You are on page 1of 13

PEMIMPIN : PENCINTA SEJATI (KETIKA MAHABBAH MENJADI MUARA HATI)

Oleh : RIEZAL DOVI FADLI Karakter, telah dibunuh.... Karekter, sedang terbunuh.... Karakter, mulai membunuh.... Citra yang lepas dari pohon keahlian Tercerabut akar dan tergores sayatan Cinta telah kehilangan ruang waktu Revolusi Now!! Love bukanlah sarana, tapi subyek yang meragi.... Berubah bentuk menjadi gelombang.... Menjelma diri menjadi roh.... Menuntun mind, share, dan power.... Berwujud cahaya berwajah wisdom.... (Pranawiradja - 2007) 1

A. PENDAHULUAN TASAWUF CINTA (MAHABBAH)


Cinta (mahabbah) berkembang sebagai gagasan keruhanian setelah tasawuf meninggalkan wujudnya sebagai gerakan keruhanian yang bersahaja sesudah awal abad ke-8 Masehi (abad ke-2 Hijriah). Saat itu tasawuf lebih sebagai kehidupan asketisme (zuhud), dan tingkat keruhanian (maqam) yang tertinggi ialah tawakkul (ketergantungan dan kepercayaan penuh kepada Tuhan) dan takwa. Mahabbah menjadi tingkat keruhanian penting setelah digali berdasarkan pengalaman mistik dari ahli tasawuf Jafar al-Shidiq (699-756 M), yang dianggap sebagai pencetusnya, ia juga seorang ahli hadist dan tafsir. Mahabbah juga dikembangkan oleh Syaqiq al-Balkhi, Harits al-Muhasibi, dan terutama sekali dipopularkan oleh Rabiah al-Adawiyah. Pada saat dikembangkan oleh para sufi tersebut tingkat keruhanian terpenting yang tersusun meliputi taubat, sabar, harap (rajaa), takut (khawf), fakir, zuhud, tauhid (selaras dengan kehendak Tuhan), tawakkul, dan cinta (mahabbah) yang termasuk di dalamnya rindu

Penguatan citra, keangkuhan daya, Pembusukan Cinta ?;Pendobrak Komunitas Kenduri Cinta Jakarta. Kalibata Barat Jakarta (dibuat tanggal 09-09-2007 untuk 27-9-2007)

(syawq), kekariban (uns), dan rela (ridlaa) yaitu puas terhadap kehendak-Nya (dalam Wachid)2. Di dalam sistem estetika sufi, cinta (isyq ataupun mahabbah) mempunyai makna luas, cinta bukan dimaknakan secara umum, melainkan lebih pada keadaan dan tingkatan ruhani yang membawa seseorang mencapai pengetahuan ketuhanan. Sebagaimana diungkap dengan indah oleh Abu Nuaym al-Isfahani di dalam Hilyat alAwliyaa bahwa cinta merupakan gabungan dari berbagai unsur keadaan jiwa, Hati orang arif adalah sarang cinta (isyq), dan hati pencinta birahi (ashiq) adalah sarang rindu (sawq), dan hati orang rindu (sawqi) adalah sarang kedekatan (uns)3. Perhentian terakhir di jalan mistik ialah mahabbah atau cinta, dan marifah. Kadang-kadang keduanya dianggap saling melengkapi, kadang-kadang cinta dianggap lebih utama, dan adakalanya marifah dipandang lebih tinggi, demikian ungkap Schimmel dalam Wachid4. Menurut al-Ghazali bahwa marifah mendahului cinta (mahabbah) sebab Cinta tanpa marifah tidak mungkin, orang hanya dapat men-cintai sesuatu yang dikenal 5. Pernyataan tentang marifah yang paling menyentuh diberikan oleh al-Junayd, Marifah ialah keraguan hati antara menyatakan bahwa Tuhan terlalu agung untuk dimengerti, dan menyatakan bahwa Ia terlalu dahsyat untuk dilihat. Marifah adalah pengetahuan bahwa apapun yang terbayang dalam hatimu, Tuhan adalah kebalikannya.6 Namun, bagi Rabiah al-Adawiyah, cintalah yang mendahului marifah, cinta yang tulus kepada Tuhan akan dibalas oleh-Nya dengan terbukanya tabir antara manusia dan Tuhan, dan sufi melihat Tuhan dengan mata-hatinya. Karenanya, tatkala ditanya apakah ia melihat Tuhan yang ia sembah, Rabiah menjawab, Jika aku tak melihat-Nya, maka aku tidak akan menyembah-Nya. Selanjutnya tentang marifah, Rabiah al-Adawiyah menyatakan bahwa Buah ilmu ruhani adalah agar engkau palingkan wajahmu dari makhluk agar engkau dapat memusatkan perhatianmu hanya kepada Allah saja sebab marifah itu adalah mengenal Allah sebaik-baiknya7. Jadi, bagi Rabiah al-Adawiyah, mahabbah mendahului marifah sekalipun keduanya berdampingan dan tidak dapat dipisahkan.
2

