu tinggi, namun pada suhu kamar relatif stabil (tidak mengalami sineresis) selama penyimpan 60 hari. Setelah 62 hari formula A mengalami sineresis, dan selanjutnya mengalami kerusakan oleh jamur. Sedangkan formula B dan margarin komersil relatif masih stabil. Terlihat pula bahwa kestabilan emulsi margarin sangat dipegaruhi oleh perbandingan fase air dan fase minyak serta komposisi pengemulsi dan penstabil yang ditambahkan dalam formula (Sarungallo, 2002). Susu mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai jenis garam dan vitamin. Penanganan dan pengolahan susu bertujuan untuk menghasilkan produk yang siap dikonsumsi, menciptakan rasa yang disukai,

memperpanjang daya simpan dan memudahkan penanganan dan distribusi. Salah satu cara yang digunakan yaitu pasteurisasi. Menurut Idris (1992), pasteurisasi adalah perlakuan panas dengan suhu yang lebih rendah dari susu sterilisasi dan biasanya dilakukan di bawah suhu didih air. Suhu yang dimaksud adalah 730C selama 30 menit atau dilakukan secara cepat dengan suhu 920C selama 15 detik. Dalam pembuatan produk emulsi masalah yang sering timbul adalah tidak stabilnya sistem emulsinya. Hal ini mengakibatkan pecahnya sistem emulsi pada saat pengolahan dan penyimpanan perlu penambahan bahan penstabil. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam penelitian ini dicoba dengan penambahan karaginan, karena karaginan berfungsi sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickenenr (bahan pengental), gelling agent (pembentuk gel), pengemulsi, dan lain-lain (Hudyatmoko, 2009). Banyak produk makanan seperti desserts, salad dressingmerupakan emulsi minyak dalam air. Kestabilan emulsi tergantung pada berbagai faktor: perbandingan minyak dalam air, keadaan fase terdispersi minyak, dan interfase minyak dalam air. Yang paling terakhir faktor tergantung pada karakteristik hidrofobik, permukaan, konsentrasi emulsifier dan kompetisi antara berbagai macam permukaan aktif pada stabilitas emulsi. Untuk hal ini bebebrapa penelitian menyelidiki interaksi emulsifierdengan bagian dari stabilitas emulsi (Aguedo, 2008). Kestabilan emulsi adalah hal yang sering dievaluasi dalam hubungan waktu, dan sangat berhubungan dengan ukuran droplet, dimana semakin kecil ukuran makkan semakin besar kestabilannya. Kestabilan protein dibentuk dari interfase emulsi yang tergantung pada interaksi protein dalam minyak dan fase cair. Namun, berbagai faktor termasuk pH, ukuran droplet, viskositas dan konformasi protein dapapt mempengaruhi nilai Kestabilan Emulsi (Onsaard, 2010). Kadar protein yang terkandung dalam kelapa segar mempengaruhi kestabilan emulsi santan karena protein santan berfungsi sebagai emulsifier alami pada santan. Kadar protein bahan baku kelapa segar sebesar 2,12 %, nilai kadar protein yang kecil ini memudahkan proses pemecahan emulsi

santan. Kedar Lemak bahan baku daging kelapa segar sebesar 33,01% menunjukkan bahwa kelapa yang digunakan sudah berumur tua, kadar lemak bahan baku digunakan sebagai acuan untuk menilai efisiensi ekstraksi minyak kelapa (Raharja, 2006). Air dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi (emulgator) ditambahkan dalam larutan tersebut. Karena kebanyakan emulsi adalah dispersiair dalam mnyak, dan dispersiminyak dalam air, maka zat pengemulsi yang digunakan harus dapat larut dengan baik di dalam air maupun minyak. Contoh pengemulsi tersebut adalah senyawa organic yang memiliki gugus polar dan non-polar. Bagian non-polar akan berinteraksi dengan minyak/mengelilingi partikel-partikel minyak, sedangkan bagian yang polar akan berinteraksi kuat dengan air. Apabila bagian polar ini terionisasi menjadi bermuatan negative, maka pertikelpartikel minyak juga akan bermuatan negatif. Muatan tersebut akan mengakibatkan partikel-partikel minyak saling tolak-menolak dan tidak akan bergabung, sehingga emulsi menjadi stabil (Anonima, 2006). Kestabilan emulsi cair dapat rusak apabila terjadi pemansan, proses sentrifugasi, pendinginan, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengemulsi. Krim atau creaming atau sedimentasi dapat terbentuk pada proses ini. Pembentukan krim dapat kita jumpai pada emulsi minyak dalam air, apabila kestabilan emulsi ini rusak,maka pertikel-partikel minyak akan naik ke atas membentuk krim. Sedangkan sedimentasi yang terjadi pada emulsi air dalam minyak; apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikelpartikel air akan turun ke bawah (Anonimb, 2009). Creaming yaitu peristiwa mengapungnya fase minyak. Hal ini terjadi jika fase minyak memiliki densitas yang lebih kecil daripada fase air. Definisi lain menyebutkan bahwa creaming merupakan peristiwa memisahnya emulsi menjadi 2 bagian dengan salah satu bagian mengandung lebih banyak fase disperse daripada bagian yang lain. Hal ini mungkin disebabkan karena homogentias emulsi ketika formulasi kurang tetapi masalh ini bisa diatasi dengan penggojogan ringan (Anonimc, 2011).