Bandingkan Abu al-Wafa al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman. Terj. Ahmad Rofi Utsmani (Bandung: Penerbit Pustaka, 1997), hal. 85. 3 Abdul Hadi W.M., Tasawuf yang Tertindas (Jakarta: Paramadina, 2001), hal. 36. 4 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, cet.II, 2003), hal.165. 5 Ibid, hal 166. 6 Ibid. 7 Abdul Wachid B.S : Tasawuf Cinta dalam Sastra Sufi Ibda` |Vol. 2|No. 1|Jan-Jun 2004|116-128 1 P3M STAIN Purwokerto |

B. NILAI-NILAI KEPEMIMPINAN BERMUARA MAHABBAH Sholawat dan salam selalu terhaturkan kepada Nabi Muhammad SAW sang pemimpin sejati sepanjang masa. Suatu keharusan dan sudah menjadi suatu kepatutan adanya segala rujukan berpusat dan berawal kepada Beliau seorang. Sebuah kepemimpinan yang sangat mengagumkan dan tidak akan ada duanya lagi sepanjang masa ini. Kepemimpinan yang didasarkan kepada kecintaan (mahabbah) semata, kecintaan kepada Allah SWT dan kecintaan kepada umatnya. Seperti yang tergambar dalam dua hadist berikut : yang pertama, hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang menyebutkan bahwa betapa sopan dan perhatiannya Rasulullah SAW kepada umat, tanpa melihat kaya, miskin, tua atau muda, Rasulullah tidak melepaskan tangannya jika ada seseorang menjabat tangan beliau, sampai orang tersebut melepaskannya terlebih dulu. Aku tidak pernah terlihat lutut beliau keluar berselonjor melebihi lutut orang dalam satu majelisnya. Dan yang kedua adalah hadist yang diriwayatkan oleh Thabrani, yang menyebutkan bahwa tidak ada seorang pun yang menyalaminya kecuali beliau pasti menghadapinya dengan seluruh wajah, dan beliau tidak berpaling darinya sampai orang tersebut selesai perkataannya. Kemudian dipertegas lagi dengan sebuah cerita singkat yang menyebutkan : Ketika Rasulullah SAW sedang berbincang-bincang dengan para sahabat, seorang pemuda datang menghampiri beliau sambil berkata, Ya Rasulullah, aku mencintaimu. Rasulullah SAW berkata, Kalau begitu, bunuh bapakmu!. Tanpa pikir panjang, pemuda itu segera beranjak pergi untuk melaksanakan perintah tersebut. Namun Rasul memanggilnya kembali seraya berkata, Aku tidak diutus untuk menyuruh orang berbuat dosa. Aku hanya ingin tahu, apa betul kamu mencintai aku dengan kecintaan yang sesungguhnya? Tidak lama setelah itu, pemuda ini jatuh sakit hingga tak sadarkan diri. Rasul pun datang menjenguk. Namun pemuda itu masih dalam keadaan tidak sadar. Nanti kalau anak muda ini bangun, beritahu aku, sabda Rasul. Beliau pun kembali ke tempatnya. Lewat tengah malam pemuda itu bangun. Anehnya, yang pertama kali ia tanyakan adalah apakah Rasulullah SAW telah berkunjung kepadanya. Diceritakanlah kepada pemuda itu bahwa Rasulullah SAW bukan saja berkunjung, tapi beliau juga berpesan agar diberi tahu jika pemuda itu bangun. Pemuda itu berkata, Tidak, jangan beritahukan Rasulullah. Jika beliau harus keluar rumah pada malam seperti ini, aku khawatir orang-orang Yahudi akan mengganggunya di perjalanan. Tak lama kemudian, ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Pagi hari usai shalat subuh, Rasulullah SAW diberitahu tentang kematian pemuda itu. Rasul datang melayat jenazah kemudian berdoa, Ya Allah, sambutlah Thalhah di sisi-Mu, Thalhah tersenyum kepada-Mu dan Engkau tersenyum kepadanya.8