C. METODOLOGI 1. Alat a. Gelas preparat dan penutup b. Mikroskop c. Pipet tetes d. Hot Plate 2. Bahan a. Larutan Methylen Blue b. Susu UHT. Margarine c. Santan, Susu murni 3. Cara Kerja a. Penentuan Tipe Emulsi Margarin/Susu UHT

Diteteskan pada gelas preparat

Diberi 1 tetes indikator methylen blue

Ditutup dengan gelas penutup dan diamati tipe emulsinya

b.

Penentuan Kestabilan Emulsi Susu Murni, Susu UHT dan Campuran Susu Santan Bahan

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Didiamkan selama 90 menit

Diamati waktu pemisahan yang terjadi setiap 15 menit

Ditentukan kestabilan emulsinya

D. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 3.1 Penentuan tipe emulsi Kelompok Sampel Gambar Tipe Emulsi Keterangan Fase pendispersi: Minyak Fase terdispersi: Butir-butir air Fase pendispersi: Minyak Fase terdispersi: Butir-butir air Fase pendispersi: Minyak Fase terdispersi: Butir-butir air Fase pendispersi: Minyak Fase terdispersi: Butir-butir air Fase pendispersi: air Fase terdispersi: Butir-butir minyak Fase pendispersi: air Fase terdispersi: Butir-butir minyak

Margarin

Water in oil

Margarin

Water in oil

Margarin

Water in oil

Margarin

Water in oil

Susu UHT

Oil in water

Susu UHT

Oil in water

Susu UHT

Oil in water

Susu UHT

Oil in water

Margarin

Water in oil

10

Margarin

Water in oil

11

Margarin

Water in oil

Fase pendispersi: air Fase terdispersi: Butir-butir minyak Fase pendispersi: air Fase terdispersi: Butir-butir minyak Fase pendispersi: Minyak Fase terdispersi: Butir-butir air Fase pendispersi: Minyak Fase terdispersi: Butir-butir air Fase pendispersi: Minyak Fase terdispersi: Butir-butir air Fase pendispersi: Minyak Fase terdispersi: Butir-butir air

12

Margarin

Water in oil

13

Susu UHT

Oil in water

14

Susu UHT

Oil in water

15

Susu UHT

Oil in water

16

Susu UHT

Fase pendispersi: air Fase terdispersi: Butir-butir minyak Fase pendispersi: air Fase terdispersi: Butir-butir minyak Fase pendispersi: air Fase terdispersi: Butir-butir minyak Fase pendispersi: air Fase terdispersi: Butir-butir minyak

Sumber: Laporan sementara Pembahasan: Emulsi merupakan suspensi cairan dalam cairan lain yang tidak saling menyatu atau bercampur. Emulsi dapat menyatukan minyak dan air yang dalam keadaan normal sulit menyatu karena perbedaan berat jenis. Menurut teori daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air. Bila emulsifier tersebut lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air sehingga terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w). Sebagai contoh adalah susu. Sebaliknya bila emulsifier lebih larut dalam minyak (nonpolar) terjadilah emulsi air dalam minyak (w/o). Contohnya mentega dan margarin (Winarno, 2002). Syarat margarin sebagai

tipe emulsi air dalam minyak adalah mengandung tidak kurang dari 80% lemak. Margarin berasal dari minyak nabati dalam bentuk cair yang dihidrogenasi menjadi bentuk padat pada suhu ruang, dari penampakan fisiknya margarin mengandung sedikit air sesingga bertekstur greasy menandakan memang benar margarin merupakan emulsi air dalam minyak.Susu merupakan tipe emulsi minyak dalam air, dengan diketahui pasti komponen susu lebih didominasi air. Minyak yang ada dalam susu memang jauh lebih sedikit dan tersebar merata dalam air, sehingga susu memiliki tekstur creamy atau lembut. Pada praktikum penentuan tipe emulsi ini margarin atau susu UHT beteteskan pada gelas preparat dan selanjutnya diberi 1 tetes indikator methylen blue. Methylen blue merupakan zat warna yang larut ke dalam air dan menimbulkan warna biru. Methylen blue biasanya memberikan hasil positif pada emulsi jenis o/w. Sampel lalu ditutup dengan gelas penutup dan diamati tipe emulsinya. Pada sampel susu UHT terlihat warna biru lebih dominan menunjukkan bahwa sampel susu UHT fase kontinyunya adalah air. Sedangkan bagian berwarna lain terlihat seperti granula yang terselubungi oleh warna dominan biru (air). Maka susu merupakan emulsi lemak dalam air. Pada pengujian margarin, warna biru terlihat sebagai butir-butir kecil. ini menunjukkan air merupakan bagian terdispersi dalam minyak sebagai fase kontinyunya. Maka hasil pengamatan tersebut sesuai dengan teori bahwa margarin memiliki tipe emulsi air dalam minyak.

Tabel 3.2 Penentuan Kestabilan Emulsi Kel Sampel Perlakuan Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan Waktu Pengamatan 15 30 45 60 75 90 -

Susu Murni

Susu UHT Susu

murni: santan 1:4 Susu

+ -

+ +

+ +

++ +

++ +

++ +

murni: santan 4:1 Susu

Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

UHT : santan 1:4 Susu

Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan

+ -

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

UHT : santan 4:1 Susu

Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan

+ -

+ -

+ -

+ +

+ +

+ +

murni: santan 1:1

Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

Susu 8 UHT: santan 1:1 Susu Murni

Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

+ -

++ -

++ -

+++ -

10

Susu UHT Susu

+ -

+ -

+ -

+ -

+ -

+ -

11

murni: santan 1:4 Susu

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

12

murni: santan 4:1 Susu

Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan

++ -

+++ -

++++ -

++++ +

13

UHT : santan 1:4 Susu

Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan

+ +

+ +

+ +

++ +

++ +

++ +

14

UHT : santan 4:1 Susu

Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan

+ -

+ -

+ -

+ -

+ -

+ -

15

murni: santan 1:1

Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan

+ -

+ -

+ -

+ -

+ -

+ -

Susu 16 UHT: santan 1:1

Dengan Pemanasan Tanpa Pemanasan

+ ++

+ ++

+ +++

++ +++

++ +++

++ +++

Sumber: Laporan sementara Keterangan: (+) : ada pemisahan (-) : tidak ada pemisahan (++) : pemisahan bertambah Pembahasan: Menurut teori sampel yang memiliki kestabilan emulsi paling baik adalah susu UHT, oleh sebab itulah susu UHT memiliki daya simpan yang lebih lama daripada susu murni. Bila susu UHT tidak lebih stabil emulsinya daripada susu murni maka dalam pendistribusian susu pasti saat diterima konsumen, mutu susu sudah tidak baik karena emulsi mudah mengalami pemisahan. Menurut pengamatan praktikum penentuan kestabilan emulsi sampel yang memiliki kestabilan emulsi paling baik adalah susu UHT karena dalam perbandingannya dengan penambahan santan (4:1) dan sewaktu diamati dengan tanpa perlakuan panas, susu UHT mengalami pemisahan pada menit ke-60. Sedangakan susu murni pada menit ke-15 sudah mengalami pemisahan. Pada perbandingan susu dengan santan (1:4) dengan penambahan perlakuan panas, bisa diamati susu murni lebih banyak pemisahan dibanding dengan susu UHT. Santan kelapa merupakan emulsi minyak dalam air karena emulsifier pada santan lebih terikat atau lebih larut dalam air (polar) maka dapat membantu terjadinya emulsi minyak dalam air. Pada kelapa adanya penstabil emulsi yang berupa protein kelapa, air dan minyak dapat membentuk emulsi yang stabil yaitu santan kelapa (Adham dalam Darwindra, 2010). Dalam hasil yang diperoleh dari praktikum sampel yang diberi santan mengalami pemisahan dibanding sampel yang tidak diberi santan, ini

mengidentifikasikan bahwa emulsi tidak stabil. Kemudian perbandingan komponen santan yang lebih besar juga menunjukkan bahwa pemisahan