Dikutip dari suatu artikel yang dimuat dalam Koran Republika melalui akses internet.

Sungguh suatu kecintaan yang sangat menakjubkan dari seorang umat kepada pemimpinnya. Akan tetapi, yang perlu digaris bawahi adalah, kenapa pemuda tersebut begitu mencintai Rosulullah? Jawabanya tiada lain adalah karena Rosulullah terlebih dahulu memberikan cinta (mahabbah) yang murni, dan tak terkontaminasi ambisi dan kepentingan duniawi sehingga tidak mengherankan jika para sahabat membalasnya dengan cinta yang tulus pula kepadanya. Suatu contoh kecil yang sungguh mengagumkan dari suatu sikap seorang pemimpin yang sejati. Hal-hal yang mungkin dianggap sepele oleh banyak orang yang mengaku dirinya pantas dianggap sebagai seorang pemimpin sejati dan mampu memimpin umat. Padahal dari hal-hal kecil seperti inilah nilai-nilai suatu kepemimpinan mulai dibangun dan dikembangkan oleh seorang pemimpin. Dari contoh diatas, nilai perhatian yang menjadi kunci utama. Konon, nilai ini juga dilakukan oleh Napoleon Bonaparte yaitu dengan memberikan sedikit sentuhan psikologis kepada pasukannya ketika hendak mau berperang, yaitu dengan menghafal nama-nama pasukannya dan menyapanya ketika akan melakukan suatu peperangan dan hasilnya sungguh menakjubkan9. Yang menjadi perhatian adalah ketika hal seperti ini dilakukan tanpa keikhlasan pun tetapi memberikan efek yang luar biasa, apalagi jika dilakukan dengan suatu keikhlasan seperti yang dilakukan Rosulullah. Subhanallah. Nilai kepemimpinan yang pertama yang menjadi fokus pertama adalah nilai perhatian. Seperti hal nya ketika seorang manusia merasakan rasanya jatuh cinta, hal utama yang selalu dia rasakan dan lakukan adalah selalu memperhatikan siapa dan apapun hal yang dilakukan oleh orang yang dia cintai. Hal ini merupakan sifat alamiah dan sudah menjadi sunnatullah atau kodrat manusia. Tidak bisa dipungkiri lagi ketika kita merasakan cinta itu, perhatian akan tumbuh dengan sendirinya tanpa dipaksa dan tanpa pamrih sedikitpun terkecuali kebahagian orang yang dia cintai. Ketulusan dan keihklasan menjadi kunci utamanya. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah kita pernah merasakan diperhatikan oleh para pemimpin-pemimpin kita yang selalu mengaku dirinya sebagai seorang pemimpin rakyat? Nilai k-2 adalah pemberdayaan Nilai ke-3 adalah pengorbanan

Kedua, pemberdayaan. Beliaulah pemimpin yang paling berhasil dalam memberdayakan orang-orang yang dipimpinnya. Beliau sangat terampil membaca potensi, kelebihan dan kekurangan para sahabat.
9

Ibid.