bertambah. Pada sampel Susu Murni : Santan (1 : 4) pada menit ke 60 sampai 90 terdapat lebih banyak pemisahan dibanding sampel Susu murni : Santan (4 : 1). Berarti peran santan di sini menyebabkan menurunnya kestabilan emulsi. Hal ini bisa disebabkan ukuran globula fase terdispersi yang tidak sama, maka mudah memisah dari fase kontinyu. Walaupun air dan minyak dapat membentuk emulsi yang stabil yaitu santan kelapa, namun perlu dipertimbangkan juga ukuran globula santan yang dipakai. Kestabilan emulsi oleh santan juga tergantung pada jumlah krim, sedikit krim menyebabkan semakin baiknya kestabilan emulsi tetapi, krim yang banyak justru menurunkan kestabilan emulsi. Pemanasan berpengaruh pada kestabilan emulsi, semakin tinggi suhu yang digunakan untuk memanasi bahan maka semakin mudah emulsinya memisah. Dan memang pada dasarnya emulsi dapat dirusak dengan pemanasan, pembekuan, penggojogan, centrifuge, penambahan elektrolit, dan destruksi emulgator. Jelas sudah bahwa sampel jenis apapun baik itu susu UHT, susu murni, maupun sampel susu yang ditambah dengan santan akan lebih cepat mengalami pemisahan bila berada dalam perlakuan pemanasan.

E. KESIMPULAN 1. Emulsi merupakan suspensi cairan dalam cairan lain yang tidak saling menyatu atau bercampur. Emulsi dapat menyatukan minyak dan air yang dalam keadaan normal sulit menyatu karena perbedaan berat jenis. Menurut teori daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air. 2. Margarin merupakan tipe emulsi air dalam minyak dengan fase terdispersi adalah air dan fase kontinyu adalah minyak. Sedangkan susu merupakan tipe emulsi minyak dalam air dengan fase terdispersi adalah minyak dan fase kontinyu adalah air. 3. Susu UHT mempunyai kestabilan emulsi lebih baik dari pada susu murni. 4. Kestabilan emulsi dalam praktikum ini dipengaruhi oleh pemanasan dan juga penambahan santan. 5. Kestabilan emulsi oleh santan juga tergantung pada jumlah krim, sedikit krim menyebabkan semakin baiknya kestabilan emulsi tetapi, krim yang banyak justru menurunkan kestabilan emulsi. 6. Pemanasan berpengaruh pada kestabilan emulsi, semakin tinggi suhu yang digunakan untuk memanasi bahan maka semakin mudah emulsinya memisah.

DAFTAR PUSTAKA

Aguedo, M. 2008. Interactions Between Bacterial Surface and Milk Proteins, Impact on Food Emultions Stability. Science Direct. Food Hydrocolloids. Perancis. Anonima. 2006. Koloid Emulsi. www.sistemkoloid11.blogspot.com. Diakses pada tanggal 28 Maret 2012. Anonimb. 2009. Emulsi. www.perfspot.com. Diakses pada tanggal 28 Maret 2012. Anonimc. 2011. Stabilitas Emulsi. www.coretanfifi.wordpress.com. Diakses pada tanggal 28 Maret 2012. Arbianti, Rita. 2008. Pengaruh Kondisi Operasi Reaksi Hidrogenasi Metil Laurat dengan Katalis Nikel untuk Pembuatan Surfaktan Oleokimia. Jurnal Teknoogi Edisi 3 Tahun XXII. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Jakarta. Buckle, K.A. 2009. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Gaman, M. 1987. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Handajani, Sri. 2010. Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi Tradisoional dan Terkini. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Hudyatmoko, Puspo. 2009. Peningkatan Kestabilan Emulsi Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Karaginan (Kajian Jenis dan Konsentrasi Karaginan). Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. Muchtadi, Tien R. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung. Onsaard, Ekasit. 2010. Fungtional properties of Sesame Protein Concentrates from Sesame Meal.Asian Journal of Food and AgroIndustry 3 Volume 40. Thailand.

Raharja, Sapta. 2006. Kajian Sifat Fisiko Kimia Ekstrak Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil, VCO) yang Dibuat dengan Metode Pembekuan Krim Santan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Volume 18(2), 71-78. IPB. Bogor. Sarungallo, Zita. 2002. Kajian Penurunan Titik Leleh Lilin Lebah (Apis Cerana) Dalam Pembuatan Margarin Oles Rendah Kalori. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Volume XIII No 2. Seminar PATPI. Semarang. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

You might also like