Kemampuannya ini menjadikannya mampu menempatkan setiap sahabat sesuai kapasitas dirinya. Jika sahabat memiliki karakter baik, maka beliau akan memolesnya menjadi lebih baik. Jika memiliki karakter kuat, maka beliau akan menjadikannya lebih kuat dan terarah. Sebaliknya, karakter-karakter buruk yang masih melekat, sedikit demi sedikit beliau hapus lalu menggantikannya dengan yang lebih baik. Prinsip yang beliau pegang adalah melayani umat bukan dilayani umat Ketika umat berada dalam kesusahan, maka pemimpinlah yang pertama kali merasakan susah. Namun sebaliknya, ketika umat mendapatkan kesejahteraan, maka pemimpinlah yang terakhir kali merasakannya. Beliau pernah tidak makan selama tiga hari berturutturut. Ketika 'Aisyah bertanya apa sebabnya, beliau menjawab,Selama masih ada ahli shuffah aku tidak akan makan kenyang.
C. KEPEMIMPINAN POLITIKUS

POLITIK Terjadi 2 fenomena simbiosis mutualisme. Yang pertama antara para elite politik yang memerlukan kelanggengan kekuasaan dengan para pengambil keuntungan kebijakan penguasa pemerintahan yang sedang berjalan. Yang kedua antara par elite politik pencari kekuasaan dengan para pemberi suara kekuasaan (rakyat/yang menguasai suara rakyat). Keberlanjutan kondisi yang seperti ini mewujudkan suatu keadaan dimana terjadi saling ketergantungan antar pelaku simbioasis, karena tanpa pasangan mereka, salah satu tidak akan bisa bertahan kecuali mencari pasangan lain.. Dimana hakikat mencari pemimpin yang sejati, pemimpin yang diminta memimpin, bukannya membusungkan dada menganggap dirinya sebagai seorang pemimpin hebat yang sanggup membawa kebaikan bagi rakyatnya... Terjadi saling pengertian antara pemimpin dengan rakyatnya, bukan hanya rakyat yang selalu harus dipaksa mengerti dengan segala pemaksaan penguasa.

Maukah

sang

pemimpin

menderita

terlebih

dahulu

sebelum

rakyatnya

menderita.siapa yang sanggup? Apa pemimppin ini mau berkomitmen bahwa mereka adalah pelayan bagi rakyat, bukan penguasa rakyat. Sehingga mereka juga harus menjalankan profesinya sebagai seorang pelayan. Menuruti apa yang diinginkan majikannya, yaitu rakyatnya. Padahal selama ini kecenderungganya adalah, pemimpin2 lah yang selalu ingin dilayani, disanjung, dihormati sebagai orang yang istimewa. Padahal dia seorang pelayan. Bahkan yang lebih parahnya, ketika belum menjabat saja sudah bergaya seperti seorang penguasa yang selalu minta dilayani, gimana ketika menjabat??rakyat lah yang akan menjadi korban Berdalih memperjuangkan nasib rakyatnya, akan tetapi yang diperjuangkan adalah apa yang dia anggap paling benar dengan segala macem alasan yang dianggap paling valid. Padahal yang dia perjuangkan adalah idialismenya sendiri. Pemimpin dinegara ini selalu dikaitkan dengan faktor keturunan, padahal yerdapat hal penting lain yang perlu dipertimbangkan, yaitu proses ketika dia menjadi seorang pemimpin...proses yang tidak selalu bergantung pada nilai akhir akan tetapi berdasarkan pada value proses terciptanya jiwa kepemimpinan yang dia miliki.

Sumber: republika

3. Kolonialisme baru Secara geografis, bagian dunia ketiga yang masyarakatnya menjadi sasaran globalisasi memiliki beberapa potensi yang besar. Pertama, natural resources(sumberdaya alam) yang melimpah ruah. Baik yang diperut bumi maupun yang diatasnya, didarat maupun dilaut. Potensi seperti ini tentu tidak akan dibiarkan begitu saja oleh masyarakat Barat. Besarnya hegemoni Barat yang juga dibentuk oleh kuatnya opini tentang kemampuan mereka, me-mudahkan upaya mereka melakukan eksplorasi jangka panjang yang menguras harta kekayaan kaum muslimin dibumi mereka sendiri. Lemahnya tekhnologi eksplorasi dan pengolahan hasil tambang menjadi sebagai salah satu alasan utama masyarakat dunia ketiga (termasuk kaum muslimin) terhadap penerimaan kontrak kerja eksploitasi tersebut.

Dengan proses perjanjian yang serba tertutup dan penuh konspirasi negara pemilik lahan eksploitasi memperoleh hasil jauh lebih sedikit dengan menanggung kerugian besar berupa rusaknya ekosistem dan kelestarian lingkungan sekitar yang ditanggung oleh anak cucu selama ratusan tahun. Proses perdagangan natural resources pun amat tidak adil, dimana masyarakat konsumen menjadi penentu harga. Hal ini disebabkan posisi bargaining mereka yang lebih kuat dengan hegemoni opini publik yang dibentuk globalisasi. Kedua, Populasi penduduk yang amat tinggi. Populasi ini amat mengancam posisi masyarakat Barat, terutama dalam segi teritorial. Dimana mereka mengalami kelambanan dalam masalah peningkatan populasi ini. Besarnya populasi masyarakat dunia ketiga (termasuk kaum muslimin), dikhawatirkan

Besarnya populasi

masyarakat dunia ketiga (termasuk kaum muslimin), dikhawatirkan menyebabkan migrasi besarbesaran ke negerinegeri di Barat terutama di Eropa Timur.
TAJDID - Jun 2008 21

menyebabkan migrasi besar-besaran ke negerinegeri di Barat terutama di Eropa Timur. Hal ini lebih jelas terjadi terutama di negeri-negeri yang langsung berhadapan dengan negara-negara Islam seperti antara Eropa dan Turki. Jadi, seolah-olah amat sangat dikhawatirkan dunia akan dipenuhi oleh populasi kaum muslimin dari dunia ketiga. Disamping itu potensi sumber daya manusia adalah potensi yang tidak bisa dipungkiri suatu saat akan menghasilkan sebuah masyarakat yang dikhawatirkan

oleh Barat, yaitu masyarakat militan, sadar dan revolusioner. Dalam hal ini, mereka berusaha menekan populasi pertumbuhan penduduk masyarakt dunia ketiga dan dunia Islam dengan mengadakan program keluarga berencana (KB). Program ini, sesungguhnya bukan berarti pengendalian jumlah penduduk dengan alasan kondisi ekonomi, tetapi ia dimaksudkan untuk mengurangi atau menekan hingga minus persen pertumbuhan penduduk di dunia ketiga. Oleh sebab itu, program keluarga berencana hanya berlaku didunia ketiga. Sedangkan pemerintahan di Barat sendiri amat bingung menekankan upaya peningkatan populasi penduduk dinegeri mereka yang mana wanitawanitanya merasa malas untuk hamil dan melahirkan. Disini peran globalisasi cukup penting untuk membuat opini bahwa besarnya pertumbuhan penduduk itu sangat mengancam

persediaan natural resources yang dianggap telah menipis dan tidak memadai untuk mencukupi kebutuhan hidup masyarakat dunia. Padahal sesungguhnya, itu semua hanya akalakalan Barat semata untuk menutupi ketakutan akan besarnya populasi penduduk kaum muslimin dan dunia ketiga umumnya. Sedangkan kita, kaum mulimin, tidak perlu merasa khawatir dengan besarnya populasi penduduk, dimana sesungguhnya dunia ini diadakan oleh Allah untuk ditinggali oleh manusia. Dibumi ini, sudah disediakan segala fasilitas untuk mendukung kehidupan yang layak. Yang penting, manusia hanya wajib memakmurkan bumi dengan sistem penanganan yang benar dan tidak membuat kerusakan disana. Justeru kita harus berbangga dengan besarnya populasi kita, dimana manusia merupakan sumber daya utama untuk membangun

peradaban besar suatu bangsa. Tinggal bagaimana kita menyediakan manajemen yang tepat untuk mengolah sumber daya ini menjadi potensi yang siap untuk membangun peradaban kita sendiri.

Rasulullah bersabda; “hendaklah kalian mencintai Allah karena Dia memelihara kalian dengan nikmatnikmatNya. Dan cintailah aku demi cintamu kepada Allah. Dan cintailah akhli rumahku demi cintamu kepadaku (H.R. At Tirmidzi, Al Hakim dari ibnu Abbas). Dia adalah cinta atas sebuah konsekuensi, cinta yang muncul sebagai akibat syari'. Cinta yang berakar pada syahadah, menguat pada tha'at, dan bermuara pada amal. Cinta yang realistis, cinta yang syarat pembelaan, cinta yang muncul sebagai refleksi cinta kepada Allah dan RasulNya.

Selama ini banyak sekali kekeliruan pemahaman tentang arti kepemimpinan. Pada umumnya orang melihat pemimpin adalah sebuah kedudukan atau sebuah posisi semata. Akibatnya banyak orang yang mengejar untuk menjadi seorang pemimpin dengan menghalalkan berbagai cara dalam mencpaia tujuan tersebut. Mulai dari membeli kedudukan dengan uang, menjilat atas, menyikut pesaing atau teman, atau cara-cara lain demi mengejar posisi pemimpin. Akibatnya, hal tersebut melahikran pemimpin yang tidak dicintai, tidak disegani, tidak dita’ati, dan bahkan dibenci. Pemimpin ini akan mempergunakan kekuasannya untuk mengarahkan, memperalat, ataupun menguasai orang lain, supaya orang lain mengikutinya. Umumnya jenis pemimpin seperti ini suka menekan. Anda bisa mencintai orang latn tanpa memimpin mereka, tetapi anda tidak bisa memimpin orang lain tanpa mencintai mereka. Pernyataan ini, dapat meluksikan bahwa seorang pemimpin harus mampu berhubungan secara baik dengan orang lain, dengan cara mencintai mereka. Seorang pemimpin tidak bisa hanya menunjukkan prestasi kerjanya saja. Tangga ini tidak boleh dilewati, apabila dilewati maka akibatnya orang lain tidak akan mendukung anda, karena mereka tidak akan

menyukai anda. Nabi Muhammad SAW telah melalui tangga ini untuk menjadi seorang pemimpin yang dicintai. Beliau juga adalah seorang yang sangat jujur, sehingga dijuluki ‘Al Amin’ atau orang yang sangat dipercaya. Saya akan memberi contoh lain tentang penampilannya sehari-hari: Bila ada orang yang mengajaknya berbicara, ia mendengar dengan hati-hati sekali, tanpa menoleh kepada orang lain. Tidak hanya mendengarkan kepada yang mengajaknya berbicara, bahkan ia memutarkan seluruh tubuhnya. Bicaranya sedikit sekali, lebih banyak mendengarkan. Bila berbicara selalu bersungguh-sungguh, tetapi sungguh pun begitu, ia pun tidak melupakan ikut membuat humor dan bersendan gurau, dan yang dikatakannya selalu yang sebenarnya. Kadang ia tertawa sampai terlihat gerahamnya – semula itu terbawa oleh kodratnya yang selalu lapang dada – dan menghargai orang lain. Bijaksana ia, murah hati, dan mudah bergaul.

DAFTAR PUSTAKA
Hadi WM., Abdul. 2001. Tasawuf yang Tertindas. Jakarta: Paramadina.

Schimmel, Annemarie. 2003. Dimensi Mistik dalam Islam. Cet. II. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Tasawuf Cinta dalam Sastra Sufi Ibda` | Vol. 2 | No. 1 | Jan-Jun 2004 | 116-128 1 P3M STAIN Purwokerto | Abdul Wachid B.S.

Beliau

- 18 melihat bahwa tiga musuh besar bagi perkembangan jiwa bangsa telah menjerang Ummat Islam, yaitu kebodohan, kemelaratan dan penderitaan, atau penyakit lahir dan bathin. Islam kian lama kian mundur dan seorang ulamapun tidak ada yang tampil kemuka untuk memperbaiki adat istiadat dan pengaruh ajaran agama yang dipeluk lebih dahulu oleh bangsa Jawa, yaitu Buddha dan Hindu belum hilang sama sekali. KH.Ahmad Dahlan dalam HAMKA

You might also like